• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
PERANG YANG TERLUPAKAN

PERANG YANG TERLUPAKAN

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
PERANG YANG TERLUPAKAN

PERANG YANG TERLUPAKAN

Perang Saudara yang Mengubah Takdir

by FASA KEDJA
January 27, 2025
in Sejarah
Reading Time: 20 mins read

Prolog: 

Pada suatu masa, di sebuah kerajaan yang terletak di ujung dunia, kehidupan berjalan dengan damai. Kerajaan Aladara, yang dikenal dengan keberaniannya dan ketangguhan warganya, memiliki sejarah panjang yang dihormati oleh seluruh negeri. Dari generasi ke generasi, raja-raja dan ratu-ratu Aladara memimpin dengan kebijaksanaan dan keadilan, memastikan bahwa kerajaan mereka tetap sejahtera. Mereka menyembah kekuatan alam, menghormati bumi, air, dan api, yang diyakini memiliki hubungan yang erat dengan roh-roh leluhur mereka.

Namun, kedamaian itu tidak bertahan selamanya. Di luar tembok kerajaan, sebuah ancaman gelap mulai berkembang—sebuah kekuatan yang tidak bisa dilawan dengan pedang atau sihir. Suatu malam, ketika langit dipenuhi awan hitam yang tak pernah terlihat sebelumnya, sebuah kekuatan jahat mulai merasuki tanah Aladara. Tentara yang dipimpin oleh sosok misterius muncul dari kegelapan, membawa kehancuran dan kematian di setiap langkah mereka. Mereka dikenal sebagai “Pasukan Kegelapan,” dan mereka tidak hanya datang untuk menaklukkan, tetapi untuk menghapuskan segalanya yang ada dalam cahaya.

Raja Aladara, Raja Ardhan, dengan segera mengumpulkan para penasihatnya, serta para jenderal yang dikenal dengan kehebatan mereka di medan perang. Namun, meskipun mereka berjuang dengan gigih, Pasukan Kegelapan terlalu kuat. Mereka datang dengan kekuatan yang tidak terbayangkan—makhluk-makhluk dari dunia lain, sihir gelap yang mengubah segala sesuatu yang disentuhnya menjadi abu, dan pasukan yang tak terhitung jumlahnya. Dalam sekejap, sebagian besar tanah Aladara jatuh ke tangan musuh. Kerajaan yang dulu sejahtera kini berada di ambang kehancuran.

Pada saat yang sama, di sudut lain dunia, ada seorang pemuda bernama Raka, yang tinggal di sebuah desa kecil di luar jangkauan kerajaan. Meskipun desa itu jauh dari kekacauan yang melanda Aladara, Raka selalu merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Ia tumbuh dengan kisah-kisah petualangan dan pahlawan yang berani menghadapi kegelapan, namun ia tidak pernah berpikir bahwa takdirnya akan membawanya ke jalan yang penuh dengan ancaman dan ujian yang luar biasa.

Raka adalah anak dari seorang pandai besi dan seorang ibu yang penuh kasih sayang. Ayahnya mengajarinya cara memegang senjata, dan ibunya membesarkannya dengan cerita-cerita tentang keberanian, ketulusan hati, dan kekuatan untuk melawan ketidakadilan. Namun, hidup Raka berubah pada suatu malam yang mencekam. Desanya, yang biasanya damai, tiba-tiba diguncang oleh serangan dari Pasukan Kegelapan. Mereka datang begitu cepat, seolah tak ada tempat yang aman. Rumah-rumah terbakar, dan orang-orang berlarian mencari perlindungan. Raka menyaksikan dengan mata kepala sendiri saat desanya hancur dalam sekejap, dan keluarganya terpisah dalam kekacauan itu.

Di tengah kehancuran, Raka melihat sebuah sosok yang berbeda dari yang lain. Seorang prajurit berpakaian hitam, dengan mata merah menyala dan senyum yang penuh dengan kebencian. Sosok itu mendekati Raka, dan meskipun Raka berusaha untuk melawan, ia merasa seperti ada sesuatu yang tak terlihat menahan tubuhnya. Sebelum sosok itu menyerang, ia mendengar sebuah suara dalam dirinya—suara yang memberitahunya untuk bertahan hidup, untuk melawan, untuk mencari jawaban.

Setelah pasukan musuh pergi, Raka yang terkejut dan terluka bangkit dari puing-puing desa. Rasa sakit yang ia rasakan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehilangan yang ia alami. Desa yang telah hancur, keluarganya yang hilang, dan masa depan yang terasa begitu gelap, membuat Raka merasa terombang-ambing. Namun, dalam kegelapan itu, ia merasa ada harapan yang tersisa—sebuah harapan untuk membalas dendam, untuk mencari jawaban, dan untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari kerajaannya.

Malam itu, saat api masih menyala di reruntuhan desa, Raka bertekad untuk mencari tahu siapa sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Ia tahu bahwa untuk melawan Pasukan Kegelapan, ia harus memiliki kekuatan yang jauh melampaui kemampuan manusia biasa. Sebuah perjalanan panjang menanti, dan ia tidak bisa melakukannya sendirian. Namun, ia tahu di dalam hatinya bahwa ia tidak akan menyerah.

Raka mulai mencari petunjuk, bertanya kepada siapa saja yang selamat dari serangan tersebut. Dari seorang pedagang tua yang selamat, ia mendengar tentang sebuah suku misterius yang hidup jauh di dalam hutan terlarang, jauh dari peradaban. Konon, suku itu memiliki kekuatan yang bisa mengalahkan kegelapan, dan hanya mereka yang memiliki hati yang bersih dan tekad yang kuat yang bisa menemui mereka. Tanpa ragu, Raka memutuskan untuk melakukan perjalanan ke hutan tersebut, meskipun ia tahu bahwa perjalanan itu penuh dengan bahaya yang tidak dapat diprediksi.

