• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
SENDIRI DI DUNIA BARU

SENDIRI DI DUNIA BARU

January 28, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
SENDIRI DI DUNIA BARU

SENDIRI DI DUNIA BARU

Apakah ada harapan untuk dunia ini, ataukah ini adalah akhirnya?

by FASA KEDJA
January 28, 2025
in Fantasi
Reading Time: 20 mins read

Prolog

Dunia ini sudah lama terlupakan. Sebuah dunia yang dulunya penuh dengan kehidupan, tetapi kini hanya tinggal bayang-bayang yang mengendap di antara reruntuhan yang sunyi. Kehancuran yang melanda menyebabkan semua yang pernah ada terhapus begitu saja. Tidak ada yang tahu mengapa, dan tidak ada yang bisa menjelaskan bagaimana semuanya bisa terjadi. Namun yang pasti, dunia ini tidak pernah sama lagi sejak saat itu.

Hanya ada aku, seorang diri, yang terjebak di tengah kehancuran ini. Di mana semua orang telah hilang, dan hanya ada kesendirian yang mencekam. Dunia yang dulu penuh dengan keramaian, kini hanya menjadi tempat kosong yang tak terjamah waktu. Tak ada suara, tak ada kehidupan. Bahkan langit pun seolah enggan menunjukkan sinarnya, hanya kabut kelabu yang mengambang di atas kepala. Dan dalam keheningan ini, aku bertanya-tanya, apakah ada harapan untuk dunia ini? Apakah ada jalan untuk kembali ke keadaan yang dulu? Atau, apakah ini akhir dari segala yang pernah ada?

Aku bukanlah satu-satunya yang berada di dunia ini—tapi aku adalah satu-satunya yang tersisa. Semua yang pernah ada, semua yang pernah hidup, kini sudah menghilang. Dunia yang luas ini terasa begitu sempit, terperangkap dalam kesendirian yang tak berujung. Ada rasa hampa yang menyelimuti setiap inci tanah, setiap ruang yang kutemui. Seolah dunia ini sedang menunggu sesuatu—sesuatu yang akan mengubah takdirnya.

Namun, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Apa yang bisa kulakukan di dunia yang sudah hancur ini? Aku tidak punya jawaban. Aku hanya bisa terus berjalan, mencoba mengungkap rahasia yang tersembunyi di balik kehancuran ini. Dalam diam, aku mencari petunjuk, mencari alasan mengapa dunia ini berakhir. Semua tanda yang kutemui hanya membawa lebih banyak pertanyaan, dan sedikit sekali jawaban yang bisa kuberikan pada diriku sendiri.

Pernah ada banyak orang di sini—keluarga, teman, orang asing yang berjalan dengan tujuan mereka masing-masing. Tetapi kini, semua itu telah hilang. Aku tak pernah tahu apa yang terjadi pada mereka, apa yang menyebabkan dunia ini berubah menjadi seperti sekarang. Ada rumor tentang kehancuran yang datang begitu cepat, menghancurkan segalanya dalam sekejap. Tetapi tidak ada yang pernah memberikan penjelasan yang jelas. Tidak ada yang pernah tahu, dan aku hanya bisa mencari petunjuknya sendiri.

Suatu malam, saat langit yang tak berbintang menutup seluruh dunia dalam bayang-bayang yang pekat, aku mendengar sebuah suara. Suara itu datang dari dalam diriku sendiri, seolah berbisik, memberi petunjuk akan sebuah kebenaran yang tersembunyi. “Dunia ini bisa diselamatkan,” suara itu berkata. “Namun hanya ada satu jalan untuk itu.”

Aku terdiam, berusaha mencerna kata-kata itu. Apa maksudnya? Dunia yang telah hancur, yang telah ditinggalkan oleh segala kehidupan, bisa diselamatkan? Bagaimana mungkin? Namun, suara itu tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Hanya sebuah pesan yang terputus-putus, yang terus mengalir di pikiranku.

Aku mulai berjalan, menyusuri dunia yang tak terjamah waktu. Setiap langkahku membawa aku lebih dalam ke dalam misteri yang belum terungkap. Di setiap sudut dunia yang terlupakan ini, aku mencari jawaban. Dalam kehancuran ini, aku melihat bekas-bekas kehidupan yang dulu ada—rumah yang hancur, kota yang kosong, jalan yang dipenuhi debu dan reruntuhan. Semua itu seperti serpihan ingatan yang terputus, menunggu untuk disatukan kembali. Dan di tengah-tengahnya, aku merasa ada sesuatu yang mengawasi. Sesuatu yang lebih besar, lebih tua dari apa pun yang ada di dunia ini. Sesuatu yang ada di balik kehancuran ini.

Aku tahu bahwa apa yang kuhadapi bukanlah sekadar kehancuran biasa. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih mendalam, yang tersembunyi di balik semua ini. Sesuatu yang telah lama terpendam, menunggu saatnya untuk bangkit. Dan aku adalah satu-satunya yang bisa menghadapinya. Aku harus melangkah ke dalam dunia ini, meskipun aku tidak tahu apa yang akan kutemui. Namun, dalam setiap langkah yang kuambil, aku merasa bahwa jalan ini adalah takdirku. Dunia ini membutuhkan penjaga, dan aku adalah penjaga itu. Apakah aku siap untuk menghadapi beban ini? Apakah aku siap untuk menemukan kebenaran yang tersembunyi di balik kehancuran ini?

Malam itu, saat aku berdiri di tengah reruntuhan, aku menyadari satu hal: dunia ini tidak benar-benar mati. Ada sesuatu yang menunggu untuk bangkit kembali. Mungkin itu adalah harapan, atau mungkin itu adalah takdir. Apa pun itu, aku tahu bahwa perjalanan ini adalah milikku untuk dijalani. Aku tidak bisa mundur lagi. Dunia ini telah hancur, tetapi aku masih ada, dan selama aku masih ada, mungkin masih ada kesempatan untuk membangunnya kembali.

