• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
KUE KEJU YANG TERSESAT

KUE KEJU YANG TERSESAT

January 28, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
KUE KEJU YANG TERSESAT

KUE KEJU YANG TERSESAT

by MABUMI
January 28, 2025
in Comedy
Reading Time: 21 mins read

Bab 1: Pagi yang Aneh

Maya membuka matanya dengan pelan, merasakan sinar matahari yang menyelinap masuk lewat celah gorden kamar tidurnya. Biasanya, ia akan segera melompat keluar dari tempat tidur dengan semangat, siap menghadapi hari yang baru. Namun hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Ia merasakan ada yang aneh di udara, entah itu perasaan yang sulit dijelaskan atau mungkin semacam firasat buruk. Mungkin karena hari ini adalah hari besar—kontes kue keju yang sudah ia tunggu-tunggu selama berbulan-bulan akhirnya tiba.

Maya menggeliat, mengusap wajahnya, dan kemudian melihat jam yang terletak di meja samping tempat tidur. “Pukul 6 pagi? Waktu yang cukup,” gumamnya pelan. Ia memutuskan untuk segera bangun dan menyiapkan diri. Kontes itu hanya beberapa jam lagi, dan ia harus mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Tidak ada yang boleh salah—kue keju yang sudah ia latih selama berhari-hari itu harus sempurna, tidak ada ruang untuk kegagalan.

Namun, begitu kaki Maya menyentuh lantai, ia merasa ada yang ganjil. Pasti karena rasa gugup, pikirnya. Ia melangkah ke kamar mandi untuk cuci muka, berharap bisa membangunkan tubuhnya yang masih sedikit kaku. Tetapi begitu membuka pintu kamar mandi, ia melihat sesuatu yang tidak biasa: pintu kamar mandi terbuka sedikit dan dari dalam terdengar suara gemericik air yang aneh. Maya terkejut, berjalan mendekat, dan menemukan kucing peliharaannya, Meong, sedang duduk dengan tenang di dalam bak mandi, memandangi seonggok keju yang tergeletak di sana. Ya, keju. Keju yang seharusnya sudah dipersiapkan untuk kue keju hari ini.

“Meong! Apa yang kamu lakukan di sana?!” Maya berteriak, mencoba mengingatkan kucing itu agar tidak mengacaukan bahan-bahan penting untuk kue keju. Namun, Meong, dengan santainya, hanya menatap Maya tanpa ekspresi, seolah berkata, “Apa yang salah dengan ini?”

Maya merasa panik. Ia berjongkok di samping bak mandi dan mencoba mengambil keju yang sudah sedikit terendam air. Keju itu sudah pasti tidak bisa digunakan lagi. “Aduh, ini benar-benar bukan hari yang baik!” Maya menggerutu sambil mengeringkan keju itu dengan handuk kecil. Keju itu tampak basah kuyup, dan Maya tahu itu sudah tidak bisa dipakai lagi untuk membuat kue keju yang sempurna. Tidak ada waktu untuk berlarut-larut dalam kekecewaan. Kontes itu hanya beberapa jam lagi!

Setelah berjuang dengan keju yang basah dan mencoba meyakinkan Meong untuk keluar dari bak mandi, Maya mulai berpikir bahwa mungkin inilah awal dari hari yang penuh kekacauan. “Tapi tidak, Maya! Kamu bisa melakukannya. Kue kejumu harus tetap jadi!” Maya membatin, mencoba menenangkan diri. Dengan sisa-sisa keju yang bisa diselamatkan, ia mulai kembali mempersiapkan bahan-bahan lainnya.

Maya berlari ke dapur dan membuka lemari es. Ia memeriksa semua bahan yang sudah ia persiapkan dengan hati-hati sebelumnya. Mentega? Ada. Tepung terigu? Ada. Keju? Ah, keju… Keju yang satu ini pasti sudah rusak, jadi ia harus membeli yang baru. Ia memutuskan untuk pergi ke pasar terdekat, berharap keju baru yang ia beli akan menyelamatkan harinya. Setelah memutuskan bahwa waktu yang tersedia cukup, Maya buru-buru memakai pakaian, mengenakan apron, dan berlari keluar.

Begitu keluar dari apartemennya, Maya merasa dunia seperti berputar lebih cepat dari biasanya. Seolah-olah segala sesuatunya bergerak begitu cepat, sementara Maya merasa dirinya berjalan dengan kecepatan yang tidak seimbang. Ia mengecek dompetnya, memastikan uang dan kartu kreditnya ada. Semua harus sempurna. Tidak ada ruang untuk kebingungan, tidak ada waktu untuk membuang-buang waktu. Ia berjalan cepat ke pasar yang terletak hanya beberapa blok dari apartemennya.

Namun, seperti yang Maya khawatirkan, langkah kakinya terasa semakin canggung. Tiba-tiba ia tersandung sebuah batu di trotoar dan hampir jatuh, tetapi beruntung ia berhasil menahan diri. “Aduh, Maya! Bangunlah!” teriaknya pada diri sendiri, merasa malu karena hampir terjatuh di depan banyak orang yang lewat. Tetapi itu belum cukup. Ketika Maya melangkah lebih jauh, ia merasa ada yang aneh di tas belanjanya. Saat ia membuka tas untuk memastikan, ia mendapati sebotol saus sambal yang entah bagaimana terjatuh ke dalam tasnya, menodai beberapa barang lainnya. “Kenapa saus sambal selalu mengejar saya?” Maya mengeluh, sambil mencoba membersihkan noda sambal yang lengket.

Setelah serangkaian kejadian yang membuatnya semakin panik, akhirnya Maya sampai di pasar. Tapi seperti yang sudah bisa ditebak, pasar itu penuh dengan orang. “Kenapa hari ini semua orang datang ke pasar?” pikir Maya, merasa segala sesuatunya semakin sulit. Ia bergegas menuju toko keju favoritnya, berharap masih bisa mendapatkan keju yang ia butuhkan.

Namun, saat sampai di depan toko, Maya mendapati bahwa ada tanda besar di pintu yang mengatakan, “Tutup Hari Ini, Keju Habis!” Maya menatap tanda itu dengan tatapan kosong. Seakan-akan dunia sedang bermain-main dengannya. “Tidak mungkin!” teriaknya dalam hati. Ini adalah hari yang penuh dengan kekacauan.