Sebagai persiapan, Raka memanfaatkan semua keterampilan yang dia pelajari dari ayahnya—dari menggunakan senjata hingga bertahan hidup di alam liar. Namun, yang lebih penting adalah keberanian dan tekad yang tumbuh dalam dirinya. Ia merasa bahwa takdirnya telah dipilih, dan ia tidak akan menyerah meskipun rintangan yang dihadapinya semakin besar.

Di tengah perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, Raka bertemu dengan berbagai macam makhluk dan menghadapi ujian yang menguji batas kekuatannya. Namun, di setiap langkahnya, ia merasa bahwa ia semakin dekat dengan tujuannya—untuk menemukan suku itu, untuk mendapatkan kekuatan yang dapat mengubah takdir kerajaannya, dan untuk menemukan cara untuk mengalahkan Pasukan Kegelapan yang menakutkan itu.

Saat Raka memasuki hutan terlarang, ia merasa seperti memasuki dunia yang berbeda—sebuah dunia yang penuh dengan rahasia dan misteri yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah melangkah di jalan yang sama. Di dalam hutan itu, ada sesuatu yang mengawasinya, sebuah kekuatan yang lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Raka tahu bahwa untuk bertahan hidup dan mencapai tujuannya, ia harus siap menghadapi tidak hanya kekuatan luar, tetapi juga kekuatan dalam dirinya sendiri.

Ketika malam mulai turun, dan cahaya bulan mulai menyinari jalan yang sempit di depannya, Raka menyadari bahwa perjalanan ini adalah ujian sejati. Ini bukan hanya tentang menyelamatkan kerajaannya—ini tentang memahami siapa dirinya sebenarnya, mengatasi ketakutannya, dan menemukan kekuatan sejati yang tersembunyi di dalam hatinya. Dan dengan tekad yang semakin membara, Raka melangkah lebih jauh ke dalam hutan yang gelap, mengetahui bahwa perjalanan yang paling sulit dan paling penting baru saja dimulai.*

Bab 1: Pertempuran di Lembah Hijau

Di ujung timur kerajaan Aladara, lembah hijau yang subur menjadi tempat tinggal bagi rakyat yang hidup damai. Dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan hutan lebat, lembah ini tampaknya menjadi tempat yang tak terjamah oleh dunia luar. Namun, jauh di balik kedamaian itu, terdapat sebuah rahasia yang sedang berkembang. Raja Surya, penguasa Kerajaan Aladara, tengah menghadapi tantangan besar. Pemberontakan yang dipimpin oleh saudara tirinya, Prabu Jaya, mengancam untuk mengubah segalanya. Perang yang dahsyat tampaknya tidak bisa lagi dihindari.

Raka, seorang pemuda berusia 18 tahun, tidak pernah mengira bahwa hidupnya akan terjerumus ke dalam pusaran perang. Sehari-hari, dia hanya seorang petani yang bekerja keras di ladang milik ayahnya, di desa kecil yang terletak di lembah hijau. Raka dikenal sebagai anak yang jujur, rajin, dan tak banyak bicara. Keberadaannya di desa tak pernah mengundang perhatian, dan dia merasa bahagia menjalani hidup yang sederhana.

Namun, semuanya berubah ketika pasukan dari ibu kota kerajaan datang ke desa mereka. Mereka menyampaikan kabar yang menggetarkan hati setiap orang: Prabu Jaya, saudara tirik Raja Surya, telah mengangkat senjata dan berencana menggulingkan kekuasaan kerajaan. Pemberontakan ini tidak hanya melibatkan pasukan dari wilayah terdekat, tetapi juga didukung oleh banyak bangsawan yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Raja Surya. Aladara yang dulunya damai kini terancam perang saudara.

Pada awalnya, Raka tidak terlalu memahami pentingnya pertempuran yang akan terjadi. Bagi dirinya, perang adalah hal yang jauh, sesuatu yang hanya ada di buku sejarah atau cerita orang-orang tua di desa. Namun, segalanya berubah ketika desanya, yang terletak di perbatasan kerajaan, menjadi sasaran serangan pertama. Sebuah pasukan kecil, yang terdiri dari tentara pemberontak, tiba-tiba muncul di pagi hari, menyerbu desa tanpa peringatan.

Raka terbangun oleh suara gaduh dan derap kaki kuda yang menghentak tanah. Dari jendela rumahnya, dia melihat asap membumbung tinggi di langit. Keadaan menjadi kacau. Rakyat berlari panik, dan suara jeritan terdengar dari segala arah. Dalam ketakutan yang luar biasa, Raka hanya bisa mematung, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia melihat ayahnya yang sedang memegang cangkul berlari keluar, bersiap untuk melindungi keluarga mereka.

“Raka! Cepat! Masuk ke dalam!” seru ayahnya dengan nada panik.

Namun, Raka merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar ancaman biasa. Dia melihat pasukan pemberontak dengan pakaian kusam dan wajah tertutup, bergerak cepat menuju desa mereka. Tanpa banyak berpikir, dia berlari ke halaman depan, mencari cara untuk membantu. Ayahnya yang sudah tua tampaknya tidak mampu lagi melawan pasukan yang datang dengan jumlah jauh lebih banyak. Raka menyadari bahwa ini bukan hanya soal melindungi desa—ini adalah perjuangan hidup dan mati.

Ketika dia berlari, dia melihat seorang pria yang dikenal di desa—Pak Wira, seorang petani yang juga menjadi salah satu tetua desa—terjatuh saat berusaha melawan para penyerang. Raka tanpa ragu mendekat dan membantunya bangkit, meskipun tidak tahu bagaimana mereka bisa melawan pasukan yang jauh lebih terlatih.

“Pergi! Jangan menunggu!” teriak Pak Wira. “Semuanya sudah terlambat!”

