• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
JARAK YANG MENGHALANGI

JARAK YANG MENGHALANGI

February 26, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
JARAK YANG MENGHALANGI

JARAK YANG MENGHALANGI

by SAME KADE
February 26, 2025
in Romansa
Reading Time: 18 mins read

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki bukit, suasana pagi selalu dipenuhi dengan udara segar dan pemandangan alam yang memukau. Desa yang sederhana itu menjadi tempat tinggal bagi banyak keluarga yang hidup dengan tenang, jauh dari hiruk pikuk kota besar. Di sanalah Rina, seorang wanita muda berusia dua puluh lima tahun, menjalani kesehariannya sebagai seorang guru di sekolah dasar. Ia sudah terbiasa dengan rutinitas yang sama setiap hari—menyapa murid-muridnya, mengajar mereka pelajaran, dan kembali ke rumah kecilnya yang terletak di pinggiran desa.

Rina adalah wanita yang ceria dan penuh semangat. Kehidupannya terbilang sederhana namun memuaskan. Ia tidak menginginkan banyak hal, kecuali kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup. Setiap pagi, ia menikmati secangkir teh hangat sambil menatap pegunungan di kejauhan, merasa bersyukur atas kehidupannya yang tenang. Namun, di balik itu, ada perasaan kesendirian yang terkadang datang menghampiri. Sebagai wanita muda yang hidup di desa terpencil, Rina jarang bertemu dengan orang-orang baru. Teman-temannya sebagian besar sudah menikah, dan dia sering merasa seperti satu-satunya orang yang masih mencari-cari makna dalam hidupnya.

Suatu hari, di tengah rutinitasnya yang biasa, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Sebuah acara penyambutan diadakan di desa, di mana beberapa pejabat daerah dan anggota militer datang untuk mengunjungi dan memberikan bantuan untuk pembangunan desa. Rina, seperti biasa, diminta untuk menjadi bagian dari acara tersebut sebagai perwakilan dari sekolah. Meskipun dia tidak terlalu antusias, ia tidak punya alasan untuk menolak. Baginya, ini adalah kesempatan untuk keluar dari kebiasaan sehari-hari dan bertemu dengan orang-orang baru.

Saat tiba di lokasi acara, Rina segera disambut oleh beberapa rekan guru dan warga desa lainnya. Mereka semua tampak sibuk dengan persiapan acara, saling berbincang, dan berdiskusi mengenai acara penyambutan yang akan berlangsung. Rina merasa sedikit canggung, namun dia mencoba untuk tersenyum dan ikut berbincang dengan mereka. Tak lama setelah itu, seorang pria mengenakan pakaian dinas militer menghampiri kerumunan. Tinggi, tegap, dan berwibawa, pria itu menarik perhatian banyak orang di sekitarnya.

Rina tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya. Pria itu memiliki aura yang sangat kuat, seperti seseorang yang telah terbiasa menghadapi situasi sulit. Dia memperkenalkan diri sebagai Dika, seorang perwira muda yang baru saja dipromosikan. Dika adalah seorang pria yang memiliki penampilan tegas dan karisma yang memancar. Rambutnya dipotong rapi, wajahnya tajam dengan sorot mata yang tajam pula. Saat ia tersenyum, ada sesuatu yang menggetarkan hati Rina, meskipun ia tidak bisa mengungkapkan dengan jelas apa yang membuatnya terkesan begitu mendalam.

Rina yang biasanya pendiam, tiba-tiba merasa gugup saat Dika menghampirinya. Mereka mulai berbincang, dengan Dika yang bertanya tentang kehidupan di desa dan pekerjaan Rina sebagai guru. Rina merasa sedikit canggung, namun Dika dengan sikap tenangnya mampu membuatnya merasa nyaman. Mereka berbicara tentang berbagai hal, dari pekerjaan hingga kehidupan pribadi. Dika mendengarkan dengan penuh perhatian setiap kata yang keluar dari mulut Rina, dan hal itu membuat Rina merasa dihargai.

Hari itu berjalan dengan lancar, dan meskipun Rina merasa sedikit lelah, dia merasa ada sesuatu yang berbeda setelah bertemu dengan Dika. Ada perasaan yang aneh muncul dalam dirinya, perasaan yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Apakah itu cinta? Rina tidak bisa mengatakan dengan pasti. Namun, ia merasa ada sesuatu dalam diri Dika yang menarik perhatiannya.

Beberapa hari setelah acara penyambutan, Rina kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari pertemuan singkat dengan Dika. Setiap kali ia melangkah di sekitar desa, ia sering kali membayangkan bagaimana rasanya berbicara lebih lama dengan pria itu, atau bahkan mungkin bertemu dengannya lagi. Rina tidak bisa menahan perasaan penasaran yang semakin tumbuh dalam hatinya. Meskipun ia mencoba untuk tidak terlalu berharap, ada sesuatu dalam diri Dika yang membuatnya merasa ingin mengenalnya lebih dekat.