Dan dengan tekad yang bulat, aku melangkah ke depan, menuju dunia yang terlupakan. Aku tidak tahu apa yang akan kutemui di sana, tetapi aku tahu bahwa dunia ini tidak akan dibiarkan mati. Aku adalah bagian dari dunia ini, dan aku akan mengembalikan kehidupan ke dalamnya. Meskipun aku sendirian, aku tidak merasa kesepian. Aku tahu bahwa aku membawa sesuatu yang lebih besar dari diri aku sendiri—sebuah tujuan yang harus kujalani. Tak ada lagi tempat untuk ragu, tak ada lagi waktu untuk takut. Dunia ini membutuhkan penyelamat, dan aku adalah orang yang dipilih untuk itu.*

Bab 1: Dunia yang Sunyi

Aku terbangun dalam keadaan bingung, terkulai di atas tanah keras yang terasa dingin di kulitku. Matahari terbenam di ufuk barat, menyisakan kehangatan samar di langit yang perlahan memudar menjadi gelap. Aku bangkit perlahan, merasakan kekosongan di sekitarku. Tidak ada suara, tidak ada pergerakan, hanya angin yang berdesir lembut di antara reruntuhan batu yang mengelilingiku.

 

Di sekitar tempat aku terbaring, semua tampak terabaikan. Bangunan-bangunan besar dengan dinding yang sudah runtuh, jalan-jalan yang tertutup dengan lapisan debu tebal, dan tanaman merambat yang tumbuh bebas seolah menandakan bahwa waktu telah berhenti di sini. Tidak ada jejak kehidupan manusia, atau bahkan tanda-tanda makhluk hidup lainnya. Yang ada hanyalah kesunyian yang menekan dada.

 

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Apa yang terjadi? Di mana aku? Aku memandang sekeliling, namun semuanya tampak asing, meskipun di dalam diriku ada perasaan yang aneh—sebuah perasaan bahwa aku tidak benar-benar baru di sini. Aku merasakan semacam keterikatan dengan tempat ini, meskipun aku tak bisa mengingat mengapa.

 

Tentu saja, tidak ada yang bisa memberi penjelasan. Semua ini terasa seperti mimpi yang sangat nyata, namun juga sangat jauh dari kenyataan yang aku kenal. Aku mengingat sedikit tentang diriku: aku pernah hidup di dunia yang berbeda, dunia yang penuh dengan manusia dan keramaian. Tapi kini, dunia itu sudah tidak ada lagi. Apa yang tersisa hanyalah aku dan tempat ini yang entah mengapa terasa begitu sepi, begitu kosong.

 

Aku melangkah ke depan, menghindari puing-puing yang berserakan. Jalan setapak yang ada di depanku terlihat cukup jelas, namun rasanya seperti jalan yang menuju ketidakpastian. Aku tidak tahu apakah aku akan menemukan sesuatu di ujung jalan itu atau apakah dunia ini memang benar-benar kosong. Satu-satunya hal yang kuinginkan adalah mencari petunjuk, mencoba menemukan arti dari semua ini.

 

Setiap langkah yang kuambil semakin membuatku merasakan beratnya kesendirian. Tidak ada suara burung yang berkicau, tidak ada gemericik air dari sungai yang mengalir, bahkan tidak ada hembusan angin yang bisa menenangkan pikiranku. Dunia ini terasa seperti sebuah ruang kosong yang memantulkan rasa sepi dan kehampaan.

 

Aku berhenti sejenak, memandangi sebuah bangunan yang tampaknya dulunya adalah sebuah rumah besar. Dindingnya sudah retak, sebagian atapnya runtuh, dan jendela-jendela yang dulunya mungkin memantulkan cahaya matahari kini hanya tampak gelap dan menakutkan. Aku merasa tergerak untuk masuk, mungkin untuk menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan semua ini.

 

Saat memasuki rumah itu, suasana di dalamnya lebih suram. Debu memenuhi udara, dan setiap langkahku meninggalkan jejak kaki yang dalam di lantai kayu yang telah lapuk. Aku berjalan pelan, hati-hati, sambil mencoba mencari petunjuk tentang apa yang terjadi di tempat ini. Tidak ada barang-barang pribadi yang tertinggal, hanya potongan-potongan furnitur yang telah hancur dan tersebar begitu saja. Tampaknya, semua orang yang pernah tinggal di sini telah pergi, meninggalkan dunia ini begitu saja.

 

Di ruang tengah, aku menemukan sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Tanpa banyak berpikir, aku membuka halaman pertama dan mulai membaca. Namun, kata-katanya terasa kabur, seperti ada sesuatu yang menghalangi pikiranku untuk memahaminya. Aku merasa bingung, seolah buku ini mencoba mengomunikasikan sesuatu yang lebih dalam, namun aku tidak dapat mengakses makna sebenarnya.

 

Tertunduk sejenak, aku merasa cemas. Apa yang sedang terjadi padaku? Mengapa aku tidak bisa mengingat apapun dengan jelas? Apakah aku benar-benar berada di dunia yang berbeda, atau ini hanya mimpi panjang yang sulit untuk dipahami?

 

Saat aku melangkah mundur, ada suara aneh yang terdengar dari dalam rumah. Suara itu sangat halus, hampir seperti bisikan angin. Aku berhenti, mendengarkan dengan saksama, dan untuk pertama kalinya sejak aku terbangun di dunia ini, aku merasa bahwa ada sesuatu yang lain. Seperti ada sesuatu yang terhubung dengan tempat ini, meskipun tidak bisa kulihat atau kucapai.

 

Aku melangkah keluar dari rumah itu, perasaan tidak nyaman semakin menghantuiku. Langkahku mengarah ke jalan yang lebih terbuka, jauh dari reruntuhan dan puing-puing yang menghiasi sekelilingku. Di depan, aku melihat hamparan tanah yang luas, dengan bukit-bukit kecil yang menjulang jauh di kejauhan. Di atas langit, awan gelap menggantung rendah, seolah menciptakan suasana yang semakin mencekam. Aku tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi aku tahu aku harus melangkah.

