• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
KETIKA TAKDIR BERBICARA

KETIKA TAKDIR BERBICARA

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
KETIKA TAKDIR BERBICARA

KETIKA TAKDIR BERBICARA

by MABUMI
January 27, 2025
in Drama Kehidupan
Reading Time: 21 mins read

Bab 1: Awal yang Tak Terduga

Rama duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer yang penuh dengan angka-angka dan laporan yang tampak tidak ada habisnya. Ia merasa seperti sebuah robot, yang setiap hari bangun pagi, pergi bekerja, pulang, makan, tidur, dan mengulanginya lagi. Keputusan-keputusan kecil yang dia ambil sehari-hari terasa seperti bagian dari takdir yang telah ditentukan, dan ia tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk keluar dari rutinitas ini.

Pada usia 30 tahun, Rama merasa hidupnya stagnan. Dia tinggal di sebuah kota kecil yang tidak pernah memberi kejutan. Kota ini, dengan semua kepadatannya, tidak menawarkan ruang bagi mimpi-mimpi besar. Rama tidak pernah merasa cukup berani untuk mengejar impian masa kecilnya—menjadi seorang seniman terkenal. Semuanya berawal dari kecintaannya pada seni, terutama lukisan. Sejak kecil, ia selalu melukis di atas kanvas atau dinding rumah, menciptakan dunia imajinasi yang jauh dari kenyataan yang dia hadapi. Namun, hidup yang keras dan tuntutan ekonomi memaksanya untuk mengesampingkan mimpinya. Ia berakhir bekerja di sebuah kantor yang tidak memuaskan hati, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pagi itu, seperti biasanya, Rama melangkah ke kantor, hanya dengan sedikit semangat. Sesampainya di tempat kerja, ia langsung duduk di kursinya dan mulai membuka laptop. Layar komputer menyambutnya dengan tumpukan email yang harus dibaca dan laporan yang harus diselesaikan. Ketika jarum jam menunjuk pukul 10:00, Rama merasa matanya sudah mulai berat, tetapi ia memaksa untuk tetap fokus. Sesekali, ia melirik ke jendela kantor yang terbuka, melihat hiruk-pikuk kota di luar, dan membayangkan bagaimana hidupnya bisa lebih bermakna jika ia mengejar passion-nya di dunia seni. Namun, pemikiran itu segera hilang begitu ia menyadari bahwa keinginan tersebut terasa terlalu jauh dan tidak realistis.

Tiba-tiba, di tengah kekosongan pikirannya, sebuah paket kecil tiba di meja kerjanya. Tanpa nama pengirim, paket itu membuat Rama penasaran. Dia membuka kotak itu perlahan, merasa sedikit ragu. Di dalamnya ada sebuah surat yang tampaknya ditulis tangan dengan tinta hitam pekat. Surat itu tidak menyertakan alamat pengirim, hanya kalimat singkat yang membuatnya terperangah: “Takdirmu akan berbicara, dengarkanlah.”

Rama mengerutkan kening, merasakan dorongan aneh di dalam dirinya. Kalimat itu terasa begitu dalam, seolah-olah surat itu ditujukan langsung kepadanya, namun dia tidak tahu dari siapa. Ada rasa cemas yang menyelinap, namun sekaligus rasa penasaran yang begitu kuat. Ia menatap surat itu lebih lama, berusaha mencari makna dari kalimat tersebut. Apa maksudnya? Apakah itu hanya kebetulan, ataukah ada sesuatu yang lebih besar yang menantinya?

Selama beberapa hari setelah menerima surat itu, Rama tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata dalam surat tersebut. Setiap kali ia merasa lelah atau kecewa dengan rutinitas kerjanya, kalimat itu terngiang di kepalanya. “Takdirmu akan berbicara…” Dalam setiap momen yang penuh kebosanan dan kekecewaan, ia bertanya-tanya apakah ada yang lebih besar yang bisa ia capai. Namun, keraguannya selalu kembali, meredam segala semangat yang muncul.

Rama tahu, hidupnya berada di persimpangan. Ia merasa terjebak dalam dunia yang tidak pernah ia impikan. Ia ingin melukis lagi, ingin menghidupi hasratnya, tetapi setiap kali berusaha melangkah lebih jauh, ketakutan akan kegagalan dan ketidakpastian selalu membuatnya mundur. Tidak ada yang menjamin bahwa ia bisa sukses sebagai seniman, apalagi dalam hidup yang penuh dengan tanggung jawab dan kebutuhan yang harus dipenuhi.

Pada suatu sore, ketika Rama pulang kerja lebih awal karena kelelahan, ia berjalan melewati taman kota yang sepi. Udara yang dingin menyentuh kulitnya, dan aroma tanah basah setelah hujan mengingatkannya pada masa kecilnya. Di sanalah, di bawah pohon besar yang sering ia lewati saat bersekolah dulu, Rama tiba-tiba merasa seolah-olah sesuatu sedang memanggilnya. Ia merasa seperti ada kekuatan yang mendorongnya untuk berhenti sejenak dan merenung.

Pikirannya melayang kembali ke masa kecilnya, ke waktu-waktu ketika ia pertama kali jatuh cinta pada seni. Ia teringat pada lukisan-lukisan pertama yang ia buat, betapa penuh dengan imajinasi dan kebebasan saat itu. Semua itu kini terasa jauh sekali, seperti sebuah mimpi yang terlupakan. Tetapi, surat itu… “Takdirmu akan berbicara…” Ia tidak bisa lagi mengabaikan kata-kata itu.

Hari-hari berikutnya, meskipun hidupnya masih terjerat rutinitas yang sama, ada semangat baru yang mulai tumbuh dalam dirinya. Rama merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada cara untuk mengejar kembali mimpi-mimpinya. Ia mulai meluangkan waktu untuk menggambar kembali, meski hanya beberapa menit setiap malam setelah pulang kerja. Tak terasa, lukisan-lukisan kecil itu mulai mengingatkan dirinya pada siapa dirinya sebenarnya, dan mungkin, takdir yang selama ini ia hindari, sedang mulai menunjukkan jalannya.