Raka tidak bisa melupakan wajah Pak Wira yang penuh kecemasan. Di tengah-tengah kekacauan, dia hanya memiliki satu pilihan—melarikan diri. Dia berlari menuju hutan yang terletak di belakang desa, berusaha menghindari kejaran musuh. Namun, seiring semakin mendalamnya dia menyusuri hutan, Raka merasakan bahwa hidupnya yang tenang dan damai telah berakhir. Perang, yang sebelumnya hanya ia dengar dalam cerita-cerita orang tua, kini telah menjadi kenyataan.

Setelah beberapa jam berlalu, hutan mulai sepi. Raka berhenti sejenak, menenangkan napas yang berat. Namun, dia tidak bisa melupakan apa yang telah terjadi di desanya. Hatinya dipenuhi kecemasan tentang nasib keluarganya, tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika ia merasa agak tenang, terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Raka berbalik dan melihat seorang lelaki berkuda mendekat. Lelaki itu mengenakan pelindung logam dengan lambang kerajaan yang jelas terlihat. Dia adalah seorang perwira tentara kerajaan.

“Apa yang terjadi di sana?” tanya perwira itu, memandang Raka dengan tatapan tajam.

Raka merasa bingung, tidak tahu harus menjawab apa. “Desa saya… desa kami diserang. Saya—saya tidak tahu apa yang harus dilakukan.”

Perwira itu terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan sesuatu. “Kami datang untuk membantu, tapi nampaknya sudah terlambat. Apakah kamu seorang pejuang? Kami membutuhkan setiap tangan yang bisa membantu,” katanya dengan nada yang tidak bisa ditolak.

Raka terdiam. Dia bukan seorang prajurit. Dia hanya seorang petani biasa yang tidak tahu apa-apa tentang pertempuran. Namun, di hadapan perang yang sudah mendekat ke desanya, dia merasa tidak bisa hanya bersembunyi. Raka tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tidak datang dua kali. Dia harus memilih, antara bersembunyi dalam ketakutan atau berjuang untuk sesuatu yang lebih besar.

“Apa yang harus saya lakukan?” tanya Raka akhirnya, suaranya penuh tekad.

Perwira itu tersenyum tipis. “Bergabunglah dengan kami. Kerajaan membutuhkan orang-orang seperti kamu, orang-orang yang tidak takut menghadapi ancaman. Ayo, kita berjuang bersama.”

Dengan keberanian yang baru ditemukan, Raka mengikuti perwira itu, meninggalkan hutan dan memasuki medan perang. Meskipun hatinya masih ragu, dia tahu bahwa ini adalah jalan yang harus dia pilih—jalan yang penuh tantangan dan pengorbanan.

Begitulah, petualangan Raka dimulai. Ia tidak hanya berjuang untuk hidupnya sendiri, tetapi juga untuk masa depan kerajaannya, yang kini terancam oleh perang yang tiada akhir.*

Bab 2: Jejak Pengkhianat

Malam itu, setelah hampir dua minggu berperang, Raka duduk terdiam di sebuah pos terdepan, memandangi langit yang penuh dengan bintang. Perang telah mengubah banyak hal dalam hidupnya, termasuk dirinya sendiri. Dari seorang pemuda petani yang hanya mengenal tanah dan ladang, kini ia menjadi bagian dari pasukan Raja Surya yang sedang berjuang mempertahankan kerajaan dari pemberontakan. Namun, meskipun ia telah berjuang dengan segenap tenaga, ada perasaan tidak tenang yang menggelayuti dirinya. Keadaan di medan perang semakin tidak menentu, dan ia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi—sesuatu yang lebih gelap dan tersembunyi.

Raka baru saja selesai berlatih di luar kemah bersama beberapa tentara lainnya ketika seorang perwira mendekatinya dengan langkah cepat. Perwira itu, yang dikenalnya sebagai Prabu Dewa, salah satu perwira terbaik yang ada di bawah komando Raja Surya, tampak cemas.

“Raka, ikut aku. Ada sesuatu yang perlu kau ketahui,” kata Prabu Dewa tanpa banyak basa-basi.

Raka mengikuti tanpa bertanya. Mereka berjalan cepat melewati tenda-tenda yang terpasang dengan rapi, menuju bagian belakang barak yang lebih sepi. Saat mereka sampai di sebuah ruang kecil yang jarang dilewati orang, Prabu Dewa berhenti dan menatap Raka dengan tajam.

“Apakah kau merasa ada yang aneh belakangan ini?” tanya Prabu Dewa dengan suara rendah.

Raka mengerutkan kening, mencoba mencerna pertanyaan itu. “Aneh? Maksudmu apa?”

Prabu Dewa menatap sekeliling, memastikan tidak ada orang lain yang mendengarkan mereka. “Aku rasa ada seseorang di dalam istana yang bekerja untuk pihak pemberontak. Mereka mengirimkan informasi kepada Prabu Jaya. Dan aku rasa orang itu ada di sekitar kita.”

Raka terkejut mendengar tuduhan tersebut. Ia tidak bisa membayangkan siapa yang bisa berkhianat di tengah-tengah pasukan yang tengah berjuang mati-matian. Raja Surya, meskipun keras dan tegas, dikenal sebagai penguasa yang adil. Mustahil rasanya ada orang dalam istana yang tega mengkhianatinya.

“Tapi bagaimana bisa?” tanya Raka ragu. “Bukankah kita semua berjuang di sisi yang sama?”

Prabu Dewa mengangguk perlahan, seolah mencerna kata-kata Raka. “Seharusnya, kita semua berjuang di sisi yang sama. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Beberapa minggu terakhir, aku mendengar desas-desus bahwa beberapa bangsawan yang dekat dengan Raja Surya mulai ragu dengan kepemimpinan beliau. Mereka percaya bahwa Prabu Jaya memiliki kekuatan yang lebih besar untuk membawa kerajaan ini ke arah yang baru. Dan aku rasa, seseorang di antara kita mulai menyabotase gerakan kita.”

Raka terdiam. Hatinya bergejolak, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Lalu, apa yang harus kita lakukan?”

