• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

PEDANG WAKTU MENGGUNCANG TAKDIR

Ketika waktu dapat diubah, siapa yang akan mengendalikan masa depan?

by FASA KEDJA
January 27, 2025
in Sejarah
Reading Time: 21 mins read

Bab 1: Titik Awal Takdir

Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung yang terlupakan, Raditya hidup dengan sederhana, jauh dari hiruk-pikuk dunia luar. Desa itu bernama Pradana, sebuah tempat yang tampaknya telah terlupakan oleh waktu, seperti tak ada yang tahu atau peduli akan keberadaannya. Raditya, yang dikenal sebagai pemuda tangguh dan memiliki kemampuan luar biasa dalam menggunakan pedang, telah lama hidup dalam bayang-bayang sejarah yang tak jelas. Ia hanyalah seorang pengembara biasa, atau setidaknya, itulah yang ia kira tentang dirinya.

Pagi itu, langit Pradana terlihat berbeda. Awan gelap menggantung rendah di atas desa, seolah memperingatkan sesuatu yang akan datang. Raditya tengah berlatih di sebuah lapangan terbuka di ujung desa. Dengan setiap gerakan pedang, dia merasa ada sesuatu yang mengusik dalam dirinya—sebuah perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan, seolah ada sesuatu yang menariknya ke suatu tempat yang jauh, sebuah takdir yang mulai terasa lebih nyata.

Pedangnya, sebuah senjata warisan keluarganya, telah menemani Raditya sejak kecil. Namun, baru belakangan ini, Raditya merasa pedang itu lebih dari sekadar alat untuk melatih keterampilan. Pedang itu, meskipun tampak biasa-biasa saja, seakan memiliki kekuatan yang tersembunyi. Suatu kali, saat ia tengah berlatih di pinggir sungai, pedangnya berkilau aneh, seakan menyerap cahaya matahari dengan cara yang tidak wajar. Itu adalah pengalaman pertama Raditya yang membuatnya mulai meragukan asal usul pedangnya.

Pada siang hari yang sama, sebuah kejadian tak terduga mengubah segalanya. Raditya sedang duduk di sebuah kedai kecil milik warga desa, menikmati secangkir teh hangat, ketika seorang lelaki tua masuk dengan langkah perlahan. Wajahnya berkerut, mata tuanya tajam, penuh rahasia yang tersimpan selama bertahun-tahun. Lelaki itu mendekat ke meja Raditya, menatapnya dengan serius, seolah bisa melihat ke dalam jiwanya.

“Anak muda,” suara lelaki tua itu berat dan penuh penekanan, “kau tak tahu siapa dirimu, bukan?”

Raditya terkejut, menatap lelaki itu dengan bingung. “Apa maksud Anda?”

Lelaki itu duduk di sebelah Raditya tanpa diminta. Ia memandang pedang di tangan Raditya, matanya berbinar-binar. “Pedang itu,” katanya, “adalah kunci. Kunci untuk membuka gerbang yang sudah lama terkunci. Kunci untuk menyelamatkan dunia… atau menghancurkannya.”

Raditya terdiam. Tidak ada yang pernah berbicara begitu tentang pedangnya. Sejak kecil, dia hanya menganggap pedang itu sebagai peninggalan keluarganya—sebuah benda yang diwariskan turun temurun. Tak ada yang menganggapnya lebih dari itu. Namun, kata-kata lelaki tua itu membuatnya merasa cemas. Ada sesuatu yang sangat mendalam dalam pandangan lelaki itu, sesuatu yang Raditya tidak bisa pahami.

“Siapa Anda?” Raditya akhirnya bertanya, mencoba menjaga sikap tenang meskipun hatinya mulai berdebar.

Lelaki tua itu tersenyum tipis, senyum yang penuh makna. “Nama saya Arya,” jawabnya pelan. “Saya seorang penjaga rahasia, dan saya sudah lama mencari pemuda yang bisa mengendalikan pedang itu. Pedang yang sekarang ada di tanganmu bukanlah pedang biasa, Raditya. Pedang itu adalah warisan dari kerajaan yang telah lama jatuh. Kerajaan yang tak dikenal oleh banyak orang, tapi sejarahnya tetap hidup dalam kekuatan yang terpendam.”

Raditya merasa tubuhnya kaku. Bagaimana lelaki itu tahu namanya? Dan apa yang dimaksud dengan ‘kerajaan yang telah jatuh’?

Arya melanjutkan, seolah membaca pikiran Raditya. “Kerajaan yang dimaksud bukanlah kerajaan biasa. Mereka menguasai segala pengetahuan tentang sejarah dunia ini—pengetahuan yang bisa merubah takdir manusia. Pedang ini adalah simbol dari kekuatan tersebut. Itulah sebabnya, banyak orang yang ingin memanfaatkannya.”

Raditya menggigit bibirnya, berusaha mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi, apa yang Anda inginkan dari saya?” tanya Raditya, suara serak karena kebingungannya.

“Yang aku inginkan adalah agar kau memulai perjalanan ini,” jawab Arya, matanya tetap tajam. “Takdirmu sudah ditentukan, Raditya. Pedang itu bukan hanya alat, tapi bagian dari jalur waktu yang lebih besar. Tanpa pedang itu, dunia ini akan terjerumus dalam kekacauan yang lebih besar. Namun, jika kau tidak bersedia, maka kekuatan pedang ini akan jatuh ke tangan yang salah. Dan itu akan mengakhiri segalanya.”

Kata-kata Arya menggema dalam pikiran Raditya. Ia merasa tercekik oleh kenyataan yang begitu besar. Sejak saat itu, dunia Raditya berubah. Keheningan desa yang biasa terasa semakin menyesakkan. Rasa ingin tahu dan kekhawatiran bercampur aduk dalam dirinya.

Tanpa banyak pilihan, Raditya memutuskan untuk mengikuti jejak yang telah digariskan. Ia meninggalkan kedai itu bersama Arya, memulai perjalanan yang tidak ia duga. Perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat-tempat yang jauh, ke sejarah yang tersembunyi, dan pada akhirnya, ke sebuah takdir yang mengubah seluruh alur kehidupannya.