Di balik rutinitas yang tampak biasa, Rama mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Takdir, yang sebelumnya terasa seperti suatu kekuatan yang tak terjangkau, kini mulai berbicara kepadanya dalam bentuk langkah-langkah kecil yang ia ambil. Setiap goresan kuas di kanvas, meskipun sederhana, memberi harapan baru. Namun, apakah itu cukup untuk mengubah jalan hidupnya? Rama belum tahu pasti, tetapi satu hal yang ia yakini sekarang: hidupnya akan lebih berarti jika ia berani mendengarkan takdirnya.*

Bab 2: Pertemuan dengan Sang Pengubah

Rama bangun pagi dengan perasaan yang tidak biasa. Hari itu, meskipun cuaca kota masih mendung, ada sesuatu dalam dirinya yang terasa berbeda. Seminggu terakhir, setelah menerima surat misterius itu, ia merasa ada semacam panggilan yang tak bisa diabaikan. Pagi itu, ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke sebuah taman kecil yang biasa ia kunjungi setelah bekerja. Ada semacam keinginan yang mendorongnya untuk keluar dari rutinitas harian dan memberikan ruang bagi pikirannya untuk bebas, jauh dari meja kantor yang penuh dengan angka dan laporan.

Taman itu tidak jauh dari rumahnya. Saat memasuki gerbangnya, Rama melihat jalan setapak yang dipenuhi dengan daun-daun yang berguguran. Suasana tenang dan sejuk membuatnya merasa sedikit lebih ringan. Dia berjalan pelan, menuruni jalan setapak, membiarkan pikirannya melayang jauh dari masalah hidup yang selama ini menekannya. Mungkin, inilah saat yang tepat untuk mendengarkan suara hati.

Di sebuah bangku dekat pohon besar, seorang wanita tua duduk dengan tenang. Rambutnya sudah memutih, wajahnya penuh keriput, namun matanya masih tajam dan penuh kebijaksanaan. Dia mengenakan pakaian sederhana dan sebuah syal berwarna cerah yang seakan menyatu dengan suasana taman. Wanita itu tersenyum kecil ketika melihat Rama mendekat, seolah-olah sudah menunggunya.

“Pagi yang indah, bukan?” wanita itu berkata dengan suara lembut, tetapi penuh kekuatan.

Rama terkejut mendengar suara itu, meskipun wanita itu tidak mengeluarkan gerakan mencolok. Ia hanya mengangguk, sedikit ragu, dan memutuskan untuk duduk di bangku sebelahnya.

“Ya, pagi yang cukup tenang. Tapi saya sedang berpikir tentang banyak hal,” jawab Rama, meskipun ia merasa aneh berbicara dengan seseorang yang baru dikenalnya.

Wanita itu memandang Rama dengan penuh perhatian. “Apakah itu tentang hidupmu? Tentang keputusan yang harus kamu buat?”

Rama menatap wanita itu dengan heran. Ia merasa seperti wanita itu bisa membaca pikirannya. “Bagaimana Anda tahu?” tanyanya ragu.

Wanita itu tertawa pelan, seolah dia sudah terbiasa mendengar pertanyaan seperti itu. “Karena saya bisa merasakan bahwa kamu sedang berada di persimpangan jalan dalam hidupmu. Ada sesuatu yang besar yang menunggumu, tetapi kamu belum siap untuk melangkah.”

Rama merasa canggung, namun ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuatnya merasa nyaman. Tanpa sadar, ia mulai membuka hati. “Saya merasa terjebak. Saya selalu ingin menjadi seniman, tapi hidup membawa saya ke arah yang berbeda. Saya bekerja di kantor, dengan rutinitas yang sama setiap hari. Saya merasa seperti hidup saya hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk hidup.”

Wanita itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu perlahan berkata, “Tidak ada yang bisa mengubah takdirmu kecuali dirimu sendiri. Tetapi, takdir bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja, kamu harus mencapainya. Kadang, kita hanya perlu keberanian untuk mendengarkan suara hati dan mengikuti petunjuk yang diberikan.”

Rama tercengang mendengar kata-kata itu. Sebelumnya, ia hanya memikirkan takdir sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, seperti arus yang mengalir tanpa bisa dibendung. Tetapi wanita ini berbicara tentang takdir dengan cara yang berbeda—sebagai sesuatu yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan pilihan.

“Apa maksud Anda dengan itu? Takdir bisa saya ubah?” tanya Rama, meskipun ia masih merasa bingung.

“Takdir bukanlah jalan yang sudah digariskan dan tidak bisa dilalui selain dari satu arah. Takdir adalah perjalanan yang selalu memberi pilihan, bahkan ketika kita merasa terhimpit. Hanya mereka yang berani melihat dan mendengarkan yang benar-benar akan menemukan jalan mereka,” jawab wanita itu dengan tenang, seraya menatap langit yang mulai cerah.

Rama merasa seperti ada sesuatu yang menggetarkan hatinya. Ia ingin lebih banyak mendengar, ingin lebih mengerti. “Tapi saya takut,” kata Rama pelan. “Takut gagal, takut mengecewakan orang lain, dan terutama, takut tidak bisa mengubah keadaan saya.”

Wanita itu tersenyum lembut. “Takut adalah hal yang wajar. Bahkan mereka yang paling berhasil pun pernah merasa takut. Namun, ingatlah, mereka yang menaklukkan rasa takut adalah mereka yang berani melangkah meskipun ada ketidakpastian.”

Rama terdiam sejenak, merenungkan kata-kata wanita itu. Tiba-tiba, ia merasa seperti ada secercah harapan yang muncul. Sesuatu dalam dirinya ingin sekali mengikuti apa yang wanita itu katakan, tetapi ia masih ragu. “Bagaimana saya bisa memulai? Apa yang harus saya lakukan untuk mengikuti takdir saya?”

Wanita itu menjawab, “Mulailah dengan langkah kecil. Jangan langsung berpikir tentang puncaknya, tapi fokuslah pada langkah pertama. Jika kamu ingin melukis lagi, mulailah dengan menggambar. Tidak perlu sempurna, tidak perlu memikirkan hasilnya. Ciptakan ruang bagi dirimu untuk bebas, dan biarkan takdir membimbingmu dari sana.”