Tak lama kemudian, kesempatan itu datang. Dika kembali ke desa untuk urusan pekerjaan dan kebetulan bertemu dengan Rina di pasar. Mereka saling tersenyum, dan Dika mengajaknya berbincang lagi. Kali ini, percakapan mereka lebih santai dan lebih mendalam. Mereka mulai saling mengenal lebih jauh, berbicara tentang impian dan harapan mereka, tentang keluarga, dan kehidupan yang mereka jalani. Rina merasa semakin nyaman berada di dekat Dika, dan Dika pun merasakan hal yang sama. Setiap pertemuan dengan Rina membuatnya merasa seperti ada kedamaian yang tak bisa dijelaskan.

Semakin sering mereka bertemu, semakin tumbuh perasaan yang tak terungkapkan di antara keduanya. Dika yang awalnya tampak serius dan teguh, perlahan membuka dirinya dan menunjukkan sisi lembutnya kepada Rina. Rina yang selalu ceria dan penuh semangat, menemukan ketenangan dalam sosok Dika yang bijaksana. Mereka berbagi banyak cerita, tawa, dan bahkan momen-momen keheningan yang penuh makna.

Suatu sore, setelah menghabiskan waktu bersama di taman desa, Dika akhirnya mengungkapkan perasaannya. Dengan sedikit canggung, ia mengungkapkan bahwa ia merasa ada ikatan yang kuat dengan Rina, meskipun mereka baru saja saling mengenal. Rina, yang terkejut namun merasa bahagia, tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia merasa terhormat dan terharu oleh perasaan Dika. Mereka akhirnya mengakui bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka.

Kisah cinta mereka berkembang dengan cepat, meskipun Dika memiliki jadwal yang padat karena pekerjaannya sebagai seorang perwira militer. Namun, meskipun terhalang oleh waktu dan jarak, Dika dan Rina berusaha untuk menjaga hubungan mereka tetap hidup. Mereka sering berkomunikasi melalui surat dan telepon, berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing.

Rina mulai merasa bahwa cinta yang tumbuh di antara mereka bukan hanya sebuah kebetulan, melainkan sesuatu yang ditakdirkan. Meski perjalanan mereka tidak akan mudah, ia merasa siap untuk menjalani hidup bersama Dika. Dan begitu pula Dika, yang meskipun harus menghadapi tugas negara yang berat, merasa yakin bahwa cinta mereka adalah sesuatu yang berharga, yang akan mampu mengatasi segala rintangan yang ada di depan mereka.

Hari-hari berlalu, dan meskipun mereka tahu ada banyak tantangan yang akan datang, Rina dan Dika merasa bahwa mereka telah menemukan satu sama lain dalam cara yang sangat tak terduga, di tengah kehidupan yang penuh kesederhanaan dan kedamaian di desa itu.*

Bab 2: Cinta yang Tumbuh di Jarak

Beberapa bulan setelah pertemuan mereka yang tak terduga, Rina dan Dika semakin dekat. Mereka berbagi tawa, saling mendukung dalam pekerjaan, dan bahkan mulai merencanakan masa depan bersama. Namun, kehidupan mereka yang penuh dengan rutinitas ternyata harus menghadapi kenyataan yang tak terelakkan: Dika, sebagai seorang perwira militer, harus menjalankan tugas yang mengharuskan dirinya pergi jauh dari desa untuk waktu yang tidak dapat dipastikan. Kewajiban sebagai pengabdi negara harus mengutamakan segala hal, termasuk hubungan pribadi.

Rina menerima kenyataan itu dengan berat hati. Ia tahu bahwa Dika tidak bisa memilih antara tugas negara dan dirinya. Sebagai seorang wanita yang mengenal Dika dengan baik, Rina mengerti bahwa Dika adalah seorang pria yang sangat berdedikasi kepada pekerjaannya. Namun, meskipun ia mengerti, rasa khawatir dan rindu mulai mengisi hatinya. Mereka sudah saling mencintai, dan perasaan itu semakin kuat seiring waktu. Perpisahan itu terasa semakin nyata, dan jarak yang memisahkan mereka mulai memberi dampak yang lebih besar pada kehidupan mereka.

Suatu pagi, sebelum keberangkatannya, Dika datang ke rumah Rina. Saat itu, Rina sedang duduk di meja makan, mempersiapkan secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri. Ketika Dika masuk, ia langsung mendekat dan duduk di sebelah Rina, menggenggam tangannya dengan lembut. Ada kekhawatiran yang terlihat di mata Dika, meskipun ia berusaha untuk tetap tegar.

“Rina, aku harus pergi lagi,” kata Dika dengan suara yang penuh penyesalan. “Tugas ini lebih penting, dan aku tidak tahu berapa lama aku akan berada di sana. Mungkin berbulan-bulan, atau lebih.”

Rina menatap Dika dengan tatapan yang berat. Ia tahu bahwa ini adalah bagian dari hidup Dika, sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun, hatinya terasa sakit mendengarnya. Mereka baru saja mulai menikmati kebersamaan mereka, dan sekarang mereka harus berpisah lagi.

“Saya mengerti, Dika,” jawab Rina dengan suara yang pelan. “Tapi aku akan merindukanmu. Setiap hari.”

Dika menghela napas panjang dan menarik tangan Rina ke dadanya. “Aku juga akan merindukanmu, Rina. Setiap detik. Tapi aku janji, kita akan selalu berhubungan. Aku akan menulis surat setiap minggu dan kita bisa telepon setiap kali ada kesempatan.”

