• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
MISTERI DI KOTA CHALANG MAI

MISTERI DI KOTA CHALANG MAI

February 19, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
MISTERI DI KOTA CHALANG MAI

MISTERI DI KOTA CHALANG MAI

by SAME KADE
February 19, 2025
in Misteri & Thriller
Reading Time: 18 mins read

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Chiang Mai, dengan suasana yang tenang dan sejuk, selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin melarikan diri dari hiruk-pikuk kota besar. Namun, bagi Somchai, seorang detektif swasta berusia 35 tahun, kota ini hanya menjadi tempat pelarian sejenak dari rutinitas kerjanya yang penuh dengan kasus-kasus yang membingungkan. Setelah menyelesaikan beberapa penyelidikan yang menegangkan, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Pagi itu, ia duduk santai di sebuah kafe kecil di pinggir jalan, menikmati secangkir teh jahe sambil membaca buku. Udara segar dan sinar matahari yang lembut membuatnya merasa sedikit lebih ringan.

Namun, kedamaian itu segera terganggu oleh langkah seorang wanita muda yang mendekat. Wanita itu tampak gelisah, rambut hitam panjangnya sedikit berantakan, dan matanya yang bulat menatapnya dengan penuh harapan. Ia mengenakan pakaian sederhana, dengan gaun putih yang sedikit kusut, seolah-olah ia baru saja berlari.

Somchai memandang wanita itu dengan penasaran, dan tanpa kata-kata, wanita itu langsung duduk di depannya, mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara.

“Apakah Anda Somchai, detektif swasta?” tanya wanita itu, suaranya sedikit gemetar.

“Ya, saya Somchai. Ada yang bisa saya bantu?” jawab Somchai, meski dalam hati ia merasa sedikit bingung mengapa seseorang akan mencarinya di tempat yang tenang ini.

Wanita itu mengangguk, lalu segera membuka pembicaraan dengan kalimat yang membuat hati Somchai berdebar.

“Saya… saya butuh bantuan Anda. Saudariku, Nisa, hilang beberapa hari yang lalu. Dan saya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tidak ada yang tahu ke mana ia pergi, dan yang lebih mencurigakan, tidak ada jejak yang tersisa.”

Somchai menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mengamati wanita itu dengan seksama. “Apa yang membuat Anda begitu yakin ada yang tidak beres?” tanyanya pelan, menilai situasi.

Wanita itu menggigit bibirnya, seolah ragu untuk melanjutkan. “Nisa… dia bukan orang biasa. Dia sering pergi ke tempat-tempat yang aneh, bertemu dengan orang-orang yang tidak saya kenal. Terakhir kali saya melihatnya, dia bilang akan pergi ke Chiang Rai untuk bertemu dengan seseorang, tetapi itu sudah seminggu yang lalu, dan saya belum mendengar kabar darinya sejak saat itu.”

Somchai memandang wanita itu dengan lebih serius. Ia bisa merasakan kecemasan yang mendalam dalam suara dan ekspresi wajahnya. “Apakah Anda tahu siapa orang yang ia temui? Mungkin ada sesuatu yang bisa memberi petunjuk.”

Wanita itu terdiam sejenak, tampaknya berpikir keras. “Dia tidak pernah memberi tahu saya banyak, tapi saya tahu dia terlibat dengan beberapa orang yang memiliki koneksi di luar negeri. Ada sesuatu yang misterius tentang mereka. Saya takut jika saya tidak menemui Anda, saya tidak akan pernah tahu apa yang terjadi padanya.”

Somchai menarik napas panjang. Teka-teki ini mulai menunjukkan sisi yang lebih gelap. “Baiklah, saya akan membantu Anda,” katanya akhirnya. “Kita mulai dengan mencari tahu lebih lanjut tentang saudara Anda dan apa yang sebenarnya dia lakukan sebelum hilang.”

Wanita itu terlihat lega, meskipun ada kesan keraguan yang samar di wajahnya. “Terima kasih, Anda tidak tahu betapa pentingnya ini bagi saya.”

Setelah berbicara lebih lanjut, mereka sepakat untuk bertemu lagi keesokan harinya di tempat yang lebih aman, untuk merencanakan langkah selanjutnya. Somchai menatapnya sejenak sebelum wanita itu pergi, berbaur dengan kerumunan yang sibuk di jalanan. Dia merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik hilangnya Nisa—sesuatu yang jauh lebih rumit dan mungkin berbahaya daripada yang bisa ia bayangkan.

Dengan tekad yang baru, Somchai menghela napas panjang dan melanjutkan minum tehnya. Kasus ini baru dimulai, dan dia tahu, langkah pertama akan membawa mereka lebih jauh ke dalam misteri yang belum terungkap.*

Bab 2: Jejak yang Terlupakan

Pagi hari berikutnya, Somchai dan Praew bertemu di sebuah kedai kopi yang tersembunyi di sebuah gang kecil. Tempat ini terasa lebih sepi dan terlindung dari keramaian kota, memungkinkan mereka untuk berbicara lebih leluasa tanpa gangguan. Praew terlihat lebih tenang daripada sebelumnya, meskipun kecemasannya masih tampak jelas di matanya. Setelah memesan secangkir kopi panas, mereka duduk di meja dekat jendela.