Dengan langkah gontai, Maya berjalan keluar dari pasar, merasa putus asa. Tetapi tak lama kemudian, dia melihat sebuah toko keju kecil di sudut jalan yang sebelumnya tidak ia perhatikan. Dengan sedikit harapan, Maya masuk ke toko itu. Keju-keju di rak terlihat sangat menggoda, dan Maya akhirnya menemukan keju yang cukup baik untuk digunakan dalam kue keju buatannya.

Saat berjalan keluar dari toko, Maya merasa sedikit lega. Setidaknya ia sudah mendapatkan bahan yang diperlukan untuk membuat kue keju. Namun, sesaat kemudian, ia menyadari bahwa di balik kebahagiaannya, ada satu masalah besar yang belum ia selesaikan: Kue kejunya tetap harus diselesaikan dalam waktu yang sangat terbatas, dan ia harus menghadapi kenyataan bahwa kue keju yang akan ia buat tidak akan pernah sempurna—seperti pagi yang aneh ini.

Dengan napas yang berat, Maya kembali ke apartemennya, hanya untuk disambut oleh Meong yang kembali duduk di meja dapur, menatapnya dengan penuh arti. Maya hanya bisa tersenyum canggung. “Kamu nggak tahu, ya, kalau hari ini sudah cukup kacau?” gumamnya pada kucing peliharaannya.

Namun, di balik kekacauan itu, Maya merasa bahwa hari ini mungkin justru menjadi salah satu petualangan lucu yang tak akan ia lupakan—dan siapa tahu, mungkin itu yang akan membuat kue keju yang ia buat jadi lebih istimewa.*

Bab 2: Kue Keju Hilang

Maya berdiri di tengah dapur dengan ekspresi bingung, memandang ke segala arah seolah-olah kue kejunya akan tiba-tiba muncul dari dalam lemari es. Sejak tadi pagi, setelah menghadapi kekacauan dengan Meong dan keju yang basah, ia merasa sudah berusaha keras untuk membuat kue keju terbaik yang bisa ia buat. Semua bahan sudah lengkap, resep sudah diikuti dengan teliti, dan oven sudah siap untuk memanggang. Yang harus dilakukan sekarang hanyalah memanggang kue dan memastikan semuanya berjalan lancar.

Namun, ada satu masalah besar yang tiba-tiba muncul. Kue kejunya hilang.

Tepat ketika Maya hendak menempatkan adonan kue keju ke dalam loyang, ia menyadari bahwa wadah berisi adonan yang sudah jadi itu—hilang! Satu-satunya wadah yang tersisa adalah panci berisi mentega cair dan beberapa bahan yang belum tercampur dengan sempurna. Maya menatap kosong ke atas meja dapur yang terlihat kosong, seolah-olah kue kejunya baru saja menguap begitu saja.

“Ini nggak mungkin,” gumam Maya, mencoba mengingat-ingat. Ia yakin telah menaruh adonan kue itu di atas meja beberapa menit yang lalu. Ada apa ini? Ia memeriksa lemari es, membuka setiap rak, berharap ada keajaiban dan kue keju itu bisa muncul kembali. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada kue keju di sana.

Maya mulai berpikir keras. Apakah mungkin seseorang mencurinya? Sejak ia tinggal sendiri, Maya merasa cukup aman di apartemennya. Tidak ada pencuri yang masuk—hanya dia dan Meong, kucing yang lebih suka tidur daripada mencari masalah. Tapi kue keju yang menghilang? Itu luar biasa. Apa mungkin kue keju itu punya kaki dan berjalan sendiri?

Dia mulai menggoreskan jari ke pelipis, memikirkan kemungkinan terburuk. “Atau… aku lupa taruh di mana, ya?” Maya mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Enggak, enggak mungkin. Aku pasti naruh di sini!” Maya mengamati setiap sudut dapur. Setiap rak, setiap lemari, bahkan tempat sampah. Tidak ada kue keju.

Dengan rasa panik mulai melanda, Maya mencoba menghubungi teman sekamarnya, Lisa. Mungkin Lisa tahu apa yang terjadi. Mungkin dia sedang bermain-main dan diam-diam mengajak Meong untuk beraksi dan mencuri kue keju itu. Tidak, itu tidak masuk akal. Maya mengangkat telepon dan menghubungi Lisa.

“Lisa, kamu tahu kue keju yang aku buat tadi pagi?” tanya Maya dengan suara panik. “Ya, itu! Kue keju yang hilang! Aku nggak tahu kemana! Aku cari di seluruh dapur, tapi nggak ada!”

Di sisi lain telepon, terdengar suara ketawa Lisa. “Hah? Kamu nggak bercanda, kan? Kue kejunya hilang? Kok bisa?”

“Ya! Kue kejunya hilang!” Maya menjawab, sedikit kesal. “Aku tadi sudah naruh di atas meja, tapi sekarang enggak ada. Apa kamu mungkin…”

“Hmm… coba lihat lagi deh, mungkin kamu yang lupa naruh di mana,” jawab Lisa dengan suara santai. “Kue itu nggak kemana-mana kok, Maya.”

“Lisa, serius! Jangan bercanda gitu. Kue kejunya hilang! Aku butuh bantuan!” Maya hampir putus asa, mencengkram telepon dengan erat.

Lisa tertawa lagi di ujung telepon, merasa terhibur dengan kekacauan yang sedang terjadi. “Oke, oke. Aku datang, ya. Tapi jangan terlalu panik dulu. Kita coba cari bareng-bareng.”

Maya meletakkan telepon dengan sedikit kesal, tapi sedikit lega karena setidaknya Lisa akan datang untuk membantu. Maya pun mulai berpikir keras lagi. Apakah mungkin kue keju itu jatuh? Atau bisa jadi… ada orang lain yang datang dan mencurinya? Tapi siapa? Maya tinggal sendiri, dan kucingnya pun tidak mungkin memakan seluruh adonan kue. Itu terlalu banyak!

Tak lama, pintu depan apartemen Maya berbunyi, dan Lisa muncul dengan senyum lebar, seperti biasa. Dengan tangan yang penuh dengan tas belanjaan, Lisa langsung berjalan ke dapur tanpa banyak bertanya.

