• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
KIOS ANEH ANTARA DETERJEN TRANSPARAN DAN MIE NOSTALGIA

KIOS ANEH ANTARA DETERJEN TRANSPARAN DAN MIE NOSTALGIA

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
KIOS ANEH ANTARA DETERJEN TRANSPARAN DAN MIE NOSTALGIA

Oplus_131072

KIOS ANEH ANTARA DETERJEN TRANSPARAN DAN MIE NOSTALGIA

kios Pak Samsudin yang sederhana menyimpan lebih dari sekadar barang dagangan. Di balik tumpukan mie instan yang terkesan biasa, ada kisah misterius tentang produk-produk yang tidak seharusnya ada di pasaran.

by FASA KEDJA
January 27, 2025
in Comedy
Reading Time: 18 mins read

Prolog:

Di sebuah kampung kecil yang tenang, kios Pak Samsudin yang sederhana menyimpan lebih dari sekadar barang dagangan. Di balik tumpukan mie instan yang terkesan biasa, ada kisah misterius tentang produk-produk yang tidak seharusnya ada di pasaran. Deterjen yang membuat pakaian menjadi transparan dan mie instan yang mengembalikan kenangan lama—semua itu mulai mengubah hidup Pak Samsudin dan orang-orang di sekitarnya. Namun, di balik keanehan-keanehan tersebut, ada jaringan gelap yang tidak tampak oleh mata. Ketika keseruan berbalut kekacauan itu semakin dalam, Pak Samsudin dan sahabatnya, Andi, harus menggali lebih jauh untuk mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik kios mereka. Sebuah petualangan tak terduga yang mengajarkan tentang tanggung jawab, kepercayaan, dan takdir yang selalu datang dengan cara yang tak terduga.*

Bab 1: Kios di Ujung Jalan

Pak Samsudin berdiri di depan kios barunya yang terletak di ujung jalan kampung Ciburuk. Kios kecil itu baru saja selesai direnovasi. Dengan bangga, ia memandangi papan nama yang baru dipasang pagi tadi: “Kios Samsudin – Ada Semua, Beli Saja!” Sederhana, tapi menurutnya cukup menarik perhatian. Bagi Pak Samsudin, kios ini adalah mimpi yang akhirnya terwujud setelah bertahun-tahun bekerja keras sebagai buruh serabutan.

“Pak Samsudin, buka sekarang, dong! Saya mau beli minyak goreng!” teriak Bu RT dari depan rumahnya. Perempuan bertubuh subur itu adalah pelanggan pertama yang paling setia sejak kios itu masih berupa warung kayu reyot. Kini, dengan cat tembok baru berwarna hijau muda dan rak yang tertata rapi, kios tersebut terlihat jauh lebih layak.

“Sebentar, Bu RT, ini saya buka pintunya dulu!” Pak Samsudin dengan sigap menggeser pintu geser kiosnya. Dengan senyum lebar, ia menyambut Bu RT yang datang membawa tas belanja kecil.

Bu RT memilih minyak goreng ukuran satu liter sambil mengobrol, seperti biasa. “Bagus ya, Pak, kiosnya sekarang. Lihat, rapi banget. Barang-barangnya juga jadi banyak. Kalau begini, saya nggak usah jauh-jauh ke pasar lagi.”

Pak Samsudin mengangguk, bangga mendengar pujian itu. “Iya, Bu. Saya kan ingin memberikan yang terbaik untuk warga sini. Mau beli apa lagi, Bu?”

“Minyak goreng saja dulu. Nanti saya mampir lagi kalau butuh yang lain.”

Setelah transaksi selesai, Bu RT pulang dengan wajah ceria, membawa minyak goreng yang dibelinya. Pak Samsudin kembali mengatur barang-barang di raknya. Baru beberapa menit kemudian, ia mendengar teriakan dari arah rumah Bu RT.

“Astaga! Minyak gorengnya kenapa begini?!” suara Bu RT memecah keheningan kampung.

Pak Samsudin terkejut. Ia langsung keluar dari kiosnya, berlari ke rumah Bu RT. Di sana, ia mendapati Bu RT berdiri di dapur dengan ekspresi bingung. Wajan yang berisi minyak goreng tampak mengeluarkan aroma harum seperti parfum mewah. Namun, yang paling mengejutkan, tempe yang sedang digoreng di dalamnya terlihat seperti… berbicara.

“Panas! Panas sekali! Tolong kecilkan apinya, Bu!” suara kecil yang mirip dengan suara anak kecil terdengar dari dalam wajan. Pak Samsudin langsung melongo.

“Ini apa-apaan, Pak Samsudin? Minyak goreng apa yang Bapak jual?! Tempe saya jadi ngomong begini!” Bu RT menunjuk wajan itu dengan wajah penuh tanda tanya.

Pak Samsudin berusaha menjelaskan, tapi ia sendiri tak tahu harus berkata apa. “Aduh, Bu, saya juga nggak ngerti. Minyak itu kan baru saya beli dari distributor. Masa ada minyak yang bisa bikin tempe bicara?”

Tempe di dalam wajan masih terus mengeluh. “Cepat angkat aku! Aku hampir gosong!” Bu RT yang ketakutan segera mematikan kompor dan mengangkat wajan dari atas api.

Para tetangga yang mendengar keributan mulai berdatangan. Pak Jono, tukang ojek langganan Bu RT, melongok dari jendela dapur. “Bu RT, ini kenapa? Saya dengar tempe ngomong? Apa saya salah dengar?”