 

Hampir setengah hari aku berjalan tanpa tujuan yang jelas, hanya mencoba menghilangkan rasa cemas yang mengganggu. Tanpa ada petunjuk atau arah yang pasti, aku mulai merasa semakin terasing. Dunia ini tidak hanya kosong, tetapi juga seolah menjauhkan diri dariku. Ada perasaan dalam diriku yang menyarankan bahwa tempat ini, meskipun tampak sunyi, menyimpan sesuatu yang lebih besar. Aku tidak tahu apa itu, tetapi aku merasa aku harus mencarinya.

 

Di sebuah tempat yang sepi, aku berhenti dan menatap langit yang semakin gelap. Apa yang seharusnya aku lakukan? Jika aku benar-benar satu-satunya yang tersisa di dunia ini, apa gunanya melanjutkan hidup? Aku merasa seperti sudah terjebak di dalam labirin besar tanpa jalan keluar. Dunia ini menjadi semakin menakutkan, dan seiring berjalannya waktu, perasaan kesepian itu semakin menguat. Tidak ada suara, tidak ada orang, hanya aku dan segala yang mengelilingiku yang terasa begitu sunyi.

 

Namun, di tengah kegelapan yang menyelimuti pikiranku, aku mendengar suara lain. Suara itu tidak berasal dari dunia ini, atau setidaknya, tidak seperti suara yang pernah kudengar sebelumnya. Itu adalah suara yang terdengar seperti sebuah bisikan, sangat lembut, namun jelas. Seolah ada sesuatu yang mencoba berbicara padaku, meskipun aku tak tahu siapa atau apa yang ada di balik suara itu.

 

Aku menoleh ke belakang, tetapi tidak ada siapa-siapa. Hanya bayangan yang memanjang di tanah. Aku merasa semakin bingung, namun suara itu kembali terdengar, lebih dekat kali ini.

 

“Apa yang kamu cari, wahai jiwa yang terlupakan?” bisik suara itu, seolah memanggilku.

 

Aku tertegun. Apa itu? Apa yang dimaksud dengan “jiwa yang terlupakan”?

 

Aku tahu satu hal pasti: perjalanan ini baru saja dimulai. Dunia ini, dengan segala keheningannya, menyembunyikan sesuatu yang penting. Dan mungkin, hanya aku yang bisa menemukannya.*

Bab 2: Gerbang Terbuka

Hari-hari berlalu dengan perlahan, dan aku semakin terbiasa dengan kesunyian yang mengelilingiku. Dunia ini, meskipun kosong, sepertinya memiliki keajaiban tersendiri—keajaiban yang aku rasakan semakin kuat setiap kali aku melangkah. Tidak ada lagi perasaan bingung yang dulu menghantuiku. Kini, aku berjalan dengan penuh tujuan, meskipun tujuanku belum jelas. Hanya satu yang aku tahu: aku harus menemukan jawaban, harus mengerti mengapa dunia ini tampak sepi dan terabaikan, mengapa aku satu-satunya yang tersisa.

 

Hari itu, aku melangkah lebih jauh dari sebelumnya. Mengikuti jejak-jejak kaki yang tertinggal dalam tanah lunak, aku terus maju menuju cakrawala yang semakin gelap. Langit yang biasanya cerah kini semakin dipenuhi oleh awan kelabu yang tebal, menciptakan suasana yang penuh misteri. Tanah di bawah kakiku semakin berbatu, dan jalan setapak yang semula lebar kini menyempit, menjadi jalur sempit yang dikelilingi oleh pepohonan aneh dengan cabang-cabang besar yang menjulur ke atas.

 

Aku berhenti sejenak, mengatur napas, dan mengamati sekeliling. Di depanku, sebuah lembah terbuka terlihat, dengan sebuah bangunan besar di ujungnya. Bangunan itu tidak seperti yang pernah kulihat sebelumnya. Bentuknya tampak kuno, namun ada sesuatu yang tidak biasa tentangnya. Dindingnya terbuat dari batu hitam yang berkilau dengan warna yang tak dapat dijelaskan. Di atasnya terdapat ukiran-ukiran yang tampaknya mengandung arti yang dalam, namun aku tidak bisa memahami simbol-simbol tersebut.

 

Aku merasa ada sesuatu yang memanggilku untuk mendekat. Perasaan ini begitu kuat, seolah dunia ini, yang sepi dan hampa, tiba-tiba menawarkan secercah harapan. Aku tahu, aku harus pergi ke sana. Aku melangkah cepat, menuruni lembah dengan langkah pasti. Suasana di sekitarku menjadi semakin misterius seiring mendekatnya aku ke bangunan itu. Semakin dekat aku, semakin terasa pula hawa yang aneh, seolah ada energi yang tersembunyi di balik setiap sudut bangunan itu.

 

Ketika aku tiba di depan gerbang besar yang terbuat dari batu hitam itu, aku tertegun. Gerbang itu tampaknya telah ada selama ribuan tahun, dan meskipun tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, aku merasa bahwa gerbang ini bukan sekadar bagian dari reruntuhan. Ini adalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar, lebih dalam—sesuatu yang tersembunyi.

 

Aku mendekat dan memeriksa lebih dekat. Gerbang itu tidak memiliki pegangan atau tombol untuk membukanya. Batu-batunya terlihat padat dan keras, namun ada sesuatu yang menarik perhatianku: sebuah pola yang muncul di permukaan gerbang, seperti gambar atau simbol yang hanya bisa terlihat ketika aku cukup dekat. Aku meraba permukaan batu, mencoba merasakan keanehan yang ada di dalamnya.

 

Saat aku menyentuh salah satu ukiran pada batu tersebut, aku merasakan getaran halus yang mengalir melalui telapak tanganku. Getaran itu semakin kuat, dan tiba-tiba gerbang itu bergerak. Perlahan, dengan suara berderit yang keras, gerbang itu terbuka sedikit, membiarkan aku melihat ke dalam kegelapan yang berada di baliknya. Aku terkejut, namun ada sesuatu yang mendorongku untuk melangkah lebih jauh.

 

“Ini bukan kebetulan,” bisik hatiku. “Ada sesuatu yang menunggu di sana.”