“Apakah Anda sudah menyiapkan informasi lebih lanjut tentang saudara Anda?” tanya Somchai sambil membuka ponselnya untuk mencatat sesuatu. “Tempat terakhir ia terlihat, orang-orang yang ia temui, atau apa saja yang mencurigakan?”

Praew mengangguk, lalu mengeluarkan sebuah foto dari tasnya dan memberikannya kepada Somchai. Foto itu menunjukkan Nisa, saudara perempuannya, sedang tersenyum di depan sebuah kuil yang tampaknya berada di pedalaman. Di belakang Nisa, ada pohon-pohon besar yang menutupi sebagian besar pemandangan, dan dari penampilannya, foto itu tampaknya diambil beberapa waktu yang lalu.

“Ini adalah foto terakhir yang saya temukan di ponselnya,” ujar Praew. “Saya menduga Nisa sedang berada di sebuah desa kecil di dekat Chiang Rai. Itu adalah tempat yang sering dia kunjungi, meskipun dia selalu menghindar ketika saya bertanya lebih banyak. Saya rasa ada sesuatu yang dia sembunyikan.”

Somchai memperhatikan foto itu dengan cermat, mencoba menghubungkan setiap elemen yang ada. “Kuil ini… ada sesuatu yang menarik tentang tempat ini. Saya pernah mendengar cerita tentang desa-desa kecil yang tersembunyi di sekitar wilayah Chiang Rai, yang kadang menjadi tempat pertemuan bagi kelompok-kelompok tertentu. Anda tahu, kelompok yang memiliki minat terhadap barang-barang berharga dan barang antik. Bisa jadi Nisa terlibat dalam sesuatu yang lebih gelap dari yang Anda bayangkan.”

Praew menggigit bibirnya, jelas merasa khawatir. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Somchai menyandarkan tubuhnya ke kursi, berpikir sejenak. “Kita harus pergi ke desa itu. Cobalah untuk mencari tahu lebih banyak tentang siapa saja yang mungkin Nisa temui di sana dan apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu. Tapi kita harus berhati-hati. Ada kemungkinan kita akan menemui lebih banyak rintangan di sepanjang jalan.”

Praew setuju, meskipun ekspresi wajahnya masih dipenuhi kecemasan. Mereka memutuskan untuk berangkat ke Chiang Rai keesokan harinya.

Hari berikutnya, Somchai dan Praew memulai perjalanan mereka menuju pedalaman. Mobil yang mereka tumpangi melintasi jalan-jalan berkelok yang dikelilingi oleh hutan dan pegunungan. Semakin jauh mereka pergi, semakin sepi dan sunyi suasana di sekitar mereka. Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di sebuah desa kecil yang sepertinya terhenti oleh waktu. Rumah-rumah bambu yang rapuh, jalanan berbatu yang berkelok, dan kabut tipis yang menggantung di udara memberi kesan misterius.

Mereka berhenti di sebuah kedai teh kecil, dan di sana, mereka bertemu dengan seorang pria tua yang tampaknya sudah lama tinggal di desa tersebut. Pria itu mengenakan jubah sederhana dan tampak seperti seorang petani. Setelah beberapa percakapan yang hati-hati, Somchai bertanya tentang Nisa dan apa yang terjadi di sekitar kuil yang terletak tak jauh dari desa.

“Ada banyak cerita yang beredar di sini,” kata pria tua itu dengan suara berat. “Tapi tidak banyak orang yang berani berbicara. Beberapa tahun yang lalu, banyak orang datang ke desa ini untuk mencari sesuatu… sesuatu yang sangat berharga. Ada orang-orang dari luar yang datang mencari benda-benda antik yang tersembunyi di sekitar kuil kuno itu. Mereka berbisik tentang harta karun dan rahasia kuno yang telah terlupakan.”

Somchai mendengarkan dengan cermat, mencoba menghubungkan kata-kata pria itu dengan petunjuk yang ia miliki. “Apakah ada yang tahu lebih banyak tentang itu? Mungkin seseorang yang terlihat mencurigakan atau baru datang ke desa ini?” tanya Somchai.

Pria tua itu terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu pasti, tapi… saya pernah melihat seorang wanita muda, seperti saudara Anda, datang ke kuil itu beberapa kali. Tidak ada yang tahu apa yang dia cari, tapi dia selalu pergi sendirian. Tidak ada yang berani bertanya lebih jauh. Bagi kami, lebih baik tidak mencampuri urusan orang-orang luar.”

Somchai dan Praew memutuskan untuk mengunjungi kuil itu langsung. Sesampainya di sana, suasana terasa sangat berbeda. Kuil yang terlihat sederhana dari luar ternyata menyimpan banyak misteri. Dindingnya tertutup oleh lumut, dan pintu masuknya tampak seperti tidak pernah dibuka selama bertahun-tahun. Namun, ketika mereka melangkah lebih dalam, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan.

Di dekat altar kuil, ada sebuah batu besar yang tergores dengan simbol-simbol kuno yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Batu itu tampak tidak biasa, dan di sampingnya terdapat sebuah kalung emas yang tergeletak begitu saja. Kalung itu—setelah diperiksa lebih dekat—ternyata adalah milik Nisa.

“Ini milik Nisa!” seru Praew, suaranya bergetar.

Somchai memungut kalung itu, merenung sejenak. “Dia pasti pernah berada di sini, tapi ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik semua ini. Dan kita harus mencari tahu apa itu.”