“Bukan salah dengar, Pak Jono! Nih, tempe saya benar-benar ngomong! Gara-gara minyak goreng yang saya beli dari Pak Samsudin!”

Keributan makin menjadi-jadi. Semua orang mulai berdebat. Ada yang menganggap ini ulah setan, ada yang berpikir mungkin ini teknologi baru. Pak Samsudin hanya bisa menggaruk-garuk kepala, bingung bagaimana menjelaskan hal ini.

“Sudah, sudah, tenang dulu semuanya,” ujar Pak Samsudin berusaha menenangkan kerumunan. Ia mengambil wajan dari tangan Bu RT dan memandangi tempe yang sudah digoreng setengah matang itu. Anehnya, tempe itu berhenti berbicara saat diangkat dari minyak panas.

“Mungkin ini cuma kebetulan, Bu RT. Coba saja kita pakai minyak ini untuk menggoreng sesuatu yang lain,” kata Pak Samsudin, mencoba mencari solusi.

“Coba goreng kerupuk, Pak Samsudin,” usul Pak Jono, yang tampaknya cukup penasaran dengan minyak ajaib itu.

Dengan hati-hati, Pak Samsudin menuangkan sisa minyak goreng ke dalam wajan lain. Ia mengambil selembar kerupuk dari toples kaca milik Bu RT, lalu memasukkannya ke dalam minyak panas. Semua orang yang berkumpul di dapur menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.

Kerupuk itu mulai mengembang, dan tiba-tiba terdengar suara serak kecil dari dalam wajan. “Hei, pelan-pelan dong! Jangan dibolak-balik terlalu cepat, aku pusing!”

Pak Samsudin hampir menjatuhkan spatula yang dipegangnya. “Benar-benar aneh… Minyak ini kenapa, ya?” gumamnya.

Para tetangga semakin ramai. Ada yang tertawa terbahak-bahak melihat kerupuk yang bisa ngomong, ada juga yang ketakutan. Bu RT memandang Pak Samsudin dengan tatapan penuh kecurigaan. “Pak Samsudin, Bapak dapat minyak ini dari mana? Jangan-jangan Bapak bawa barang aneh dari tempat lain, ya?”

“Saya cuma beli dari distributor biasa, Bu,” jawab Pak Samsudin dengan nada lelah. Ia mulai merasa bersalah, meskipun sebenarnya tidak tahu apa yang salah.

Sejak kejadian itu, kabar tentang minyak goreng “ajaib” dari kios Pak Samsudin menyebar ke seluruh kampung. Banyak warga yang penasaran dan sengaja mampir ke kiosnya untuk membeli barang, berharap mendapatkan pengalaman unik seperti Bu RT. Namun, bagi Pak Samsudin, kejadian ini bukanlah berkah. Ia harus menjawab pertanyaan yang sama berulang kali, sambil terus mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan barang dagangannya.

Di malam hari, setelah kiosnya tutup, Pak Samsudin termenung di gudang belakang kiosnya. Ia mengingat sesuatu yang pernah dikatakan almarhum kakeknya, seorang pedagang keliling yang sering membawa barang-barang aneh. “Samsudin, jangan sembarangan menerima barang dagangan. Kadang-kadang, barang yang terlihat biasa saja bisa menyimpan rahasia besar.”

Pak Samsudin menggelengkan kepala, berusaha menghapus pikiran itu. “Ah, itu cuma cerita lama,” gumamnya. Tapi di dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kiosnya.

Dan begitulah, hari pertama kios baru Pak Samsudin justru menjadi awal dari serangkaian kejadian aneh yang ada.

kan mengubah hidupnya… dan kampung ciburuk selamanya.*

Bab 2: Mi Instan Rasa Nostalgia

Hari itu, seperti biasa, suasana di kampung Ciburuk sangat tenang. Namun, kekacauan kecil sudah menunggu di kios Pak Samsudin. Seperti yang terjadi seminggu sebelumnya, barang-barang di kiosnya kembali menunjukkan tanda-tanda keanehan. Walaupun kejadian tentang tempe yang bisa bicara telah membuat Pak Samsudin mulai bertanya-tanya tentang nasib kiosnya, ia tetap membuka kios dengan semangat.

Saat pagi menjelang siang, Andi, seorang pemuda berusia 20-an yang baru saja pulang dari kota, mampir ke kios Pak Samsudin. Andi adalah seorang pekerja kantoran yang sering bepergian. Setelah bekerja keras selama beberapa bulan di Jakarta, ia memutuskan untuk pulang ke kampung halaman untuk beristirahat sejenak.

“Pak Samsudin, apa kabar?” sapanya ramah. Andi sudah lama tidak berkunjung ke kampung dan kios Pak Samsudin, jadi ia merasa ingin mencicipi sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan—sesuatu yang berbau nostalgia.

Pak Samsudin yang sedang menyusun rak dengan mie instan segera menyapa Andi dengan ceria, “Ah, Andi! Sudah lama nggak mampir! Mau beli apa, nih?”

Andi berpikir sejenak. Ia melihat berbagai macam barang yang tertata rapi di kios itu—dari snack, bumbu dapur, hingga barang-barang keperluan rumah tangga lainnya. Namun, matanya tertuju pada rak mie instan yang terletak di pojok kios. Ia merasa seperti menemukan teman lama yang sudah lama tidak dijumpainya.