Rina tersenyum tipis, meskipun hatinya merasa kosong. “Aku akan menunggu surat-suratmu,” katanya, mencoba menenangkan dirinya. “Dan aku akan menjaga rumah kita dengan baik. Jangan khawatir.”

Mereka berpelukan untuk beberapa saat, menikmati momen kebersamaan yang semakin singkat. Ketika Dika akhirnya pergi, Rina merasa seolah-olah seluruh dunia menghilang sejenak. Ia berdiri di ambang pintu, menyaksikan Dika meninggalkan rumah mereka. Hatinya penuh dengan perasaan rindu yang tak terucapkan, namun ia tahu bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidup mereka yang harus dijalani.

Hari-hari berlalu, dan Rina kembali ke rutinitas sehari-hari. Mengajar di sekolah, berkumpul dengan teman-teman, dan merawat rumah mereka yang kini terasa lebih sunyi tanpa kehadiran Dika. Di setiap sudut rumah, Rina merindukan suara tawa Dika, sentuhan lembut tangannya, dan cara Dika berbicara padanya yang selalu penuh perhatian. Setiap kali ia masuk ke ruang tamu, seolah-olah Dika masih ada di sana, menunggu untuk berbicara dengannya.

Namun, Rina berusaha untuk tetap kuat. Ia tahu bahwa Dika sedang menjalani tugas yang penting, dan sebagai istrinya, ia harus mendukungnya. Rina mencoba untuk tidak terlalu memikirkan kesendirian yang ia rasakan. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya sebagai guru dan berusaha menjaga hubungan mereka dengan cara yang terbaik. Setiap malam, sebelum tidur, ia akan menulis surat untuk Dika, mengungkapkan segala perasaan yang ada dalam hatinya. Kadang-kadang, ia juga menulis puisi atau cerita pendek untuk Dika, berharap bisa mengirimkannya suatu hari nanti.

Terkadang, Rina merasa cemas. Apa Dika merindukannya sebanyak ia merindukan Dika? Apakah Dika merasa sepi di tempat yang jauh itu? Namun, Rina tahu bahwa Dika adalah seorang pria yang kuat dan mandiri, dan ia tidak akan mengeluh tentang kesulitan yang dihadapinya. Rina percaya bahwa Dika akan kembali padanya dengan selamat.

Setiap kali Rina menerima surat dari Dika, hatinya terasa lebih ringan. Surat-surat itu adalah penghiburan baginya di tengah kesendirian. Dika selalu menulis dengan penuh kasih, menceritakan apa yang ia alami, bagaimana ia merindukan Rina, dan bagaimana ia berjanji untuk segera pulang. Dalam surat-surat itu, Rina merasakan kehadiran Dika, meskipun ia tahu bahwa pria itu masih sangat jauh darinya. Kadang-kadang, Dika juga mengirimkan gambar atau benda kecil yang ia temui di tempat tugasnya. Itu membuat Rina merasa dekat dengannya, meskipun jarak memisahkan mereka.

Di sisi lain, Dika juga merasakan beban yang sangat berat. Tugas-tugasnya semakin kompleks dan berbahaya, dan ia sering kali harus berada di daerah yang terpencil tanpa komunikasi yang mudah. Namun, di tengah kesibukannya, Dika selalu menyempatkan diri untuk menulis surat kepada Rina. Setiap surat adalah upaya untuk menjaga hubungan mereka tetap hidup, untuk menunjukkan bahwa meskipun terpisah jauh, ia masih mencintai Rina dengan sepenuh hati.

Namun, meskipun surat-surat itu menjadi penghubung bagi mereka, Dika juga merasa kesepian. Ia sering kali merindukan Rina dengan begitu dalam, merindukan kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh seorang pasangan. Setiap kali ia menerima balasan surat dari Rina, ia merasa seolah-olah dunia kembali terang. Surat-surat itu memberikan kekuatan baru baginya untuk terus maju, untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.

Suatu malam, ketika Dika sedang duduk di kamar yang sempit di sebuah tempat yang jauh dari peradaban, ia menulis surat terakhir yang ia kirimkan kepada Rina. Dalam surat itu, ia mengungkapkan rasa rindunya yang mendalam dan berjanji untuk segera kembali. Dika menulis, “Aku tahu kita terpisah oleh jarak, Rina, tapi hatiku selalu ada bersamamu. Aku berjanji akan kembali, lebih cepat dari yang kamu bayangkan. Aku akan menjaga cintaku untukmu.”

Rina menerima surat itu dengan haru. Ketika membaca kata-kata itu, matanya berembun, dan meskipun air mata menetes, ia merasa ada secercah harapan di tengah segala kesulitan yang mereka hadapi. Mereka terpisah oleh jarak, namun cinta mereka tetap hidup, tumbuh semakin kuat, dan memberi mereka kekuatan untuk melewati segala cobaan.