“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?” Lisa bertanya sambil mengamatinya. Maya dengan panik menunjukkan dapur yang kosong. “Lihat ini! Kue keju yang sudah jadi, hilang! Aku nggak tahu kemana!”

Lisa mengangkat alis dan menatap dengan saksama. “Wah, ini serius, ya. Jadi kita punya kasus misteri kue keju yang hilang, ya?” Lisa mulai berjalan keliling dapur, memeriksa tempat-tempat yang tampaknya sudah jelas, tetapi kemudian dengan tiba-tiba menyarankan, “Mungkin ada yang nyelonong masuk, kamu tahu, kayak pencuri kue keju yang profesional?”

Maya hanya bisa menatap Lisa dengan bingung. “Lisa, nggak mungkin ada pencuri kue keju! Kenapa mereka harus mencuri kue keju? Itu bukan barang mahal!”

Lisa tampaknya berpikir lebih dalam lagi, melipat tangan di depan dada. “Kue keju itu… adalah simbol. Simbol kelezatan. Siapa tahu ada orang yang tergila-gila dengan kue keju kamu. Kalau begitu, kita harus cari tahu siapa yang bertanggung jawab.”

Maya mendengus. “Apa kamu serius? Ini bukan tentang pencuri atau simbol-simbol aneh, Lisa. Ini tentang kue keju yang hilang. Aku harus menyelesaikan ini!”

Lisa tersenyum lebar. “Oke, oke. Jadi gini deh. Kita cari dulu siapa yang ada di sekitar sini tadi. Kamu ingat nggak, siapa yang datang ke rumah hari ini? Ada tamu?”

Maya berpikir sejenak. “Enggak ada tamu. Ya, cuma Meong, kucing aku yang kadang suka ngilangin barang-barang, tapi nggak mungkin dia nyolong kue keju sebanyak itu!”

“Coba cek tas kamu deh, siapa tahu ada yang diam-diam ngambil dan nyelipin kue ke situ,” usul Lisa, sambil melangkah menuju meja dapur.

Maya mendengus dan membuka tas ransel yang selalu dibawanya ke mana-mana. Tidak ada apa-apa selain alat make-up, dompet, dan secarik kertas nota. Tapi ketika ia menyelipkan tangannya lebih dalam, sesuatu yang lembut dan dingin menyentuh jari-jarinya. “Apa ini?” Maya menarik benda itu, dan di tangannya muncul… sepotong kue keju. Kue keju yang hilang!

Maya terbelalak. “Kue keju ini ada di tas aku? Tapi… kapan aku masukin ini ke sini?”

Lisa tertawa keras. “Ah! Itu dia! Kamu pasti nyelipin sendiri kue keju itu ke dalam tas tanpa sadar, kan? Kamu tahu kan, kalau kita berdua sering sekali nggak sadar nyimpen barang-barang di tempat aneh?”

Maya terdiam, kemudian memandang Lisa dan akhirnya ikut tertawa. “Oh, jadi kue keju ini nyelonong ke dalam tas aku? Konyol banget!”

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, merasa konyol. Maya mengangkat sepotong kue keju dari tasnya dan memandangi dengan penuh kemenangan. “Akhirnya, kue keju yang hilang ditemukan, dan semuanya hanya masalah kelalaian kecil!”

Lisa mengangguk setuju. “Lihat, Maya. Kadang-kadang hal-hal besar itu memang datang dari kebodohan kecil.”

Maya menghela napas lega. “Dan kontes itu masih berjalan, kan?”

“Of course!” jawab Lisa dengan semangat. “Tapi kali ini kita nggak boleh kelupaan, ya. Kue keju ini harus kita simpan di tempat yang aman!”

Dengan tertawa, keduanya melanjutkan persiapan untuk kontes, sambil bersyukur bahwa mereka berhasil mengatasi misteri kue keju yang hilang, meskipun dengan cara yang sangat konyol. Namun, Maya sudah tahu satu hal pasti: hari ini, segalanya bisa jadi kacau, tapi itu akan menjadi cerita yang akan dikenang selamanya.*

Bab 3: Siapa yang Mencuri Kue Keju?

Maya memandang meja dapur dengan pandangan penuh curiga. Kue keju yang baru saja ditemukan di dalam tasnya ternyata hanya permulaan dari misteri yang lebih besar. Di balik tawa yang mengiringi penemuan kue keju yang terperangkap di dalam tas, ada pertanyaan yang mengganggu pikirannya: Siapa yang benar-benar mencuri kue keju ini?

Setelah Lisa meninggalkan apartemen untuk bekerja, Maya memutuskan untuk melanjutkan persiapan untuk kontes kue keju yang sangat dinantikannya. Meskipun ia sudah mendapatkan keju yang hilang, tetap ada perasaan janggal di hati Maya. Kue keju yang sudah disiapkan dengan hati-hati, kenapa bisa terlepas dari pengawasan dan menghilang begitu saja?

Maya berjalan mondar-mandir di dapurnya, berpikir keras. Ia mengingat-ingat siapa saja yang mungkin berada di dekatnya akhir-akhir ini. Meong—kucingnya yang masih terbaring malas di sudut—bukanlah tersangka yang masuk akal. Meskipun kucingnya itu bisa saja mencuri sepotong keju, kue yang hilang itu lebih dari sekedar cemilan. Kue itu adalah hasil jerih payah yang sudah dipersiapkan selama berhari-hari. Ini bukan sekadar makanan biasa.

Kemudian, sebuah ide muncul di kepalanya. “Lisa…” Maya bergumam. Temannya itu, meskipun sudah pergi, sempat mengacaukan banyak hal sejak pagi. Mungkin saja, dalam kekonyolan, Lisa ikut berperan dalam menghilangkan kue keju itu. Tapi, apakah Lisa benar-benar bisa mencuri kue keju? Mungkin saja. Maya menggelengkan kepalanya, mencoba menepis dugaan konyol itu.

Namun, hal itu tidak menghentikan rasa penasaran yang terus menggelayuti pikirannya. Maya memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh, untuk membongkar misteri hilangnya kue keju ini. Ia merasa seperti seorang detektif yang sedang mengusut kasus pencurian dengan bukti yang masih samar. “Aku tidak akan menyerah begitu saja,” Maya berkata pada dirinya sendiri. “Harus ada penjelasan.”