Dengan petunjuk baru ini, Somchai merasa semakin yakin bahwa kasus ini jauh lebih rumit dan berbahaya daripada yang ia duga. Namun, satu hal yang pasti—mereka tidak akan mundur sekarang.*

Bab 3: Gua Rahasia

Setelah menemukan kalung emas milik Nisa di kuil kuno, Somchai dan Praew kembali ke desa kecil itu untuk mencari petunjuk lebih lanjut. Mereka merasa semakin dekat dengan jawabannya, namun semakin banyak pertanyaan yang muncul di benak mereka. Somchai sudah mulai merasakan bahwa perjalanan mereka ke Chiang Rai ini bukan hanya sekadar pencarian orang hilang, tetapi juga penyelidikan terhadap sesuatu yang jauh lebih besar—sesuatu yang sudah lama tersembunyi, terikat oleh sejarah dan rahasia gelap.

Malam itu, mereka bertemu dengan seorang penduduk desa yang tampak lebih ramah daripada yang lainnya. Namanya Panya, seorang pria paruh baya yang mengenakan topi jerami dan memiliki suara berat. Setelah mendengar cerita mereka, Panya akhirnya membuka mulut dan memberikan informasi yang sangat penting.

“Kalau kalian benar-benar ingin tahu lebih banyak tentang saudaramu, kalian harus pergi ke Gua Sangka,” kata Panya dengan suara pelan, seolah takut ada yang mendengar. “Gua itu terletak di hutan, tak jauh dari sini. Itu tempat yang penuh dengan misteri. Banyak orang yang hilang di sana, dan tidak ada yang berani mendekat sejak dulu.”

Somchai dan Praew saling berpandangan, tahu bahwa ini adalah jalan yang harus mereka tempuh. Mereka memutuskan untuk berangkat keesokan harinya, meskipun suasana hati mereka sudah dipenuhi rasa takut dan rasa ingin tahu yang tak terbendung.

Pagi itu, mereka mempersiapkan perjalanan menuju Gua Sangka dengan penuh hati-hati. Somchai membawa perlengkapan penyelidikan dan senjata kecil untuk berjaga-jaga, sementara Praew membawa beberapa perlengkapan darurat dan makanan. Mereka memulai perjalanan melalui hutan lebat yang mengarah ke gua, melewati jalan setapak yang semakin sempit dan gelap. Suasana semakin mencekam seiring mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan.

Setelah beberapa jam berjalan, mereka akhirnya tiba di bibir gua. Gua itu tersembunyi di balik tebing curam, dengan pintu masuk yang hanya bisa dilihat jika seseorang benar-benar mencari. Udara di sekitar gua terasa lembab dan berat, dan bau tanah basah bercampur dengan aroma dedaunan yang membusuk.

“Ini dia,” kata Somchai, sambil menatap pintu gua yang gelap. “Nisa mungkin berada di sini.”

Mereka berdua memutuskan untuk masuk, menyalakan senter dan melangkah hati-hati di dalam gua yang sempit dan penuh dengan batu-batu besar. Suara tetesan air yang jatuh dari langit-langit gua mengisi keheningan, menciptakan suasana yang semakin mencekam.

“Somchai, ada sesuatu yang aneh di sini,” kata Praew, suaranya berbisik ketakutan. “Ini… ini terasa berbeda. Sepertinya ada sesuatu yang lebih gelap di balik gua ini.”

Somchai mengangguk. Ia merasakan ada yang tidak beres, tetapi ia tak membiarkan ketakutan menguasai dirinya. Mereka terus berjalan semakin dalam. Di sepanjang dinding gua, mereka melihat simbol-simbol yang terukir dengan cara yang sangat tua—seolah-olah ini adalah tempat yang telah lama terlupakan oleh waktu.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara gemericik di ujung gua. Somchai memberi isyarat kepada Praew untuk diam dan berjalan perlahan. Saat mereka mendekati sumber suara, mereka melihat sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan cahaya remang-remang. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu yang dipenuhi dengan benda-benda yang tampaknya berharga—barang-barang antik yang tergeletak begitu saja, seolah tak pernah dihargai.

Namun, yang membuat mereka terkejut adalah seorang pria yang berdiri di dekat altar. Pria itu tampak seperti penjaga tempat ini, mengenakan jubah hitam dengan tato kuno di seluruh tubuhnya. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, dan matanya memancarkan aura misterius yang menakutkan.

“Apa yang kalian cari?” suara pria itu terdengar dalam, penuh ancaman.

Somchai menatap pria itu dengan tenang, berusaha menyembunyikan rasa takutnya. “Kami mencari seorang wanita muda bernama Nisa. Dia menghilang beberapa hari yang lalu, dan kami mengikuti jejaknya sampai ke sini.”

Pria itu tertawa rendah, suaranya bergema di seluruh gua. “Nisa? Ah, dia sudah tahu lebih banyak dari yang kalian kira. Dia sudah menemukan sesuatu yang berharga di sini—sesuatu yang tak boleh ditemukan oleh orang-orang biasa. Dan kalian…” Dia berhenti sejenak, menatap mereka tajam. “Kalian datang terlambat. Semua ini sudah terlalu jauh. Apa yang ada di sini bukanlah untuk kalian.”

Somchai dan Praew saling berpandangan, menyadari bahwa mereka baru saja menginjakkan kaki di dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Pria itu bergerak cepat, mendekati mereka dengan langkah-langkah yang penuh ancaman. “Kalian tidak akan keluar dari sini dengan mudah.”