Prabu Dewa memandang Raka dengan tatapan yang serius. “Aku tidak tahu siapa pengkhianatnya, tapi aku butuh bantuanmu untuk mencari tahu. Kau adalah orang yang tidak dikenali banyak orang di dalam pasukan ini. Kau bisa bergerak lebih bebas daripada aku. Aku ingin kau memulai penyelidikan ini, tanpa memberitahu siapa pun.”

Raka mengangguk, meskipun ia merasa beban yang lebih besar kini ada di pundaknya. Apa yang harus ia lakukan? Siapa yang bisa dipercaya dalam keadaan seperti ini? Apakah ia benar-benar bisa mengetahui siapa pengkhianat itu tanpa terjebak dalam permainan berbahaya ini?

Keputusan itu membuat Raka tidak bisa tidur sepanjang malam. Di dalam benaknya, berbagai kemungkinan dan pertanyaan muncul, tetapi jawaban yang ia cari tidak kunjung datang. Ia merasa cemas dan bingung, namun ia tahu, sekali lagi, ini adalah jalan yang harus ia pilih. Jika ada pengkhianat di dalam barisan mereka, mereka semua bisa berisiko kalah, dan mungkin kehilangan lebih dari sekadar kerajaan ini. Mungkin, ini adalah peperangan yang lebih besar dari yang bisa ia bayangkan.

Keesokan harinya, Raka mulai melakukan penyelidikan dengan hati-hati. Dia tidak langsung mencurigai siapa pun, tetapi ia mengamati dengan lebih teliti setiap gerak-gerik para prajurit dan bangsawan yang berhubungan langsung dengan Raja Surya. Salah satu orang yang menarik perhatiannya adalah Lord Damar, seorang bangsawan yang cukup berpengaruh di kalangan para pejabat kerajaan. Lord Damar sering terlihat berbicara dengan beberapa jenderal, terutama mereka yang dikenal lebih simpatik terhadap Prabu Jaya. Raka juga mendengar desas-desus bahwa Damar pernah menjalin hubungan bisnis dengan beberapa pihak luar yang memiliki hubungan dengan pemberontakan.

Namun, meskipun mencurigakan, Raka merasa masih ada sesuatu yang lebih tersembunyi. Saat malam datang, ia memutuskan untuk mendekati Lord Damar secara diam-diam. Ia tahu ini adalah langkah berisiko besar, namun perasaan tidak tenang yang terus mengganggunya mendorongnya untuk melangkah lebih jauh.

Dalam keheningan malam, Raka melangkah dengan hati-hati menuju kediaman Lord Damar yang terletak di bagian istana yang lebih terpencil. Sebelum mendekat, ia sempat melihat beberapa penjaga berdiri di sekitar pintu utama, yang menghalangi akses langsung ke dalam. Dengan cerdik, Raka mengambil jalur samping yang jarang dilalui orang, dan berhasil menemukan celah untuk masuk ke dalam halaman belakang.

Di sana, ia menyembunyikan diri di balik pohon besar yang cukup rindang, memantau setiap gerak-gerik yang ada. Tidak lama kemudian, ia melihat Lord Damar keluar dari bangunan, berbicara dengan seorang pria bertubuh besar yang tampaknya bukan tentara kerajaan. Mereka berbicara dalam bisikan, tetapi Raka bisa melihat bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dalam percakapan mereka. Lord Damar menyelipkan sesuatu di tangan pria itu—sebuah gulungan kecil.

Dengan hati-hati, Raka mendekat, berusaha mendengar percakapan lebih lanjut. Namun, tiba-tiba salah satu dari penjaga yang sedang berjaga di sekitar area itu berbalik dan hampir melihatnya. Raka segera menghilang ke dalam bayangan, menghindari deteksi.

Saat ia kembali ke tempat aman, napasnya terasa berat. Ia baru saja menyaksikan sesuatu yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Lord Damar jelas terlibat dalam sesuatu yang tidak beres, dan apa yang dia sampaikan kepada orang itu adalah sesuatu yang akan membahayakan kerajaan. Raka tahu, untuk menghentikan semua ini, ia harus segera melaporkan apa yang telah dilihatnya.

Namun, satu hal yang semakin jelas di benaknya: perang yang tengah dihadapi bukan hanya sekadar pertempuran antara dua pasukan. Ini adalah perjuangan untuk menyelamatkan kerajaan dari dalam—dari para pengkhianat yang berkeliaran di antara mereka.

Raka tahu, jalan yang ia pilih kali ini semakin berbahaya. Ia harus berhadapan dengan pengkhianat yang bisa saja berada lebih dekat darinya daripada yang ia kira.*

Bab 3: Perjalanan ke Tanah Terlarang

Setelah beberapa hari menyelidiki dan mengumpulkan bukti, Raka merasa semakin terperangkap dalam dunia yang penuh dengan intrik dan pengkhianatan. Pemberontakan yang terjadi di kerajaan Aladara ternyata jauh lebih kompleks daripada yang ia bayangkan. Pengkhianatan dalam istana bukan lagi sekadar masalah internal, melainkan sesuatu yang lebih besar—berhubungan dengan kekuatan yang jauh lebih gelap dan tersembunyi. Raka, yang kini tahu siapa pengkhianatnya, harus menghadapi pilihan yang lebih sulit: mengungkapkan kebenaran dan meruntuhkan kerajaan, atau terus menyembunyikan rahasia itu dan mempertahankan apa yang tersisa dari kerajaan tersebut.

Namun, keadaan semakin mendesak. Raja Surya, yang telah mengetahui adanya pengkhianatan dalam jajaran istana, memerintahkan Raka untuk melakukan sebuah misi penting: mencari sekutu di luar kerajaan, di tanah terlarang yang konon dihuni oleh suku-suku yang memiliki kekuatan misterius. Tanah itu terletak di ujung selatan kerajaan, jauh dari jangkauan tentara kerajaan. Banyak yang mengatakan bahwa tanah terlarang itu adalah tempat yang tak terjamah, penuh dengan bahaya yang siap mengancam siapa saja yang mencoba memasuki wilayah tersebut.