Saat langkah Raditya menyusuri jalan yang dipenuhi kabut pagi, ia tidak tahu bahwa ini adalah awal dari petualangan yang tak hanya akan menguji keberanian dan kemampuannya, tetapi juga mengubah takdir dunia untuk selamanya.*

Bab 2: Jejak Sejarah yang Terungkap

Raditya berjalan di samping Arya, menyusuri jalan berbatu yang mengarah keluar dari desa Pradana. Kabut pagi yang masih tebal menyelimuti pemandangan di sekitar mereka, menambah kesan misterius pada perjalanan yang baru saja dimulai. Setiap langkah Raditya terasa semakin berat, seolah-olah bumi di bawah kakinya menyimpan beban sejarah yang begitu dalam dan kelam. Perasaan yang semula samar-samar kini semakin jelas: ada sesuatu yang besar yang menantinya, sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekadar petualangan.

“Sebelum kita melanjutkan, ada baiknya jika aku menceritakan sedikit tentang kerajaan yang aku sebutkan tadi,” kata Arya, membuka percakapan setelah beberapa saat hening. “Kerajaan itu bernama Aryun. Suatu peradaban yang ada ribuan tahun yang lalu, jauh sebelum peradaban kita mulai terbentuk.”

Raditya menatap Arya dengan penuh perhatian, matanya tertuju pada pedang yang masih tergenggam erat di tangannya. Pedang itu bukanlah sembarang pedang. Ia merasa ada sesuatu yang sangat berbeda dengan benda itu, sesuatu yang menghubungkannya langsung dengan masa lalu yang misterius. “Kenapa kerajaan itu bisa jatuh?” tanyanya pelan, mencoba mengungkapkan rasa ingin tahunya.

Arya berhenti sejenak, matanya menatap jauh ke depan, seolah memandang jauh melampaui kabut yang menyelimuti mereka. “Kerajaan Aryun memiliki pengetahuan yang luar biasa. Mereka menguasai ilmu yang mampu mengubah aliran waktu, memanipulasi ruang, bahkan melawan kematian. Namun, seperti banyak peradaban besar lainnya, mereka terlalu tamak dengan kekuatan yang mereka miliki. Ketika mereka mulai menyalahgunakan kekuatan tersebut, kehancuran datang begitu cepat.”

Raditya mendengarkan dengan seksama, tak ingin melewatkan satu kata pun. “Apakah pedang ini bagian dari kekuatan itu?”

“Ya,” jawab Arya tegas. “Pedang itu adalah warisan terakhir dari kerajaan Aryun. Pedang ini memiliki kemampuan untuk membuka gerbang ke dimensi yang lebih tinggi, ke tempat di mana segala kemungkinan waktu bisa terjalin. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, pedang ini bisa menghancurkan semua yang ada.”

Raditya merasa tubuhnya sedikit gemetar mendengar penjelasan Arya. Satu hal yang belum ia pahami adalah mengapa pedang itu berada di tangannya. Apakah ini adalah kebetulan? Ataukah ia memang ditakdirkan untuk memegangnya? Perasaan tidak nyaman menggelayuti hatinya, namun ia menekan rasa takut itu dan memutuskan untuk terus mendengarkan.

Arya melanjutkan, “Setelah kejatuhan kerajaan Aryun, pedang ini hilang, disembunyikan oleh para penjaga terakhir kerajaan. Namun, sejarahnya tidak pernah benar-benar hilang. Ada petunjuk-petunjuk yang tersebar di seluruh dunia, dan sekarang, kamu adalah orang yang ditakdirkan untuk menemukannya.”

“Apa yang harus aku lakukan dengan pedang ini?” Raditya bertanya, meskipun rasa takut sudah mulai merayap di hatinya. Ia merasa berat untuk memikul tanggung jawab sebesar itu.

“Kamu harus menemui Kuil Tertutup,” kata Arya dengan suara serius. “Di sana, kebenaran tentang pedang ini akan terungkap. Namun, perjalanan menuju kuil itu penuh dengan bahaya dan ujian yang harus kamu lewati. Tidak semua orang yang memiliki pedang ini bisa mengendalikan kekuatannya. Banyak yang gagal, bahkan ada yang hilang tanpa jejak.”

Raditya terdiam sejenak. Kuil Tertutup? Tempat yang tampaknya menjadi kunci dari segalanya. Ia merasa ragu, namun suara hati yang terus menerus mengusiknya membuatnya tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang. Takdirnya sudah terjalin dengan pedang ini, dan ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti jalan ini.

Mereka melanjutkan perjalanan melewati lembah-lembah dan hutan-hutan yang semakin rapat. Di sepanjang jalan, Arya terus menceritakan sejarah kerajaan Aryun—tentang kehebatan mereka dalam ilmu pengetahuan, bagaimana mereka bisa membaca masa depan melalui ramalan yang akurat, dan bagaimana mereka mengendalikan kehidupan dan kematian dengan teknologi yang belum pernah terbayangkan oleh peradaban lain. Namun, semua itu berakhir ketika mereka terlalu tamak, menginginkan lebih dari yang seharusnya. Kekuasaan mereka pun menjadi kutukan, dan kerajaan Aryun runtuh dalam waktu yang singkat.

“Apa yang terjadi pada para penguasa Aryun?” tanya Raditya, memecah keheningan yang terjadi sejenak.

“Mereka menghilang, tak ada yang tahu ke mana perginya,” jawab Arya, matanya menggelap. “Namun, ada yang percaya bahwa beberapa dari mereka tidak benar-benar mati. Ada yang mengatakan mereka terjebak dalam dimensi lain, terperangkap dalam waktu yang tak bisa mereka kendalikan.”

Raditya merasa jantungnya berdegup kencang. Semua yang dikatakan Arya seolah membawanya ke dalam dunia yang jauh lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan. Ini bukan lagi sekadar perjalanan mencari tahu asal-usul pedangnya, tetapi perjalanan yang akan mengungkap rahasia yang sangat besar, yang mungkin mengubah seluruh dunia.

Akhirnya, setelah berhari-hari berjalan, mereka sampai di sebuah gua yang tersembunyi di antara pepohonan lebat. Di dalam gua itu, sebuah pintu batu besar terukir dengan simbol-simbol kuno yang tak dapat Raditya pahami. Arya melangkah maju, mengangkat tangan dan menyentuh pintu itu. “Inilah awal dari perjalanan sesungguhnya,” katanya dengan suara serak. “Di sini, kita akan menemukan jejak sejarah yang hilang, dan petunjuk untuk membuka Kuil Tertutup.”