 

Dengan perasaan campur aduk—antara ketakutan dan rasa ingin tahu—aku melangkah maju. Begitu aku melewati ambang gerbang, suasana di dalamnya terasa sangat berbeda. Udara di sini lebih segar, lebih hidup, meskipun masih sepi. Cahaya keemasan yang aneh menyinari setiap sudut, menciptakan bayangan yang bergerak di dinding batu. Semakin jauh aku berjalan, semakin terang cahaya itu, hingga akhirnya aku melihat sebuah ruang besar di ujung lorong panjang yang kujalani.

 

Ruangan itu dipenuhi dengan benda-benda yang tampaknya kuno dan penuh misteri. Beberapa potongan batu besar tergeletak di atas tanah, sementara di tengah ruangan, sebuah batu raksasa terletak di atas altar tinggi. Batu itu berkilau dengan cahaya yang tidak biasa, dan aku merasa bahwa di sanalah inti dari segala sesuatu berada.

 

Aku mendekat dengan hati-hati, merasakan energi yang mengalir dari batu tersebut. Rasanya seperti energi yang sangat kuat, namun tidak menakutkan. Seolah-olah batu itu menyambutku, mengundangku untuk mendekat. Aku bisa merasakan jantungku berdegup kencang. Ada sesuatu yang sangat penting di sini, aku tahu itu.

 

Ketika aku berdiri di depan batu itu, tiba-tiba, bayangan muncul di udara. Bayangan itu bukan makhluk hidup, namun lebih seperti gambaran yang diciptakan oleh cahaya. Bayangan tersebut membentuk sosok yang tak dapat kujelaskan dengan kata-kata, sosok yang tampaknya mengawasi setiap gerak-gerikku.

 

“Apakah kamu yang terakhir?” tanya suara itu, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan sebuah pemahaman yang langsung mengalir ke dalam pikiranku.

 

Aku terkejut, namun entah mengapa, aku tidak merasa takut. Suara itu, meskipun aneh, seolah membawa pesan yang penting. “Aku… aku tidak tahu. Apa yang terjadi dengan dunia ini?” jawabku dalam hati, meskipun aku tidak yakin apakah suara itu akan mendengarnya.

 

Bayangan itu terdiam sejenak, seolah berpikir. Kemudian, dengan suara yang lebih lembut, ia berkata, “Dunia ini telah lama ditinggalkan. Semua yang ada di sini adalah kenangan, yang terperangkap dalam waktu yang tak terhitung. Kamu, yang terakhir, mungkin adalah kunci untuk membebaskan semuanya.”

 

Aku merasa sebuah beban yang berat melingkupi hatiku. Kunci? Apa yang dimaksud dengan itu? Apa yang harus aku lakukan?

 

“Batu ini,” suara itu melanjutkan, “adalah bagian dari inti dunia ini. Jika kamu ingin tahu mengapa dunia ini begitu sepi, kamu harus memahami apa yang ada di dalamnya. Tapi, hati-hati. Tidak semua yang kamu temui di sini akan mudah diterima. Dunia ini penuh dengan misteri dan bahaya yang tak terlihat.”

 

Aku menatap batu itu dengan seksama, merasa bahwa ini adalah saat yang sangat penting. Aku tidak tahu mengapa aku harus tahu semua ini, tetapi aku merasa ada ikatan yang kuat antara aku dan batu ini. Mungkin aku memang satu-satunya yang bisa mengungkapkan rahasia yang tersembunyi di dalamnya.

 

Dengan keputusan yang tegas, aku mengulurkan tangan dan menyentuh batu tersebut. Saat jari-jariku menyentuh permukaan batu, sebuah energi yang sangat kuat mengalir ke dalam tubuhku. Cahaya yang ada di sekitarku semakin terang, dan dalam sekejap, aku merasakan sesuatu yang luar biasa—sesuatu yang melampaui pemahaman manusia biasa. Itu adalah sebuah penglihatan, sebuah wawasan tentang dunia yang hilang.

 

Aku melihat gambaran-gambaran yang tak dapat kupahami dengan kata-kata: peperangan besar, kejatuhan sebuah peradaban, dan akhirnya, kesunyian yang menelan segala kehidupan. Dunia yang dulu ramai kini hanya tinggal kenangan, dan aku, entah bagaimana, adalah satu-satunya yang tersisa untuk menceritakan kisah ini.

 

“Jadilah penjaga dunia ini,” suara itu kembali terdengar, lebih dalam dari sebelumnya. “Dengan mengetahui kebenaran, kamu akan menjadi penentu masa depan dunia yang sepi ini.”

 

Aku menarik tanganku, merasa seperti terbangun dari sebuah mimpi panjang. Dunia ini memang penuh dengan rahasia, namun aku merasa bahwa aku telah dipilih untuk sesuatu yang lebih besar. Tidak ada lagi jalan mundur. Apa pun yang terjadi, aku harus menghadapi masa depan dunia yang kosong ini.

 

Gerbang telah terbuka, dan aku kini berada di persimpangan antara dua dunia—dunia yang hilang dan dunia yang mungkin masih bisa diselamatkan.*

Bab 3: Bayang-Bayang Kehidupan

Setelah mengalami peristiwa yang luar biasa di dalam gerbang dan menyentuh batu besar yang memancarkan energi yang tak terlukiskan, aku merasa seperti dunia yang kutinggalkan dan dunia yang kujelajahi kini saling bersinggungan. Meskipun aku tahu sedikit lebih banyak tentang apa yang terjadi, pertanyaan besar masih menggantung di pikiranku—apa yang harus kulakukan dengan pengetahuan yang baru saja aku peroleh? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “penjaga dunia ini”? Dan mengapa aku satu-satunya yang tersisa?

 

Aku kembali melangkah ke luar ruangan besar tempat batu tersebut berada, tubuhku dipenuhi dengan perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kecemasan. Di luar gerbang, dunia masih terasa begitu sunyi, namun seiring aku melangkah lebih jauh, aku merasakan kehadiran yang samar. Sesuatu—atau seseorang—tersembunyi di dalam bayang-bayang yang menghiasi dunia ini. Aku merasa seolah ada yang mengawasi, mengingatkan diriku bahwa perjalananku baru saja dimulai.