“Pak, saya mau beli mie instan. Yang biasa aja, ya. Tapi… kalau ada rasa yang unik, saya mau coba,” kata Andi dengan senyum yang penuh harap. Mie instan adalah makanan yang selalu ia konsumsi saat kuliah dan bekerja di Jakarta. Namun, seiring berjalannya waktu, mie instan dengan berbagai varian rasa sudah tidak begitu menarik lagi baginya.

“Unik? Hmm… coba deh beli yang ini!” Pak Samsudin langsung mengambil sebungkus mie instan yang terletak di rak paling atas. Bungkusnya agak kusut, tetapi menarik perhatian dengan gambar yang tidak biasa. Ada gambar pemandangan alam dan tulisan besar yang berbunyi, “Mi Instan Rasa Nostalgia.”

Andi memandangi bungkus mie itu dengan penasaran. “Rasa nostalgia? Apa itu, Pak?”

“Gak tahu, nih, saya baru dapat dari distributor kemarin. Coba saja. Katanya sih rasanya bikin kamu inget masa kecil,” jawab Pak Samsudin dengan semangat, seolah-olah mie itu adalah penemuan besar.

Andi yang sudah penasaran langsung membeli bungkus mie instan tersebut. “Oke, saya coba. Terima kasih, Pak Samsudin!”

Dengan mie instan di tangan, Andi pulang ke rumah orang tuanya, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari kios. Setelah beberapa menit, ia tiba di rumah dan segera menuju dapur. Ia ingin sekali segera menikmati mie instan dengan rasa yang dijanjikan oleh bungkusnya.

Setelah merebus air dan memasukkan mi instan ke dalam panci, Andi duduk menunggu. Saat aroma mie mulai menyebar, kenangan masa kecil Andi mulai mengalir begitu saja. Ia teringat masa-masa ketika ia masih kecil, berlari-lari di halaman rumah bersama teman-temannya, makan mie instan bersama ibu dan ayah setelah seharian bermain, serta tawa ceria yang mengisi rumah. Hatinya terasa hangat, dan seketika itu juga, ia merasa ingin menangis.

Mi instan itu mendidih, dan Andi pun menyajikannya ke dalam mangkuk. Ketika ia mulai mencicipi suapan pertama, ia merasakan rasa yang luar biasa. Bukan hanya bumbu mie yang khas, tetapi ada rasa yang sulit dijelaskan—rasa manis dan pedas yang mengingatkannya pada banyak kenangan indah di masa lalu. Rasa itu membawa Andi pada sebuah perjalanan waktu ke masa kecilnya yang penuh keceriaan dan ketenangan. Mie instan ini bukan hanya sekadar makanan; ini adalah kenangan yang terbungkus dalam setiap sendokan.

Andi terhenti sejenak dan menatap mangkuk mie di hadapannya. Suapan demi suapan seakan membawa lebih banyak kenangan—ia ingat bagaimana ia dan saudara-saudaranya bertengkar untuk mendapatkan bagian mie yang lebih besar, atau bagaimana ayahnya selalu menambahkan telur ke dalam mie agar lebih enak. Hatinya mulai diliputi perasaan nostalgia yang mendalam.

Namun, setelah beberapa suapan, Andi mulai merasa aneh. Air mata yang tadinya muncul dari kenangan indah kini berubah menjadi air mata kesedihan. Tanpa sadar, ia mulai merindukan masa-masa itu dengan begitu dalam. Kenangan-kenangan indah itu seolah datang kembali dengan begitu kuatnya, dan ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang tidak bisa ia temukan lagi. Hatinya teriris-iris, dan ia mulai menangis tersedu-sedu.

Ibunya yang mendengar tangisan Andi langsung masuk ke dapur dan menghampirinya. “Andi, kamu kenapa? Kenapa nangis?”

Andi hanya bisa menunjuk mangkuk mie yang ada di depannya. “Ibu… ini mie… rasanya… rasanya bikin saya inget masa kecil. Saya rindu banget masa-masa itu, Bu.”

Ibunya terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Ah, itu memang kekuatan kenangan. Mungkin mie itu mengingatkanmu pada hal-hal yang sudah lama kamu lupakan.”

Andi terus menangis, namun kali ini ia merasa lega. Mie itu berhasil membangkitkan kenangan yang sudah lama tertimbun dalam hatinya. Tanpa sadar, ia merasa sedikit lebih dekat dengan dirinya sendiri, lebih dekat dengan masa kecil yang terkadang terlupakan.

Keesokan harinya, Andi kembali ke kios Pak Samsudin untuk membeli lebih banyak bungkus mie instan rasa nostalgia. “Pak Samsudin, saya mau beli lagi yang kemarin. Itu enak banget, rasa nostalgia itu beneran bikin saya inget masa kecil,” kata Andi dengan suara yang masih sedikit serak karena tangis semalam.

Pak Samsudin tersenyum lebar mendengar cerita Andi. “Wah, jadi bener ya rasanya kayak gitu? Saya kira cuma iklan biasa, tapi ternyata bisa bikin orang inget masa lalu.”

Namun, saat Andi menanyakan lagi tentang mie itu, Pak Samsudin mulai merasa curiga. Mi instan dengan rasa nostalgia ini tampaknya bukan hanya sebuah makanan biasa. “Andi, saya harus bilang, saya agak bingung. Setiap orang yang beli mie ini, pasti ada yang nangis atau inget hal-hal yang udah lama. Kira-kira… ini memang bisa jadi kayak gitu, ya?”