Raka tahu, misi ini adalah kesempatan terakhir untuk menyelamatkan kerajaan dan menghindari kehancuran yang lebih besar. Tetapi, di dalam hati, ia merasa cemas. Ia tidak tahu apa yang akan dihadapinya di tanah terlarang. Hanya cerita-cerita mistis dan legenda yang pernah ia dengar tentang suku-suku yang tinggal di sana. Tidak ada yang benar-benar tahu siapa mereka, apa kekuatan mereka, atau apakah mereka akan bersedia membantu Raja Surya. Yang Raka tahu, satu-satunya cara untuk mengubah arah perang ini adalah dengan mencari bantuan mereka.

Pagi itu, sebelum berangkat, Prabu Dewa, perwira yang dulu meminta bantuan Raka untuk menyelidiki pengkhianatan di istana, menemui Raka di luar tenda. Di tangan Prabu Dewa, ada sebuah gulungan yang terikat rapat dengan tali kulit. Tanpa kata-kata, Prabu Dewa menyerahkan gulungan itu kepada Raka.

“Ini adalah petunjuk,” kata Prabu Dewa dengan nada serius. “Gulungan ini berisi arah dan rute menuju tanah terlarang. Ikuti petunjuk ini dengan hati-hati, Raka. Tempat itu sangat berbahaya, bahkan bagi mereka yang berpengalaman.”

Raka menerima gulungan itu dan memandang Prabu Dewa dengan penuh rasa terima kasih. Ia tahu bahwa tugas ini tidak hanya berisiko bagi dirinya, tetapi juga bagi masa depan kerajaan. “Aku akan melakukan yang terbaik,” jawabnya, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut yang sulit diungkapkan.

Setelah berpamitan, Raka memulai perjalanan panjangnya menuju tanah terlarang. Ia harus melewati hutan belantara, gunung-gunung tinggi, dan daerah-daerah yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Selama perjalanan, ia bertemu dengan berbagai macam orang—pedagang, pengembara, bahkan beberapa pasukan kerajaan yang sedang patroli. Namun, tak seorang pun tampak tahu apa-apa tentang tanah terlarang. Raka merasa seolah ia sedang berjalan menuju kegelapan yang tak terduga.

Beberapa hari setelah meninggalkan pasukan, Raka memasuki wilayah yang semakin terpencil. Hutan-hutan lebat mulai menggantikan padang rumput yang biasanya ia lewati. Tanah yang semakin berbatu membuat langkahnya terasa lebih berat, dan udara yang semakin dingin membuat tubuhnya menggigil. Ia tahu bahwa ia semakin mendekati tujuan, tetapi perasaan was-was semakin menguasainya. Setiap langkah membawa rasa tidak pasti—ia merasa seperti berada di dunia yang tak dikenal, yang bisa mengubah segalanya dalam sekejap.

Malam pertama di dalam hutan terlarang, Raka merasa terasing. Ia memasang tenda sederhana dan menyalakan api untuk mengusir dingin. Hutan itu sepi, hanya suara desiran angin dan sesekali suara hewan malam yang terdengar. Namun, entah mengapa, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia tidak tahu apakah itu hanya perasaan aneh karena tempat yang asing, ataukah ada sesuatu yang benar-benar tersembunyi di balik hutan ini.

Ketika api mulai redup, Raka terbangun oleh suara langkah kaki yang tiba-tiba mendekat. Ia melompat ke samping, meraih pedangnya yang tergeletak di samping tenda. Dengan sigap, ia menatap ke arah suara tersebut. Dari balik semak-semak, muncul seorang wanita dengan pakaian sederhana namun penuh dengan simbol-simbol yang tak dikenalnya. Matanya yang tajam dan sikapnya yang tenang membuat Raka merasa ragu, apakah wanita ini teman atau musuh.

Wanita itu berdiri tanpa bergerak, menatap Raka dengan senyuman tipis. “Jangan takut,” katanya dengan suara yang lembut namun penuh kekuatan. “Aku hanya ingin berbicara.”

Raka menurunkan pedangnya sedikit, meskipun ia tetap waspada. “Siapa kamu?” tanyanya.

“Aku Sari, seorang pengembara,” jawab wanita itu, masih dengan senyuman yang penuh misteri. “Dan kau, tampaknya bukan orang biasa. Kau mencari sesuatu, bukan?”

Raka merasa sedikit cemas, tetapi ia mengangguk. “Aku mencari suku yang tinggal di tanah terlarang. Aku diberi tugas untuk menemui mereka.”

Sari mengangguk pelan. “Suku itu memang ada. Tapi mereka tidak suka banyak orang datang. Mereka menjaga rahasia mereka dengan sangat hati-hati. Hanya mereka yang dianggap layak yang bisa bertemu dengan mereka.”

Raka merasa ada sesuatu yang tak beres, namun ia memutuskan untuk mendengarkan. “Apa yang harus aku lakukan agar bisa bertemu dengan mereka?”

Sari memandangnya dengan tatapan tajam. “Mereka hanya menerima orang yang benar-benar memiliki niat murni. Mereka tidak akan membantu siapa pun yang hanya mencari kekuatan. Jika kau benar-benar ingin bertemu mereka, kau harus menunjukkan siapa dirimu yang sesungguhnya. Mereka tidak akan membantu siapa pun yang memiliki tujuan egois.”

Raka merasa bingung. “Tapi aku tidak mencari kekuatan. Aku hanya ingin menyelamatkan kerajaan. Itu saja.”

Sari tetap diam sejenak, lalu mengangguk. “Mungkin mereka akan menerima niatmu. Tapi ingatlah, perjalananmu belum selesai. Banyak hal yang akan diuji.”

Dengan kata-kata itu, Sari menghilang kembali ke dalam hutan, meninggalkan Raka yang masih terperangah dengan segala yang baru saja didengarnya. Apakah ini pertanda baik? Ataukah ia sedang terjerumus lebih dalam ke dalam perangkap yang lebih berbahaya?