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Raditya meraih gagang pintu. Saat ia menariknya, suara gemerisik batu bergema di seluruh gua, dan di hadapan mereka terbuka sebuah jalan gelap yang penuh dengan teka-teki masa lalu yang harus dipecahkan.

Sekarang, Raditya tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Dan di sepanjang jalan ini, ia harus menghadapi banyak hal yang jauh lebih besar daripada dirinya.*

Bab 3: Petualangan Menelusuri Sejarah

Langit senja semakin menggelap saat Raditya dan Arya melangkah lebih dalam ke dalam gua itu. Dinding-dinding gua yang semula tampak biasa, kini menunjukkan keanehan. Ada ukiran-ukiran halus yang tampaknya menceritakan sebuah kisah kuno. Raditya merasa seperti melangkah masuk ke dalam sebuah halaman buku sejarah yang terlupakan, di mana setiap goresan dan simbol menjadi kunci untuk membuka misteri besar.

Mereka berjalan dengan hati-hati, kaki mereka menapaki lantai gua yang licin dan basah. Tidak ada suara selain langkah mereka dan gelegar gema yang terdengar tak terputus di seluruh penjuru. Arya, yang lebih berpengalaman, memimpin jalan dengan hati-hati, sementara Raditya terus berusaha mencerna semua informasi yang telah diberikan kepadanya.

“Ini adalah salah satu jejak terakhir yang tertinggal oleh peradaban Aryun,” kata Arya, suaranya berbisik seolah takut mengganggu ketenangan tempat itu. “Di sinilah semua dimulai dan berakhir. Di tempat ini, banyak pengetahuan tersembunyi, dan kamu akan menemukannya jika kamu benar-benar siap.”

Raditya hanya mengangguk pelan, matanya tertuju pada ukiran-ukiran yang semakin banyak ditemukan di sepanjang jalan. Setiap gambar, simbol, dan tulisan yang terukir tampak begitu rumit dan penuh makna. Beberapa simbol tampak menggambarkan matahari, bulan, dan bintang yang bersatu, sementara yang lainnya menunjukkan gambar seorang raja yang sedang memegang pedang besar. Ada juga ukiran yang menggambarkan pertempuran besar antara dua kekuatan, yang terlihat begitu simbolis dan penuh teka-teki.

“Ini seperti petunjuk,” ujar Raditya, berusaha menyelami makna dari gambar-gambar tersebut. “Apa ini berarti bahwa mereka tahu sesuatu tentang hubungan antara waktu dan ruang?”

Arya mengangguk, dan matanya berkilat. “Ya, tepat sekali. Mereka tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan biasa. Mereka bisa melihat di luar batasan dunia kita. Mereka tahu bagaimana cara memanipulasi waktu, dan mereka menggunakan pedang ini untuk membuka gerbang menuju dimensi lain. Namun, seperti yang aku katakan sebelumnya, semuanya berakhir tragis. Keinginan untuk menguasai kekuatan yang lebih besar dari waktu dan ruang justru membawa kehancuran.”

Raditya berhenti sejenak di depan salah satu ukiran yang tampaknya lebih mencolok dibanding yang lain. Itu menggambarkan seorang pria yang berdiri di atas sebuah altar dengan tangan terangkat tinggi. Ada cahaya yang mengelilinginya, namun di sekitarnya terdapat bayangan gelap yang tampaknya ingin menghisap cahaya tersebut. Bayangan itu sangat nyata, seolah-olah akan keluar dari gambar dan mengejar siapa saja yang berani melihatnya terlalu lama.

“Apa ini?” tanya Raditya, menatap dengan tajam gambar tersebut.

“Itu adalah penggambaran dari raja terakhir kerajaan Aryun,” jawab Arya, suaranya terdengar serius. “Dia adalah orang yang terlalu tamak. Dalam upayanya untuk mengendalikan kekuatan waktu, dia membuka gerbang yang seharusnya tidak pernah dibuka. Itulah awal dari kehancuran kerajaan ini. Bayangan itu adalah simbol dari kekuatan yang tak terkendali, yang akhirnya menelan semuanya—termasuk sang raja.”

Raditya merasa seolah-olah ada sesuatu yang menekan di dadanya. Ia mulai memahami betapa besar ancaman yang bisa datang dari pedang ini, dan dari pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Jika sampai jatuh ke tangan yang salah, bukan hanya kerajaan, tetapi seluruh dunia bisa hancur.

“Mereka tidak hanya menciptakan alat, tetapi juga menciptakan konsekuensi dari kesalahan yang tidak bisa diperbaiki,” kata Raditya dengan suara pelan.

Arya memandangnya dengan penuh perhatian, lalu mengangguk. “Benar, dan sekarang kita berada di sini, mencoba untuk membalikkan semua kesalahan itu.”

Mereka melanjutkan perjalanan melalui terowongan gua yang semakin gelap. Gema langkah kaki mereka bergema lebih keras seiring dengan semakin sempitnya jalan. Sesekali, mereka menemukan lebih banyak ukiran yang menceritakan kisah tentang penggunaan pedang dan ilmu pengetahuan yang dimiliki kerajaan Aryun. Ada cerita tentang bagaimana mereka dapat menembus batas-batas waktu dan ruang, membuka gerbang ke masa depan, atau bahkan melangkah mundur ke masa lalu. Namun, setiap kali mereka melakukannya, ada konsekuensi yang harus dibayar.

Akhirnya, mereka tiba di sebuah ruang besar di dalam gua. Di tengah ruangan tersebut, terdapat sebuah altar batu yang tampak kuno, tertutup oleh debu dan lumut. Di atas altar itu, ada sebuah objek yang berkilau, yang tampaknya menyatu dengan bayangan ruang sekitarnya.

“Itu dia,” kata Arya, suara penuh harap dan kegelisahan. “Tempat ini adalah titik awal. Inilah yang kita cari.”

Raditya mendekati altar dengan hati-hati, matanya terfokus pada objek yang ada di sana. Ketika ia mendekat, ia melihat lebih jelas bahwa itu adalah sebuah kotak batu yang dikelilingi oleh ukiran-ukiran misterius. Kotak itu tampak tidak terlalu besar, namun ada sesuatu yang begitu kuat di sekitarnya—sesuatu yang terasa begitu mempengaruhi setiap langkah mereka.