Maya memutuskan untuk kembali ke apartemennya yang lebih rapi dan mulai mengingat siapa saja yang mungkin sempat berada di sekitar dapur semalam. Kemungkinan besar, kue keju itu telah dicuri oleh seseorang yang mungkin tidak sengaja atau dengan alasan tertentu.

Pagi itu, Maya mengingat sebuah kejadian. Ketika dia sedang mengaduk bahan-bahan di dapur, ada suara pintu yang terbuka—pintu depan apartemennya. Biasanya, jika pintu terbuka begitu saja, pasti Lisa yang datang, atau mungkin seorang kurir yang mengantarkan paket. Tapi itu tidak terjadi. Siapa pun yang ada di luar tidak memberi salam atau memperkenalkan diri. Mereka hanya datang dan pergi begitu saja.

“Pasti ada sesuatu yang janggal!” Maya berpikir keras. Apakah mungkin ada seseorang yang tidak dikenal datang ke apartemennya? Pikirannya mulai berkelana, menciptakan cerita-cerita tentang kemungkinan pemburu kue keju misterius. Mungkin ada orang yang diam-diam mencuri dari dapurnya—tapi siapa? Tak ada yang tahu.

Pagi itu, Maya memutuskan untuk melacak bukti lebih lanjut. Di luar dapur, ada satu barang yang membuatnya terkejut: sebuah bungkus plastik berisi keju yang baru saja dibeli. Tapi bukankah keju itu sudah dipakai? Maya memeriksa dengan seksama. Bagian keju itu terkesan sudah dibuka, dan ada sedikit bekas tangan di bagian plastik. Apa ini berarti keju itu sudah dipakai? Maya merasa matanya hampir keluar saking terkejutnya. Ia meraih bungkus plastik itu, dan kemudian merenung.

Ada satu orang yang bisa jadi tahu tentang keberadaan kue keju itu—tetangga sebelah. Maya segera bergegas ke apartemen tetangga, yang jaraknya hanya beberapa langkah dari apartemennya. Sejak lama, ia merasa bahwa tetangganya itu sedikit aneh—selalu tampak sibuk dan cenderung tertutup. Namun, hari itu, ia merasa harus berbicara padanya.

Ketika pintu apartemen tetangganya terbuka, Maya mencoba terlihat segenap tenang. “Halo, Bu Nana! Maaf mengganggu. Saya cuma ingin tanya sesuatu…” Maya mulai berbicara dengan nada hati-hati, berharap tidak membuat kesan yang salah.

“Oh, Maya, ada apa? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Bu Nana, seorang wanita paruh baya yang terlihat ramah meskipun terlihat sedikit misterius dengan cara berpakaian yang selalu rapi dan tidak biasa.

“Begini, Bu. Tadi pagi saya sedang membuat kue keju, dan… tiba-tiba kue keju saya hilang begitu saja. Saya merasa ada yang aneh. Apakah, kebetulan, Bu Nana melihat sesuatu yang mencurigakan?” Maya bertanya sambil menatap wajah Bu Nana dengan cemas.

Tetangga itu terdiam sejenak, seolah berpikir keras. “Oh, kue keju ya? Tidak, saya tidak melihat apa-apa. Mungkin kamu hanya lupa di mana menaruhnya.” Bu Nana tersenyum santai, tetapi ada sesuatu yang membuat Maya merasa tidak nyaman dengan jawabannya.

“Apa, Bu? Tidak ada yang aneh di sekitar sini? Tidak ada suara yang terdengar, atau orang yang datang ke sini tadi malam?” Maya mencoba bertanya dengan lebih langsung.

“Tidak ada, Maya. Saya baru saja pulang dari pasar pagi-pagi sekali. Semua baik-baik saja.” Bu Nana menjawab dengan nada datar, seolah tidak ada yang perlu dipikirkan lebih lanjut.

Maya kembali merasa bingung. Mengapa Bu Nana tampak begitu tenang? Mengapa ia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik kata-katanya? Dengan sedikit ragu, Maya mengucapkan terima kasih dan kembali ke apartemennya. Ada sesuatu yang masih belum jelas, dan Maya merasa semakin mendalam dalam misteri ini.

Setelah kembali ke dapur, Maya memandang ke segala arah lagi. Ia menyadari bahwa banyak petunjuk yang sepertinya saling berhubungan, tetapi tidak cukup untuk menarik kesimpulan yang pasti. Bahkan Meong, kucingnya yang sering dianggap sebagai penyebab kerusakan, tidak bisa menjadi tersangka utama—meskipun, pikir Maya, Meong memang ahli dalam menghilangkan barang-barang.

Pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan—seseorang mungkin secara sengaja mengacaukan kue keju ini, atau mungkin juga kue keju itu hanya hilang karena kelalaian. Maya merasa semakin bingung, dan tidak bisa memutuskan apa yang benar.

Namun satu hal yang pasti: Kue keju ini hilang, dan seseorang pasti tahu apa yang terjadi. Maya bertekad untuk mengungkap misteri ini, tidak peduli seberapa lama itu akan memakan waktu. Siapa yang mencuri kue keju itu? Apa tujuan mereka? Maya bersumpah akan menemukan jawabannya.*

Bab 4: Kue Keju dalam Krisis

Pagi itu, Maya merasa seperti seorang ibu yang sedang merawat anaknya yang tengah sakit. Ia berdiri di depan oven, memandangi kue keju yang tengah dipanggang dengan penuh harap. Adonan yang sebelumnya hampir berakhir menjadi bencana kini terlihat sempurna, meskipun hati Maya tidak sepenuhnya tenang. Kue keju itu harus menjadi kue terbaik, tidak hanya untuk kontes yang akan datang, tetapi juga untuk membuktikan dirinya sendiri setelah kejadian-kejadian aneh yang telah mengikutinya.

Sejak peristiwa kue keju yang hilang—yang entah bagaimana kembali lagi—Maya merasa tak pernah benar-benar bisa bernapas lega. Ia terus dihantui dengan pertanyaan yang tidak bisa dijawab: Siapa yang benar-benar mencuri kue keju itu? Setiap kali ia melihat Meong yang sedang tidur di atas bantal, rasa curiganya kembali muncul. Tapi Meong tentu saja tidak mungkin tahu tentang kontes itu. Kucing itu hanya tahu cara tidur dan mencari makan.