Setelah beberapa saat berbicara, wanita itu berdiri dan menatap Rama dengan tatapan penuh makna. “Ingat, takdir akan selalu berbicara. Tetapi hanya mereka yang mendengarkan yang akan mengerti pesan-pesannya.”

Wanita itu berbalik dan mulai berjalan pergi, meninggalkan Rama dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Ia merasa seperti baru saja bertemu dengan seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya, meskipun ia tidak tahu siapa wanita itu sebenarnya. Namun, kata-kata yang baru saja diucapkan oleh wanita itu bergaung di dalam pikirannya. Mungkin, inilah saat yang tepat untuk mendengarkan takdirnya dan mengambil langkah pertama menuju perubahan yang selama ini ia takutkan.

Rama kembali ke rumah dengan tekad baru. Di dalam dirinya, ada dorongan yang lebih kuat daripada sebelumnya. Hari ini, ia memutuskan untuk melukis lagi. Tidak ada lagi penundaan. Takdirnya akan mulai berbicara, dan kali ini, ia siap mendengarnya.*

Bab 3: Langkah Pertama

Rama terbangun dengan perasaan yang berbeda pada pagi itu. Meskipun langit masih mendung, hatinya terasa lebih terang. Sesuatu dalam dirinya telah berubah, seolah-olah suara hati yang sempat terkubur selama bertahun-tahun mulai terdengar jelas. Kata-kata dari wanita di taman masih terngiang dalam pikirannya: “Mulailah dengan langkah kecil. Jangan langsung berpikir tentang puncaknya, tapi fokuslah pada langkah pertama.”

Setelah pertemuan dengan wanita itu, Rama merasa dorongan yang kuat untuk mengubah hidupnya, meskipun langkah pertama itu terasa menakutkan. Namun, ia tahu bahwa untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, ia harus melangkah. Ia tidak bisa terus terjebak dalam rasa takut dan keraguan. Jika ia ingin kembali ke dunia seni, langkah pertama adalah memulai. Tanpa memikirkan apakah ia akan berhasil atau gagal, ia hanya perlu memulai.

Pada pagi itu, Rama membuka laci meja kerjanya dan mencari selembar kertas kosong. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu lama menghindari kanvas dan kuasnya. Lukisan-lukisan yang dulu ia buat dengan penuh semangat kini hanya menjadi kenangan yang mengapung di benaknya. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil pensil dan mulai menggambar sebuah wajah. Tidak ada tujuan tertentu, hanya sekadar melepaskan kreativitas yang sudah terlalu lama terpendam.

Tangan Rama mulai bergerak dengan ringan, mengikuti aliran pikirannya. Wajah yang ia gambar tidak sempurna, namun ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya, sesuatu yang selama ini terpendam. Setelah beberapa jam, ia merasa puas dengan gambar tersebut. Tidak ada tekanan untuk menjadi sempurna, hanya rasa kepuasan karena akhirnya ia bisa menggambar lagi. Lukisan itu mungkin hanya langkah kecil, tetapi bagi Rama, itu adalah titik awal yang penuh arti.

Setelah itu, ia merasa terdorong untuk mencari lebih banyak cara untuk mengekspresikan diri melalui seni. Rama mencari berbagai komunitas seni lokal di internet dan menemukan sebuah galeri seni kecil yang sedang mengadakan pameran terbuka. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk mengirimkan beberapa lukisannya. Meskipun ia merasa ragu, ia tahu bahwa ini adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih besar.

Pagi berikutnya, ia mengemas tiga lukisan terbaik yang berhasil ia buat dalam beberapa minggu terakhir. Lukisan-lukisan itu mungkin belum mencapai tingkat profesional, tetapi mereka adalah representasi dari hati dan usaha yang telah ia curahkan. Ketika ia menyerahkan lukisan-lukisan itu kepada pihak galeri, ada perasaan cemas yang muncul, tetapi juga rasa lega karena akhirnya ia mengambil tindakan. Ia sudah melepaskan ketakutannya untuk mencoba.

Di sisi lain, ia juga harus menghadapi kenyataan bahwa banyak orang di sekitarnya tidak akan mengerti mengapa ia tiba-tiba berubah. Teman-teman sekantor menanyakan mengapa ia sering pulang lebih lambat dari biasanya, dan beberapa di antaranya bahkan meremehkan minat barunya terhadap seni. “Kenapa nggak fokus aja sih kerjaan? Itu lebih menjamin masa depanmu,” salah satu temannya pernah berkata. Namun, kata-kata itu tidak lagi menggoyahkan hatinya. Rama mulai sadar bahwa hidupnya adalah miliknya sendiri, dan ia tidak bisa terus terjebak dalam ekspektasi orang lain.

Setiap malam, Rama meluangkan waktu untuk melukis. Bahkan jika itu hanya satu jam atau dua jam setelah pulang kerja, ia merasa seolah-olah dunia terbuka lebar di depannya. Proses melukis itu bukan hanya tentang menciptakan gambar di atas kanvas, tetapi juga tentang mengembalikan kembali rasa percaya dirinya yang sempat hilang. Ia merasa bahwa seni membantunya menemukan kedamaian dalam kegelisahan yang sering ia rasakan dalam hidup.

Beberapa minggu kemudian, pihak galeri menghubungi Rama dan memberitahunya bahwa salah satu lukisannya terpilih untuk dipamerkan. Meskipun itu hanya pameran kecil di galeri lokal, bagi Rama, itu adalah pencapaian besar. Ia merasa seperti sudah melangkah lebih jauh dari yang ia bayangkan. Ini bukan hanya tentang lukisan itu sendiri, tetapi lebih tentang keberanian untuk mengambil langkah pertama menuju perubahan yang selama ini ia impikan.

Namun, perasaan cemas masih datang. Bagaimana jika lukisan itu tidak dihargai? Bagaimana jika orang-orang tidak mengapresiasi karyanya? Tetapi, meskipun ketakutan itu ada, Rama menyadari bahwa ia harus terus melangkah, meskipun ada kemungkinan kegagalan. Takdir, seperti yang dikatakan wanita itu, tidak akan berbicara jika ia tidak berani mendengarkan.