Rina tahu bahwa waktu yang mereka habiskan bersama mungkin tidak akan lama, namun setiap detik yang mereka jalani bersama adalah berharga. Meskipun terpisah oleh jarak dan waktu, cinta mereka tetap tumbuh, memberi harapan untuk masa depan yang lebih cerah. Sebuah janji yang tak akan pernah pudar, meskipun dunia menguji mereka dengan segala macam cobaan.*

Bab 3: Ujian Waktu

Setelah beberapa bulan terpisah, hari-hari Rina dan Dika berjalan dengan irama yang tak biasa. Meskipun keduanya tetap berkomunikasi melalui surat, perasaan rindu dan kesepian semakin menyelubungi mereka. Rina yang selalu merasa diberkahi dengan ketenangan hidup di desa, kini harus menghadapi kenyataan bahwa kesendirian lebih terasa tanpa kehadiran Dika. Begitu pula Dika, yang meskipun dikelilingi oleh tugas berat dan misi-misi yang menantang, tak bisa menahan rasa rindu yang menggerogoti hatinya. Cinta mereka, yang dulu begitu membara dan penuh harapan, kini harus diuji oleh waktu dan jarak.

Rina mulai merasa hidupnya tak lagi sama tanpa Dika. Setiap kali ia memasuki rumah mereka yang kosong, rasa hampa itu semakin terasa. Setiap sudut rumah yang dulu dipenuhi tawa dan percakapan mereka, kini sepi dan dingin. Pagi-pagi ketika ia menyeduh teh untuk dirinya sendiri, ia merasa kehilangan kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh Dika. Rasanya sulit untuk bangun setiap pagi tanpa mengetahui bahwa Dika ada di dekatnya. Meski begitu, ia berusaha keras untuk tetap menjalani hari-harinya dengan senyuman. Mengajar murid-muridnya, membantu tetangga, dan merawat kebun kecil di belakang rumah adalah rutinitas yang ia pilih untuk mengalihkan perasaan rindu yang terus menerus menghampiri.

Suatu sore, ketika Rina sedang duduk di teras rumah, sebuah surat dari Dika tiba. Hatinya berdegup kencang saat melihat amplop berwarna cokelat itu. Dengan cepat, ia membuka surat itu dan membaca kata-kata yang ditulis Dika. Meskipun setiap suratnya selalu membawa rasa rindu, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Dika menulis bahwa ia baru saja selesai dengan tugas besar dan akan segera kembali ke rumah. Hatinya melompat kegirangan, namun di saat yang sama, ada perasaan cemas yang mengiringi kegembiraannya.

“Aku akan segera pulang, Rina. Aku tak sabar untuk kembali ke sisimu. Aku tahu kita sudah lama terpisah, dan aku merindukanmu lebih dari apapun. Aku berjanji akan segera kembali, walaupun aku tak tahu pasti kapan itu,” tulis Dika di surat itu.

Rina menatap surat itu lama, merenungkan setiap kata yang tertulis. Di satu sisi, ia merasa sangat bahagia karena Dika akan kembali, namun di sisi lain, rasa cemasnya juga semakin besar. Sudah berbulan-bulan mereka tidak bersama, dan ia khawatir bahwa Dika yang akan kembali mungkin bukan lagi Dika yang ia kenal. Perjalanan panjang dan tugas berat yang Dika jalani mungkin telah mengubahnya. Rina merasa terjebak antara kegembiraan dan ketakutan akan perubahan yang tak terhindarkan.

Sementara itu, Dika juga merasakan ketegangan yang sama. Meski ia menulis surat dengan penuh semangat, ia merasa tak sabar untuk kembali, namun pada saat yang sama, ia merasa khawatir. Kehidupannya selama ini terfokus pada tugas negara, dan ia tahu bahwa kembalinya ia ke kehidupan rumah tangga akan membawa tantangan tersendiri. Sudah lama mereka terpisah, dan ia khawatir apakah hubungan mereka bisa kembali seperti dulu. Tugas-tugas yang ia jalani di medan yang penuh bahaya membuatnya banyak berubah. Ia merasa lebih keras, lebih tegas, dan kadang-kadang lebih tertutup. Perasaan rindu yang mendalam pada Rina sering kali membuatnya terjaga larut malam, merenungkan bagaimana perasaannya akan diterima ketika ia kembali.

Namun, meskipun ada rasa takut itu, Dika memutuskan untuk kembali. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga cinta yang telah mereka bangun. Ia menulis dalam surat terakhirnya, “Aku akan kembali, dan aku akan memastikan kita bisa menghadapinya bersama. Semua perubahan yang terjadi, kita akan lewati dengan cinta yang kita miliki.”

Hari-hari berlalu dengan penuh kecemasan. Rina merasakan waktu yang berjalan begitu lambat. Setiap pagi ia bangun dengan harapan bahwa Dika akan segera kembali, namun waktu terasa semakin panjang. Ia merindukan kehadiran Dika dalam hidupnya. Suatu malam, Rina menulis sebuah surat untuk Dika, mengungkapkan perasaannya yang penuh rindu dan kekhawatiran.

“Aku merindukanmu begitu dalam, Dika,” tulis Rina di suratnya. “Tapi ada satu hal yang terus menggangguku. Aku khawatir kau akan berubah. Kau telah berada jauh dari rumah begitu lama, dan aku takut kita akan kesulitan untuk menyesuaikan diri setelah sekian lama terpisah.”