Raka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Meski perasaan was-was terus membayanginya, ia tahu bahwa ini adalah jalan yang harus ia tempuh—jalan yang penuh misteri, tantangan, dan ujian yang tak bisa ia hindari. Suku yang ia cari mungkin saja memiliki jawaban untuk mengubah jalannya perang ini, namun untuk menemui mereka, ia harus membuktikan bahwa niatnya benar-benar murni.

Dengan tekad yang lebih kuat, Raka melangkah ke dalam hutan terlarang, memasuki dunia yang penuh dengan bahaya dan rahasia yang belum terungkap.*

Bab 4: Ujian di Tanah Terlarang

Hari demi hari berlalu saat Raka terus menelusuri hutan terlarang yang semakin lebat. Meski tubuhnya lelah dan napasnya terengah-engah karena melewati medan yang berat, tekadnya untuk menemui suku misterius di ujung tanah terlarang tetap membara. Beberapa kali, ia merasa seperti disorot oleh mata-mata tak terlihat, dan hawa dingin yang menyelimuti hutan semakin menambah rasa takut yang ia rasakan. Namun, Raka tidak pernah merasa lebih pasti—ini adalah jalannya, dan ia harus menempuhnya.

Pada suatu malam, saat ia beristirahat di bawah sebuah pohon besar, tiba-tiba ia mendengar langkah kaki yang datang mendekat. Hatinya berdegup kencang, dan refleksnya langsung mengarah pada pedang yang terikat di pinggangnya. Dalam ketegangan malam yang mencekam, muncul sebuah sosok dari kegelapan hutan—seorang pria tinggi besar dengan rambut panjang yang terikat rapi. Matanya yang tajam memancarkan aura ketegasan, namun wajahnya tidak terlihat agresif.

“Siapa kau?” tanya Raka dengan suara rendah, siap jika pria itu memiliki niat buruk.

Pria itu berhenti sejenak, kemudian berbicara dengan suara dalam dan tegas, “Aku bukan musuhmu, anak muda. Tapi aku adalah ujian pertama yang harus kau hadapi.

Raka terkejut mendengar kata-kata itu. “Ujian? Untuk apa?”

Pria itu mengangguk pelan, tampak seperti sudah tahu bahwa Raka tidak akan mudah percaya begitu saja. “Suku ini hanya menerima mereka yang bisa melalui serangkaian ujian. Mereka yang tidak memiliki keberanian atau niat yang benar akan gagal. Aku di sini untuk memastikan bahwa kau layak bertemu dengan mereka.”

Raka menelan ludah, pikirannya berpacu dengan cepat. “Aku tidak mencari kekuatan atau kemuliaan,” katanya, berusaha meyakinkan pria itu. “Aku hanya ingin menyelamatkan kerajaanku.”

Pria itu mengamati Raka dengan cermat, lalu berkata, “Keberanian saja tidak cukup. Tidak cukup untuk menyelamatkan kerajaanmu. Kau akan diuji, dan kau harus siap untuk menghadapi ketakutan terbesar yang ada di dalam dirimu.”

Raka tidak tahu harus berkata apa. Dalam sekejap, dunia di sekitarnya terasa semakin berat, dan rasa takut mulai merayapi dirinya. Namun, ia tahu bahwa ia harus melalui ujian ini jika ia ingin melanjutkan perjalanan dan menemukan jawaban yang dicari.

Pria itu melangkah lebih dekat, menunjuk ke sebuah jalan setapak yang sempit di depan mereka. “Ikuti jalan ini. Jalan ini hanya akan menuntun mereka yang berani. Mereka yang melangkah mundur akan hilang selamanya. Jika kau tidak dapat menahan diri, atau jika kau tergoda untuk menyerah, maka kau tidak akan pernah menemui mereka.”

Raka menatap jalan yang ditunjukkan, hati dan pikirannya penuh dengan keraguan. Namun, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, menatap pria itu sekali lagi. “Aku siap.”

Dengan kata-kata itu, Raka mulai melangkah. Jalan setapak itu semakin sempit dan berkelok, diterangi hanya oleh cahaya redup dari bulan yang hampir tertutup oleh awan gelap. Setiap langkahnya terasa berat, seolah ada beban tak terlihat yang terus menariknya ke belakang. Suara angin yang berdesir di pepohonan semakin terasa menakutkan, dan bayangan-bayangan aneh mulai tampak bergerak di antara pepohonan.

Tiba-tiba, di tengah perjalanan, sebuah suara lembut namun memekakkan telinga terdengar, seolah keluar dari kedalaman hutan itu sendiri. “Apa yang kau cari, anak muda?”

Raka terhenti, matanya terbelalak melihat sosok yang muncul dari balik pohon besar. Seorang wanita berpakaian putih dengan wajah yang tampak tenang namun penuh misteri. Tatapannya memancarkan kedamaian, namun ada kekuatan yang tak terkatakan di baliknya.

“Apa yang kau cari di tempat ini?” wanita itu bertanya lagi, suaranya penuh teka-teki.

Raka merasa bimbang. Ia ingin segera menjawab, tetapi kata-katanya seperti terhenti di tenggorokan. Dalam hatinya, ia merasa bahwa ini adalah ujian lain yang harus ia lalui. “Aku… aku mencari jawaban. Aku harus bertemu dengan suku ini untuk menyelamatkan kerajaanku,” jawabnya dengan hati-hati.

Wanita itu tersenyum tipis. “Dan apakah kau benar-benar yakin bahwa kerajaanmu layak diselamatkan?” tanyanya, suaranya berubah lebih berat. “Apakah kau benar-benar yakin bahwa jalan yang kau pilih ini adalah jalan yang benar?”

Raka terdiam, terperangah oleh pertanyaan itu. Untuk pertama kalinya, ia meragukan dirinya sendiri. Apakah benar kerajaannya layak diselamatkan? Atau apakah ada bagian dari dirinya yang hanya terjebak dalam kebanggaan dan rasa takut akan kehilangan semuanya? Mungkin ada alasan lebih besar di balik pemberontakan ini—sesuatu yang lebih dalam daripada yang bisa ia pahami.