Pada malam pameran, Rama hadir dengan harapan dan kecemasan bercampur aduk. Galeri itu dipenuhi oleh orang-orang yang antusias melihat karya seni lokal. Ketika ia melihat lukisannya terpajang di dinding, ada perasaan bangga yang mengalir dalam dirinya. Tidak ada pujian yang datang, namun Rama merasa bahwa langkah pertama ini sudah cukup berarti. Ia tahu bahwa ini baru permulaan, dan meskipun perjalanan masih panjang, ia telah memulai perjalanan yang telah lama ia impikan.

Setelah pameran, ada beberapa orang yang mendekatinya dan memberi komentar positif tentang lukisannya. Salah satunya adalah seorang kolektor seni lokal yang tertarik dengan karyanya. “Kamu punya potensi,” kata kolektor itu. “Jika kamu terus mengasah kemampuanmu, saya yakin kamu bisa mencapai hal-hal yang lebih besar.”

Rama tersenyum lebar mendengar kata-kata itu. Meskipun ia masih merasa belum sepenuhnya percaya diri, kata-kata itu memberinya semangat baru. Ia tahu bahwa ini baru langkah pertama, tetapi setiap langkah menuju impian akan membawa perubahan. Dan yang terpenting, ia tidak lagi takut untuk mendengarkan suara hatinya.

Dengan setiap langkah kecil yang ia ambil, Rama semakin dekat dengan dirinya yang sejati. Kini, ia menyadari bahwa untuk menemukan takdirnya, ia harus terus melangkah—berani, dengan penuh keyakinan, dan tanpa menunggu kesempurnaan.*

Bab 4: Takdir Tidak Menyapa

Rama duduk di depan kanvas kosong di studio kecilnya, matanya kosong menatap kosong ke ruang yang penuh dengan lukisan-lukisan yang belum selesai. Beberapa minggu terakhir, meskipun ia telah melangkah lebih jauh dengan langkah-langkah kecil, ia merasa seolah-olah takdirnya belum benar-benar menyapanya. Pameran seni kecil yang ia ikuti, meskipun memberi sedikit pengakuan, tidak membawa perubahan besar yang ia harapkan. Tidak ada lonjakan besar, tidak ada langkah besar ke depan. Pekerjaannya sebagai pegawai kantor masih sama, dan lukisan-lukisannya terasa hanya seperti hobi belaka.

Malam itu, setelah pulang dari kantor, Rama duduk di meja kerjanya, kembali dihadapkan pada tumpukan laporan dan angka-angka yang menunggu untuk dikerjakan. Ia merasa ada ketegangan yang mencekam di dalam dirinya, sesuatu yang ia coba hindari, tetapi tak bisa diabaikan begitu saja. “Apa yang sebenarnya saya cari?” pikirnya dalam hati. “Kenapa rasanya hidup saya seperti jalan yang terus berputar?”

Hidup yang dipenuhi rutinitas dan kegelisahan tentang masa depan seakan membebani dirinya lebih dari yang ia bayangkan. Meskipun ia mulai melukis lagi, meskipun ia berhasil menghadapi ketakutannya untuk berbagi karya dengan dunia, ada perasaan kosong yang muncul. Takdir yang selama ini ia harapkan untuk membawa perubahan besar seolah tidak menyapa. Ia merasa seperti berada di tengah-tengah jalan tanpa arah yang jelas.

Beberapa teman-temannya sering bertanya tentang progres lukisannya. Mereka memuji bahwa ia kini memiliki semangat baru, tetapi saat ia berbicara tentang mimpi besarnya untuk menjadi seniman, mereka hanya tersenyum dan berkata, “Jangan terlalu mengkhawatirkan itu, Rama. Fokus aja pada pekerjaan yang sudah pasti.” Kata-kata itu menyusup dalam pikirannya. Mereka benar, kan? Tidak ada yang benar-benar tahu apakah mimpinya itu realistis. Bukankah lebih baik ia fokus saja pada pekerjaan yang lebih stabil, pekerjaan yang sudah jelas?

Rama mulai meragukan dirinya sendiri. Apakah ia hanya membuang-buang waktu dengan terus mengejar sesuatu yang tidak pasti? Apakah lukisannya benar-benar berharga atau hanya sekadar pelarian dari kenyataan? Setiap kali ia mencoba melangkah lebih jauh dalam dunia seni, ada suara dalam dirinya yang meragukan kemampuan dan langkah-langkah yang telah ia ambil.

Satu malam, ketika Rama menatap kanvas kosong di hadapannya, ia merasa kesepian dalam ketidakpastian. Semua semangat yang ia rasakan sebelumnya tampak memudar. Ia mulai meragukan keputusan-keputusan yang telah ia buat. Mimpi untuk menjadi seniman, yang dulu terasa begitu jelas dan kuat, kini terasa kabur dan jauh. Lukisan-lukisannya semakin jarang disentuh. Setiap kali ia berusaha untuk menggambar atau melukis, ada rasa lelah yang lebih besar daripada semangat. Ia merasa seperti sedang berjuang melawan sesuatu yang tak bisa ia kontrol.

Hari-hari berlalu, dan meskipun ada beberapa langkah yang ia ambil—seperti mengirimkan karya seni ke galeri atau berusaha menghadiri lebih banyak acara seni—tidak ada hasil yang memuaskan. Beberapa lukisan yang ia buat bahkan tidak mendapat perhatian, dan kritik yang ia terima sering kali membuatnya merasa seperti tidak cukup baik. Rasanya, takdir yang selama ini ia harapkan tidak pernah datang dengan cara yang ia bayangkan. Tak ada pencerahan, tak ada perubahan besar. Ia kembali merasa seperti terjebak.

Rama bertanya-tanya apakah ia hanya sedang mengejar bayangan semata. Apakah ia hanya melawan arus, berharap takdir akan menyapanya, namun sebaliknya, semakin merasa jauh dari impian dan kenyataan yang ingin ia capai? Semua perasaan yang ia coba hindari, kini datang silih berganti, membawa kegelisahan yang semakin menggerogoti dirinya.

