Story Of Day– Tanah Liwa, Kaupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung terbilang subur. Tapi, jika Anda peka terhadap pergerakan tanah maka ketika berdiri di sana akan merasakan pergerakan, meski hanya karena laju mobil biasa atau yang cukup besar.
Selain subur dan menakjubkan karena danau dan gunung serta bukit-bukitnya, Liwa terkenal sebagai daerah rawan gempa lantaran terletak di sistem sesar Sumatera.
“Batuan di Liwa terdiri dari Tuf Ranau dan Batuan Gunung api Kuarter Muda. Struktur geologi yang terdapat di daerah tersebut adalah dua buah sesar utama, yaitu sesar di bagian timur kota Liwa yang disebut Sesar Kumering dan sesar yang melalui kota Liwa, yang disebut Sesar Liwa,” berdasar tulisan Sonny Ariwibowo di Web Lembaga Penelitian Ilmu Indonesia (LIPI).
“Selain itu, diduga terdapat sebuah sesar lagi dari kota Liwa ke arah barat laut melalui antara Tanjung Raya dan Pekonbalak. Hanya, masih perlu dilakukan beberapa analisis pada kemudian hari untuk menentukan sesar yang merupakan sumber gempa Liwa pada tahun 1933 dan 1994.”
Akan tetapi pembahasan di sini bukan tentang penelitian gempa, melainkan perihal kisah klasik sekaligus mistis atas tragedi yang menimpa ribuan orang.
Sebelum 196 orang meninggal, 2000 terluka dan 75 ribu orang kehilangan tempat tinggal karena gempa Februari 1994 itu, ternyata ketika kami mencari informasi perihal makam si pahit lidah, kami mendengar obrolan masyarakat di warung kopi yang sedang mengenang masalalu kelam.
“Saya tidak tahu apakah Ibu Tin memiliki daya gaib yang buruk atau jahat. Pada tahun 1993, sebelum orang tua kita tewas dalam puing reruntuhan, kan beredar isu ibu Tin bermimpi melempar kelapa ke Lampung,” katanya kepada seorang bapak berjaket dan berpeci yang sedang duduk sambil menikmati udara dingin dan segelas kopi.
Liwa atau lebih luas Lampung Barat menyimpan kekuatan mistik. Di negeri itulah latar film Tujuh Manusia Harimau, karangan Motinggo Busye. Selain itu, berdasar legenda, danau terbesar kedua di Indonesia yang sebagian keberadaannya di Liwa, terbentuk lantaran gempa dahsyat dan letusan gunung Seminung.
Kejadiannya membentuk cekungan besar sehingga aliran sungai di kaki Bukit Barisan Selatan memberi airnya. Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan, gempa dan mistis di Liwa bak misteri Nyi Roro Kidul di tanah Jawa. Terlebih, isu yang beredar di masyarakat, ibu negara Presiden Soeharto bermimpi melempar buah kelapa ke tanah lado sebelum gempa februari 1994 terjadi.
Berdasar artikel tentang mimpi buah kelapa, dikatakan, “Jika Anda memperoleh mimpi diberi buah kelapa oleh seorang nenek, ini tanda kurang baik. Seseorang yang mengalami mimpi ini, orang tersebut akan kehilangan barang kesayangannya.”
Berdasar info tentang mimpi buah kelapa dari seorang nenek, dapat kesimpulan, mungkin Ibu Tin, sebagai orang yang dianggap Bunda Indonesia pada zamannya memberi perhatian dan rasa sayang kepada provinsi Lampung. Bisa jadi, pada masa itu, keluarga cendana sedang gencar mengembangkan potensi daerah Sang Bumi Ruwa Jurai.
Pantau Misteri mengunjungi daerah Suwoh yang berada di ujung kabupaten Liwa. Beberapa warga mengucap terima kasih kepada Tommy Soeharto karena telah membuka akses sehingga masyarakat bisa menjual hasil buminya.
Sebagai Ibu negara, Raden Ayu Siti Hartinah juga memberi materi catatan legenda mistis tentang mimpi sebagai peringatan serta rasa sayang. Apalagi, gempa terjadi di tengah sunyi dan sepi, yakni pukul 01.00. Barangkali, nyaris bertepatan mimpi perempuan ternama Orde Baru itu.
Andai pemerintah setempat percaya arti mimpi sehingga ada penelitian yang intens, tidak sibuk kongsi-kongsi, mungkin tidak akan terjadi kengerian. Di tugu kuburan masal korban gempa liwa, seorang peziarah pernah melihat sosok laki-laki berkain serba hitam sedang menggenggam kepala seraya merangkak. Sesekali sosok itu berhenti, lalu berteriak meminta tolong dan tangannya melambai kepada peziarah.
“Saya sudah terbiasa melihat kegaiban. Namun, bayi sangat peka terhadap kehadiran makhluk astral. Ketika sosok itu hadir, bayi saya menangis kejer. Tak mau terjadi sesuatu maka saya menyuruh istri dan mertua untuk meninggalkan monumen,” ujarnya.
Keterangannya, sosok gaib itu merangkak tertatih. Kepala digenggamannya sudah tidak berbentuk. Matanya melewer hingga ke tanah. Hidungnya seperti buah jambu yang biru karena terinjak waktu. Pipinya seperti orang tenggelam selama satu minggu.
“Kalau orang awam melihat, mereka akan pingsan atau muntah-muntah, betapa ngeri sosok itu,” jelasnya.
Dipercaya sebagian masyarakat, sosok gaib yang menampakkan wujudnya, justru karena haus. Bisa juga terjadi karena butuh darah tapi kemungkinan karena butuh kesempurnaan, seperti menunggu kiriman doa.
Kepala buntung yang merangkak di kuburan massal korban gempa Liwa sama dengan sosok gaib yang perlu kiriman doa.
Sosok itu sempat berhadapan dengan peziarah. Sosok itu mengayunkan tangan, nyaris menyentuh wajah peziarah.
Namun, karena merasa tidak pantas maka peziarah meninggalkannya. Tapi terdengar makhluk yang menggeram lalu derap langkah raksasa.
Ketika peziarah menengok ke belakang, sosok itu berdiri dan berubah tinggi besar. Tak perlu menunggu detik berubah menit, dia merapalkan doa-doa yang diperuntukkan semua korban gempa. Sekedip mata, sosok itu menghilang. Angin berembus menggoyang mahkota ilalang.***