Tiba-tiba, suara tembakan memecah kesunyian, dan pria itu terhuyung mundur, jatuh ke tanah. Somchai menoleh dengan cepat, dan melihat seorang pria berpakaian hitam lain yang muncul dari kegelapan. Seorang pria yang tak mereka kenali, tetapi jelas sudah siap untuk menghadapi apapun yang ada di gua ini.

Somchai dan Praew berlari, meninggalkan gua yang penuh dengan bahaya dan misteri. Mereka tahu bahwa apa yang mereka temui di sana hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar, dan mereka tidak akan bisa mundur begitu saja.*

Bab 4: Pengkhianatan

Kembali ke kota setelah melarikan diri dari Gua Sangka, Somchai dan Praew merasa seperti mereka baru saja menyentuh permukaan dari sebuah misteri yang lebih gelap dan berbahaya dari yang mereka duga. Namun, meski berhasil keluar dengan selamat, perasaan cemas dan ketegangan masih membekas di hati mereka. Mereka menyadari bahwa ada lebih banyak hal yang sedang disembunyikan, dan mereka belum mendekati kebenaran. Tapi semakin dalam mereka menggali, semakin banyak pertanyaan yang muncul.

Malam itu, setelah mereka tiba di Chiang Mai, Somchai merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Praew. Suasana kota yang sunyi, dengan lampu-lampu jalan yang redup, menambah kesan tegang di antara mereka berdua. Somchai tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres. Sesuatu yang tidak bisa ia hindari lebih lama.

“Mungkin sudah saatnya untuk berbicara lebih jujur,” kata Somchai, memecah keheningan yang menggantung di udara.

Praew menatapnya dengan penuh tanya. “Apa maksud Anda?”

Somchai menarik napas panjang. “Saya tidak tahu kenapa saya merasa ada yang aneh dengan Anda, Praew. Anda tahu lebih banyak dari yang Anda katakan. Apa yang sebenarnya terjadi antara Anda dan saudara Anda, Nisa?”

Praew terdiam. Wajahnya terlihat cemas, dan Somchai bisa melihat ada keraguan yang melintas di matanya. Ia memutar gelas kopi yang sudah dingin di hadapannya, berpikir keras. Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa panjang, ia menghela napas dan menatap Somchai dengan tatapan yang berbeda—lebih serius dan gelap.

“Saya tahu Anda akan menemukan kebenarannya,” kata Praew pelan. “Tapi saya harus memberi tahu Anda sesuatu yang lebih penting. Saya… saya terlibat dalam semuanya.”

Somchai terkejut. Hatinya berdebar kencang, tetapi ia tetap tenang. “Apa maksud Anda?”

Praew mengangguk perlahan, menundukkan kepala. “Saya bukan hanya saudara perempuan Nisa. Saya juga terlibat dengan kelompok yang sama yang dia ikuti. Kami… kami terhubung dengan organisasi yang berurusan dengan barang-barang antik yang dicuri dari situs-situs bersejarah di seluruh Thailand. Kami sudah lama mencari artefak-artefak yang tersembunyi, dan Nisa menemukan sesuatu yang sangat berharga—sesuatu yang bisa mengubah segalanya.”

Somchai menatapnya tajam. “Jadi, Anda terlibat dalam pencurian itu? Anda ikut serta dalam semua ini?”

Praew mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. “Saya tidak ingin terlibat, Somchai. Saya hanya ingin melindungi saudara saya. Tapi dia mulai berubah. Dia tahu bahwa kelompok ini berbahaya, dan suatu hari, dia menemukan sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang harus dijaga, karena itu bisa membuka pintu ke kekuatan yang tidak bisa dibayangkan.”

Somchai merasa bingung, tetapi ia tahu bahwa sekarang bukanlah saatnya untuk marah. “Jadi, apa yang Anda harapkan dari saya? Apakah Anda ingin saya berhenti mencari saudara Anda dan melupakan semuanya?”

Praew menggelengkan kepala. “Tidak, saya ingin Anda membantu saya menyelamatkan Nisa. Kelompok itu mulai melacaknya. Mereka tahu dia menemukan sesuatu yang lebih dari yang mereka inginkan. Saya tidak tahu siapa yang bisa dipercaya lagi. Saya takut mereka akan menghabisinya jika dia tidak menyerahkan temuan itu.”

Somchai merenung sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja didengarnya. Ada begitu banyak informasi yang baru terungkap, namun ada satu hal yang jelas: Praew, meskipun terlibat dalam organisasi itu, masih mencintai saudara perempuannya dan tidak ingin melihatnya jatuh ke tangan orang-orang yang salah.

“Saya akan membantu Anda,” kata Somchai akhirnya, suaranya tegas. “Tapi kita harus hati-hati. Ada banyak orang yang terlibat dalam permainan ini, dan saya merasa ada lebih banyak yang Anda sembunyikan.”

Praew terlihat lega, tetapi keraguan tetap terbayang di matanya. “Terima kasih, Somchai. Tapi… hati-hati, karena tidak semua orang bisa dipercaya. Termasuk saya.”

Somchai mengerutkan kening. “Apa maksud Anda?”