Andi terdiam. Mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar rasa mie instan ini. Sesuatu yang lebih aneh dan misterius… dan mungkin, Pak Samsudin belum mengetahui betul apa yang terjadi.

sebenarnya terjadi dengan barang dagangannya.*

Bab 3: Deterjen Pembawa Malapetaka

Kehidupan di kampung Ciburuk semakin tidak biasa sejak kedatangan barang-barang aneh di kios Pak Samsudin. Kejadian tentang tempe yang bisa berbicara dan mie instan rasa nostalgia yang membuat Andi teringat masa kecilnya hanyalah permulaan dari rangkaian keanehan yang mulai mengganggu keseharian warga. Pak Samsudin yang awalnya merasa bingung dengan apa yang terjadi kini mulai merasa bahwa mungkin kios kecilnya memang menyimpan lebih banyak misteri daripada yang ia duga.

Pagi itu, Pak Samsudin sedang sibuk menyusun barang-barang di kiosnya, seperti biasa. Tiba-tiba, Bu Jumi, tetangga sebelah rumah yang dikenal sebagai ibu rumah tangga yang sangat rapi dan terorganisir, datang dengan wajah penuh kerutan.

“Pak Samsudin, ini ada masalah besar!” teriak Bu Jumi saat memasuki kios. Pak Samsudin yang sedang merapikan beberapa deterjen di rak terkejut mendengarnya.

“Apa yang terjadi, Bu Jumi? Kok keliatannya panik banget?” tanya Pak Samsudin.

“Deterjen yang saya beli kemarin dari kios ini, Pak! Entah kenapa, pakaian saya jadi terlalu bersih! Nggak cuma bersih, tapi hampir transparan!” Bu Jumi terlihat semakin bingung, matanya melotot penuh kecemasan.

Pak Samsudin mengerutkan kening, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. “Maksud Ibu, pakaian Ibu jadi terlalu putih? Lalu kenapa bisa jadi transparan?” tanya Pak Samsudin, tak yakin dengan apa yang Bu Jumi katakan.

Bu Jumi mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, Pak! Saya kan mencuci baju seperti biasa, nggak ada yang aneh. Tapi ketika baju-baju itu kering, kok bisa begitu… pakaian saya jadi tipis banget, seakan-akan nggak ada bahan kainnya! Apa ini ada hubungannya dengan deterjen yang saya beli di kios ini?”

Pak Samsudin tercengang. Ia pun langsung mengingat kembali detergen yang baru saja ia beli dari distributor kemarin. Itu adalah produk baru yang menurut distributor, memiliki kualitas yang sangat baik dan efisien dalam membersihkan noda. Namun, apakah ada efek samping yang tak terduga seperti yang dialami Bu Jumi?

“Aduh, Bu, saya nggak tahu soal itu. Saya cuma jual barang biasa. Biar saya coba cari tahu dulu ya. Sabar sebentar,” kata Pak Samsudin sambil meraih botol deterjen yang masih tersisa di rak.

Tanpa berpikir panjang, Pak Samsudin bergegas menuju rumah Bu Jumi, yang terletak tak jauh dari kiosnya. Bu Jumi mengikutinya dengan cemas, dan mereka berdua sampai di rumah Bu Jumi beberapa menit kemudian. Di sana, Pak Samsudin melihat dengan jelas apa yang dimaksud Bu Jumi. Pakaian yang tadinya tampak biasa saja, kini benar-benar tampak sangat tipis dan hampir transparan. Seperti dilapisi oleh sesuatu yang aneh dan membuatnya terlihat seperti kain yang terbuat dari kaca tipis.

“Lihat, Pak! Apa yang saya bilang, kan?” Bu Jumi mengangkat salah satu baju yang terbuat dari bahan katun biasa, kini tampak sangat berbeda. Baju itu hampir tidak terlihat sama sekali kecuali untuk warna dasarnya yang samar.

Pak Samsudin memeriksa dengan hati-hati pakaian tersebut. Setelah beberapa detik, ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. “Saya nggak ngerti ini bisa terjadi. Padahal ini deterjen biasa, saya beli dari distributor yang terkenal,” kata Pak Samsudin kebingungan.

Setelah beberapa saat terdiam, Pak Samsudin mendapat ide. “Coba Ibu cuci lagi pakaian itu, Bu. Kita lihat apa yang terjadi.”

Bu Jumi mengangguk dan segera membawa pakaian-pakaian yang telah terlanjur dicuci ke dalam bak cuci. Dengan penuh ketelitian, ia memulai untuk mencuci lagi pakaian-pakaian tersebut dengan deterjen yang sama. Pak Samsudin pun memperhatikan dengan seksama, berusaha mencari petunjuk. Namun, ketika pakaian tersebut dicuci, bukan hanya menjadi bersih, tetapi kain itu seakan-akan menjadi semakin transparan, bahkan sedikit berbentuk seperti jaring-jaring halus yang tak bisa dipahami oleh Pak Samsudin.

Pak Samsudin merasa gugup. Ia tahu ini lebih dari sekadar kecelakaan produk. Apa yang terjadi dengan deterjen ini? Apakah ada kekuatan tak terlihat yang tersembunyi di dalamnya? Ia menyadari bahwa barang-barang yang dijualnya kini memiliki efek yang jauh dari yang diharapkan, dan ia harus segera mencari tahu apa yang menyebabkan semua ini.