“Ini kotak yang disebutkan dalam banyak teks kuno,” ujar Arya. “Hanya orang yang benar-benar siap yang bisa membuka kotak ini. Dan di dalamnya… ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekuatan besar. Di dalamnya terletak kunci yang akan mengungkap seluruh rahasia kerajaan Aryun.”

Raditya mengulurkan tangan untuk menyentuh kotak itu. Begitu jari-jarinya menyentuh permukaan batu yang dingin, ia merasakan getaran yang kuat menyebar ke seluruh tubuhnya. Seolah ada energi yang mengalir melalui dirinya, membuka aliran-aliran yang tertutup dalam dirinya. Namun, sesaat setelah itu, sebuah suara berat dan penuh kekuatan bergema di dalam gua.

“Siapa yang berani membuka kotak ini?”

Suara itu datang dari dalam kotak, dan seolah-olah dunia sekitar mereka tiba-tiba membeku. Raditya menatap Arya, merasa ketegangan meningkat, mengetahui bahwa perjalanan mereka menuju kebenaran telah tiba pada titik yang sangat krusial.

“Apakah kamu siap untuk menghadapi apa yang ada di dalamnya?” tanya Arya, matanya penuh dengan kekhawatiran dan harapan.

Raditya menarik napas dalam-dalam. “Aku tidak punya pilihan selain siap.”

Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka kotak itu, dan segalanya berubah dalam sekejap.*

Bab 4: Kekuatan yang Terlarang

Raditya merasa seolah-olah dunia di sekelilingnya bergetar. Saat kotak batu itu terbuka, sebuah cahaya terang menyinari ruangan gelap di dalam gua, memantulkan bayangan aneh di dinding-dinding batu. Cahaya itu bukan seperti cahaya biasa—lebih seperti kekuatan yang mengalir dari dalam, sesuatu yang lebih besar dari sekadar cahaya, seperti aliran energi yang tak terlihat.

“Jangan!” teriak Arya, tetapi sudah terlambat. Raditya sudah mengulurkan tangannya dan meraih benda di dalam kotak itu. Sebuah kristal biru tua yang tampak berkilau dengan cahaya aneh. Begitu sentuhan pertama Raditya menyentuh kristal itu, sebuah ledakan energi menggetarkan tubuhnya. Rasa panas dan dingin yang luar biasa menyatu dalam dirinya, mengalir seakan-akan memasuki setiap serat tubuhnya.

Arya mundur beberapa langkah, wajahnya pucat. “Kamu tidak tahu apa yang telah kamu lakukan, Raditya!”

Tapi sudah terlambat. Raditya merasa seperti dibawa ke dalam sebuah dunia lain, sebuah dimensi yang hanya bisa dia rasakan dengan pikirannya. Gua itu menghilang, digantikan oleh lautan bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya, di mana langit dan bumi seakan tak memiliki batas. Cahaya biru dari kristal itu memancarkan aura yang sangat kuat, membanjiri seluruh ruang yang ada. Namun, bukan hanya cahaya yang mengisi dimensi itu—ada sesuatu yang lain, sesuatu yang menakutkan.

Dalam sekejap, Raditya terhuyung mundur, hampir terjatuh. Di depannya, sebuah bayangan besar muncul dari kegelapan bintang-bintang yang bersinar. Bayangan itu tidak memiliki bentuk yang jelas, namun terasa sangat nyata. Wujudnya seolah terbuat dari gelombang energi yang berputar, berputar semakin cepat, seperti pusaran yang menghisap segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

“Apa itu?” tanya Raditya, tubuhnya gemetar.

Itu adalah kekuatan yang terlarang. Sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini. Sesuatu yang berasal dari zaman kuno, jauh sebelum peradaban Aryun. Kekuatan yang terpendam dalam pedang dan kristal itu adalah kunci untuk membuka gerbang ke dimensi lain—sebuah dunia yang jauh lebih berbahaya dari yang bisa dibayangkan siapa pun.

Arya akhirnya berjalan maju, wajahnya penuh kecemasan. “Itu adalah Entitas Kegelapan. Kekuatan yang terkunci selama ribuan tahun. Mereka yang menciptakan kekuatan ini berusaha mengendalikannya, tetapi pada akhirnya, kekuatan itu malah mengendalikan mereka.”

Raditya mencoba mengatur napasnya, tapi tubuhnya masih terasa terombang-ambing oleh energi yang datang dari kristal itu. Di dalam dirinya, ada suara-suara yang membisikkan kata-kata yang tak dapat dipahami. Itu adalah suara dari kekuatan besar yang ada di dalam kristal, kekuatan yang begitu dahsyat hingga bisa merusak alam semesta itu sendiri.

“Ini bukan hanya pedang atau kristal biasa,” lanjut Arya dengan suara yang berat, penuh ketakutan. “Ini adalah kunci yang membuka segel dunia lain, dunia yang penuh dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Mereka yang mengendalikan kekuatan ini bisa mengubah waktu dan ruang, bisa memanipulasi nasib dan bahkan merusak hukum alam semesta.”

Raditya menatap kristal itu, namun kini benda itu bukan hanya bersinar. Cahaya biru yang memancar dari kristal itu mengalir ke tubuhnya, seolah memasuki setiap sel dan membentuk koneksi dengan pikirannya. Ia merasakan energi itu merasuki dirinya, memberikan kekuatan yang luar biasa, namun dengan setiap tetes kekuatan yang datang, Raditya juga merasakan adanya ancaman yang sangat besar.

“Ini bisa menghancurkan semuanya, Raditya,” kata Arya, suaranya seperti sebuah peringatan yang terlambat. “Kekuatan ini bukan untuk kita, bukan untuk siapa pun. Itu adalah sesuatu yang lebih besar dari kemampuan kita untuk memahami. Jika kamu tidak mengendalikannya, jika kamu membiarkan kekuatan ini mengambil alih, kita semua akan terjerat dalam kehancuran.”

Raditya menggigit bibirnya, mencoba melawan sensasi aneh yang menguasai tubuhnya. Namun semakin ia berusaha melepaskan diri, semakin kuat tarikannya. Di dalam benaknya, bayangan dari Entitas Kegelapan itu muncul lagi, semakin besar, semakin menakutkan. Bayangan itu seolah menginginkan dirinya, menginginkan kekuatan yang ada di dalam kristal itu. Seolah ia adalah jembatan yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia itu—dunia yang tak terjangkau, yang penuh dengan kekacauan.