Praew menatapnya dengan tatapan yang mengandung beban. “Saya bukan satu-satunya yang punya rahasia. Ada orang dalam kelompok itu yang memiliki agenda lain, dan saya tidak yakin siapa yang sebenarnya di belakang semua ini. Jangan-jangan, orang yang Anda kira bisa dipercaya adalah pengkhianat yang sebenarnya.”

Somchai mulai merasa cemas. Jika Praew sudah mengatakan itu, berarti ada lebih banyak permainan di belakang layar daripada yang dia kira. Siapa yang benar-benar bisa dipercaya? Di mana posisi Praew dalam permainan ini? Apakah dia hanya berusaha melindungi saudara perempuannya, atau ada niat tersembunyi yang lebih besar?

Malam itu, Somchai dan Praew berpisah, dengan rasa takut yang menyelimuti mereka berdua. Somchai kembali ke apartemennya, tetapi tidurnya tidak datang. Ia terus berpikir tentang kata-kata Praew. Di tengah malam yang sunyi, Somchai menyadari bahwa ia tidak hanya berhadapan dengan sebuah kasus pencurian barang antik, tetapi juga dengan sebuah permainan kekuasaan yang melibatkan orang-orang yang tidak segan-segan mengkhianati siapa pun untuk mencapai tujuan mereka.

Esoknya, Somchai memutuskan untuk melanjutkan pencariannya—tetapi kali ini, dengan kewaspadaan yang lebih besar. Ada pengkhianat di dalam kelompok itu, dan ia harus menemukan siapa sebelum terlambat.*

Bab 5: Misteri Terungkap

Hari-hari berikutnya berjalan penuh ketegangan. Somchai dan Praew melanjutkan pencarian mereka dengan hati-hati, namun ketegangan semakin terasa. Semua petunjuk yang mereka temui seolah mengarah ke suatu titik yang lebih gelap. Somchai mulai merasa ada tangan-tangan tersembunyi yang bergerak di balik layar, mengendalikan semuanya dengan cara yang tidak terlihat oleh mereka. Mereka sudah menyelidiki berbagai tempat, tetapi semua jalan seolah membawa mereka kembali ke tempat yang sama. Namun, sesuatu dalam diri Somchai mengatakan bahwa mereka akhirnya mendekati kebenaran.

Suatu sore, ketika mereka kembali ke apartemen mereka setelah sehari penuh mencari informasi, Somchai mendapatkan sebuah pesan misterius di ponselnya. Pesan itu hanya berisi alamat sebuah rumah di pinggiran kota dan waktu pertemuan yang ditentukan, tanpa ada nama pengirimnya.

“Ini pasti jebakan,” kata Somchai, namun ia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tidak bisa mereka abaikan. Ia memandang Praew, yang tampak bingung dan cemas.

“Siapa yang mengirimkan pesan ini?” tanya Praew dengan suara bergetar.

Somchai menggelengkan kepala, merasa tak tahu jawabannya. “Saya tidak tahu. Tapi kita harus pergi ke sana dan cari tahu. Ini mungkin petunjuk terakhir kita.”

Mereka berdua berangkat menuju alamat yang tercantum di pesan itu. Semakin mereka mendekat, semakin gelap suasana sekitar rumah yang dituju. Rumah itu tampak sepi, terisolasi dari kehidupan kota. Lampu-lampu di sekitarnya redup, menciptakan kesan yang menyeramkan. Somchai merasa ada yang aneh dengan tempat ini, seperti sebuah perangkap yang menunggu mereka.

Sesampainya di depan pintu rumah, mereka mendengar suara langkah kaki dari dalam. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua dengan mata yang tajam. Wajahnya terlihat seperti sudah bertahun-tahun dihantui oleh rahasia-rahasia gelap.

“Selamat datang,” kata pria itu dengan suara dalam. “Saya tahu kalian pasti akan datang.”

Somchai dan Praew saling memandang. “Siapa Anda?” tanya Somchai.

Pria itu menghela napas, seolah mengumpulkan keberanian untuk berbicara. “Nama saya Krissada. Saya tahu banyak tentang Nisa dan kelompok yang kalian cari. Tapi, sebelum kalian mendengar lebih banyak, kalian harus tahu bahwa tidak semua yang terlihat seperti yang kalian kira.”

Somchai dan Praew masuk ke dalam rumah, dan Krissada mempersilakan mereka duduk. Setelah beberapa saat penuh keheningan, Krissada akhirnya mulai berbicara.

“Nisa menemukan sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari yang kalian bayangkan. Kelompok yang ia ikuti… bukan hanya kelompok pencurian barang antik. Mereka adalah bagian dari sebuah jaringan internasional yang beroperasi di balik layar, mencari kekuatan kuno yang tersembunyi di berbagai tempat. Apa yang ditemukan Nisa di Gua Sangka adalah kunci untuk membuka salah satu rahasia terbesar yang disembunyikan sepanjang sejarah.”

Somchai dan Praew mendengarkan dengan seksama, meskipun hati mereka berdebar. “Rahasia terbesar?” tanya Praew. “Apa maksud Anda?”

Krissada menatap mereka dengan serius. “Ada legenda tentang sebuah artefak kuno yang dipercaya memiliki kekuatan untuk mengendalikan pikiran manusia. Artefak itu tersembunyi di suatu tempat, dan banyak orang sudah lama mencarinya. Nisa menemukan petunjuk tentang artefak itu di Gua Sangka. Namun, kelompok yang kalian sebutkan, yang mengaku sebagai pencuri barang antik, sebenarnya adalah kelompok yang bekerja untuk mendapatkan artefak tersebut. Dan mereka tahu bahwa Nisa sudah menemukan jejaknya.”