Dengan perasaan cemas, Pak Samsudin memutuskan untuk pergi ke distributor yang telah mengirimkan deterjen tersebut ke kiosnya. Ia berharap bisa mendapatkan penjelasan yang logis. Sesampainya di kantor distributor, Pak Samsudin mendekati seorang pegawai yang terlihat sibuk dengan tumpukan dokumen.

“Permisi, saya Pak Samsudin, pemilik kios di Ciburuk. Saya ingin menanyakan soal deterjen yang saya beli beberapa hari lalu. Ada sesuatu yang aneh dengan produk ini,” kata Pak Samsudin dengan suara ragu.

Pegawai itu menatapnya dengan wajah bingung. “Aneh? Deterjen kami sudah teruji secara ketat, Pak. Mungkin Bapak hanya merasa khawatir saja,” jawab pegawai itu dengan sikap agak defensif.

Pak Samsudin pun menjelaskan apa yang telah terjadi dengan Bu Jumi, dan betapa pakaian yang dicuci menggunakan deterjen itu berubah menjadi transparan dan hampir tak terlihat. Pegawai itu mendengarkan dengan seksama, namun ia tetap tidak yakin dengan apa yang diceritakan Pak Samsudin.

“Apa Ibu Jumi ini benar-benar menggunakan produk kami? Mungkin ada kekeliruan atau cara penggunaan yang salah,” kata pegawai itu. “Kami tidak pernah menerima laporan serupa sebelumnya.”

Pak Samsudin mendesah. “Tapi kenapa bisa terjadi seperti ini? Apakah ini ada kaitannya dengan bahan kimia tertentu dalam deterjen?”

Setelah beberapa saat, pegawai tersebut memeriksa label dan komposisi produk itu. Ia mengangguk pelan. “Tunggu, ada satu bahan dalam produk ini yang bisa bereaksi aneh jika terpapar suhu yang sangat tinggi atau jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan. Saya rasa, mungkin Ibu Jumi menggunakan deterjen ini dengan dosis yang terlalu banyak.”

Pak Samsudin merasa sedikit lega. “Jadi… ini bukan karena barang yang rusak atau ada masalah di pabrik?”

Pegawai itu menggelengkan kepala. “Sepertinya bukan. Tapi kami perlu melakukan uji lebih lanjut untuk memastikan. Kami akan menghubungi Bapak jika ada hasil lebih lanjut.”

Pak Samsudin pulang dengan perasaan sedikit lebih tenang, meskipun ia masih merasa ada yang janggal. Sesampainya di kios, ia menemukan Bu Jumi yang sudah menunggunya dengan cemas.

“Pak Samsudin, gimana? Apa yang dikatakan distributor?” tanya Bu Jumi dengan harapan.

“Distributor bilang mungkin karena penggunaan deterjen yang terlalu banyak. Mereka akan menguji produk lebih lanjut,” jawab Pak Samsudin, berusaha menenangkan Bu Jumi. “Tapi saya rasa ini nggak semudah itu, Bu. Saya rasa ada sesuatu yang lebih aneh yang sedang terjadi.”

Kios Pak Samsudin kini semakin ramai dikunjungi orang-orang yang ingin membeli barang-barang unik—termasuk deterjen yang menyebabkan pakaian menjadi transparan. Namun, bagi Pak Samsudin, ia merasa seperti terperangkap dalam sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar menjalankan bisnis. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekacauan sederhana. Setiap barang yang ada di kiosnya sepertinya membawa kekuatan yang tak terduga—dan ia harus segera mencari tahu apa yang akan terjadi.

sebenarnya terjadi sebelum lebih banyak masalah muncul.*

Bab 4: Pasar Kacau dan Teror di Kios

Hari demi hari, keanehan semakin melanda kampung Ciburuk. Kios Pak Samsudin menjadi pusat perhatian bagi banyak orang, bukan hanya karena barang-barang aneh yang dijualnya, tetapi juga karena kejadian-kejadian yang mulai terasa seperti petaka. Mi instan rasa nostalgia, tempe yang bisa berbicara, dan deterjen yang mengubah pakaian menjadi transparan hanya permulaan dari deretan kejadian yang semakin tidak terkendali.

Pagi itu, suasana di kios Pak Samsudin tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa warga datang untuk membeli barang-barang unik yang mereka dengar dari mulut ke mulut, meskipun banyak yang tidak tahu pasti apakah barang-barang itu akan memberi mereka manfaat atau malah menambah masalah. Namun, ada satu hal yang pasti: semua orang ingin tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi di kios kecil itu.

Pak Samsudin sedang sibuk melayani pelanggan ketika tiba-tiba, seorang pria berpakaian jas hitam memasuki kios. Wajah pria itu serius, dengan ekspresi seperti orang yang sedang mencari sesuatu yang penting. Dia langsung mendekati Pak Samsudin tanpa basa-basi.

“Pak Samsudin, saya dari pihak pengawas barang dan distribusi. Kami mendapat laporan tentang barang-barang yang dijual di kios Anda,” kata pria itu dengan suara datar namun penuh kewenangan.

Pak Samsudin merasa sedikit terkejut. “Laporan? Laporan apa, Pak?”

Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan menunjukkan kepada Pak Samsudin. “Kami mendapat laporan tentang beberapa barang yang tidak sesuai dengan standar kualitas dan keamanan. Kami harus memeriksa semua barang yang ada di kios Anda.”

