thestoryofday– Aku Rian, ingin menceritakan cepatnya perputaran waktu ketika kesurupan dan dibawa ke alam lain.
Ternyata, kematian Laksmi didasari nafsu dan penolakan. Bangpuluh adalah nama lelaki yang membunuh dan menenggelamkan jasad Laksmi.
Pada gelap gulita di tengah gerimis, dia merasa sangat takut karena di seluruh pintu rumahnya kerap mengeluarkan bunyi gedoran serta suara gagang pintunya seolah sedang dibuka paksa.
Bangpuluh adalah Anak Kepala Desa. Bukan rahasia umum kalau bapaknya kerap main perempuan, korupsi dana kampung dan tidak peduli terhadap masyarakatnya. Bapaknya justru memberi jabatan sekretaris desa kepada Bangpuluh, yang padahal tidak mampu mengurus rumah tangganya.
Bangpuluh sudah 5 kali kawin cerai. Istrinya tak sanggup hidup dengan seorang yang tak mampu bekerja dan hanya mengamburkan uang untuk meniduri para penari cantik di kampung itu.
Termasuk Laksmi, namun ia ditampar saat mengatakan keinginannya untuk membayar tubuh penari. Ceritanya—
Malam itu Laksmi disewa oleh salah satu pengantin pria. Sebagaimana biasa, Bangpuluh selalu hadir dan mabuk dalam pagelaran itu. Dia memerhatikan setiap lenggak-lenggok para penari untuk kemudian dinikmati.
Laksmi terus menari. Tiap jari hingga sikunya terasa sejalan seiring dengan nada-nada yang dimainkan para pemusik.
Sungguh-sungguh, Laksmi merasa tidak nyaman ketika malam itu Bangpuluh terus memerhatikannya karena kabar burung tentang Bangpuluh yang kerap memuaskan birahi dengan para penari sudah menyebar.
Akan tetapi Laksmi telah dibayar. Kalau dia tidak lugas atau terlihat kurang menjiwai profesinya, group tarinyalah yang menerima akibat dari perlakuan Laksmi.
Malam itu, Bangpuluh mabuk berat lantaran menenggak berbotol arak. Laksmi masih selamat sampai di rumah, ia merapikan pakaiannya serta adik laki-lakinya. Tak lupa, ia juga membersihkan gelas dan piring yang tertinggal di meja makan.
Tapi malam itu, adalah malam terakhirnya di rumah itu. Siang hari saat ia sendiri di dalam rumah yang jaraknya tidak jauh dari sungai, Bangpuluh menghampirinya melalui pintu belakang.
Mendengar bisik tawaran dari Bangpuluh, enteng tangan Laksi menampar wajah lelaki abmoral itu. Karena kebodohan akibat kesal yang sangat, Bangpuluh langsung membekap pernapasan Laksmi dan anak buahnya memegangi perempuan malang yang sempat pingsan sehingga mereka bertiga leluasa menggotongnya ke tempat yang sepi.
Seperti yang telah saya ceritakan, di dalam semak-semak pinggir sungai yang sepi, nyawa Laksmi habis di tangan Bangpuluh. Kini giliran Bangpuluh dihantui rasa takutnya atas kedatangan Laksmi.
Setiap malam, Bangpuluh sembunyi di bawah dipan tempat tidur, meringkuk di sudut kamar dan teriak ketakutan. Dia merangkak dan berlari-lari dalam rumah besarnya hasil pemberian orang tuanya karena kuntilanak yang wajahnya berlumur darah selalu menghantuinya.
Yang membuat Bangpuluh gila lalu bunuh diri adalah ketika sudah beberapa dia tidak bisa tidur sehingga matanya menghitam, kulitnya layu dan pucat dan tubuhnya mengurus. Malam itu gerimis. Bangpuluh duduk melamun dan mematung di sudut kamar seperti orang frustasi. Dia hanya menyenderkan kepala pada kepala dipan. Tak ada kehidupan, tak ada gerakan, bahkan dia kalah dengan detak jam serta gordin.
Diiringi ayunan gorden jendela kamarnya, suara lirih perempuan menangis meminta tolong terdengar Bangpuluh. Saat itu juga, Bangpuluh menggigil ketakutan. Ia berusaha menarik selimut. Tapi ketika selimut itu sudah menutupi wajahnya, seolah ada yang menarik kembali sehingga mata Bangpuluh saling bertatapan dengan mata merah kuntilanak berlumur darah.
Sekedip mata Bangpuluh, kuntilanak telah berada di depannya. Bangpuluh melompat dari atas kasur itu menuju pintu, tapi seketika tertutup dan terkunci.
Kuntilanak itu tak berbuat apapun, karena setelahnya sosok itu langsung menghilang. Namun ruangan itu seolah diterpa angin kencang. Gorden jendela berkibar-kibar tak berarah.
Setelah itu, tidak ada lagi gangguan. Hanya sesekali lampu kamar itu mati hidup. Tapi karena rasa takut dan frustasi atas dosa-dosa yang telah dilakukan, Bangpuluh menancapkan pisau tajam yang ia ambil dari dalam lemari.
Bangpuluh adalah anak satu-satunya dari keluarga Kepala Desa itu. Ibunya histeris dan berlangsung lama seiring geger dan bisik-bisik warga tentang kematian Bangpuluh.
Namun teror di Kampung itu belum berhenti meski keluarga Bangpuluh pindah, sehingga satu persatu dan lambat laun kampung itu ditinggalkan para warga.***
Part III