Rina meletakkan pena dan menatap surat itu sejenak. Ia merasa tak yakin apakah ia harus mengirim surat itu atau tidak. Ia takut kata-katanya akan membuat Dika merasa tidak nyaman, namun di sisi lain, ia merasa harus jujur dengan perasaannya. Akhirnya, setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk mengirimkan surat itu. Ia berharap Dika akan mengerti bahwa rasa khawatir dan rindu yang ia rasakan adalah bentuk dari cinta yang tulus.

Beberapa minggu kemudian, Dika akhirnya tiba di desa. Rina mendapat kabar bahwa Dika telah kembali dan ia segera pergi untuk menemuinya. Hatinya berdebar-debar, perasaan rindu yang tertahan begitu lama kini hampir tak tertahankan. Ketika Rina akhirnya melihat sosok Dika berdiri di depan pintu rumah mereka, ia merasa seolah-olah waktu terhenti sejenak. Dika yang dulu ia kenal sebagai seorang pria tegas dan penuh semangat, kini terlihat sedikit berbeda. Wajahnya yang dulu tampak begitu penuh kebahagiaan kini tampak lebih serius, dan ada kilatan kelelahan di matanya. Namun, meskipun ada perubahan yang terlihat, Rina merasakan bahwa ada satu hal yang tetap sama: perasaan cinta mereka.

Dika tersenyum melihat Rina, meskipun senyum itu sedikit dipaksakan. “Rina,” katanya dengan suara lembut. “Aku akhirnya kembali.”

Rina mendekat dan mereka saling berpelukan, merasakan kehangatan tubuh masing-masing setelah berbulan-bulan terpisah. Namun, meskipun pelukan itu hangat, Rina merasakan ada jarak yang tak bisa dijelaskan di antara mereka. Cinta yang mereka miliki mungkin tetap ada, namun ada perasaan asing yang mengganjal, seperti ada sesuatu yang hilang di antara mereka.

“Rina,” Dika berkata setelah beberapa saat, menarik napas panjang. “Aku tahu kita sudah lama terpisah, dan aku tahu kita harus menghadapi banyak hal bersama. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita menghadapinya bersama, meskipun mungkin tidak mudah.”

Rina menatap Dika dengan mata yang sedikit berkaca. “Aku juga ingin begitu, Dika. Tapi aku khawatir kita akan sulit untuk kembali seperti dulu. Kita sudah berubah, dan aku tidak tahu apakah kita bisa menemukan jalan untuk kembali.”

Dika menggenggam tangan Rina dengan lembut, mencoba memberi ketenangan pada dirinya sendiri. “Aku percaya kita bisa, Rina. Cinta kita lebih kuat dari apapun.”

Namun, meskipun kata-kata itu menguatkan, Rina merasa bahwa mereka harus menemukan cara untuk saling memahami dan beradaptasi dengan perubahan yang ada. Cinta mereka memang tetap ada, tapi perjalanan mereka tidak akan mudah. Mereka harus menghadapi ujian waktu dan jarak, dan yang terpenting, mereka harus belajar untuk kembali menemukan keseimbangan yang dulu mereka miliki.*

Bab 4: Menemukan Kembali Jalan Bersama

Hari-hari setelah kepulangan Dika tidaklah mudah bagi mereka berdua. Meskipun ada perasaan rindu yang terbalaskan, Rina dan Dika merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah terjadi selama mereka terpisah. Kehidupan mereka yang dulunya penuh dengan kebersamaan, kini terasa penuh dengan kesunyian dan kecanggungan. Cinta mereka masih ada, namun mereka harus belajar untuk mengenali kembali satu sama lain, serta menemukan kembali keseimbangan yang pernah mereka miliki.

Dika, yang selama ini terpisah jauh dari Rina, merasakan kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan rumah tangga. Meskipun ia sudah kembali ke rumah mereka, banyak hal yang terasa asing baginya. Tugas-tugas militer yang selama ini ia jalani telah membentuknya menjadi pribadi yang lebih keras, lebih tertutup, dan penuh dengan pertanyaan tentang masa depan. Kehidupan yang dulunya penuh dengan rutinitas yang terstruktur dan penuh tekanan kini harus digantikan dengan kehidupan yang lebih santai dan penuh dengan ketidakpastian. Ia merasa bahwa ada bagian dari dirinya yang sulit untuk dibuka, bahkan kepada Rina, meskipun ia mencintainya dengan sepenuh hati.

Sementara itu, Rina yang telah terbiasa dengan kehidupannya tanpa Dika, merasa ada jurang yang memisahkan mereka. Walaupun ia merindukan kehadiran suaminya, ia juga merasa cemas. Dika bukan lagi pria yang sama seperti dulu, dan perasaan asing itu mulai terasa semakin jelas. Terkadang, Rina merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan Dika, seperti ada dinding yang tak tampak antara mereka. Ia berusaha untuk tidak mempermasalahkan hal ini, tapi semakin lama semakin sulit untuk menutupi kecemasannya. Apa yang dulu terasa mudah dan alami, kini terasa rumit dan penuh dengan ketidakpastian.