Pak Samsudin merasa cemas. Ia sudah menduga akan ada pemeriksaan semacam ini setelah beberapa kejadian aneh. Ia hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya merasa berat. “Silakan, Pak. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan barang-barang itu, tapi saya tidak ingin masalah lebih besar muncul.”

Dengan langkah mantap, pria itu mulai memeriksa barang-barang yang ada di kios, dimulai dari rak mie instan yang sudah terkenal karena rasa nostalgianya yang aneh. Setiap barang diambil dan diperiksa dengan seksama, sementara Pak Samsudin hanya bisa berdiri di belakang, menunggu hasil pemeriksaan yang semakin terasa menakutkan.

Pria itu akhirnya berhenti di rak yang berisi deterjen yang telah menyebabkan masalah pada pakaian Bu Jumi. “Ini dia,” kata pria itu sambil menunjuk deterjen tersebut. “Barang ini tidak sesuai dengan standar kami. Tidak ada izin edar untuk bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Kami akan menyita barang-barang ini untuk diteliti lebih lanjut.”

Pak Samsudin terkejut. “Tunggu, Pak! Itu adalah produk yang baru saja saya beli dari distributor terpercaya. Saya tidak tahu ada masalah dengan produk itu!” teriak Pak Samsudin cemas.

Pria itu menatapnya tajam. “Kami akan memeriksa ini lebih lanjut. Tetapi, jika terbukti ada pelanggaran, Anda akan menghadapi konsekuensinya.”

Setelah itu, pria tersebut meninggalkan kios dengan membawa beberapa produk yang dianggap bermasalah, meninggalkan Pak Samsudin yang semakin cemas dan bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa barang-barang yang dijualnya bisa berakhir seperti ini?

Tak lama setelah pria itu pergi, suasana di kampung semakin tegang. Warga mulai mendengar kabar tentang pemeriksaan yang dilakukan pihak pengawas, dan beberapa orang mulai merasa khawatir akan ada masalah hukum yang lebih besar. Bahkan beberapa orang yang sebelumnya sempat membeli barang-barang aneh di kios Pak Samsudin mulai merasa takut dan menghindari kios tersebut. Suasana yang tadinya penuh dengan tawa dan canda, kini berubah menjadi penuh kecemasan.

Di tengah kecemasan itu, Andi, yang sebelumnya sudah membeli mie instan rasa nostalgia, datang lagi ke kios Pak Samsudin. Ia ingin memastikan apakah temuan tentang deterjen dan barang-barang lainnya akan berdampak pada bisnis Pak Samsudin.

“Pak Samsudin, bagaimana keadaan kios? Dengar-dengar ada pemeriksaan dari pengawas?” tanya Andi, masuk ke kios dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

Pak Samsudin yang tampak lelah hanya mengangguk. “Iya, Andi. Saya nggak tahu lagi apa yang harus saya lakukan. Barang-barang ini… entah kenapa semuanya jadi bermasalah. Mi instan itu, tempe yang bisa bicara, deterjen yang bikin pakaian transparan… saya nggak tahu harus jelasin gimana.”

Andi terdiam sejenak, berpikir. “Pak Samsudin, menurut saya ada yang lebih dari sekadar kebetulan di sini. Semua kejadian ini terjadi setelah barang-barang itu mulai dijual, kan?”

Pak Samsudin mengangguk. “Iya, memang. Semua yang aneh itu dimulai setelah barang-barang itu datang ke kios. Tapi apa yang sebenarnya terjadi? Saya jadi bingung, Andi.”

Andi yang penasaran memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam. “Pak Samsudin, bagaimana kalau kita coba cari tahu lebih lanjut? Mungkin ada penjelasan yang lebih logis. Kita bisa mulai dengan mencari tahu siapa sebenarnya distributor yang menyuplai barang-barang ini.”

Pak Samsudin menyetujui saran Andi. Keduanya memutuskan untuk mengunjungi kantor distributor yang sebelumnya memasok barang-barang tersebut. Mereka berharap bisa menemukan jawaban atas semua keanehan yang terjadi.

Sesampainya di kantor distributor, mereka langsung menemui seorang pegawai yang sebelumnya Pak Samsudin kenal. “Pak, kami perlu tahu lebih banyak tentang barang-barang yang Anda kirimkan. Ada masalah besar yang sedang terjadi dengan beberapa produk yang Anda pasarkan,” kata Pak Samsudin dengan tegas.

Pegawai itu tampak gelisah. “Saya… saya tidak tahu apa yang terjadi. Produk-produk itu sebenarnya sudah melalui uji kelayakan, Pak. Kami bahkan sudah memastikan bahwa semua bahan yang digunakan aman. Tapi…” Pegawai itu terdiam, seakan ingin mengatakan sesuatu yang lebih besar.

“Tapi apa, Pak?” tanya Andi, curiga.

“Namun, ada satu hal yang tidak kami ketahui. Beberapa waktu lalu, kami menerima pengiriman bahan-bahan baru dari luar negeri. Bahan kimia tersebut sangat langka dan tidak umum digunakan. Kami tidak tahu pasti efek sampingnya, tetapi beberapa orang yang kami beri sampel produk mengalami hal-hal aneh seperti yang Anda ceritakan,” kata pegawai itu dengan suara pelan, seakan takut untuk mengungkapkan sesuatu yang lebih besar.