Pada suatu sore yang dingin, Rama berjalan ke taman yang sama tempat ia bertemu dengan wanita tua beberapa bulan lalu. Ia memutuskan untuk merenung, mencari jawaban atas kebingungannya. Tidak ada rencana tertentu, hanya keinginan untuk menenangkan pikiran. Saat ia tiba di bangku yang biasa, ia duduk dan menatap ke langit yang mulai gelap. Suasana yang tadinya menenangkan kini terasa berbeda—lebih sunyi, lebih berat. Tidak ada lagi kedamaian yang ia rasakan sebelumnya.

Tak lama setelah itu, wanita tua yang sama tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahnya. Meskipun tidak ada kata-kata yang terucap, Rama merasa wanita itu telah lama mengamatinya. Ada sesuatu dalam tatapan mata wanita itu yang memberi ruang bagi setiap pertanyaan yang muncul dalam dirinya.

“Takdir memang kadang tidak datang dengan cara yang kita harapkan,” wanita itu akhirnya berkata, memecah keheningan. “Namun, bukan berarti takdir itu tidak berbicara. Terkadang, kita hanya perlu lebih sabar untuk mendengarnya.”

Rama memandang wanita itu dengan penuh tanda tanya. “Tapi saya sudah berusaha. Saya sudah mulai melukis lagi, saya sudah mengikuti langkah-langkah kecil yang saya rasa benar. Tapi rasanya tidak ada perubahan. Takdir saya seolah tidak menyapa saya.”

Wanita itu tersenyum lembut, menatap Rama dengan penuh kebijaksanaan. “Takdir bukanlah sesuatu yang datang seketika dan langsung mengubah hidupmu. Takdir adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah titik tujuan. Terkadang, kita tidak bisa langsung melihat tujuannya. Mungkin kamu merasa takdirmu belum datang, tetapi itu bukan berarti kamu tidak berada di jalannya. Kamu hanya perlu terus berjalan.”

Rama terdiam mendengar kata-kata itu. Ia merasa seperti ada sesuatu yang ia lewatkan dalam perjalanan hidupnya. Mungkin, ketidakpastian yang ia rasakan saat ini adalah bagian dari proses itu sendiri. Mungkin, selama ini ia hanya terlalu terburu-buru menginginkan hasil yang besar tanpa menyadari bahwa perjalanan itu sendiri yang penting.

“Teruslah berjalan, Rama. Takdirmu sedang bekerja dengan cara yang tak terlihat. Sabar, dan percayalah bahwa kamu akan menemukan jalanmu,” tambah wanita itu dengan suara yang penuh ketenangan.

Rama merasa sedikit lega mendengar kata-kata wanita itu. Mungkin ia tidak akan mendapatkan jawaban instan, dan mungkin tidak ada pencerahan besar yang akan datang begitu saja. Tetapi, ia tahu satu hal: takdirnya memang sedang berbicara, meskipun ia belum bisa sepenuhnya mendengarnya. Yang perlu ia lakukan adalah terus berjalan, meski dalam ketidakpastian, dan mempercayai bahwa setiap langkahnya membawa ia lebih dekat pada tujuan yang mungkin belum jelas.

Dengan itu, Rama bangkit dari bangku taman, merasa sedikit lebih ringan. Takdir mungkin tidak menyapanya dalam bentuk yang ia inginkan, tetapi ia tahu bahwa perjalanan ini masih terus berlanjut. Langkah-langkah kecil itu, meskipun tak selalu membawa hasil yang cepat, tetap penting.*

Bab 5: Keputusan Takdir

Rama duduk di ruang kerjanya yang sempit, menatap layar komputer yang seakan-akan membosankan setiap kali ia memaksakan dirinya untuk bekerja. Ketika jam kerja hampir selesai, ia merasa bahwa hari itu, seperti hari-hari lainnya, telah berlalu tanpa perubahan berarti. Meskipun ia sudah mulai melukis lagi dan menghadiri beberapa acara seni, takdir yang ia harapkan tidak kunjung datang. Ia merasa terperangkap dalam kehidupan yang tidak memberinya ruang untuk berkembang, terperangkap dalam rutinitas yang menahan langkahnya menuju impian yang sudah lama ia pendam.

Kata-kata wanita tua yang ia temui di taman kembali terngiang di pikirannya, “Takdir bukanlah sesuatu yang datang seketika dan langsung mengubah hidupmu. Takdir adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah titik tujuan.” Rama merasa bahwa ia sudah terlalu lama berpegang pada harapan akan sebuah keajaiban yang akan datang begitu saja. Ia merasa bingung dan lelah karena terlalu lama menunggu, tanpa benar-benar mengambil langkah yang lebih berani.

Sore itu, setelah pulang dari kantor, Rama berdiri di depan kanvas kosong di studionya. Beberapa lukisan yang ia buat selama beberapa bulan terakhir sudah mulai terabaikan. Meskipun ia tahu bahwa melukis adalah bagian dari dirinya yang tak bisa diabaikan, ada rasa takut yang terus membayangi setiap goresan kuas. Rasa takut akan kegagalan, rasa takut akan penolakan, dan rasa takut akan ketidakpastian yang begitu besar. Namun, pada saat yang sama, ada sesuatu yang lebih kuat dalam dirinya yang mulai membangkitkan tekad.

Rama menyadari bahwa ia sudah cukup lama terjebak dalam ketakutan dan keraguan. Ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa depan yang tidak pasti, menunggu takdir datang kepadanya. Selama ini, ia merasa bahwa takdir adalah sesuatu yang akan datang menghampirinya jika ia cukup sabar menunggu. Namun, hari itu, sesuatu dalam dirinya berkata bahwa ia harus membuat keputusan. Takdir tidak akan datang begitu saja tanpa ada usaha dan langkah nyata. Ia harus memilih, dan pilihan itu harus datang dari dirinya sendiri.

Dengan tekad yang mulai menguat, Rama memutuskan untuk tidak lagi menunggu. Ia tahu bahwa melukis adalah impian yang telah lama ia pendam, dan meskipun jalannya tidak mudah, ia harus terus berjalan. Ia sudah cukup merasa terkurung dalam dunia yang tidak memberinya kebahagiaan sejati. Dunia kerja yang monoton, di mana ia tidak merasa puas, tidak lagi bisa menjadi tempat yang ia ingin habiskan sepanjang hidupnya. Pekerjaan itu sudah tidak memberi arti lagi.