Namun, meskipun keraguan itu muncul dalam hatinya, Raka tidak menyerah. Ia harus tetap teguh pada tujuannya. “Aku tidak tahu apa yang terjadi di balik semua ini,” jawabnya akhirnya, “tapi aku tahu bahwa aku harus mencoba. Aku tidak bisa tinggal diam.”

Wanita itu mengangguk pelan. “Itulah keberanian sejati,” katanya dengan lembut. “Namun, untuk menemukan jawaban yang kau cari, kau harus terlebih dahulu menemukan dirimu sendiri. Jangan biarkan ketakutanmu menguasai. Jalan ini akan menguji kekuatan batinmu.”

Dengan itu, wanita itu menghilang begitu saja, meninggalkan Raka yang kini lebih bingung dari sebelumnya. Namun, ia tahu bahwa ujian ini belum berakhir. Ia terus berjalan, semakin jauh ke dalam hutan terlarang. Rasa takut mulai merayapi dirinya lagi, tetapi ia berusaha keras untuk mengusirnya. Setiap langkah terasa semakin berat, dan terkadang ia merasa seolah berada di tempat yang tak nyata. Ada kalanya ia hampir ingin menyerah, tetapi kenangan akan desanya, ayahnya, dan kerajaannya yang sedang terancam perang memberinya kekuatan untuk terus maju.

Tiba-tiba, jalan setapak yang sempit itu berakhir di sebuah jurang yang dalam. Di tepi jurang, ada sebuah batu besar yang menghalangi jalan. Namun, di atas batu itu, terukir sebuah simbol yang sangat dikenalnya—simbol kerajaan Aladara, namun dengan garis-garis yang tampak lebih tua dan penuh dengan simbol-simbol lain yang tidak ia pahami.

Raka mendekati batu itu dengan hati-hati, menyentuhnya dengan tangan. Begitu ia menyentuh simbol itu, sebuah suara terdengar dari dalam jurang, menggetarkan tanah di bawah kakinya. “Untuk melangkah lebih jauh, kau harus melawan ketakutan terbesar yang ada dalam dirimu,” suara itu bergema, seolah datang dari kedalaman bumi.

Raka merasa tubuhnya menggigil. Ketakutan terbesar yang ada dalam dirinya muncul dalam pikirannya. Ketakutan akan kegagalan. Ketakutan akan kehilangan. Ketakutan bahwa ia akan mengkhianati orang-orang yang mengandalkannya.

Namun, ia mengatupkan giginya, mengusir ketakutan itu. “Aku tidak akan mundur,” bisiknya. “Aku akan melawan.”

Dengan tekad yang semakin kuat, Raka melangkah maju, memanjat batu besar itu. Ketika ia mencapai puncaknya, jurang di depannya terbuka, dan di ujung sana, di balik kabut, ia melihat cahaya yang samar—cahaya yang menandakan bahwa suku yang ia cari mungkin sudah dekat.

Tantangan berikutnya menunggu, dan Raka tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.*

Bab 5: Pertemuan dengan Sang Penjaga

Raka berdiri di atas tepi jurang yang menghadap ke lembah yang gelap, matanya menyapu sekelilingnya dengan cemas. Cahaya samar yang tampak di ujung lembah membuat hatinya berdegup lebih kencang, namun ketegangan yang menyelimutinya tak juga hilang. Meskipun ia telah melewati berbagai ujian berat dalam perjalanan ini, ia tahu bahwa tantangan sesungguhnya akan dimulai begitu ia memasuki lembah tersebut.

Jurang yang memisahkan tepi tempatnya berdiri dengan lembah itu cukup dalam. Di bawahnya, ia bisa melihat aliran sungai kecil yang menderu, seolah memanggilnya untuk melangkah lebih jauh. Namun, batu-batu besar yang terhampar di sepanjang jurang memudahkan perjalanan menuju lembah. Raka tahu bahwa ia harus melanjutkan perjalanannya dengan hati-hati, karena setiap langkah yang salah bisa berakhir dengan malapetaka.

Dengan hati-hati, ia mulai memanjat batu besar yang ada di depannya. Kaki dan tangannya bekerja cepat, tetapi ketegangan yang terasa di dalam dadanya tak bisa dihindari. Setiap kali ia berpijak pada batu yang licin, rasa takut merayap kembali. Ia merasa seperti ada kekuatan yang tak terlihat yang berusaha menjatuhkannya. Namun, dengan tekad yang semakin kuat, Raka melanjutkan perjalanannya, berfokus pada tujuannya yang lebih besar.

Saat akhirnya ia mencapai dasar lembah, pemandangan yang terbentang di hadapannya sangat berbeda dari yang ia bayangkan. Lembah itu dipenuhi dengan pepohonan tinggi yang tampak berumur ribuan tahun, dengan akar-akar yang melilit batu dan tanah. Udara di sini terasa berat, penuh dengan bau tanah yang basah dan aroma misterius dari tumbuh-tumbuhan langka. Cahaya bulan yang redup menembus celah-celah pepohonan, memberikan kesan magis pada tempat itu.

Raka melangkah lebih dalam, semakin mendekati cahaya yang ia lihat sebelumnya. Setiap langkah terasa semakin dekat dengan tujuannya, namun rasa cemas yang menggelayuti pikirannya tak kunjung hilang. Apakah ia sudah siap untuk menghadapi apa yang ada di depan? Apa yang akan terjadi jika ia gagal? Semua pertanyaan itu berputar dalam pikirannya, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur lagi.