Pak Samsudin dan Andi saling berpandangan. “Jadi… itu barang-barang yang kami terima berbahaya?” tanya Pak Samsudin, mencoba mengerti.

Pegawai itu mengangguk pelan. “Kami baru menyadari bahwa bahan tersebut mungkin memiliki efek samping yang sangat kuat, dan tidak bisa diprediksi. Kami sudah mengirim beberapa produk ke pusat penelitian untuk analisis lebih lanjut, tapi sepertinya sudah terlambat.”

Pak Samsudin merasa terkejut dan bingung. “Jadi semua ini terjadi karena bahan kimia yang tak terduga? Bagaimana bisa produk ini sampai ke kios saya?”

Pegawai itu menghela napas panjang. “Kami tidak tahu bagaimana bisa sampai ke Anda, Pak Samsudin. Tetapi kami akan menarik semua barang yang telah didistribusikan dan menyelidikinya lebih lanjut. Anda sebaiknya segera menghentikan penjualan barang-barang tersebut sebelum masalahnya semakin parah.”

Pak Samsudin dan Andi kembali ke kios dengan perasaan yang sangat berat. Mereka merasa seperti terjebak dalam sebuah situasi yang semakin sulit untuk dihindari. Apa yang semula tampak seperti peluang bisnis yang menjanjikan kini berubah menjadi sebuah masalah besar yang sulit untuk diatasi.

Ketika mereka tiba di kios, suasana sudah semakin tegang. Beberapa warga sudah mulai berdatangan dengan wajah cemas, bertanya-tanya tentang produk yang telah mereka beli. Pak Samsudin merasa ketakutan, tetapi di saat yang sama, ia juga merasa bahwa ini adalah waktunya untuk membuat keputusan yang besar.

“Mungkin sudah waktunya untuk menutup kios ini untuk sementara,” kata Pak Samsudin kepada Andi. “Saya tidak ingin ada yang lebih buruk terjadi.”

Namun, meskipun kios Pak Samsudin akan ditutup untuk sementara, perasaan tidak tenang masih membayangi mereka berdua. Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar bisnis di balik semua kejadian ini. Dan mereka tahu, bahwa apa pun yang akan terjadi selanjutnya, mereka tidak bisa mundur sekarang.*

Bab 5: Akhir yang Tak Terduga

Hari-hari setelah pemeriksaan itu terasa semakin pelik bagi Pak Samsudin. Kios kecilnya yang dulu penuh dengan pembeli kini menjadi sunyi. Para warga yang semula datang untuk membeli barang-barang unik mulai menghindar, bahkan ada yang memilih untuk berpindah ke kios lain. Suasana yang dulunya riuh dengan tawar-menawar kini terasa mencekam. Pak Samsudin dan Andi, yang terus berada di sisinya, merasa semakin terjebak dalam ketidakpastian.

Meskipun begitu, Andi terus mendorong Pak Samsudin untuk tidak menyerah. “Kita harus tahu lebih banyak tentang bahan kimia itu, Pak. Kalau kita terus diam, masalah ini tidak akan selesai,” kata Andi, masih semangat meski mengetahui betapa besar tantangan yang mereka hadapi.

Pak Samsudin mengangguk, merasa sedikit lebih yakin meski kebingungan. “Tapi, Andi, bagaimana jika kita sudah terlalu terlambat? Kita sudah menarik perhatian yang tidak seharusnya. Apa kita benar-benar bisa membalikkan keadaan?”

Andi memberikan senyum tipis. “Jangan khawatir, Pak. Kita masih punya waktu. Kita harus tetap mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang bertanggung jawab, dan apa yang bisa kita lakukan.”

Mereka memutuskan untuk mengunjungi sebuah laboratorium kimia yang terkenal di kota, berharap bisa mendapatkan hasil yang lebih jelas tentang bahaya bahan kimia yang digunakan dalam produk-produk yang mereka jual. Di sana, mereka bertemu dengan seorang ahli kimia bernama Dr. Lila, yang menyambut mereka dengan ramah meskipun terlihat sibuk.

“Pak Samsudin, Andi, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dr. Lila, langsung membuka percakapan saat mereka duduk di ruangannya.

Pak Samsudin memulai penjelasannya. “Kami ingin tahu lebih banyak tentang bahan kimia yang terkandung dalam produk-produk yang saya jual. Seperti yang saya ceritakan, ada beberapa barang yang mulai menunjukkan efek aneh, dan kami khawatir jika ini berbahaya.”

Dr. Lila mengangguk memahami. “Saya sudah mendengar tentang masalah yang Anda hadapi. Produk yang Anda sebutkan tampaknya menggunakan bahan yang sangat langka, dan mungkin belum pernah diuji secara menyeluruh. Mari kita periksa beberapa sampel.”

Pak Samsudin dan Andi memberikan beberapa produk yang mereka masih simpan sebagai sampel, termasuk deterjen yang menyebabkan masalah pada pakaian Bu Jumi dan mie instan rasa nostalgia yang aneh. Dr. Lila memeriksa sampel-sampel itu dengan seksama, mengirimkan beberapa di antaranya ke alat uji laboratorium.

Beberapa jam berlalu, dan akhirnya Dr. Lila memanggil mereka kembali. “Pak Samsudin, Andi, hasil uji coba sudah keluar,” katanya, suara yang lebih serius daripada biasanya. “Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui.”