 

Tak lama setelah aku meninggalkan ruangan itu, aku melihat sosok di kejauhan. Bayangan itu muncul perlahan, seperti kabut yang membentuk wujud di tengah malam. Pada awalnya, aku pikir itu hanyalah imajinasiku, namun sosok itu semakin jelas. Seorang makhluk dengan tubuh transparan, seperti roh atau bayangan hidup, melayang di udara dengan gerakan yang sangat tenang. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, namun rasanya seperti ada kekuatan yang terkandung dalam setiap gerakannya.

 

Aku berhenti sejenak, bertanya-tanya apakah makhluk itu datang untuk menyapaku atau hanya bagian dari dunia ini yang berusaha menguji keberadaanku. Makhluk itu berhenti beberapa langkah dariku, kemudian, dengan suara lembut yang seolah keluar dari angin itu, ia berkata, “Jiwa yang terlupakan, kamu akhirnya sampai.”

 

Aku merasa terkejut, tetapi juga terhanyut dalam kata-kata tersebut. Apa yang dimaksud dengan “jiwa yang terlupakan”? Apakah ini tentang diriku? Bayangan itu sepertinya tahu lebih banyak tentang aku daripada aku sendiri.

 

“Aku tidak mengerti,” jawabku, suaraku terdengar gemetar meskipun aku berusaha tenang. “Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?”

 

Makhluk itu bergerak maju, tubuhnya berkilau dengan cahaya biru pucat. Ia memandangku dengan mata yang tidak tampak, namun aku merasakan keberadaannya yang mendalam. “Aku adalah salah satu dari mereka yang menjaga gerbang ini,” katanya pelan, “salah satu dari bayang-bayang yang masih ada setelah kehancuran dunia ini. Aku bukanlah makhluk hidup, tapi aku tetap ada, mengawasi, dan menunggu.”

 

Aku mencerna setiap kata yang diucapkannya, merasa ada makna yang lebih dalam di baliknya. “Mengawasi apa?” tanyaku dengan penasaran.

 

“Dunia ini dulu hidup, dipenuhi dengan manusia dan makhluk lain. Namun, mereka telah pergi—terlupakan, terhapus dari ingatan. Kamu adalah satu-satunya yang tersisa dari mereka,” kata bayangan itu, “dan kini, tugasmu adalah mengingatkan dunia ini akan keberadaan yang pernah ada. Kamu adalah penentu, wahai penjaga.”

 

Aku merenung. “Penjaga?” suara itu masih terngiang di pikiranku, namun kali ini aku merasa kata-kata itu lebih jelas. “Apa yang dimaksud dengan penjaga dunia ini? Apa yang harus aku lakukan?”

 

Bayangan itu mengangguk, seolah mengetahui kebingunganku. “Di dalam dunia yang dulu ada, setiap dimensi—setiap kehidupan—memiliki keseimbangannya sendiri. Namun, ketika dunia ini hancur, keseimbangan itu terlepas. Kamu, dengan pengetahuan yang baru kau miliki, harus memulihkan keseimbangan itu. Kamu adalah kunci untuk membuka jalan bagi kehidupan yang baru, untuk memberi dunia ini kesempatan kedua.”

 

Aku terdiam, mencerna kata-kata tersebut. Dunia yang dulu ada… keseimbangan yang terlepas… sepertinya aku mulai mengerti sedikit demi sedikit, namun pertanyaan baru muncul di benakku. “Bagaimana aku bisa memulihkan keseimbangan? Apa yang harus aku lakukan?”

 

Bayangan itu tersenyum samar, meskipun wajahnya tak terlihat. “Itu adalah perjalanan yang panjang, dan jawabannya tidak mudah. Kamu harus menemukan sumber dari kehancuran ini. Apa yang menyebabkan dunia ini menjadi sunyi, mengapa semua makhluk hidup hilang? Hanya setelah itu kamu akan memahami peranmu sebagai penjaga.”

 

Aku mengangguk, meskipun aku masih merasa bingung. Tidak ada petunjuk yang jelas, hanya kata-kata bayangan itu yang menggema di dalam pikiranku. “Apakah aku bisa melakukannya sendiri?” tanyaku, suara penuh keraguan.

 

“Semua jawaban itu ada dalam dirimu,” jawab bayangan itu. “Kamu bukan benar-benar sendiri. Ada kekuatan yang selalu ada bersamamu, meskipun kamu tidak bisa melihatnya sekarang.”

 

Dengan kata-kata itu, bayangan itu mulai memudar, seolah-olah ia hanyalah bagian dari dunia ini yang kembali menghilang dalam kegelapan. “Ingatlah, penjaga. Jangan lupakan asal-usulmu, dan jangan pernah takut untuk melangkah maju.”

 

Aku berdiri diam, meresapi kata-kata terakhirnya. Bayangan itu sudah menghilang, dan aku kini kembali sendirian. Tetapi, perasaan kesendirian itu terasa berbeda kali ini. Aku merasa lebih kuat, seolah ada kekuatan baru yang mengalir di dalam diriku. Aku tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, dan aku harus menemukan jawaban yang tersembunyi di dunia ini.

 

Tanpa membuang waktu, aku melanjutkan langkahku. Aku tahu bahwa dunia ini menyimpan banyak rahasia yang harus ditemukan. Setiap langkah yang kuambil seolah membawa aku lebih dekat pada kebenaran yang tersembunyi dalam bayang-bayang kehidupan ini.

 

Beberapa hari berlalu, dan aku mulai menemukan lebih banyak petunjuk yang mengarah ke tujuan yang lebih jelas. Di sebuah lembah yang dalam, aku menemukan reruntuhan sebuah kota besar. Bagian-bagian bangunan yang masih utuh menunjukkan betapa megahnya kota ini sebelum kehancuran datang. Di tengah-tengah kota, ada sebuah kuil yang besar, dikelilingi oleh patung-patung yang tampaknya sudah dilupakan oleh waktu. Patung-patung itu menghadap ke arah altar utama, tempat sebuah batu besar tergeletak.

 

Aku mendekat, perasaan semakin kuat seiring aku semakin dekat ke altar itu. Batu besar di sana tampaknya bukan hanya batu biasa. Aku bisa merasakan energi yang sama seperti yang aku rasakan di dalam gerbang sebelumnya. Batu ini sepertinya memiliki kekuatan yang sama, mungkin bahkan lebih besar. Aku tahu, inilah salah satu petunjuk yang aku cari.