Pagi itu, dengan rencana yang sudah matang di kepala, Maya memutuskan untuk memulai lagi dari awal. Kue keju itu, meskipun sedikit terlambat, tetap harus selesai tepat waktu. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Maya menyiapkan bahan-bahan baru, memilih keju yang lebih segar, memastikan teksturnya sempurna. Tak ada lagi ruang untuk kejadian-kejadian yang tidak bisa dijelaskan. Maya tahu bahwa kontes kue keju itu sangat penting baginya—ini adalah kesempatan untuk membuktikan kemampuannya sebagai pembuat kue, serta sebagai seseorang yang bisa mengatasi kekacauan yang telah terjadi.

Namun, di tengah kesibukannya menyiapkan bahan-bahan, ia mendengar ketukan halus di pintu depan. Maya menyarungkan tangan ke apron dan berjalan dengan sedikit ragu ke arah pintu. Di balik pintu, berdiri seorang wanita dengan ekspresi serius dan sedikit cemas.

“Oh, Maya! Hai, ada yang bisa saya bantu?” suara Bu Nana, tetangga sebelah, terdengar ramah meskipun ada sedikit kegelisahan yang tak bisa disembunyikan di wajahnya.

Maya merasa sedikit bingung, karena Bu Nana jarang datang tanpa alasan yang jelas. Biasanya, ia hanya melihat Bu Nana lewat jendela ketika sedang berjalan ke pasar atau ke tempat kerja. “Ada apa, Bu? Ada masalah?” tanya Maya, mencoba untuk terdengar santai meskipun hati kecilnya mulai berdebar.

“Begini, Maya…” Bu Nana mulai berbicara pelan, seolah-olah sedang mencari kata-kata yang tepat. “Tadi malam, saya mendengar suara-suara aneh dari dapurmu… apakah semuanya baik-baik saja? Saya khawatir, saya tidak ingin ada yang terjadi.”

Maya terdiam sejenak, mencoba menyusun kata-kata. “Oh, itu hanya suara Meong. Kucing saya kadang membuat kegaduhan di malam hari. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Bu.”

Namun, Bu Nana terlihat tidak puas dengan jawaban itu. “Maya, aku… aku merasa ada yang tidak beres. Tadi pagi, saya juga melihat sesuatu di depan pintu apartemenmu. Sepertinya ada jejak-jejak kue keju yang terjatuh, mungkin itu dari dalam rumahmu.”

Maya terkejut mendengar itu. Jejak kue keju? Tapi bagaimana bisa? Bukankah kue itu hilang kemarin? Bahkan, ia hampir lupa tentang jejak kue keju yang sempat ia lihat di pintu depan apartemennya. Kini, Bu Nana membangkitkan kembali ingatan itu, yang membuat rasa curiga kembali muncul.

“Apa maksud Bu Nana dengan jejak-jejak itu?” Maya bertanya, suaranya agak lebih tinggi dari yang ia inginkan.

“Aku tidak tahu pasti, Maya. Tapi, sepertinya ada seseorang yang tidak sengaja meninggalkan jejak di depan pintu. Seperti sisa-sisa tepung atau keju… dan bau keju yang sangat kuat.” Bu Nana mencoba menjelaskan dengan hati-hati.

Maya merasa sebuah beban berat menjatuhkan dirinya. “Ini tidak mungkin,” bisiknya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada Bu Nana. Namun, dalam pikirannya, Maya mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang tengah terjadi di sekitarnya. Kue keju yang hilang, jejak tepung, bau keju yang kuat di depan pintu—semua ini tidak bisa dijelaskan begitu saja dengan alasan sederhana.

“Terima kasih, Bu Nana. Saya akan memeriksa semuanya,” jawab Maya dengan suara lebih tenang, meskipun hatinya sedang bergejolak.

Setelah Bu Nana pergi, Maya kembali ke dapur, tetapi kali ini dengan perasaan cemas yang mendalam. Kue keju yang sedang dipanggang di oven sepertinya menjadi simbol dari semua kekacauan yang terjadi belakangan ini. Ia tidak bisa memungkiri bahwa ada sesuatu yang salah, meskipun ia berusaha untuk menepisnya.

Beberapa menit kemudian, oven berbunyi, menandakan bahwa kue keju hampir matang. Maya membuka pintu oven dengan hati-hati dan mengeluarkan loyang yang berisi kue keju dengan lapisan keemasan yang sempurna. Namun, begitu ia menaruhnya di meja, pandangannya langsung tertuju pada sebuah benda kecil yang terjatuh di samping loyang. Sebuah potongan kecil dari keju yang tergeletak begitu saja di atas meja. Keju itu terlihat seperti baru saja terjatuh—seakan-akan ada seseorang yang sedang memindahkannya dengan terburu-buru.

Maya menelan ludah, memandangi potongan keju itu. Kue keju itu jelas bukan hanya sekadar makanan—ini adalah masalah yang lebih besar. Siapa yang mungkin sengaja meninggalkan potongan keju itu? Kenapa ada jejak-jejak seperti ini?

Pikiran Maya terus berputar-putar, dan saat itulah teleponnya berdering. Ternyata itu Lisa, yang baru saja selesai bekerja.

“Eh, Maya! Aku dengar tadi pagi kamu sempat kebingungan karena kue keju yang hilang, kan? Aku baru ingat, ada seseorang yang tampaknya diam-diam mampir ke apartemenmu tadi malam!” Lisa langsung berbicara dengan nada bercanda, tapi Maya merasa ada sesuatu yang lebih serius di balik ucapan Lisa.

“Siapa yang datang, Lis?” Maya bertanya, tidak bisa menahan rasa penasaran yang semakin menggelora.

“Ya, tadi malam, aku lihat seseorang lewat depan pintu apartemenmu. Awalnya aku pikir itu kamu, tapi setelah aku pikir-pikir, itu bukan kamu deh. Itu… seseorang yang aku nggak kenal,” jawab Lisa dengan nada ragu. “Tapi, kamu nggak perlu khawatir, mungkin cuma kebetulan aja.”