“Arya,” kata Raditya dengan suara serak. “Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana cara menghentikan semua ini?”

Arya menatapnya dengan penuh penyesalan. “Satu-satunya cara untuk menghentikan kekuatan ini adalah dengan mengembalikan kristal ke tempat asalnya. Namun itu tidak akan mudah. Entitas Kegelapan tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menahanmu dan mengendalikan kekuatan itu.”

Raditya merasa hatinya semakin berat. Ia tidak tahu apakah ia bisa mengembalikan kristal itu, menghapus semua yang telah terjadi. Di dalam dirinya, kekuatan yang luar biasa itu bergolak, sementara bayangan-bayangan gelap dari dunia yang terlarang semakin mendekat, seolah siap menelan dirinya kapan saja.

Ketika ia berusaha melangkah mundur, tiba-tiba suara yang berat itu bergema lagi, lebih keras, lebih dalam. “Jangan pergi. Kamu sudah dipilih. Kamu adalah kunci.”

Raditya merasa dunia di sekelilingnya berputar. Dalam sekejap, ia terlempar ke dalam kekosongan, dan tubuhnya melayang di antara waktu dan ruang. Setiap langkahnya terasa semakin jauh dari kenyataan, seperti berada di antara dua dunia yang tidak pernah seharusnya bertemu.

“Apa yang terjadi?” Raditya berteriak, namun suaranya tidak terdengar. Ia merasakan kegelapan menyelimutinya, dan sepertinya tidak ada jalan keluar dari perasaan ini.

“Aku tidak bisa melakukannya sendirian,” katanya lirih.

“Aku akan membantumu,” jawab Arya, suaranya datang dari kejauhan. “Kita harus mengembalikan kristal itu, dan hanya dengan mengembalikannya ke tempat yang benar kita bisa menghentikan semuanya.”

Namun, saat Raditya mencoba untuk meraih kristal itu sekali lagi, kekuatan dari Entitas Kegelapan semakin menguat, dan dalam sekejap, semua yang ada di sekelilingnya terpecah menjadi serpihan-serpihan gelap yang menggulung segala sesuatu dalam jalur kegelapan abadi.*

Bab 5: Perang yang Menghampiri

Raditya berdiri tegak di tengah medan yang penuh kabut tebal, berusaha menenangkan pikiran yang semakin gelisah. Angin berhembus kencang, membawa aroma tanah yang basah, dan kabut yang menyelimuti lembah di sekitarnya mengaburkan pandangan. Satu-satunya yang dapat ia rasakan adalah beratnya beban yang kini terpaksa ia tanggung: dunia yang seakan-akan terancam oleh kekuatan yang terpendam dalam kristal itu. Sebuah perang besar kini berada di ambang pintu, perang yang akan mempengaruhi takdir segala sesuatu yang ada di dunia ini.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Arya dengan nada cemas, wajahnya yang pucat memancarkan ketakutan. “Kekuatan yang terpendam itu semakin kuat. Aku bisa merasakannya.”

Raditya menatap kristal biru tua yang masih tergenggam erat di tangannya. Rasanya, setiap detik yang berlalu, kekuatan dalam kristal itu semakin menguasai dirinya. Bagaimana bisa sebuah benda kecil, yang tampak biasa-biasa saja, bisa menyimpan kekuatan yang begitu besar dan menghancurkan? Ia merasa, semakin lama ia menahan kristal itu, semakin banyak pula ancaman yang datang, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk dunia ini.

“Perang ini… sudah dimulai,” Raditya berkata pelan, suaranya serak. “Aku tidak tahu apakah kita bisa mengakhirinya. Tapi aku tahu satu hal: ini bukan sekadar perang antara manusia. Ada sesuatu yang lebih besar yang terlibat di sini.”

Arya menatapnya dengan kebingungan. “Maksudmu?”

Raditya menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. “Ini bukan hanya soal kristal ini. Ini soal entitas yang terperangkap di dalamnya—sesuatu yang lebih dari sekadar legenda. Entitas Kegelapan ini adalah kekuatan yang telah lama terpendam. Kekuatan yang mampu mengubah dunia, menghapus peradaban, dan memanipulasi waktu dan ruang.”

Arya terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja Raditya katakan. “Kekuatan yang besar seperti itu… jika benar-benar dilepaskan, tak ada yang bisa menghentikannya. Itu bisa mengubah segalanya.”

Raditya mengangguk pelan. “Itulah yang sedang kita hadapi. Kekuatan ini tidak hanya mengancam kehidupan kita, tetapi juga bisa menghancurkan seluruh tatanan dunia yang ada.”

Saat mereka berbicara, kabut di sekitar lembah semakin pekat, seolah menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari kejauhan, disusul oleh getaran yang terasa sampai ke dasar tanah. Raditya dan Arya saling berpandangan, keduanya merasakan bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat.

“Apakah itu?” tanya Arya, suaranya bergetar.

Raditya menatap tajam ke arah sumber suara. “Sesuatu yang jauh lebih buruk dari yang kita bayangkan.”

Tanpa peringatan, ribuan makhluk-makhluk bayangan, yang tampaknya terbuat dari kegelapan itu sendiri, muncul dari balik kabut. Mereka bergerak cepat, seperti gelombang hitam yang tak terlihat sebelumnya. Bentuk mereka tidak jelas—seperti bayangan hitam yang tak terdefinisikan, namun setiap langkah mereka membuat bumi bergetar, memberi tanda akan datangnya bencana besar. Mereka adalah pasukan yang dipimpin oleh Entitas Kegelapan, entitas yang berusaha membebaskan dirinya dari keterkungkungannya selama berabad-abad.

“Perang ini bukan lagi hanya perang manusia,” kata Raditya dengan suara yang penuh keyakinan, meski hatinya dipenuhi rasa takut. “Ini adalah perang melawan kegelapan, perang yang akan menentukan takdir dunia ini.”

Arya menggenggam pedangnya dengan tangan yang gemetar, meskipun ia berusaha menutupi rasa takut yang ada di dalam dirinya. “Kita harus menghentikan mereka, Raditya. Kita tidak bisa membiarkan dunia jatuh ke tangan mereka.”