Tak lama setelah berjalan, ia mendengar suara gemerisik daun dan ranting di depan. Raka berhenti sejenak, matanya mengedarkan pandangan ke sekitar. Dari balik pepohonan yang rapat, muncul sosok tinggi besar yang mengenakan jubah hitam. Wajahnya tersembunyi di balik topeng yang terbuat dari logam gelap, hanya mata yang tajam yang terlihat jelas. Sosok itu berjalan perlahan menuju Raka, langkahnya berat dan penuh kewaspadaan.

Raka segera menarik napas dalam-dalam, siap menghadapi sosok tersebut. “Siapa kamu?” tanyanya, suaranya mantap meskipun hati tetap berdebar.

Sosok itu berhenti beberapa langkah di depannya dan memandang Raka dengan tatapan tajam. “Aku adalah Penjaga Lembah,” jawabnya dengan suara dalam yang menggetarkan. “Dan kau, anak muda, adalah orang yang telah melewati ujian-ujian kami. Namun, perjalananmu belum selesai.”

Raka terdiam, merasa ada berat yang mendalam dalam perkataan penjaga itu. “Aku datang untuk mencari suku yang tinggal di sini,” jawabnya, berusaha menenangkan diri. “Aku membutuhkan bantuan mereka untuk menyelamatkan kerajaanku.”

Penjaga Lembah itu tidak segera menjawab. Dia memandangi Raka dengan tatapan yang penuh misteri, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berbicara lagi. “Kerajaanmu? Sebuah kerajaan yang terancam perang? Kau percaya bahwa mereka yang hidup di lembah ini akan membantumu tanpa syarat?”

Raka mengangguk, matanya menatap penuh harap. “Aku hanya ingin menyelamatkan kerajaanku dan orang-orang yang aku cintai. Jika suku ini memiliki kekuatan untuk mengubah jalannya perang, maka aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan bantuan mereka.”

Penjaga itu melangkah mendekat, dan sepertinya dia mengukur keberanian dan ketulusan Raka. “Bantuan kami bukanlah sesuatu yang bisa diberikan begitu saja. Kami bukanlah prajurit yang akan mengikuti perintah seorang raja. Kami hanya membantu mereka yang layak. Untuk itu, kau harus menunjukkan apa yang benar-benar ada di dalam hatimu.”

Raka merasa gugup, tetapi ia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tak bisa ia sia-siakan. “Aku hanya ingin menyelamatkan orang-orang yang tidak bersalah,” katanya dengan tulus. “Aku tahu bahwa mungkin aku tidak bisa mengubah seluruh kerajaan, tetapi aku tidak bisa membiarkan kehancuran datang begitu saja tanpa berusaha.”

Penjaga itu terdiam sejenak, matanya menyorot tajam seperti menembus ke dalam jiwa Raka. “Baiklah,” akhirnya dia berkata. “Aku akan mengantarmu ke suku kami. Tetapi ingatlah, perjalananmu akan diuji lebih keras lagi. Suku kami hanya menerima mereka yang terbukti dapat menghadapi kegelapan dalam diri mereka sendiri.”

Dengan itu, penjaga itu melangkah mundur, memberi isyarat pada Raka untuk mengikutinya. Mereka berjalan melalui hutan yang semakin gelap, menembus semak-semak lebat dan melewati sungai kecil yang berkelok. Sesekali, Raka merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kejauhan, tetapi ia tidak melihat apapun. Penjaga itu tetap tenang, dan Raka mencoba menenangkan dirinya, menyadari bahwa ia sudah sangat dekat dengan tujuannya.

Setelah beberapa waktu berjalan, mereka tiba di sebuah padang yang terbuka, di mana sebuah kota kecil yang dibangun di atas batu besar terlihat di kejauhan. Bangunan-bangunan itu sederhana, tetapi tampak kuat dan kokoh, dibangun dengan bahan alami yang tampaknya berasal dari hutan itu sendiri. Di tengah kota, ada sebuah tempat terbuka yang dikelilingi oleh pohon besar yang menjulang tinggi, dengan cahaya yang bersinar lembut dari dalamnya. Raka merasa seperti telah memasuki dunia yang berbeda—dunia yang penuh dengan keajaiban, namun juga penuh dengan misteri.

Penjaga itu berhenti di depan gerbang besar yang terbuat dari kayu hitam dan batu. “Di sinilah pertemuanmu dengan mereka dimulai,” katanya, suaranya serak. “Tapi ingat, untuk diterima di sini, kau harus bersedia untuk menghadapi kegelapan yang ada dalam dirimu. Hanya mereka yang benar-benar mengerti diri mereka sendiri yang dapat masuk.”

Raka menatap gerbang itu dengan napas yang tertahan. Ia tidak tahu apa yang akan dihadapi di baliknya, namun ia merasa bahwa saat ini adalah titik terpenting dalam perjalanannya. Apakah ia siap untuk menghadapi ujian terakhir?

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, penjaga itu mendorong gerbang dengan mudah, membuka jalan menuju ke dalam kota yang misterius. Raka pun mengikutinya, merasa bahwa apa yang akan ia temui di dalam sana akan mengubah nasibnya selamanya.

Begitu ia melangkah masuk, suasana hening menyambutnya. Suara langkah kaki mereka terdengar jelas di udara yang berat, seolah setiap suara yang dihasilkan bergema di dalam hutan yang luas. Sebuah perasaan aneh menyelubungi Raka—perasaan bahwa ia sedang memasuki dunia yang telah lama terlupakan, tempat yang tidak hanya menguji tubuh, tetapi juga jiwa dan hatinya.*

———–THE END——-

 

Source: Jasmine Malika
Tags: #PerangKerajaan #Pengkhianatan #KekuatanGelap #PahlawanMuda #KerajaanAladara #PerjalananPenuhBahaya
Previous Post

JEJAK CAHAYA BUDAYA SUPRANATURAL

Next Post

PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

Next Post
PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

SAMURAI TANPA TUJUAN MENCARI KEBENARAN DI MEDAN PERANG

SAMURAI TANPA TUJUAN MENCARI KEBENARAN DI MEDAN PERANG

GERBANG TERLUPAKAN

GERBANG TERLUPAKAN

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In