Maya tidak bisa mengabaikan apa yang baru saja didengar. Seorang yang tidak dikenal? Bagaimana mungkin? Siapa yang akan datang dan mengacak-acak dapurnya tanpa sepengetahuannya? Apakah seseorang sengaja mencuri kue keju dari dapurnya?

Hatinya mulai berdebar lebih cepat. Maya merasa semakin terjebak dalam krisis ini. Kue keju yang seharusnya menjadi kebanggaan dan karya terbaiknya kini menjadi pusat dari sebuah misteri yang semakin gelap. Siapa yang sebenarnya ada di balik semua ini? Siapa yang dengan sengaja mencuri kue keju yang sudah begitu dia perjuangkan?

Krisis ini tidak hanya tentang kue keju yang hilang. Ini adalah tentang ketidakpastian, tentang seseorang yang tampaknya berusaha mengacaukan apa yang Maya percayai—dan dia harus mencari tahu siapa di baliknya sebelum semuanya terlambat.*

Bab 5: Kontes Kue Keju yang Gagal (Atau Tidak?)

Pagi itu, Maya berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan tatapan bingung. Kue keju yang ia buat dengan penuh hati-hati, dengan segala usaha untuk mengatasi kekacauan sebelumnya, kini terbaring di atas meja di sampingnya, siap untuk diikutkan dalam kontes yang telah ia nantikan selama berbulan-bulan. Namun, di balik rasa bangga yang mulai muncul, ada perasaan cemas yang terus menggelayuti hatinya. Kontes itu seharusnya menjadi langkah besar dalam karier kulinernya, tetapi Maya merasa ragu.

Maya menarik napas dalam-dalam. Apakah kue ini cukup bagus? ia bertanya-tanya dalam hati. Dengan segala permasalahan yang terjadi—kue yang hilang, jejak-jejak aneh, potongan keju yang ditemukan di meja—mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk berharap terlalu banyak. Dan yang lebih mengganggu lagi, siapa sebenarnya yang telah mengacaukan rencananya? Siapa yang mencuri kue keju itu? Maya ingin tahu, tetapi saat ini, ia tidak punya waktu untuk mencari tahu lebih jauh.

Waktu terus berjalan, dan Maya tahu bahwa sudah saatnya untuk menuju lokasi kontes. Dengan langkah kaki yang berat, ia membawa kotak besar berisi kue keju yang seharusnya menjadi kebanggaannya. Sepertinya ada sesuatu yang hilang dari seluruh proses ini. Rasa percaya diri yang biasanya menghampiri saat mempersiapkan kue, kali ini terasa menipis.

Sesampainya di tempat kontes, Maya merasa suasana sudah sangat ramai. Peserta lain tampaknya tampak lebih siap, dengan berbagai jenis kue keju yang didekorasi dengan sempurna, penuh warna, dan memikat selera. Masing-masing dari mereka memiliki cerita dan rahasia dalam resep yang mereka bawa. Maya menelan ludah, merasa dirinya kalah jauh sebelum ia benar-benar mulai. Kue keju buatannya terasa sederhana dibandingkan dengan kreasi yang terlihat jauh lebih kompleks di sekitarnya.

Maya berjalan menuju meja pendaftaran, dengan kotak kue keju yang tampak biasa. Ia menyapa beberapa peserta lain dengan senyum kaku, merasa tidak nyaman dengan kehadirannya di tengah para profesional ini. Ketika ia menaruh kotak kue keju di meja penilaian, juri yang duduk di depan tampak tidak terlalu memperhatikan. Mereka sibuk dengan catatan, berbicara dengan peserta lainnya, dan membahas kue-kue yang sudah terpasang rapi di atas meja. Maya merasakan sebuah rasa cemas yang semakin membesar.

“Apakah kamu sudah siap, Maya?” suara Lisa tiba-tiba terdengar di belakangnya. Maya berbalik dan melihat Lisa, teman yang selalu memberi semangat, kini berdiri dengan ekspresi penuh dukungan.

Maya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang semakin membesar. “Aku… aku tidak tahu, Lis. Rasanya semua ini berantakan. Kue keju ini, aku merasa ada yang salah. Aku bahkan tidak tahu siapa yang mengacak-acak segalanya kemarin.”

Lisa melirik kue keju di atas meja. “Lihat saja, Maya. Kamu sudah bekerja keras, dan kue ini terlihat sangat lezat. Jangan biarkan semua keraguan itu menghalangi semangatmu. Kamu pasti bisa.”

Maya menatap Lisa, merasa sedikit tenang mendengar kata-kata temannya. “Kau benar. Aku sudah sampai sejauh ini, kenapa harus berhenti sekarang?”

Dengan sedikit keberanian yang kembali muncul, Maya berdiri tegak. Ia menyaksikan juri yang mulai beranjak menuju kue-kue yang telah disiapkan, siap untuk memulai proses penilaian. Maya mengamati mereka dengan hati-hati, berharap agar kue keju yang ia buat mendapat perhatian yang layak. Namun, saat giliran juri mendekat ke meja tempat kue Maya berada, Maya merasakan sebuah kecemasan yang menyelimuti.

Juri pertama, seorang wanita dengan rambut pirang panjang dan senyum ramah, tampaknya terkesan dengan penampilan kue keju yang Maya buat. “Hmm, ini tampaknya sangat lezat. Sederhana, tapi menarik. Kita lihat seberapa baik rasa kue ini,” katanya sambil mengambil potongan kecil dari kue keju tersebut.

Maya menatapnya dengan harapan yang besar. Detik-detik itu terasa seperti berjam-jam. Ketika juri itu menggigit potongan kue, Maya menahan napasnya. Detik demi detik berlalu, dan juri itu masih tampak merenung, mencoba mencerna rasa dari kue keju yang baru saja dicicipi. Maya merasa seperti waktunya terhenti.

“Hmm…” juri itu akhirnya mengeluarkan suara pelan, dan Maya hampir melompat karena mendengar penilaian itu. “Kue ini agak keras di bagian bawah. Mungkin sedikit terlalu matang, ya? Tapi rasanya masih enak. Mungkin bisa lebih halus.”

Maya merasa campuran antara lega dan kecewa. Ternyata, kekhawatiran terbesarnya memang terbukti—kue itu tidak sempurna. Ia merasa seperti gagal memenuhi harapan dirinya sendiri.