 

Saat aku meletakkan tangan di atas batu itu, sebuah penglihatan muncul dalam pikiranku. Aku melihat gambaran-gambaran yang gelap—perang besar, peperangan yang menghancurkan dunia ini, makhluk-makhluk yang berperang untuk kekuasaan, dan akhirnya, kehancuran yang mengikis semuanya. Semua itu adalah akibat dari kehilangan keseimbangan, yang menyebabkan dunia ini terpecah dan menghilang.

 

Aku menarik tangan dengan cepat, terkejut dan takut dengan gambaran-gambaran itu. Namun, aku tahu satu hal pasti: aku berada di jalan yang benar. Dunia ini tidak benar-benar hilang. Kehidupan masih ada di balik bayang-bayang yang tersembunyi. Dan aku, satu-satunya yang tersisa, adalah penjaga yang harus memulihkan keseimbangan yang telah lama hilang.

 

Aku harus menemukan sumber dari kehancuran ini, dan aku harus melakukannya sebelum dunia ini benar-benar terlupakan.*

Bab 4: Titik Keterputusan

Hari-hari terus berlalu, dan meskipun aku semakin mendalami rahasia yang tersembunyi di balik dunia yang sunyi ini, rasa kesendirian yang kurasakan semakin menekan. Setiap langkah yang kuambil seolah semakin mendalam memasuki labirin kegelapan yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Dunia ini bagaikan sebuah teka-teki yang harus diselesaikan, namun potongan-potongan jawabannya seperti kabur dan terpecah-pecah. Petunjuk demi petunjuk yang kutemui memberikan secercah harapan, namun ada saat-saat aku merasakan ketakutan dan kebingungan yang semakin meluas.

 

Aku kini sedang berada di sebuah hutan yang lebih gelap dari biasanya. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabangnya yang tebal menciptakan bayangan gelap yang menghalangi cahaya. Udara di sini terasa lebih dingin, dan setiap langkah yang kuambil di atas tanah yang lembab membuat suara-suara aneh bergema, seolah ada sesuatu yang mengintai. Meski begitu, aku tidak merasa terintimidasi. Justru, aku merasa seperti ada sesuatu yang lebih besar sedang menungguku di sini.

 

Aku berhenti sejenak untuk memeriksa peta yang kugenggam, meskipun peta itu tidak menunjukkan banyak hal yang berarti. Dunia ini terlalu luas dan terlalu asing untuk dipahami dengan mudah. Namun, sesuatu di dalam hutan ini terasa berbeda. Aku merasakan adanya suatu aura yang tidak biasa, seolah-olah hutan ini memiliki kekuatan yang tersembunyi jauh di dalamnya.

 

Tanpa banyak berpikir, aku melanjutkan langkahku, menembus hutan yang semakin lebat. Semakin jauh aku masuk, semakin terasa pula hawa yang tidak biasa. Semakin banyak suara-suara aneh yang terdengar, seolah dunia ini berbicara padaku dengan bahasa yang tidak bisa kutangkap. Tiba-tiba, aku merasakan sebuah getaran yang sangat kuat, datang dari bawah tanah. Getaran itu bukan hanya terasa di telapak kaki, namun menyebar ke seluruh tubuhku, seperti ada kekuatan besar yang terpendam di bawah permukaan dunia ini.

 

Ketika aku berhenti, aku mendongak dan melihat sebuah cahaya yang bersinar di antara pepohonan, menyusup keluar dari celah-celah dahan yang tinggi. Cahaya itu berwarna biru pucat, mirip dengan cahaya yang ku lihat saat bertemu dengan bayangan sebelumnya. Rasanya sangat familiar. Dengan perasaan penuh rasa ingin tahu, aku mengikuti cahaya itu, yang seolah mengarahkanku ke suatu tempat yang sangat penting.

 

Akhirnya, aku tiba di sebuah lembah yang tertutup kabut. Di tengah lembah, terdapat sebuah batu besar yang tampaknya lebih besar dan lebih tua dari yang pernah kulihat. Batu itu dikelilingi oleh simbol-simbol yang tidak dapat kumengerti, namun ada sesuatu yang sangat kuat dan mendalam yang terpancar dari sana. Di depan batu, ada sebuah pintu besar yang tampak seperti gerbang, namun kali ini, tidak ada apapun yang menghalanginya. Pintu itu terbuka lebar, seolah menantang siapa pun yang berani melangkah masuk.

 

Aku merasakan ketegangan di udara, seolah tempat ini bukan hanya sebuah reruntuhan biasa. Aku merasa bahwa gerbang ini bukan sekadar bagian dari dunia yang telah lama hancur. Ini adalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang lebih berbahaya.

 

Dengan rasa hati yang berat, aku melangkah maju, menyeberangi ambang gerbang tersebut. Begitu melangkah masuk, aku disambut oleh sebuah pemandangan yang membuatku terperanjat. Di dalam, ada sebuah ruang besar yang penuh dengan bayang-bayang. Lantai dan dindingnya terbuat dari batu hitam yang mengkilap, memantulkan cahaya yang datang dari sumber yang tidak tampak. Namun, yang paling mengejutkanku adalah apa yang berada di tengah ruang itu: sebuah cermin besar.

 

Cermin itu berbeda dari cermin biasa. Bukan hanya sebagai alat untuk melihat pantulan diri, namun lebih sebagai sebuah pintu—pintu menuju kedalaman yang tidak bisa dijelaskan. Di dalam cermin, aku melihat bayangan-bayangan yang tidak seharusnya ada, gambaran-gambaran dari masa lalu dan masa depan yang bercampur aduk. Aku melihat diriku sendiri, namun dalam bentuk yang berbeda, dalam keadaan yang tidak kutahu.

 

Dengan langkah hati-hati, aku mendekat ke cermin tersebut, dan seiring langkahku mendekat, bayangan itu mulai lebih jelas. Aku melihat diriku dalam berbagai keadaan—dalam perang, dalam kesendirian, dalam kegagalan dan kemenangan. Namun, satu gambar paling mencolok adalah diriku yang tampaknya terperangkap dalam kegelapan, terhanyut dalam kebingungan dan ketakutan.