Raditya mengangguk, merasa ada sesuatu yang kuat yang mendorongnya untuk bertindak. Ia merasakan kristal itu bergetar lebih kuat lagi di tangannya, seolah ingin melepaskan dirinya dari genggaman. Semakin kuat getarannya, semakin ia merasa terhubung dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Tapi ada satu hal yang ia tahu: kekuatan itu tidak bisa dibiarkan menguasainya sepenuhnya, karena jika itu terjadi, dunia ini akan runtuh dalam kegelapan.

“Mari kita hadapi mereka,” ujar Raditya tegas, suara keberanian mulai muncul di dalam dirinya. “Kita harus mengakhiri semua ini sebelum terlambat.”

Arya menatapnya dengan pandangan yang lebih serius, namun juga penuh tekad. “Kita akan melawan. Untuk dunia ini.”

Pertempuran pertama dimulai ketika pasukan bayangan itu tiba di lembah. Mereka bergerak begitu cepat, menggelinding seperti ombak yang menghantam pantai, mendekati mereka dengan kecepatan yang hampir tidak bisa ditangkap oleh mata manusia. Raditya dan Arya segera bersiap, masing-masing dengan senjata mereka, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Mereka tidak bisa mundur. Tidak ada pilihan lain selain bertarung.

Pasukan bayangan itu menyerang tanpa ampun. Setiap serangan yang dilakukan Raditya dan Arya tampaknya sia-sia. Pedang Arya menembus tubuh bayangan, namun makhluk itu hanya menghilang dalam kabut, seolah tidak terluka sedikit pun. Raditya mencoba memanipulasi kekuatan dalam kristal untuk membela diri, namun ia tidak tahu betul bagaimana mengendalikannya. Setiap kali ia mencoba, kristal itu semakin menguasai pikirannya, mengalirkan energi yang tidak bisa dipahami.

Mereka berdua terus bertahan, meski pasukan bayangan semakin banyak. Namun, di tengah-tengah pertempuran itu, Raditya merasakan sesuatu yang aneh—sebuah kehadiran yang lebih besar, lebih kuat, mendekati mereka. Ia menyadari bahwa ini bukan hanya tentang pasukan bayangan. Ada sesuatu yang lebih besar yang mengendalikan semua ini. Dan untuk mengalahkan kekuatan itu, mereka harus terlebih dahulu menemukan sumber dari semua ini.

Sebuah teriakan keras terdengar di tengah medan pertempuran, memecah keheningan yang mencekam. Di kejauhan, sebuah bayangan besar muncul, bergerak maju dengan kekuatan yang lebih mengerikan dari sebelumnya. Raditya dan Arya menatap dengan penuh kekhawatiran. Itu adalah Entitas Kegelapan, makhluk yang selama ini terkunci dalam kristal—dan kini, ia telah bebas.

Perang ini baru saja dimulai, dan dunia mereka takkan pernah sama lagi.*

Bab 6: Menghadapi Takdir

Raditya merasakan seolah seluruh dunia berhenti sejenak ketika Entitas Kegelapan itu muncul dari kabut tebal yang menyelimuti lembah. Bayangan besar yang bergerak perlahan, tubuhnya menyelimuti ruang di sekelilingnya, mengeluarkan aura dingin yang membuat setiap orang yang melihatnya merasa seakan akan terperangkap dalam kegelapan abadi. Tidak ada suara, kecuali angin yang menderu. Setiap perasaan ketakutan dan kecemasan yang mengalir dalam diri Raditya seakan-akan menjadi bagian dari kegelapan itu sendiri.

Dengan tangan yang masih memegang erat kristal biru tua, Raditya merasakan perasaan yang tidak bisa dijelaskan—sebuah keterhubungan yang tak terputuskan antara dirinya dan entitas yang kini berdiri di hadapannya. Kristal itu bergetar semakin keras, dan Raditya tahu bahwa waktunya telah tiba. Apa pun yang telah terjadi, ia tidak bisa lagi menghindar dari takdir yang sudah lama menunggunya. Takdir yang telah mengarahkannya ke titik ini.

“Arya…” Raditya berbisik dengan suara parau, matanya terpaku pada bayangan besar yang semakin mendekat. “Ini bukan hanya tentang kita. Ini adalah perjuangan antara kegelapan dan cahaya, kehidupan dan kehancuran.”

Arya berdiri di sampingnya, tubuhnya terbungkus oleh kilau cahaya yang lembut, perlahan mengelilinginya. “Aku tahu, Raditya. Tapi kita harus tetap berjuang. Tidak ada jalan mundur. Kita harus menghadapi ini. Jika kita menyerah, dunia ini akan hilang.”

Raditya menoleh pada sahabatnya, melihat keberanian yang bersinar di matanya meskipun ketakutan masih jelas tergambar. Tidak ada jalan lain. Mereka harus menghadapi takdir ini, bersama-sama. Dalam diam, Raditya mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, berharap ada sesuatu yang bisa mengarahkan mereka menuju jalan keluar dari kegelapan yang semakin mencekam.

Entitas Kegelapan semakin mendekat, aura kekuatannya semakin terasa di sekeliling mereka. Setiap langkah makhluk itu menghantam tanah dengan suara yang bergemuruh, seolah mengingatkan mereka bahwa ini adalah pertempuran yang tidak bisa dihindari. Angin yang membawa bau amis dan kekusutan mengalir, menciptakan getaran di udara.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Arya bertanya, matanya penuh dengan tekad yang tercermin jelas dalam sorotannya. “Apakah ada cara untuk menghentikan makhluk ini?”

Raditya menggelengkan kepala pelan. “Aku tidak tahu. Tapi kristal ini… mungkin ada kunci di dalamnya. Entitas ini menginginkannya, dan aku tahu bahwa kekuatan dalam kristal ini memiliki kemampuan untuk mengubah segalanya. Tapi… jika kekuatan itu dibiarkan lepas begitu saja, itu akan menghancurkan dunia.”

Arya mengerti, dan meskipun hatinya berat, ia tetap teguh berdiri di samping Raditya. Mereka tahu, pertempuran ini lebih dari sekadar pertarungan fisik. Itu adalah pertarungan di dalam diri mereka, melawan ketakutan, keraguan, dan kekuatan yang tak terkendali yang bisa menghancurkan mereka. Semua yang mereka yakini, semua yang mereka perjuangkan, berada di ujung tanduk. Jika mereka gagal, tidak hanya mereka yang akan hilang—seluruh dunia ini akan jatuh dalam kehancuran yang abadi.