Somchai terdiam. Semua yang dikatakan Krissada terasa seperti mengungkapkan sisi gelap yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. “Jadi, Nisa… dia terlibat dalam pencarian artefak itu?”

Krissada mengangguk. “Dia tidak tahu betapa besar bahaya yang mengintainya. Ketika dia menemukan petunjuk pertama, dia mulai melihat gambaran yang lebih besar—dan itulah yang membuat kelompok itu mengejarnya. Mereka tidak hanya ingin artefaknya, mereka ingin kekuatannya.”

Praew menundukkan kepalanya, merasa dihantui oleh kenyataan bahwa saudara perempuannya telah terperangkap dalam permainan berbahaya ini. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Krissada menghela napas panjang. “Kalian harus menemukan artefak itu sebelum kelompok itu. Jika mereka mendapatkannya, tidak ada yang bisa menghentikan kekuatan yang akan mereka bangkitkan. Artefak itu adalah kunci yang bisa mengubah segalanya. Dan mereka yang menguasainya, akan memiliki kekuatan untuk mengendalikan siapa saja.”

Mata Somchai menyipit, dan ia mulai menyusun rencana. “Jadi, kita harus kembali ke gua itu? Mencari artefak sebelum mereka melakukannya?”

Krissada mengangguk. “Ya, namun ingat, kalian tidak hanya berhadapan dengan kelompok ini. Ada pihak lain yang mungkin tertarik untuk menggunakan artefak tersebut. Mereka yang berusaha mengendalikan dunia dari bayang-bayang. Jika kalian gagal, tidak hanya Nisa yang akan terancam, tetapi seluruh dunia.”

Somchai dan Praew memutuskan untuk kembali ke Gua Sangka. Namun kali ini, mereka harus berhati-hati, karena mereka tahu bahwa mereka bukan hanya mengejar artefak. Mereka juga sedang mengejar kebenaran yang akan mengubah hidup mereka selamanya.

Namun, ketika mereka hampir tiba di gua, mereka dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang mereka kenal. Pria yang sudah lama mereka curigai, yang ternyata adalah pengkhianat dalam kelompok mereka sendiri—Panya.

Ternyata, Panya adalah salah satu anggota organisasi yang telah berkhianat, berbalik melawan mereka. Ia bekerja untuk kelompok yang menginginkan artefak tersebut, dan dalam kegelapan malam, Panya berencana untuk menghentikan Somchai dan Praew sebelum mereka bisa mengungkap kebenaran.

“Jangan coba-coba melangkah lebih jauh,” kata Panya, dengan senyum licik di wajahnya. “Semua ini sudah direncanakan sejak awal. Kalian tidak tahu apa yang sebenarnya kalian hadapi.”

Somchai dan Praew menyadari, mereka telah berada di persimpangan yang sangat berbahaya. Mereka bukan hanya berhadapan dengan kelompok yang berbahaya, tetapi juga dengan pengkhianat yang telah berada di antara mereka sejak awal.

Pertarungan terakhir pun dimulai, dan misteri besar yang telah mereka cari akhirnya terungkap. Namun, apakah mereka akan berhasil keluar hidup-hidup dan menyelamatkan Nisa, atau malah menjadi bagian dari permainan gelap yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan.*

Bab 6: Kedatangan yang Misterius Pengembangan

Malam itu, hujan turun deras di kota Chiang Mai. Angin dingin bertiup kencang, membawa kabut tipis yang melapisi jalanan dengan nuansa misterius. Di sebuah jalan kecil yang agak terpencil di sisi kota, sebuah mobil tua yang tampak sudah berusia puluhan tahun memasuki gerbang hotel yang sepi. Mobil itu berhenti dengan bunyi rem yang serak, dan seorang pria muda keluar dengan langkah hati-hati.

Pria itu bernama Aditya, seorang jurnalis yang baru saja tiba di Chiang Mai untuk meliput kisah misterius yang tengah ramai diperbincangkan. Selama beberapa minggu terakhir, dia telah mendengar desas-desus tentang keanehan-keanehan yang terjadi di kota ini. Beberapa orang mengaku melihat penampakan hantu, sementara yang lain menyebut adanya kejadian-kejadian tak terjelaskan yang melibatkan sebuah kuil kuno di luar kota. Rasa penasaran yang mendalam mendorong Aditya untuk menulis cerita ini, meskipun perasaan was-was mulai menyelimuti dirinya sejak hari pertama ia menginjakkan kaki di sini.

Sesampainya di resepsionis hotel, Aditya disambut oleh seorang wanita muda yang tampak gugup. Wajahnya pucat, dan matanya tak lepas dari layar komputer di depannya, seolah menghindari tatapan langsung. “Selamat datang, Tuan. Apa yang bisa saya bantu?” katanya dengan suara yang agak bergetar.

Aditya mengangguk, sedikit merasa aneh dengan sikap resepsionis tersebut. “Saya ingin check-in. Nama saya Aditya,” jawabnya, sambil menunjukkan kartu identitas.

Wanita itu mengetikkan nama Aditya di komputer, lalu menatap layar dengan cemas. “Kamar Anda sudah tersedia di lantai atas, Tuan. Tapi, saya harus memberitahukan Anda… kami hanya memiliki satu kamar yang kosong malam ini.”