Pada suatu malam yang tenang, ketika mereka duduk di ruang tamu, Dika memulai percakapan yang selama ini mereka hindari.

“Rina,” Dika memulai, suaranya terdengar ragu. “Aku tahu kita berdua merasa canggung dengan keadaan ini. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. Aku merasa seperti ada sesuatu yang berubah, dan aku tidak tahu bagaimana kita bisa kembali seperti dulu.”

Rina menatap Dika dengan mata yang penuh perhatian. Ia sudah lama merasa hal yang sama, namun tidak tahu bagaimana cara untuk mengungkapkannya. “Aku juga merasakannya, Dika,” jawabnya perlahan. “Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa seperti kita berdua bukan lagi orang yang sama seperti dulu. Aku ingin kita kembali seperti dulu, tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana.”

Dika menundukkan kepala, menyadari bahwa kata-kata itu memang benar. Ada perubahan yang tak bisa dihindari, dan meskipun cinta mereka tetap ada, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa waktu telah mengubah banyak hal. “Aku ingin kita kembali, Rina,” katanya dengan suara yang penuh harapan. “Aku benar-benar ingin kita bisa menemukan kembali jalan kita bersama. Tapi aku rasa kita perlu waktu untuk beradaptasi dengan keadaan ini.”

Rina mengangguk, meskipun ada perasaan kesedihan yang mendalam di hatinya. “Aku tahu, Dika. Kita perlu waktu, tapi kita juga perlu komunikasi. Kita harus berbicara lebih banyak, saling mengerti satu sama lain. Aku tahu kita bisa melewati ini, asalkan kita mau berusaha bersama.”

Percakapan malam itu membuka pintu bagi mereka untuk mulai membicarakan perasaan masing-masing dengan lebih jujur. Setelah berbulan-bulan terpisah, mereka akhirnya menyadari bahwa untuk bisa kembali bersama, mereka harus saling mendengarkan dan berkompromi. Cinta saja tidak cukup untuk mengatasi semua masalah yang muncul, tapi komunikasi dan usaha bersama adalah kunci untuk menemukan kembali keseimbangan yang telah hilang.

Selama beberapa minggu setelah percakapan itu, Dika dan Rina mulai melakukan perubahan kecil dalam kehidupan mereka. Mereka mencoba untuk meluangkan lebih banyak waktu bersama, berbicara tentang perasaan masing-masing, dan berusaha untuk memahami perubahan yang terjadi dalam diri mereka. Dika mulai lebih terbuka dengan Rina tentang apa yang ia alami selama di medan tugas, sementara Rina mulai belajar untuk memberi ruang bagi Dika untuk beradaptasi dengan kehidupan mereka yang dulu terasa begitu sederhana namun kini terasa penuh tantangan.

Namun, proses ini tidak berjalan mulus. Terkadang, Dika merasa tertekan dengan perubahan yang harus ia hadapi. Ia merasa tidak nyaman dengan rutinitas yang harus ia jalani, dan seringkali ia teringat kembali pada kesulitan yang ia alami di medan tugas. Kehidupan militer telah mengajarinya untuk selalu siap menghadapi apapun dengan tegar, namun di sisi lain, ia merasa kesulitan untuk menghadapinya ketika berhubungan dengan Rina. Terkadang, ia merasa tidak tahu harus berbuat apa. Perasaan rindu dan cinta yang ia rasakan terkadang bercampur dengan kebingungan dan ketakutan.

Di sisi lain, Rina juga mengalami perjuangan tersendiri. Meskipun ia berusaha untuk memberi ruang bagi Dika, ada kalanya ia merasa frustasi. Ia merasa kesepian meskipun Dika ada di sampingnya. Perubahan yang terjadi begitu cepat, dan meskipun ia berusaha untuk mengerti, ada saat-saat ketika ia merasa tidak dihargai. Kadang-kadang, ia ingin Dika menjadi pria yang dulu, yang penuh semangat dan selalu berada di sampingnya. Namun, ia tahu bahwa itu tidak mungkin. Waktu dan pengalaman telah mengubah mereka, dan mereka harus belajar untuk mencintai diri mereka yang baru.

Pada suatu sore, ketika mereka duduk di teras rumah sambil menikmati secangkir teh, Rina memutuskan untuk berbicara lebih terbuka tentang perasaannya. “Dika,” katanya dengan suara lembut, “Aku tahu kita sedang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Tapi ada kalanya aku merasa seperti aku kehilangan diriku sendiri. Aku merasa seperti aku harus menunggu kamu, selalu berharap kamu bisa kembali seperti dulu. Tapi aku tahu itu tidak adil untukmu. Aku ingin kita berdua bisa menemukan cara untuk saling mengerti tanpa harus saling menunggu.”

Dika mendengarkan dengan penuh perhatian. Rina tidak pernah berbicara sejujur itu sebelumnya. “Aku tidak ingin membuatmu merasa seperti itu, Rina,” jawab Dika, matanya penuh penyesalan. “Aku merasa hal yang sama. Aku tahu aku telah berubah, dan mungkin itu membuatmu merasa kesepian. Tapi aku juga ingin kita berdua merasa utuh. Aku ingin kita bisa berkembang bersama, bukan hanya hidup dalam bayang-bayang masa lalu.”