Rama duduk di meja kerjanya dan mulai menulis surat pengunduran diri. Kata-kata itu terasa berat, namun di sisi lain, ia merasa seolah ada beban yang akhirnya bisa ia lepaskan. Ia menulis dengan hati-hati, menjelaskan bahwa ia akan fokus mengejar impian seni yang selama ini ia impikan. Meskipun ia tahu keputusan ini akan membawa risiko besar, terutama dari segi finansial dan ketidakpastian, ia merasa bahwa ini adalah langkah yang harus ia ambil.

Dengan tangan gemetar, Rama menekan tombol kirim pada email tersebut. Sebuah keputusan besar, yang mengubah hidupnya. Ia menatap layar komputer yang kosong setelahnya, merasa campuran antara cemas dan lega. Namun, satu hal yang pasti—ia sudah membuat pilihan untuk mengambil alih takdirnya, bukan hanya menunggu keajaiban datang.

Setelah mengirimkan surat pengunduran dirinya, Rama merasa seolah dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Ia menghela napas panjang, kemudian beranjak menuju studio lukisannya. Dalam hening, ia mengambil kuas dan mulai melukis. Kali ini, ia melakukannya bukan karena kewajiban, tetapi karena hasrat yang begitu mendalam. Meskipun ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, ia merasa lebih bebas daripada sebelumnya.

Keesokan harinya, ketika Rama tiba di galeri seni tempat ia pertama kali memamerkan lukisannya, ia bertemu dengan seorang kolektor seni yang tertarik untuk membeli salah satu karyanya. Kolektor itu mengatakan bahwa ia melihat potensi dalam karya Rama, dan menawarkan kesempatan untuk mengadakan pameran tunggal di galeri yang lebih besar. Tawaran itu datang begitu mendalam, seolah-olah takdir akhirnya membuka jalan yang selama ini terasa kabur.

Rama merasa kebingungannya perlahan menghilang. Meskipun ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan banyak tantangan yang harus dihadapi, ia merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk membuat keputusan besar dalam hidupnya. Takdir tidak datang begitu saja dengan keajaiban. Takdir adalah hasil dari pilihan dan tindakan yang kita ambil. Ia percaya bahwa setiap langkah yang ia ambil, meskipun kecil dan tidak sempurna, akan membawanya lebih dekat pada impian yang selama ini ia perjuangkan.

Setelah beberapa minggu, Rama mulai mempersiapkan pameran seni solonya. Ia bekerja keras, menggali kembali potensi dalam dirinya, dan memberi ruang bagi kreativitas yang sempat terpendam. Dalam proses ini, ia menemukan kembali siapa dirinya dan apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidup. Ia tidak lagi terikat oleh ketakutan atau keraguan. Rama sadar bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Ia harus memilih untuk percaya pada dirinya sendiri, untuk mengejar impian yang telah lama ia inginkan.

Pameran seni itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Banyak orang mengapresiasi karyanya, dan bahkan beberapa di antaranya tertarik untuk membeli lukisan-lukisan yang ia tampilkan. Ia tidak tahu apakah ini awal dari kesuksesan besar atau hanya langkah pertama yang lebih kecil, tetapi ia merasa bahwa keputusan untuk mengikuti impian dan mengubah takdirnya telah membawa perubahan yang berarti.

Pada akhirnya, Rama menyadari bahwa takdir tidak hanya ditunggu. Takdir adalah sesuatu yang dibentuk oleh keputusan dan tindakan kita sendiri. Keputusan untuk melangkah, meskipun penuh ketidakpastian, adalah bagian dari takdir itu sendiri. Hari itu, Rama merasa bahwa ia telah menemukan kunci untuk membuka pintu masa depan yang selama ini ia impikan.*

Bab 6: Takdir yang Ditemukan

Pameran seni solo pertama Rama berlangsung lebih dari yang ia bayangkan. Di tengah keramaian pengunjung, ia berdiri di antara lukisan-lukisan yang menggambarkan perjalanan emosional dan kreatifnya. Setiap goresan di kanvas menceritakan kisah tentang perjuangan, harapan, dan keraguan yang ia rasakan selama bertahun-tahun. Meskipun masih banyak yang harus ia pelajari, pameran itu adalah titik puncak dari langkah-langkah kecil yang ia ambil, keputusan yang ia buat untuk mengejar takdirnya, meskipun jalan itu penuh ketidakpastian.

Saat acara pameran berlangsung, Rama menerima banyak pujian, dan beberapa pengunjung bahkan tertarik untuk membeli karyanya. Namun, di luar semua itu, ada perasaan yang lebih dalam yang menggema dalam hatinya. Ia merasa bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada hasil dan pengakuan dari luar, padahal takdir sejati yang ia cari adalah sesuatu yang lebih personal, lebih dalam, dan lebih terkait dengan dirinya sendiri.

Ketika malam pameran itu selesai, Rama duduk sendiri di sudut galeri, menatap lukisan-lukisan yang kini telah dipenuhi dengan tanda tangan dan pesan dari para pengunjung. Tidak ada sorakan atau tepuk tangan gemuruh yang ia bayangkan sebelumnya, tetapi ada kedamaian yang mulai ia rasakan. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu mendambakan pengakuan eksternal, padahal takdir sejati adalah tentang menemukan kedamaian dan kepuasan dalam diri sendiri, dalam setiap langkah yang ia ambil.

Esok harinya, di pagi yang cerah, Rama kembali ke studionya. Hari itu terasa berbeda. Ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya, seiring dengan setiap langkahnya. Ia sudah tidak lagi mencari takdir melalui pencapaian atau pengakuan dari orang lain. Takdir yang sesungguhnya bukanlah sesuatu yang harus diraih di luar dirinya, tetapi lebih kepada penerimaan dan pemahaman diri.