Aditya mengangkat alis. “Satu kamar saja?”

Wanita itu terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara pelan, “Ya, Tuan. Kamar itu… sedikit lebih tua dari yang lain. Tapi, jika Anda tidak keberatan, itu bisa menjadi tempat yang nyaman untuk menginap.”

Sambil berpikir sejenak, Aditya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. “Tentu, saya tidak masalah,” jawabnya, meskipun hatinya sedikit resah. Sesuatu tentang suasana hotel ini terasa janggal.

Setelah menyerahkan kunci kamar, wanita itu memberikan senyum yang dipaksakan, sebelum menghilang ke belakang meja resepsionis. Aditya melangkah ke arah tangga dengan perasaan yang semakin aneh. Hotel ini tampaknya lebih tua dari yang dia kira, dengan lantai kayu berderit di setiap langkahnya, dan dinding yang penuh dengan lukisan-lukisan pudar yang menggambarkan pemandangan kota lama.

Ketika tiba di lantai atas, Aditya melihat lorong yang sempit dan gelap. Pencahayaan di sepanjang lorong tampak suram, hanya ada beberapa lampu yang menyala dengan cahaya kuning redup. Di ujung lorong, terdapat pintu kamar yang tampak sudah usang, dengan papan tanda bertuliskan “Kamar 303”.

Ia membuka pintu kamar dengan hati-hati. Begitu masuk, ia merasa ada sesuatu yang tak beres. Udara di dalam kamar terasa dingin dan lembap, meskipun hujan baru saja berhenti. Langit di luar masih gelap, dan suara angin berdesir melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka.

Di meja samping tempat tidur, ada sebuah buku tua yang tampaknya sudah lama terlupakan. Buku itu tergeletak begitu saja, tanpa pembatas, dan sampulnya terlihat kotor, hampir rusak. Aditya merasa penasaran dan mendekat untuk memeriksa buku tersebut.

Tepat saat ia hendak membuka buku itu, sebuah suara serak terdengar dari balik jendela. “Hati-hati dengan kegelapan malam ini, anak muda,” suara itu berbicara dalam bahasa yang tidak ia kenali, tetapi cukup jelas untuk membuat bulu kuduknya merinding.

Aditya terkejut, menoleh ke arah jendela, namun tidak ada siapa-siapa. Hanya ada kabut tebal yang melayang di luar. Ia merasa perasaan aneh mulai menguasainya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Mungkin hanya imajinasinya yang bermain.

Namun, sebelum ia sempat melanjutkan pikirannya, suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas, seolah-olah wanita tua itu ada di kamarnya. “Kegelapan akan menuntunmu menuju jalan yang tak bisa kamu kembali, hati-hati dengan apa yang kamu cari.”

Tanpa berpikir panjang, Aditya menutup buku itu dan melangkah mundur ke arah pintu. “Apa maksudnya?” gumamnya, mencoba memahami kata-kata wanita tua tersebut. Tapi ketika ia menoleh ke meja resepsionis, wanita itu sudah tidak ada di sana. Hanya ada lampu yang berkedip-kedip dan kesunyian yang semakin mendalam.

Saat Aditya kembali ke tempat tidurnya, ia merasa cemas. Ia tidak tahu apakah suara yang ia dengar adalah halusinasi atau kenyataan, tetapi ia tahu satu hal: ada sesuatu yang tersembunyi di balik kota ini. Sesuatu yang lebih besar dan lebih menakutkan dari yang bisa ia bayangkan.

Dengan hati yang berat, Aditya berbaring di tempat tidur dan memutuskan untuk melanjutkan pencariannya esok hari. Namun, ia tak bisa menghilangkan rasa takut yang terus menggerogoti dirinya. Entah apa yang ia hadapi, tapi satu hal yang pasti: misteri ini baru saja dimulai.*

Bab 7: Penyelidikan yang Mengungkap

Pagi itu, awan mendung menggantung rendah di atas Chiang Mai. Hujan semalam masih menyisakan genangan air di jalanan, menciptakan bayangan-bayangan samar di sepanjang trotoar. Aditya duduk di meja makan hotel, secangkir kopi di tangan, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Kata-kata wanita tua itu terus terngiang di telinganya. “Kegelapan akan menuntunmu menuju jalan yang tak bisa kamu kembali.” Seperti ada pesan tersembunyi yang harus ia pecahkan, dan kota ini terasa seperti labirin yang penuh dengan petunjuk yang tak mudah dimengerti.

Aditya memutuskan untuk keluar dan melanjutkan penyelidikannya. Ia tidak bisa duduk diam menunggu jawaban. Pencarian akan kebenaran telah menguasai pikirannya sepenuhnya. Menurut kabar yang ia dengar dari beberapa penduduk lokal, ada sebuah kuil tua yang terletak di luar kota, tempat yang sering disebut-sebut dalam desas-desus mengenai kejadian-kejadian aneh. Banyak orang yang mencoba mencari jawaban di sana, namun tidak semua yang pergi kembali dengan cerita yang utuh.