 

Sebuah suara terdengar di dalam kepalaku, bukan dari luar, melainkan dari dalam diriku sendiri. Suara itu begitu familiar, namun juga terasa asing, seolah berasal dari suatu tempat yang jauh.

 

“Ini adalah titik keterputusan,” suara itu berkata dengan tegas, namun juga penuh keputusasaan. “Titik di mana dunia ini, dan kamu, akan diuji.”

 

Aku terdiam. Titik keterputusan? Apa maksudnya? Suara itu melanjutkan, “Di sinilah semuanya akan dimulai dan berakhir. Apa yang kamu pilih sekarang akan menentukan arah perjalanan dunia ini. Apakah kamu akan kembali, ataukah kamu akan melangkah ke dalam kegelapan yang lebih dalam?”

 

Aku merasa kebingunganku semakin bertambah. Apa yang dimaksud dengan kembali? Apa yang ada di balik bayangan-bayangan yang muncul di cermin itu? Dan kenapa aku harus memilih sekarang? Aku sudah berada jauh di dalam dunia yang tidak ku kenal, dan sepertinya tidak ada jalan kembali.

 

“Jika kamu memilih untuk kembali,” suara itu berkata lagi, “maka dunia ini akan tetap terperangkap dalam waktu yang hampa. Namun jika kamu memilih untuk melangkah ke dalam, kamu akan mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi—dan dengan itu, kamu bisa mengubah takdir dunia ini.”

 

Aku merasa perasaan berat menekan dadaku. Pilihan itu bukanlah pilihan yang mudah. Melangkah mundur berarti aku memilih untuk meninggalkan semua yang telah aku pelajari, semua yang telah aku temui, dan dunia ini akan tetap seperti adanya—sepi dan terlupakan. Namun jika aku melangkah lebih dalam, aku harus menghadapi lebih banyak kegelapan, lebih banyak bahaya, lebih banyak rahasia yang mungkin tidak aku ingin ketahui.

 

Aku menatap bayangan diriku sendiri di dalam cermin itu. Ada perasaan kesendirian yang mendalam, namun juga rasa tanggung jawab yang menggetarkan. Apakah aku siap untuk menghadapi apa yang ada di balik cermin ini? Apakah aku siap untuk menjadi penjaga dunia ini? Ataukah aku akan kehilangan diri sendiri dalam prosesnya?

 

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, aku mengambil keputusan. Aku melangkah lebih dekat ke cermin, meraih bayangan yang tampak di dalamnya, dan ketika tangan ku menyentuh permukaan cermin itu, semuanya berubah.

 

Cermin itu tidak lagi menjadi refleksi dari dunia ini, tetapi menjadi gerbang. Sebuah gerbang yang mengarah pada dimensi yang lebih dalam, tempat rahasia dunia ini tersembunyi. Aku telah memilih jalan yang penuh dengan misteri dan kegelapan, jalan yang akan mengubah takdir dunia ini selamanya.

 

Dan saat itu, aku tahu satu hal dengan pasti—perjalanan inibelum berakhir. Ini baru saja dimulai.*

Bab 5: Kebangkitan

Setiap langkah yang kuambil setelah melangkah melewati cermin itu terasa bagaikan langkah menuju ketidakpastian. Dunia yang kulihat sekarang berbeda—lebih suram dan lebih kosong dari sebelumnya, seolah-olah aku telah meninggalkan dunia yang aku kenal dan memasuki ruang yang penuh dengan bayangan yang berlarian tanpa arah. Di sini, segala sesuatu terasa terhenti. Bahkan waktu seakan berhenti bergerak. Aku bisa merasakannya di setiap hembusan angin yang tidak bergerak, di setiap suara yang tak terdengar. Dunia ini berada dalam jeda, menunggu sesuatu yang belum terungkap.

 

Aku berdiri di tengah ruang gelap yang tidak bisa kutebak, dikelilingi oleh kabut yang tipis, namun duka dan kesendirian menggantung lebih berat dari kabut itu sendiri. Semua yang kutemui adalah sisa-sisa dari dunia yang telah lama terlupakan. Tidak ada kehidupan, tidak ada suara selain langkah kakiku yang bergema di udara yang tebal. Dunia ini terasa seperti sebuah ruang kosong yang hanya dihuni oleh kenangan dan bayangan masa lalu. Dunia yang sudah lama mati, namun menunggu untuk dihidupkan kembali.

 

Namun, aku tidak bisa mundur. Tidak lagi. Setiap pilihan yang telah kubuat selama ini, setiap langkah yang kutempuh, membawaku lebih dalam ke dalam teka-teki dunia yang hancur ini. Aku adalah penjaga—seperti yang telah dikatakan oleh bayangan di dalam hutan, dan sekarang, saatnya untuk memahami apa arti dari peran ini.

 

Aku merasakan dorongan untuk bergerak lebih jauh ke dalam kegelapan itu, seperti panggilan yang tidak bisa kutolak. Di kejauhan, sebuah cahaya mulai terlihat. Cahaya yang lemah, namun jelas. Ia memancar dari suatu tempat yang lebih dalam, lebih tersembunyi. Aku melangkah menuju cahaya itu, dan semakin aku mendekat, semakin kuat perasaan bahwa aku akan menemukan sesuatu yang penting, sesuatu yang bisa mengubah segalanya.

 

Cahaya itu akhirnya mengarah pada sebuah tempat yang lebih terbuka, sebuah ruang luas dengan dinding-dinding yang tertutup dengan goresan-goresan misterius. Di tengah ruang itu terdapat sebuah batu besar, serupa dengan batu yang kutemui sebelumnya. Namun kali ini, batu itu tampak berbeda. Ia memancarkan cahaya biru yang lebih terang, lebih kuat, lebih hidup. Sekelilingnya terdapat simbol-simbol yang berputar-putar, bergerak seolah memiliki kehidupan sendiri. Aku bisa merasakan kekuatan yang luar biasa emanasi dari batu itu, seolah ia adalah pusat dari seluruh dunia ini.