Setelah juri pertama selesai, Maya mendekat, berusaha mencari tahu apa yang bisa ia perbaiki. “Terima kasih atas masukkannya. Apakah ada yang bisa saya perbaiki?” tanya Maya dengan rasa malu, meskipun hatinya penuh rasa ingin tahu.

Juri itu tersenyum ringan. “Cobalah memperhatikan tekstur dasar kue keju, mungkin sedikit pengaturan waktu saat pemanggangan bisa membantu. Tapi, secara keseluruhan, rasanya masih cukup lezat. Jangan khawatir terlalu banyak tentang kesempurnaan.”

Maya mengangguk, merasa sedikit lebih lega. Paling tidak, kue keju itu diterima dengan baik meski tidak sempurna. Ia merasa, entah bagaimana, masih ada harapan.

Namun, ketika giliran juri berikutnya datang, Maya mulai merasakan kelelahan yang luar biasa. Semua kelelahan yang ditimbulkan oleh hari yang penuh ketegangan dan misteri mulai terasa begitu jelas. Tubuhnya merasa berat, dan matanya mulai terasa berat. Ketegangan yang dirasakannya sejak awal—tentang kue yang hilang, tentang pencuri yang tak terdeteksi—kini semakin mengganggu pikirannya. Maya tahu bahwa ia tidak bisa terus-terusan merasa cemas seperti ini.

“Selanjutnya…” suara juri ketiga, seorang pria muda yang tampaknya sangat kritis, memanggil namanya.

Maya melangkah maju, berusaha untuk tetap tegar meskipun pikirannya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Apa yang terjadi dengan kue keju yang hilang? Apakah itu sebuah tanda bahwa ia tidak layak untuk mengikuti kontes ini? Atau, apakah memang ini hanya sebuah kekeliruan biasa yang bisa diperbaiki?

“Hmm, ini cukup baik. Tidak sempurna, tapi punya potensi,” kata juri pria itu sambil mencicipi kue keju. “Jika kamu bisa memperhalus teksturnya, kue ini bisa jadi juara.”

Maya merasa ada sedikit harapan yang muncul, meskipun penilaian itu tidak terlalu mengesankan. Tapi, setidaknya ada sesuatu yang bisa ia pegang—bahwa kue keju ini, meskipun tidak sempurna, tetap bisa membawa harapan.

Ketika akhirnya semua penilaian selesai dan kontes berakhir, Maya merasa lelah, tetapi ada perasaan aneh yang mengalir di dalam dirinya. Kue keju itu mungkin tidak menjadi yang terbaik, tetapi ia telah melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan. Semua ketegangan, kekhawatiran, dan rasa cemas yang melanda akhirnya memudar sedikit demi sedikit.

Saat Maya keluar dari arena kontes, Lisa menghampirinya dengan senyum lebar. “Aku tahu kamu pasti bisa!” serunya penuh semangat.

Maya tersenyum, meskipun lelah. “Terima kasih, Lis. Aku merasa, ya… mungkin tidak menang kali ini. Tapi aku sudah melakukan yang terbaik.”

Senyum Lisa semakin lebar. “Tapi kamu sudah memenangkan dirimu sendiri, Maya. Itu yang paling penting.”

Maya mengangguk, merasa sedikit lega. Mungkin kontes kue keju kali ini tidak memberi hasil yang diinginkan, tetapi perasaan bahwa ia telah mencoba sekuat tenaga adalah kemenangan yang tak ternilai. Kue keju itu mungkin belum sempurna, tetapi proses ini—proses untuk menghadapi tantangan dan menerima kekurangan—adalah hal terbesar yang bisa ia raih.

Dan siapa tahu? Mungkin ini hanya langkah pertama menuju kemenangan yang lebih besar.*

Bab 6: Kue Keju yang Sempurna (Tapi Tidak)

Maya duduk termenung di meja dapur, menatap kue keju yang tergeletak di depannya. Setelah beberapa minggu penuh ketegangan dan kekacauan, ia merasa hari itu adalah puncak dari segala usahanya. Kontes kue keju yang baru saja ia ikuti memang tidak memberikan hasil yang ia harapkan. Namun, jauh di dalam hatinya, Maya tahu bahwa kue keju yang ia buat itu—meskipun tidak sempurna—adalah sebuah karya yang penuh dengan pencapaian pribadi.

Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan itu mulai memudar. Setelah kontes selesai, Maya kembali ke rutinitasnya. Kue keju yang ia buat kini hanya tinggal kenangan dari sebuah perjalanan yang penuh pelajaran. Tetapi ada satu hal yang selalu mengganggu pikirannya—keju itu. Keju yang tak pernah lepas dari hidupnya, bahkan setelah kejadian-kejadian aneh yang terjadi belakangan ini.

Sore itu, Maya merasa ada sesuatu yang harus ia selesaikan. Ia berdiri dari kursi, membuka lemari pendingin dan mengambil bahan-bahan untuk mencoba lagi. Ia tidak bisa meninggalkan kegagalan itu begitu saja. Aku harus membuat kue keju yang sempurna, pikirnya. Aku harus membuktikan bahwa aku bisa lebih baik.

Ia mulai menyiapkan bahan-bahan, memilih keju yang lebih segar dan mencoba memastikan bahwa kali ini ia tidak akan membuat kesalahan. Mata Maya berfokus pada setiap detail—dari takaran tepung hingga suhu oven. Setiap gerakan terasa lebih hati-hati, lebih penuh perhitungan. Kue keju ini, jika bisa disebut begitu, harus menjadi karya seni yang tak bisa diperdebatkan.

Tapi, meskipun ia berusaha keras, bayangan kontes dan segala peristiwa yang terjadi sebelumnya tak bisa lepas dari pikirannya. Ia mengingat bagaimana juri pertama menyebut kue keju buatannya agak keras, dan bagaimana juri kedua tidak begitu terkesan dengan tekstur dasarnya. Maya tidak bisa melepaskan komentar-komentar itu, meskipun Lisa selalu meyakinkan bahwa ia sudah melakukan yang terbaik.