Saat ia berdiri di depan kanvas kosong, tangan Rama tidak lagi merasa ragu. Ia tidak lagi melukis untuk memenuhi ekspektasi orang lain, tetapi untuk dirinya sendiri. Setiap goresan kuas kini merupakan bentuk ekspresi bebas yang menggambarkan perasaan dan pemikirannya tanpa batas. Meskipun ia tidak tahu apakah lukisan ini akan diterima dunia, ia merasa puas karena ia melakukannya dengan penuh hati, tanpa beban.

Rama mulai menyadari bahwa takdir yang ia cari adalah tentang perjalanan itu sendiri, bukan tujuannya. Selama ini, ia merasa terjebak dalam pandangan bahwa takdir harus berupa pencapaian besar atau perubahan hidup yang dramatis. Namun, setelah pameran itu, ia memahami bahwa takdir sejati adalah sebuah proses yang terus berkembang. Ia belajar untuk menghargai setiap langkah yang ia ambil, meskipun langkah itu terasa kecil dan tidak berarti bagi orang lain.

Hari-hari berlalu, dan Rama mulai lebih sering meluangkan waktu untuk melukis. Namun, kali ini, ia tidak melakukannya untuk mengejar kesuksesan atau pengakuan. Ia melukis karena itu adalah bagian dari dirinya, bagian yang membantunya untuk merasa hidup dan terhubung dengan dunia. Setiap lukisan yang ia ciptakan menjadi sebuah refleksi dari perjalanan batinnya, dari pencarian jati dirinya yang tidak pernah berakhir.

Tak lama setelah itu, Rama diundang untuk mengadakan pameran kedua di sebuah galeri seni yang lebih besar. Kali ini, ia merasa lebih siap, bukan karena ia menginginkan pujian atau penjualan lukisan, tetapi karena ia merasa bahwa seni adalah cara untuk berbagi cerita dan perasaan dengan dunia. Dalam pameran kedua ini, ia menampilkan karya-karya yang lebih dalam, lebih matang, dan lebih penuh makna. Setiap lukisan yang ia ciptakan adalah cermin dari perjalanan emosionalnya yang telah ia jalani.

Selama pameran kedua, lebih banyak orang datang untuk melihat karyanya, termasuk beberapa kolektor seni yang tertarik membeli beberapa lukisannya. Namun, bagi Rama, itu bukanlah inti dari keberhasilan. Keberhasilan yang sejati adalah tentang bagaimana ia merasa lebih terhubung dengan dirinya sendiri, bagaimana ia menemukan kedamaian dalam setiap langkah yang ia ambil. Takdir, yang dulu ia anggap sebagai sesuatu yang harus ia kejar, kini ia pahami sebagai sesuatu yang sudah ada dalam dirinya. Takdir adalah tentang menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan menjalani setiap momen dengan hati yang terbuka.

Di tengah kesibukan pameran, Rama bertemu dengan seorang seniman yang lebih tua, seorang mentor yang telah lama berkecimpung di dunia seni. Seniman ini melihat potensi dalam karya-karya Rama dan memberinya nasihat yang sangat berharga. “Kamu sudah menemukan jalanmu,” kata sang mentor, “Tapi ingatlah, takdir bukan tentang menjadi terkenal atau diakui oleh banyak orang. Takdir adalah tentang seberapa besar kamu bisa berbagi dirimu dengan dunia melalui karyamu. Jangan pernah berhenti untuk menggali kedalaman dirimu, karena itu adalah harta yang paling berharga.”

Kata-kata itu menyentuh hati Rama dengan begitu mendalam. Ia menyadari bahwa dalam setiap lukisan yang ia ciptakan, ia tidak hanya mengekspresikan dirinya, tetapi juga menghubungkan dirinya dengan orang lain. Takdir, bagi Rama, adalah tentang berbagi kisah dan emosi dengan dunia, tanpa merasa takut akan penilaian atau ekspektasi orang lain.

Hari itu, Rama pulang ke rumah dengan hati yang lebih ringan. Ia merasa takdirnya telah ditemukan, bukan dalam pencapaian besar atau pengakuan eksternal, tetapi dalam perjalanan menemukan dirinya melalui seni. Ia sadar bahwa setiap langkah, meskipun kecil atau tidak pasti, adalah bagian dari takdirnya. Keputusan untuk melangkah, untuk berani berubah, dan untuk terus mengejar hasratnya, adalah cara takdir berbicara.

Rama kini tahu bahwa takdir bukanlah sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, melainkan sesuatu yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang ia buat setiap hari. Takdir yang sejati adalah tentang menemukan kedamaian dalam diri, berbagi kreativitas dengan dunia, dan menjalani hidup dengan penuh hati. Dengan begitu, ia bisa menjalani hidup yang penuh makna—sebuah perjalanan yang tak akan pernah berakhir, namun selalu penuh harapan dan cahaya.*

Bab 7: Langkah Berikutnya

Beberapa bulan setelah pameran kedua, hidup Rama mulai terasa berbeda. Setelah ia menemukan kedamaian dalam dirinya dan menyadari bahwa takdir bukanlah sesuatu yang harus ia tunggu, tetapi sesuatu yang bisa ia ciptakan melalui setiap langkah yang diambil, ia merasakan transformasi yang mendalam dalam cara ia menjalani hidup. Setiap hari, ia melangkah dengan penuh keyakinan, tidak lagi terjebak oleh ketakutan atau keraguan yang pernah menghalanginya.

Namun, meskipun ia telah menemukan kedamaian dan keberanian untuk mengejar impiannya, Rama menyadari bahwa perjalanan ini belum berakhir. Ia merasa bahwa langkah yang ia ambil sejauh ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Takdirnya masih terus berkembang, dan ia tahu bahwa untuk menuju ke level berikutnya dalam kehidupannya, ia harus terus berani untuk melangkah keluar dari zona nyaman dan menerima tantangan yang datang.

Pagi itu, Rama duduk di depan kanvas kosong di studionya. Cahaya matahari pagi yang lembut masuk melalui jendela, menyinari ruang kerjanya dengan kehangatan yang menenangkan. Di depan kanvas, ia merasa seolah-olah dunia sedang menunggunya untuk membuat langkah berikutnya. Namun, kali ini, ia tidak merasa terburu-buru. Ia tahu bahwa tak perlu memaksakan diri untuk mengejar kesuksesan atau pengakuan—yang terpenting adalah terus melangkah dengan hati yang terbuka dan penuh keyakinan.