Rina tersenyum tipis, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Dika. Meskipun masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi, setidaknya mereka mulai membuka jalan untuk berkomunikasi lebih jujur. “Aku ingin kita berusaha, Dika. Aku tahu itu tidak akan mudah, tapi aku percaya kita bisa melewatinya jika kita berusaha bersama.”

Dika menggenggam tangan Rina dengan lembut, menatap matanya dengan penuh keyakinan. “Kita akan melakukannya, Rina. Kita akan melalui ini bersama-sama.”

Di tengah perubahan dan tantangan yang mereka hadapi, Dika dan Rina mulai belajar untuk saling mendukung dan memberi ruang bagi satu sama lain. Mereka tidak lagi hanya berfokus pada apa yang telah hilang, tetapi juga pada apa yang masih ada di antara mereka: cinta yang tulus dan keinginan untuk membangun masa depan bersama. Walaupun masih banyak cobaan yang harus mereka lewati, mereka tahu bahwa selama mereka berjuang bersama, mereka bisa menemukan jalan kembali menuju kebahagiaan.*

Bab 5: Menulis Ulang Takdir

Dua tahun telah berlalu sejak Dika kembali ke kehidupan Rina, dan meskipun masih banyak tantangan yang mereka hadapi, mereka mulai menemukan ritme baru dalam hubungan mereka. Waktu yang mereka habiskan untuk berkomunikasi lebih terbuka, berkompromi, dan saling mendukung telah membentuk sebuah hubungan yang lebih kuat dan lebih matang. Dika yang dulunya tegas dan keras kini mulai belajar untuk lebih lembut, untuk lebih mendengarkan dan memberi ruang bagi Rina. Begitu pula Rina, yang dulu penuh kecemasan dan keraguan, kini mulai bisa menerima perubahan dalam diri Dika tanpa rasa takut akan kehilangan dirinya sendiri.

Namun, kehidupan mereka belum sepenuhnya kembali seperti dulu. Mereka masih harus berjuang dengan masa lalu, dengan pengalaman yang telah mengubah mereka, dan dengan kenyataan bahwa cinta mereka tidak lagi bisa dibangun dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Cinta yang mereka miliki kini lebih rumit, lebih mendalam, dan lebih penuh dengan pengertian.

Suatu pagi yang cerah, Rina duduk di teras rumah mereka, menatap kebun kecil yang telah mereka rawat bersama. Tanaman-tanaman yang dulu tampak rapuh kini tumbuh subur, bunga-bunga bermekaran, dan udara segar mengisi setiap sudut rumah. Seperti kebun mereka, hubungan mereka pun mulai berkembang, meskipun tidak tanpa perjuangan. Dika duduk di sampingnya, memandang ke arah yang sama, menikmati ketenangan yang mereka miliki setelah melalui banyak badai.

“Aku masih ingat saat-saat pertama kali kita pindah ke sini,” kata Rina, memecah keheningan. “Aku merasa semuanya begitu sempurna, tapi juga begitu asing. Aku takut kita tidak akan bisa bertahan.”

Dika tersenyum, menggenggam tangan Rina dengan lembut. “Aku juga ingat itu. Kita berdua seperti mulai dari nol. Tapi lihat sekarang,” katanya, menunjuk ke sekitar mereka, “Kita telah membuat semuanya tumbuh, baik kebun ini, maupun hubungan kita.”

Rina menatapnya dengan mata yang penuh haru. “Tapi tidak selalu mudah, Dika. Ada banyak waktu di mana aku merasa kita hampir terjatuh. Aku khawatir aku tidak bisa menghadapinya, khawatir kita tidak akan pernah kembali seperti dulu.”

Dika menarik napas dalam-dalam, merasakan perasaan yang sama. “Aku tahu. Aku pun merasa begitu. Tapi kita sudah melalui banyak hal, Rina. Kita telah belajar untuk tumbuh bersama. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu, tapi kita bisa membangun masa depan kita dengan cara kita sendiri.”

Kata-kata Dika membuat Rina merasa lebih tenang. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu, namun yang lebih penting adalah kenyataan bahwa mereka sekarang berada di sini, bersama-sama, saling mendukung. Cinta mereka tidak lagi sama seperti saat mereka pertama kali menikah, tapi itu tidak berarti cinta mereka telah berakhir. Cinta mereka telah berkembang, tumbuh, dan menjadi lebih kuat karena telah diuji oleh waktu, jarak, dan perubahan.

Setelah percakapan itu, Dika dan Rina memutuskan untuk mengunjungi tempat pertama kali mereka bertemu, sebuah kafe kecil di pinggir kota yang pernah menjadi tempat mereka berbicara panjang lebar tentang mimpi dan harapan mereka. Kafe itu masih sama, dengan suasana yang hangat dan penuh kenangan. Mereka duduk di sudut meja yang sama seperti dulu, saling memandang dengan senyuman.

“Aku tidak pernah menyangka kita akan sampai di sini,” kata Rina, menatap Dika dengan penuh rasa syukur. “Dulu, aku hanya berpikir kita akan menjalani hidup yang sederhana, tanpa banyak perubahan. Tapi ternyata hidup kita penuh dengan kejutan.”