Setelah memesan sepeda motor dari hotel, Aditya berangkat menuju kuil tersebut. Perjalanan mengarah ke luar kota membawa Aditya melintasi jalan-jalan sempit yang semakin jauh dari keramaian. Hutan lebat mulai mengelilingi jalannya, dan suasana menjadi semakin sunyi. Sepanjang perjalanan, Aditya merasa ada yang aneh dengan ketenangan yang menyelimuti tempat ini. Tidak ada kendaraan lain, tidak ada orang yang tampak di jalan-jalan yang dilewatinya. Hanya ada hutan dan kabut yang semakin menebal, seakan menyembunyikan sesuatu yang lebih gelap.

Setelah beberapa saat, ia sampai di sebuah area yang jauh lebih sepi. Di ujung jalan, sebuah kuil tua berdiri dengan megahnya. Kuil itu tampak tak terawat, dengan dinding yang hampir tertutup lumut dan pintu-pintu yang terlihat sudah lama tidak dibuka. Di sekelilingnya, pepohonan tinggi menjulang, dan udara terasa semakin dingin. Suasana yang suram dan misterius menyelimuti tempat itu, memberi kesan bahwa waktu seolah-olah berhenti di sini.

Aditya menarik napas dalam-dalam dan berjalan memasuki halaman kuil. Langkah kakinya terdengar menggema di antara bangunan-bangunan batu kuno yang tersebar di sekitar halaman. Tidak ada seorang pun yang terlihat di sana. Namun, ia merasa seolah sedang diawasi. Seperti ada mata yang mengintainya dari balik bayang-bayang.

Di dalam kuil, udara terasa lebih dingin dan lembap. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah atap yang rusak memberikan nuansa suram. Aditya melangkah perlahan menuju altar utama, tempat sebuah patung Buddha besar berdiri tegak. Patung itu tampak sangat berbeda dari patung-patung Buddha yang biasa ia lihat. Meskipun wajahnya tampak tenang, matanya memancarkan kesan yang hidup, seolah bisa melihat segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

Di bawah patung, ada sebuah batu besar yang terukir dengan simbol-simbol aneh. Aditya merasa seperti menemukan petunjuk yang hilang. Tanpa ragu, ia mendekati batu tersebut dan mencoba membaca ukiran-ukiran itu. Meski ia tidak mengerti artinya, ia merasakan getaran yang aneh setiap kali tangannya menyentuh batu itu, seolah ada energi yang mengalir di dalamnya.

Tiba-tiba, dari balik bayang-bayang, muncul seorang biksu tua. Wajahnya penuh kerutan, dan pakaiannya terlihat kumal. Namun, matanya penuh dengan kebijaksanaan yang mendalam, seolah telah menyaksikan banyak hal selama hidupnya. “Apa yang kamu cari di sini, anak muda?” tanya biksu itu dengan suara yang berat dan tenang.

Aditya terkejut, namun ia mencoba tetap tenang. “Saya mendengar banyak cerita tentang kuil ini… tentang keanehan yang terjadi di sini. Apakah Anda tahu sesuatu?” tanya Aditya, mencoba menggali lebih dalam.

Biksu itu tersenyum tipis, kemudian menggelengkan kepala. “Ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Apa yang kamu cari mungkin bukan jawaban yang kamu harapkan.” Ia melangkah mendekat ke Aditya dan melihat batu besar yang sedang dipegangnya. “Batu itu… sudah lama tertutup dengan misteri. Tidak banyak yang tahu tentangnya. Tetapi bagi mereka yang mencoba mencari tahu lebih banyak, hanya ada dua jalan: menemukan kebenaran, atau terjebak dalam kebohongan.”

Aditya merasa sedikit bingung, tapi ia terus bertanya. “Apa maksudnya? Apakah ada sesuatu yang harus saya ketahui?”

Biksu itu menatapnya dalam-dalam. “Kadang, ada sesuatu yang lebih besar dari kita yang mengatur segalanya. Dan tidak semua orang siap untuk mengetahuinya.” Ia menghela napas panjang, lalu menambahkan, “Kuil ini… tempat ini bukan hanya kuil biasa. Ada kekuatan yang tersembunyi, sesuatu yang lebih tua dari yang bisa dipahami manusia. Dan mereka yang mencoba mencarinya, kadang-kadang tidak pernah kembali.”

Aditya merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Sesuatu dalam diri biksu itu memberinya perasaan bahwa ada lebih dari sekadar kisah misterius yang ia dengar. Kuil ini, batu itu, semuanya tampak saling berhubungan, namun apa yang tersembunyi di balik semuanya? Apakah Aditya siap menghadapi kebenaran yang akan terungkap?

Dengan hati penuh pertanyaan, Aditya memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, namun ia merasa bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Dan di dalam kegelapan yang semakin mendalam, ia merasa bahwa kebenaran yang ia cari akan segera terungkap.***

————-THE END —————-

Source: AGUSTINA RAMADHANI
Tags: #MisteriCinta#Organisasi Gelap#Pengkhianatan#Petualangan#Thriller
Previous Post

PERPOSAL NIKAH DITOLAK MALAH JADI MC DIPERNIKAHAN NYA

Next Post

JEJAK DI BAYANG -BAYANG THAILAND

Next Post
JEJAK DI BAYANG -BAYANG THAILAND

JEJAK DI BAYANG -BAYANG THAILAND

MEMBONGKAR DRAMA DI GRUP KELUARGA

MEMBONGKAR DRAMA DI GRUP KELUARGA

JEJAK BAYANGAN WAT PHRA

JEJAK BAYANGAN WAT PHRA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In