Pak Samsudin dan Andi mendekat, cemas. “Apa yang terjadi, Dr. Lila?” tanya Pak Samsudin.

Dr. Lila menghela napas. “Bahan kimia yang digunakan dalam produk Anda memang mengandung unsur yang sangat kuat. Bahan ini bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang, meskipun dalam dosis yang kecil. Namun, efek samping yang Anda alami, seperti pakaian yang menjadi transparan atau mi instan yang memiliki rasa nostalgia, merupakan reaksi yang tidak terduga dari bahan ini.”

Andi terkejut. “Jadi, bahan kimia ini… membuat efek-efek aneh itu?”

Dr. Lila mengangguk. “Ya, tapi yang lebih mengejutkan adalah bahwa bahan kimia ini tidak ditemukan di pasar lokal. Sepertinya ada pihak yang sengaja menyelundupkannya ke dalam produk-produk yang dikirim ke distributor Anda. Ini jelas tindakan ilegal dan bisa membahayakan banyak orang.”

Pak Samsudin merasa terkejut dan cemas. “Jadi, saya tidak hanya menjual barang-barang yang bermasalah, tapi saya juga menjadi bagian dari jaringan yang lebih besar?”

Dr. Lila mengangguk pelan. “Sayangnya, ya. Anda hanya bagian dari sistem distribusi yang lebih besar. Tapi jangan khawatir, Anda tidak bertanggung jawab atas penyelundupan ini. Yang penting sekarang adalah menghentikan distribusi barang-barang ini dan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.”

Pak Samsudin merasa sedikit lega mendengar penjelasan itu, meskipun masalahnya masih jauh dari selesai. “Tapi, Pak, kalau barang-barang ini sudah sampai ke konsumen dan menyebabkan efek yang aneh, bagaimana dengan mereka? Apa yang harus saya lakukan?” tanya Pak Samsudin, resah.

Dr. Lila memberikan jawaban yang tegas. “Segera tarik semua produk yang sudah Anda jual dan laporkan kejadian ini kepada pihak berwajib. Mereka yang terkena efek samping harus diberi perawatan medis, dan Anda perlu memberikan informasi yang jelas mengenai asal-usul produk tersebut.”

Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, Pak Samsudin dan Andi memutuskan untuk kembali ke kampung dan segera menarik semua barang yang telah dijual. Mereka juga menghubungi pihak berwajib dan memberi laporan lengkap tentang apa yang terjadi, termasuk informasi mengenai bahan kimia yang digunakan dalam produk-produk tersebut.

Proses penarikan produk dan penyelidikan berlangsung cukup lama. Namun, berkat kerjasama antara Pak Samsudin, Andi, dan pihak berwajib, mereka berhasil mengungkap jaringan penyelundupan yang menggunakan bahan kimia ilegal tersebut. Distributor yang terlibat pun berhasil ditangkap, dan pihak berwajib memastikan bahwa kejadian ini tidak akan terulang lagi.

Selama beberapa minggu setelahnya, kehidupan di kampung Ciburuk mulai kembali normal. Suasana pasar yang semula mencekam kini kembali hidup. Meskipun Pak Samsudin sempat merasa malu dan takut karena masalah yang menimpa kiosnya, ia akhirnya merasa lega karena kebenaran terungkap.

Pak Samsudin duduk di depan kiosnya, yang kini kembali ramai dengan pembeli, meskipun tidak sebanyak dulu. Andi datang menghampirinya, tersenyum. “Pak, kita berhasil. Semua sudah selesai. Gimana perasaan Bapak sekarang?”

Pak Samsudin menghela napas panjang. “Terima kasih, Andi. Kalau bukan karena bantuanmu, saya mungkin sudah menyerah. Ini bukan hanya tentang bisnis, tapi lebih kepada menjaga kepercayaan orang-orang yang membeli barang dari saya.”

Andi tersenyum. “Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan, Pak. Tapi yang terpenting adalah Anda tidak menyerah dan terus berjuang. Banyak orang yang akan menghargai itu.”

Pak Samsudin tersenyum tipis. “Benar. Meskipun kios ini tidak akan pernah sama seperti dulu, saya belajar banyak dari kejadian ini. Dan yang paling penting, saya tahu sekarang bahwa apa yang saya jual harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya soal keuntungan.”

Dengan penuh rasa syukur, Pak Samsudin melanjutkan hari-harinya sebagai pedagang biasa, dengan pengalaman berharga yang akan selalu dikenang. Kiosnya mungkin tidak akan pernah sepopuler dulu, tapi ia merasa lebih bijak dan lebih berhati-hati dalam setiap langkah yang diambil. Kini, ia tahu bahwa dalam dunia ini, tidak ada yang benar-benar aman jika kita tidak tahu dengan pasti apa yang ada di balik semuanya.

Namun, ia juga sadar bahwa hidup terus berjalan. Ia akan terus berjuang, menjaga kiosnya, dan menjalani hari-hari dengan lebih bijaksana, meskipun dunia di sekitarnya terkadang penuh dengan kejutan yang tak terduga.***

———-THE END——–

Source: Jasmine Malika
Tags: #Keanehan#KehidupanPedagang#KiosAneh#Komedi#Petualangan
Previous Post

DI BALIK PINTU KEHIDUPAN

Next Post

SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

Next Post
SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

KISAH KITA TAK SEMPURNA

KISAH KITA TAK SEMPURNA

RAHASIA SOLARI

RAHASIA SOLARI

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In