Dika memandang Rina dengan tatapan lembut. “Hidup memang penuh dengan kejutan, Rina. Dan meskipun aku tidak selalu tahu apa yang akan terjadi, aku tahu satu hal: aku tidak ingin menghadapinya tanpa kamu di sisiku.”

Rina menggenggam tangan Dika, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang hanya bisa diberikan oleh seseorang yang telah lama berada dalam hidupnya. “Aku pun merasa sama, Dika. Aku tidak ingin hidup ini tanpa kamu. Meskipun banyak hal yang berubah, aku masih mencintaimu, lebih dari sebelumnya.”

Mereka duduk dalam keheningan, menikmati momen kebersamaan itu. Tidak ada lagi keraguan atau ketakutan di hati mereka, hanya rasa tenang dan bahagia yang datang dari kenyataan bahwa mereka telah melewati banyak rintangan bersama, dan masih ada di sini, berdampingan. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan selalu mudah, tapi mereka juga tahu bahwa mereka bisa menghadapinya bersama.

Beberapa minggu setelah kunjungan mereka ke kafe itu, Dika mendapat tawaran untuk kembali menjalani tugas negara di luar kota. Rina awalnya merasa cemas, khawatir bahwa mereka akan terpisah lagi. Namun, kali ini, perasaannya berbeda. Ia tahu bahwa meskipun mereka akan terpisah, cinta mereka tidak akan berubah. Mereka telah belajar untuk lebih saling percaya dan memberi ruang untuk satu sama lain. Rina mengerti bahwa pekerjaan Dika adalah bagian dari siapa dia, dan meskipun ia akan merindukannya, ia akan mendukung keputusannya.

“Aku akan merindukanmu, Dika,” kata Rina saat mereka berdiri di depan pintu rumah mereka, siap berpisah untuk sementara. “Tapi aku tahu kita bisa melewati ini.”

Dika memeluk Rina dengan erat, merasa hati mereka terhubung meskipun jarak akan memisahkan mereka. “Aku juga akan merindukanmu, Rina. Tapi aku tahu kita bisa menghadapinya. Kita sudah jauh lebih kuat sekarang.”

Sebelum Dika pergi, mereka saling berjanji untuk terus menjaga komunikasi, berbicara tentang perasaan mereka, dan tetap mendukung satu sama lain, meskipun terpisah jarak. Mereka tahu bahwa kehidupan mereka tidak selalu berjalan mulus, namun mereka juga tahu bahwa cinta mereka adalah kekuatan yang akan membantu mereka melewati setiap ujian.

Seiring berjalannya waktu, Rina dan Dika terus menjaga hubungan mereka dengan penuh pengertian dan cinta. Meskipun kadang-kadang mereka harus menghadapi ujian jarak dan waktu, mereka selalu menemukan cara untuk tetap terhubung, untuk selalu mengingat kenangan indah yang mereka bangun bersama. Cinta mereka tidak sempurna, tapi itu adalah cinta yang tulus, yang berkembang bersama mereka seiring berjalannya waktu.

Pada akhirnya, Dika kembali setelah beberapa bulan menjalani tugasnya. Kali ini, meskipun ada tantangan baru yang harus mereka hadapi, mereka merasa lebih siap. Mereka tahu bahwa cinta mereka tidak hanya tentang kebersamaan, tetapi juga tentang saling mendukung saat terpisah, tentang memberi ruang untuk tumbuh, dan tentang saling percaya meskipun dunia di sekitar mereka terus berubah.

Di suatu pagi yang cerah, Dika dan Rina berdiri di teras rumah mereka, memandang kebun yang mereka rawat bersama. Mereka tidak lagi hanya melihat tanaman-tanaman yang tumbuh, tetapi juga hubungan mereka yang telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih kuat dan lebih indah.

“Kita telah melalui banyak hal, Dika,” kata Rina dengan senyuman yang penuh kebahagiaan. “Tapi yang terpenting adalah kita masih bersama.”

Dika mengangguk, merangkul Rina dengan lembut. “Dan kita akan terus bersama, Rina. Meskipun hidup membawa kita ke arah yang berbeda, kita selalu memiliki satu sama lain.”

Mereka berdiri di sana, dalam keheningan yang penuh makna, menikmati kebersamaan yang mereka miliki. Mereka tahu bahwa cinta mereka bukanlah sesuatu yang sempurna, tetapi itu adalah cinta yang penuh dengan pengertian, perjuangan, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Sebuah perjalanan yang tak akan pernah berakhir, karena mereka telah menulis ulang takdir mereka bersama.****

————–THE END —————

Source: AGUSTINA RAMADHANI
Tags: #TantanganPernikahan #PerjuanganCinta #Pengorbanan #KomunikasiDalamPernikahan #CintaDanPerubahan #KehidupanMiliter #Kebersamaan
Previous Post

CINTA DI ANTARA HUJAN

Next Post

DI BAWAH LANGIT YANG SAMA

Next Post
DI BAWAH LANGIT YANG SAMA

DI BAWAH LANGIT YANG SAMA

CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

DUA DIBAGI DUA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In