Raditya merasakan kristal itu bergetar semakin keras, seolah memberi sinyal bahwa waktu mereka semakin sedikit. Entitas Kegelapan berhenti beberapa langkah di depan mereka, dan dalam ketenangan yang menakutkan, sebuah suara berat dan dalam menggema di udara.

“Apakah kalian siap untuk menghadapi takdir yang telah ditentukan?” suara itu, meskipun tidak berbicara langsung, terdengar dalam pikiran mereka, membuat setiap kata yang keluar seolah membawa beban tak tertahankan.

Raditya mengangkat wajahnya dengan penuh tekad. “Takdir bisa diubah. Kami akan berjuang sampai akhir. Tidak akan ada kegelapan yang menguasai dunia ini.”

Entitas Kegelapan tertawa. Suaranya menggelegar, seperti guntur yang memecah langit, membuat udara terasa berat. “Kalian… tidak tahu apa yang kalian hadapi. Dunia ini telah terperangkap dalam takdir yang sudah digariskan. Kekuatan kalian adalah ilusi. Semua yang kalian lakukan, akan sia-sia.”

Raditya merasakan energi dari kristal semakin mengalir deras ke dalam dirinya. Ia merasa ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang jauh lebih kuat dalam dirinya, mendorongnya untuk bertindak. Meskipun ketakutan terus menggerogoti hatinya, ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ia harus melawan. Sekarang atau tidak sama sekali.

“Arya!” Raditya berteriak, memanggil sahabatnya yang kini bersiap dengan pedangnya. “Ini waktunya! Kita harus menghancurkan Entitas ini, atau dunia akan jatuh ke dalam kegelapan!”

Dengan seruan itu, Raditya melepaskan kekuatan dari kristal, merasakannya mengalir ke seluruh tubuhnya. Cahaya biru yang kuat dan menyilaukan melingkupi tubuhnya, mengusir kegelapan yang mencoba menyelimuti segalanya. Dalam sekejap, ia merasakan kekuatan besar yang mengalir dalam dirinya, kekuatan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ini adalah saat yang menentukan, saat di mana dunia akan ditentukan oleh pilihan mereka.

Entitas Kegelapan bergerak maju, mengayunkan tangannya dengan gerakan yang cepat. Tetapi sebelum serangan itu mencapai mereka, Raditya mengangkat tangannya, mengarahkan kristal ke arah makhluk itu. Sebuah ledakan cahaya yang luar biasa membelah kabut, menghantam Entitas Kegelapan dengan kekuatan yang luar biasa. Terasa seperti dunia bergetar saat energi besar itu bertabrakan.

Tetapi, Entitas Kegelapan tidak mundur. Dengan kecepatan yang menakutkan, ia membalikkan serangannya, menciptakan gelombang energi hitam yang melanda mereka. Raditya dan Arya terhuyung, namun mereka tetap teguh berdiri, tak menyerah. Mereka tahu, hanya dengan menyatukan kekuatan mereka, mereka bisa mengubah takdir.

“Arya, sekarang!” Raditya berteriak, mengerahkan seluruh tenaga yang ia miliki.

Dengan seruan itu, Arya melompat ke depan, pedangnya bersinar dalam cahaya biru yang terpancar dari kristal Raditya. Mereka menyerang bersama, dua kekuatan yang saling melengkapi. Ketika pedang Arya dan kristal Raditya bertemu dengan kekuatan kegelapan, ledakan besar terjadi, mengguncang seluruh lembah. Dalam sekejap, semua yang ada di sekitar mereka terasa seakan terhisap ke dalam kekosongan. Dunia ini berada di ujung kehancuran, namun entah bagaimana, keberanian mereka tetap bertahan.

Takdir belum selesai. Perjuangan ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah ujian yang akan menguji segalanya—dan hanya dengan keberanian, mereka bisa menemukan jalan keluar dari kegelapan yang mengancam dunia mereka.*

Bab 7: Akhir yang Tak Terduga

Di tengah dentuman yang mengguncang dunia dan ledakan cahaya yang menyilaukan, Raditya dan Arya terjatuh ke tanah. Kabut tebal dan energi yang membakar seakan menelan semuanya dalam kegelapan abadi. Untuk sesaat, dunia itu terasa sunyi, hanya terdengar hembusan nafas mereka yang terengah-engah. Tubuh mereka lelah, dan meskipun mereka tahu perjuangan ini belum berakhir, mereka merasa ada sesuatu yang telah berubah—sesuatu yang tak terduga.

Raditya membuka matanya perlahan, merasakan sensasi aneh yang mengalir dari dalam dirinya. Kristal biru yang tadi berkilau dengan cahaya menyilaukan kini terdiam di tangannya, seperti benda mati yang kehilangan kekuatan. Entitas Kegelapan yang selama ini mereka lawan, yang telah mengancam untuk menghancurkan dunia, kini lenyap begitu saja. Tidak ada ledakan dramatis atau suara gemuruh yang menandakan akhir dari pertempuran ini. Hanya keheningan yang mencekam.

“Arya…” Raditya berusaha untuk bangkit, namun tubuhnya terasa begitu lemah, seolah telah kehilangan sebagian besar kekuatannya. “Kita… berhasil?”

Arya yang terjatuh di sampingnya, juga perlahan mengangkat tubuhnya. “Aku… tidak tahu. Semua terasa berbeda, Raditya. Sepertinya kita telah mengalahkannya, tapi kenapa dunia ini tetap terasa seperti… berubah?”

Mereka berdiri, berusaha menyesuaikan pandangan mereka dengan kondisi yang ada di sekitar mereka. Dunia di sekitar mereka tampak berbeda. Tidak ada lagi kabut yang menutupi lembah atau gelombang kegelapan yang menguasai langit. Namun, ada perubahan yang lebih halus. Cahaya matahari terasa lebih pudar, dan udara terasa lebih berat. Sesuatu yang tak terlihat mengambang di sekitar mereka, menyelimuti ruang dengan keheningan yang aneh.

Raditya memandang ke arah kristal di tangannya, tetapi bukan lagi kilau biru yang terpancar darinya. Sekarang, kristal itu tampak seperti batu biasa, tidak ada lagi kekuatan yang terkandung di dalamnya. Seolah-olah energi besar yang telah terkumpul di dalamnya telah lenyap begitu saja. Bahkan ketika dia merasakannya dengan seluruh kekuatannya, dia tidak bisa merasakan apapun. Entitas Kegelapan itu mungkin telah pergi, tetapi ada perasaan yang lebih kuat mengendap di dalam hati Raditya—perasaan bahwa mereka telah mengorbankan lebih dari yang mereka bayangkan.