Beberapa minggu lalu, seorang kolektor seni ternama menghubunginya dengan tawaran untuk mengadakan pameran di galeri internasional. Ini adalah peluang yang sangat besar, dan meskipun Rama merasa senang, ia juga merasa cemas. Pameran internasional berarti ada ekspektasi yang lebih tinggi, lebih banyak penonton yang datang, dan lebih banyak tantangan yang harus dihadapi. Namun, di sisi lain, ini adalah kesempatan untuk tumbuh lebih jauh, untuk membawa karyanya ke tingkat yang lebih tinggi, dan untuk berbagi kisah dan perasaan dengan dunia yang lebih luas.

Rama merasa bingung. Ia tahu bahwa kesempatan ini tidak datang setiap hari, dan ia tidak ingin melewatkannya. Namun, ia juga tidak ingin terbebani oleh tekanan dan ekspektasi yang datang bersamanya. Pada akhirnya, ia tahu bahwa ini adalah langkah besar yang harus ia ambil—langkah berikutnya dalam perjalanan hidupnya. Ia harus memutuskan apakah ia siap untuk menerima tantangan ini dan mengambil langkah lebih jauh dari zona nyaman yang telah ia bangun.

Dengan hati yang penuh pertanyaan, Rama memutuskan untuk berbicara dengan orang-orang terdekatnya. Ia menghubungi mentor seni yang pernah memberikan nasihat bijak kepadanya, berharap mendapatkan perspektif yang lebih jelas. Sang mentor mendengarkan dengan seksama ketika Rama menceritakan kebingungannya tentang tawaran pameran internasional dan ketakutannya akan ekspektasi yang lebih tinggi.

“Rama,” kata sang mentor setelah beberapa saat terdiam, “Setiap langkah yang kita ambil akan selalu membawa ketidakpastian. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Tapi, satu hal yang pasti—takdirmu tidak akan berkembang jika kamu terus bertahan di zona nyaman. Jika kamu benar-benar ingin mencapai sesuatu yang lebih besar, kamu harus berani untuk melangkah ke luar batas yang kamu kenal.”

Kata-kata itu menyentuh hati Rama dengan begitu dalam. Sang mentor benar, takdir tidak akan datang dengan cara yang mudah. Jika ia ingin tumbuh, ia harus berani menghadapi ketakutan dan melangkah lebih jauh. Kesuksesan tidak datang dari rasa aman, tetapi dari keberanian untuk mengambil langkah berikutnya, bahkan jika itu terasa menakutkan.

Dengan pemikiran itu, Rama akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran pameran internasional. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan, tetapi ia merasa siap untuk menghadapi semuanya. Takdirnya, yang selama ini ia cari, kini jelas di depan matanya. Bukan tentang hasil atau pengakuan, tetapi tentang keberanian untuk melangkah, untuk terus berkembang, dan untuk berbagi karya seni dengan dunia.

Minggu-minggu berikutnya, Rama bekerja keras untuk mempersiapkan pameran tersebut. Ia menggali lebih dalam, mencari inspirasi dari pengalaman dan perasaannya yang lebih baru. Setiap lukisan yang ia ciptakan untuk pameran itu mencerminkan perjalanan pribadinya—keberanian untuk menghadapi ketakutan, untuk menerima tantangan, dan untuk melangkah ke dunia yang lebih luas.

Saat hari pameran tiba, Rama merasa cemas, tetapi juga penuh semangat. Galeri tempat pameran itu diselenggarakan terletak di pusat kota, dengan pengunjung dari berbagai belahan dunia. Ada rasa takut yang menyelimuti dirinya, namun ia berusaha untuk tidak membiarkannya menghalangi langkahnya. Ia berjalan ke dalam galeri dengan kepala tegak, siap untuk berbagi karya-karyanya dengan dunia.

Pameran itu berjalan dengan luar biasa. Lukisan-lukisan Rama berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk kolektor seni dan kritikus terkenal. Beberapa lukisannya bahkan terjual dengan harga yang lebih tinggi dari yang ia harapkan. Namun, meskipun ada pencapaian yang mengesankan, bagi Rama, yang lebih penting adalah perasaan dalam dirinya sendiri. Ia merasa bahwa langkah yang ia ambil untuk berani keluar dari zona nyaman dan menerima tantangan ini adalah langkah terbesar yang pernah ia buat.

Setelah pameran selesai, Rama duduk sejenak di salah satu sudut galeri, merenung tentang perjalanan yang telah ia lalui. Ia menyadari bahwa takdir bukanlah tentang mencapai titik tertentu dalam hidup, tetapi tentang terus melangkah dengan keberanian dan keyakinan. Setiap langkah, sekecil apapun, adalah bagian dari perjalanan besar yang membentuk siapa kita. Takdir bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan atau ditunggu, melainkan sesuatu yang dibentuk oleh pilihan-pilihan kita.

Rama tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Pameran internasional ini hanyalah satu langkah dari banyak langkah yang akan datang. Namun, ia merasa lebih siap daripada sebelumnya. Ia telah menemukan kekuatan untuk terus berjalan, untuk melangkah lebih jauh, dan untuk mengejar takdirnya dengan hati yang penuh semangat. Takdirnya bukanlah sesuatu yang terpisah dari dirinya—takdirnya adalah bagian dari dirinya sendiri, dan setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari kisah yang lebih besar. Langkah berikutnya, seperti langkah-langkah sebelumnya, adalah sebuah perjalanan yang tak pernah berakhir. ***

 

  • ———————–THE END———————
Source: Gustian Bintang
Tags: keberaniankesuksesankreatifperjalanan hidupsenitakdir
Previous Post

TENGAH TUGAS AKHIR

Next Post

HARMONI DI ANTARA FREKUENSI

Next Post
HARMONI DI ANTARA FREKUENSI

HARMONI DI ANTARA FREKUENSI

LANGKAH DI ANTARA BAYANG

LANGKAH DI ANTARA BAYANG

DIANTARA BINTANG

DIANTARA BINTANG

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In