Setelah adonan kue keju tercampur dengan sempurna, Maya menatap ovennya. Suhu yang tepat, waktu yang tepat—semua seharusnya berjalan dengan lancar. Ia menatap jam dinding, menghitung detik demi detik. Setiap detiknya terasa begitu panjang, dan ia merasa seolah waktu bergerak lebih lambat hanya karena ia ingin memastikan bahwa kali ini segalanya akan sempurna. Sempurna. Kata itu bergema di benaknya, seperti mantra yang harus ia raih.

Beberapa menit kemudian, bau harum dari kue keju yang sedang dipanggang mulai memenuhi dapur. Maya menghirupnya dengan penuh harapan. Ini adalah aroma yang familiar, yang membuatnya merasa sedikit tenang. Ketika oven berbunyi tanda waktu sudah habis, Maya langsung membuka pintu dan mengeluarkan loyang berisi kue keju yang seharusnya menjadi jawaban atas semua kegelisahannya.

Kue itu berwarna keemasan, dengan tekstur yang lebih halus dari sebelumnya. Sempurna—sepertinya itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan hasil karyanya kali ini. Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di dalam dirinya. Apa yang kurang dari kue ini? tanyanya pada diri sendiri. Apakah ini benar-benar sempurna?

Maya menatap kue itu dengan penuh keraguan. Sekilas, kue itu tampak lebih baik daripada kue yang ia buat sebelumnya. Tetapi saat ia memotongnya dan mencicipinya, ada rasa yang berbeda dari yang ia harapkan. Kue itu memang lembut, teksturnya halus, dan rasa kejunya cukup enak. Namun, ada sesuatu yang hilang. Kenapa rasanya tidak seperti yang aku bayangkan? pikirnya, merasa kecewa.

Ketika Maya duduk kembali di kursinya, ia mulai merenung. Mengapa ia merasa begitu kecewa dengan hasil kue keju ini? Bukankah ini sudah lebih baik dari sebelumnya? Apa yang kurang dari kue ini? Bagaimana bisa sesuatu yang tampak sempurna di luar, justru terasa tidak lengkap di dalam? Kue ini sudah mengikuti semua petunjuk dengan tepat, tetapi masih ada rasa ketidakpuasan yang membelenggu hati Maya.

Ia teringat kembali pada kejadian beberapa minggu lalu, pada saat ia membuat kue keju untuk kontes. Kue keju yang hilang dan kembali, potongan keju yang ditemukan secara misterius di atas meja. Ada sesuatu yang tidak bisa ia lepaskan—sesuatu yang mengganggu pikirannya setiap kali ia mencoba melangkah lebih jauh. Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Ataukah ada orang lain yang bermain-main dengan kue kejunya?

Maya berusaha menenangkan dirinya. Ia mencoba menepis perasaan cemas yang mulai menguasai. “Ini hanya kue keju,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Bukan dunia yang tergantung padanya.”

Namun, ada sesuatu yang tak bisa ia pungkiri. Ketidakpuasan itu bukan hanya tentang rasa kue, tetapi lebih tentang rasa dirinya sendiri. Kue keju ini, meskipun terlihat sempurna, tidak memberikan kepuasan yang ia harapkan. Seolah-olah ia terjebak dalam suatu pencarian yang tidak pernah bisa selesai. Sempurna itu seharusnya membawa rasa puas, kan? Tetapi kenapa, semakin ia berusaha untuk menjadi sempurna, semakin ia merasa kosong?

Sementara itu, Meong, si kucing yang biasanya tidur nyenyak di sudut ruang tamu, tiba-tiba muncul dengan langkah ringan. Ia melompat ke atas meja, mencium aroma kue keju yang baru saja dipanggang. Maya hanya bisa tersenyum melihat tingkah lucu kucingnya. Terkadang, hal-hal kecil seperti itu bisa sedikit mengalihkan perhatian dari pikiran yang mengganggu.

Namun, sejenak kemudian, Maya kembali merasa gelisah. Apakah aku sudah terlalu terobsesi dengan kesempurnaan? pikirnya. Apa yang lebih penting—mencapai kesempurnaan atau menerima ketidaksempurnaan yang ada? Apa yang sebenarnya ia cari dengan membuat kue ini?

Kue keju yang ia buat mungkin tidak sempurna, tetapi ia telah mencoba. Apakah itu cukup? Atau apakah ia akan terus mengejar sesuatu yang tak bisa dicapai? Maya sadar bahwa mungkin selama ini ia terlalu terfokus pada hasil, pada penilaian orang lain, dan pada pencapaian yang tampaknya begitu penting. Tapi, seiring berjalannya waktu, ia mulai bertanya-tanya: Apakah ini yang benar-benar aku inginkan?

Maya memutuskan untuk keluar dari dapur, membawa kue keju itu bersama Lisa yang sedang duduk di ruang tamu. “Aku pikir kue ini cukup bagus,” kata Maya sambil memberikan potongan kecil kue keju untuk Lisa.

Lisa mengunyah perlahan, lalu tersenyum. “Maya, ini enak sekali! Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Ini kue keju yang luar biasa.”

Maya hanya tersenyum dan mengangguk. “Mungkin, ya. Tapi rasanya masih kurang sesuatu.”

Lisa menatapnya dengan pandangan tajam. “Maya, tidak ada yang sempurna. Kadang kita hanya perlu menikmati apa yang kita buat, tanpa terlalu khawatir tentang hasil akhirnya.”

Maya terdiam sejenak, merenung. Mungkin Lisa benar. Mungkin selama ini, ia terlalu terobsesi dengan kesempurnaan. Tapi kini, ia merasa sedikit lebih ringan. Kue keju itu memang tidak sempurna, tetapi mungkin itu yang terbaik yang bisa ia buat saat ini. Tidak ada yang salah dengan itu.

Maya tersenyum, merasa sedikit lega. Mungkin kesempurnaan bukanlah tujuan akhir, tetapi perjalanan itu sendiri.***

——–THE END——-

 

Source: Gustian Bintang
Tags: kejutersesat
Previous Post

JATUH CINTA DI MEJA MAKAN

Next Post

JEJAK TANPA JEJAK

Next Post
JEJAK TANPA JEJAK

JEJAK TANPA JEJAK

KEHIDUPAN ABSURD DI DUNIA SERBA SALAH

KEHIDUPAN ABSURD DI DUNIA SERBA SALAH

PELANGI DI BALIK AWAN

PELANGI DI BALIK AWAN

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In