 

Saat aku mendekat, suara itu kembali terdengar, lebih jelas kali ini, namun kali ini aku bisa merasakannya bukan hanya di dalam pikiranku, tetapi di seluruh tubuhku.

 

“Ini adalah sumber dari dunia yang hancur,” suara itu berbisik. “Kekuatan ini adalah kunci yang telah lama hilang. Di sini, ada jawaban untuk semua pertanyaan yang telah mengganggumu.”

 

Aku mengulurkan tangan, merasakan getaran energi yang kuat dari batu itu. Begitu telapak tanganku menyentuh permukaannya, dunia ini berubah seketika. Sebuah pemandangan muncul dalam pikiranku, lebih nyata dari kenyataan itu sendiri. Aku melihat gambaran-gambaran dari masa lalu yang telah lama hilang—perang yang menghancurkan dunia, makhluk-makhluk yang berperang, dan kekuatan yang lebih besar dari apa pun yang bisa kubayangkan. Aku melihat bagaimana dunia ini diciptakan, bagaimana semuanya terhubung dalam keseimbangan yang rapuh. Dan aku melihat momen ketika semuanya mulai runtuh—sebuah titik di mana keseimbangan dunia ini hancur, menyebabkan dimensi ini terpecah dan semua kehidupan menghilang.

 

Aku terperanjat saat melihat bagian terakhir dari gambaran itu—aku melihat diriku sendiri, atau lebih tepatnya, bayangan dari diriku yang lebih tua, lebih bijaksana, namun juga lebih penuh dengan rasa penyesalan. Aku melihat diriku berdiri di tengah kehancuran ini, merasa kehilangan arah, namun juga memahami bahwa ada satu hal yang harus aku lakukan untuk mengembalikan dunia ini.

 

“Peranmu telah ditentukan, penjaga,” suara itu berkata lagi, kali ini lebih kuat, lebih tegas. “Kamu adalah penyebab kehancuran, namun kamu juga bisa menjadi penyembuhnya. Hanya dengan memahami mengapa dunia ini hancur, kamu akan tahu bagaimana cara untuk menghidupkannya kembali.”

 

Perasaan terperangkap dalam dilema yang besar menyelimutiku. Aku merasa bahwa aku adalah bagian dari kehancuran ini, namun juga merasa bahwa aku adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkannya. Aku mulai mengerti bahwa dunia ini bukan hanya tentang satu orang atau satu makhluk. Ini adalah tentang keseimbangan yang terjaga, tentang koneksi yang ada di antara segala sesuatu. Dan kini, aku adalah penjaga yang harus memulihkan keseimbangan itu.

 

Aku menutup mataku dan mencoba merasakan kekuatan yang mengalir dari batu itu. Aku merasakan getaran yang semakin kuat, seperti sebuah energi yang hidup, yang berusaha keluar dan meresapi seluruh dunia. Batu itu bukan hanya sebuah objek—ia adalah inti dari dunia ini, sebuah titik pusat yang menghubungkan segala sesuatu. Tanpa kekuatan ini, dunia ini akan tetap terjebak dalam kegelapan yang tak terhingga.

 

Tapi aku juga tahu bahwa batu ini bukan hanya sebuah benda mati. Ia adalah simbol dari kekuatan yang lebih besar, yang harus dipahami dan dijaga. Hanya dengan memahami kekuatan ini, aku bisa memulihkan dunia ini.

 

Dengan keyakinan yang baru, aku meraih batu itu lebih erat, dan saat itu, sebuah suara besar bergema di seluruh ruang itu. Suara yang menggetarkan tanah dan langit, yang membuat seluruh dunia terasa bergerak. Batu itu bergetar di tanganku, dan aku merasakan energi yang luar biasa meluap darinya. Sesaat kemudian, seluruh dunia seolah berbalik arah. Cahaya yang tadinya redup kini semakin terang, dan bayangan yang mengelilingiku mulai menghilang. Dunia ini mulai bangkit kembali.

 

Saat aku membuka mataku, aku melihat dunia yang berbeda. Dunia ini masih penuh dengan reruntuhan, namun ada kehidupan yang mulai muncul kembali. Cahaya matahari menyinari dunia yang sebelumnya gelap, dan udara terasa lebih segar. Pohon-pohon yang sebelumnya mati mulai tumbuh kembali, dan suara-suara kehidupan yang hilang kini kembali terdengar. Dunia ini belum sepenuhnya pulih, namun ia mulai bangkit dari kehancurannya.

 

Aku berdiri di sana, merasa lebih kuat dari sebelumnya. Aku menyadari bahwa perjalanan ini belum berakhir. Dunia ini membutuhkan penjaga, dan aku siap untuk menjadi penjaga itu. Namun, aku tahu satu hal pasti—dunia ini tidak hanya milikku untuk dijaga. Ini adalah dunia yang penuh dengan kemungkinan, penuh dengan harapan, dan kini aku adalah bagian dari kebangkitan itu.

 

Aku menatap horizon yang terbentang di depan, merasa bahwa aku telah menemukan tujuan sejati. Dunia ini akan sembuh, dan aku akan memastikan bahwa keseimbangan yang telah hilang akan kembali terjaga. Dunia ini, yang dulunya sepi, kini dipenuhi dengan harapan baru.

 

Dan dengan itu, perjalanan baru ku dimulai. Sebagai penjaga, aku akan melindungi dunia ini dari ancaman yang mungkin datang, menjaga keseimbangannya, dan memastikan bahwa dunia ini tidak akan pernah terlupakan lagi.***

…………………….THE END……………………..

 

Source: Jasmine Malika
Tags: #DuniaTerlupakan #Kehancuran #Pencarian #Kesendirian #Takdir #Misteri
Previous Post

SUNGAI TERLUPAKAN ZAMAN

Next Post

PENYIHIR TERLARANG PEMBURU BAYANGAN

Next Post
PENYIHIR TERLARANG PEMBURU BAYANGAN

PENYIHIR TERLARANG PEMBURU BAYANGAN

CINCIN YANG MENGUBAH DUNIA

CINCIN YANG MENGUBAH DUNIA

VAMPIRE KEGELAPAN

VAMPIRE KEGELAPAN

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In