“Arya, apa yang sebenarnya kita lakukan?” Raditya bertanya dengan suara yang pelan, penuh kebingungan. “Apakah kita benar-benar telah mengalahkan kegelapan itu, atau malah kita telah membuka pintu bagi sesuatu yang lebih buruk?”

Arya menatap sekelilingnya dengan cemas, kemudian menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu. Aku merasa seperti kita telah menyelesaikan pertempuran ini, tapi mungkin yang kita alami hanyalah sebagian kecil dari kebenaran yang lebih besar. Entitas itu sepertinya bukanlah tujuan utamanya, Raditya. Kita mungkin telah melangkah ke dalam perangkap yang lebih besar.”

Raditya merasa ketegangan di dadanya semakin meningkat. Ada sesuatu yang salah, dan meskipun mereka telah melawan dan mengalahkan musuh yang tampaknya mustahil dikalahkan, dunia mereka tetap berada dalam ketidakpastian. Mereka tidak pernah benar-benar memahami sepenuhnya apa yang mereka hadapi. Kristal itu, kekuatan yang mereka gunakan, dan bahkan Entitas Kegelapan itu—semuanya tampak memiliki koneksi yang lebih dalam daripada sekadar kekuatan destruktif yang mereka lihat.

Tiba-tiba, suara gemuruh yang halus terdengar dari kejauhan. Raditya dan Arya menoleh, mata mereka berusaha menangkap sumber suara tersebut. Apa yang mereka lihat membuat jantung mereka berdegup kencang. Di kejauhan, sebuah portal besar terbuka di udara, mengeluarkan cahaya yang sangat terang, seperti lubang hitam yang menghisap segala yang ada di sekitarnya.

“Tidak… ini tidak mungkin!” Raditya berteriak, merasa ketakutan yang tak terbayangkan. “Apakah kita… membuka portal itu? Apa yang terjadi dengan dunia kita sekarang?”

Arya berlari mendekat, wajahnya penuh kecemasan. “Raditya, kita harus segera pergi dari sini! Portal itu bukan hanya membawa ancaman, tetapi kita bisa terjebak di dalamnya. Itu bisa memusnahkan segala sesuatu yang kita kenal.”

Dengan langkah tergesa, keduanya berlari menjauh dari pusat portal yang terus membesar. Setiap langkah terasa seperti berlari melawan arus, seakan dunia itu sendiri menentang upaya mereka untuk melarikan diri. Namun, meskipun mereka berlari dengan segenap tenaga, portal itu semakin dekat, menarik mereka dalam lingkarannya. Rasanya seperti ada kekuatan yang tak terkontrol menarik mereka kembali.

Raditya mendekap kristal yang kini tampak seperti benda biasa itu erat-erat, merasa seakan ia dan Arya tidak punya pilihan lain selain terus berlari. Ketakutan menyelimuti mereka, namun mereka tahu bahwa dunia ini—dunia yang mereka kenal—sedang menuju ke dalam kehancuran. Jika mereka tidak bisa menutup portal itu, maka semua yang telah mereka lakukan, semua pengorbanan yang telah mereka jalani, akan sia-sia. Takdir mereka akan ditentukan oleh kekuatan yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.

“Arya!” Raditya berteriak, suara panik di dalam hatinya semakin menguat. “Kita harus menghentikan portal ini! Kita harus menghentikan semuanya sebelum terlambat!”

Arya menatapnya dengan wajah penuh tekad, meskipun jelas terlihat rasa takut di matanya. “Apa pun yang terjadi, kita tidak boleh menyerah. Kita tidak bisa biarkan dunia ini jatuh ke dalam kehancuran. Kita harus mencari cara untuk menutupnya.”

Mereka berdua berhenti sejenak, memusatkan perhatian pada portal yang semakin besar dan memuntahkan cahaya aneh. Dalam sekejap, Raditya menyadari sesuatu—sesuatu yang selama ini ia abaikan. Kristal itu, yang telah mereka gunakan untuk mengalahkan Entitas Kegelapan, mungkin memiliki kekuatan untuk menutup portal ini. Tapi apakah itu berarti mereka harus mengorbankan diri mereka sendiri?

Raditya menggenggam kristal itu dengan kedua tangan, merasakan energi yang aneh mengalir di dalamnya, berputar-putar di dalam tubuhnya. “Ini adalah jalan terakhir,” pikirnya, sebelum memutuskan untuk melangkah maju.

Tanpa banyak kata, Raditya dan Arya menatap satu sama lain, dan dalam sekejap mereka melangkah ke pusat portal, menggabungkan kekuatan mereka dengan kristal itu. Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Ketika mereka hampir menyentuh pusat energi portal, suara yang familiar bergema di telinga mereka.

“Akhir yang tak terduga…” suara itu berbisik, penuh misteri.

Dalam detik-detik terakhir, keduanya menyadari bahwa apa yang mereka hadapi bukanlah sebuah akhir, melainkan awal dari takdir baru—takdir yang lebih besar dan lebih gelap. Dunia mereka, seperti yang mereka kenal, tidak akan pernah sama lagi. Akhir ini adalah titik mula dari perjalanan yang lebih panjang, penuh misteri yang masih harus mereka ungkap.

Dan saat itu, dunia di sekitar mereka mulai menghilang, membawa mereka menuju dimensi yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.***

———-THE END——-

 

 

Source: Jasmine Malika
Tags: #Fantasi #Petualangan #Waktu #Takdir #Pengkhianatan #Sejarah #Perubahan #Magis #KekuatanTersembunyi #Misteri
Previous Post

PERANG YANG TERLUPAKAN

Next Post

SAMURAI TANPA TUJUAN MENCARI KEBENARAN DI MEDAN PERANG

Next Post
SAMURAI TANPA TUJUAN MENCARI KEBENARAN DI MEDAN PERANG

SAMURAI TANPA TUJUAN MENCARI KEBENARAN DI MEDAN PERANG

GERBANG TERLUPAKAN

GERBANG TERLUPAKAN

GOJOSEON JEJAK PERJUANGAN DALAM ARUS WAKTU

GOJOSEON JEJAK PERJUANGAN DALAM ARUS WAKTU

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In