Bab 1: Gerbang Tak Terlihat
Arka Wira duduk di depan meja kerjanya di dalam ruang lab yang dipenuhi layar-layar monitor. Setiap sudut ruangan itu dipenuhi dengan tumpukan dokumen, diagram, dan catatan tentang teori-teori fisika kuantum yang hampir tak terhitung jumlahnya. Pikirannya sudah teralihkan sejak lama. Begitu banyak teka-teki yang belum terpecahkan di dunia ini, dan meskipun ia seorang ilmuwan muda berbakat, Arka sering merasa seperti hanya menggoreskan ujungnya di permukaan lautan pengetahuan yang jauh lebih dalam.
Namun hari ini, ada yang berbeda. Sesuatu yang tak terduga mengganggu konsentrasi Arka. Di meja sebelahnya, perangkat yang semula tampak seperti sampah bekas eksperimen lama itu tiba-tiba mengeluarkan sinyal—sebuah bunyi bip yang sangat lemah namun jelas terdengar di keheningan ruang laboratorium. Sebuah alat yang hampir ia lupakan, ditempatkan dalam kotak kedap di sudut ruangan, tanpa memberi petunjuk apapun.
Arka memiringkan kepala, meraih alat itu, dan memeriksanya dengan seksama. Itu adalah perangkat kecil, berbentuk segi empat dengan beberapa kabel yang terhubung ke sebuah panel berlayar tipis. Tidak ada yang menarik tentang alat ini jika dilihat dari luar—tapi entah mengapa, sebuah rasa penasaran mendalam mulai tumbuh dalam dirinya. Ini adalah benda yang ia temukan dalam kondisi hampir rusak bertahun-tahun lalu. Pada saat itu, dia memutuskan untuk menyimpannya di sudut laboratorium tanpa benar-benar tahu apa itu.
Pikiran Arka melompat ke masa lalu, saat ia masih berada di bawah bimbingan Profesor Silvano. Profesor yang eksentrik dan penuh dengan teori-teori yang tidak lazim. Arka selalu merasa bahwa dia memiliki sesuatu yang lebih untuk ditawarkan pada dunia sains, tetapi tak pernah mendapat kesempatan untuk membuktikannya. Hingga satu hari, di laboratorium lama yang tersembunyi di bawah gedung universitas, ia menemukan alat ini—sebuah perangkat yang menurut Profesor Silvano berasal dari eksperimen yang telah lama dihentikan.
Saat itu, Profesor Silvano hanya mengatakan satu hal: “Jika kamu ingin menemukan sesuatu yang lebih besar, kamu harus siap untuk menempuh jalan yang tidak terlihat.”
Arka terkekeh sendiri, membalikkan perangkat di tangannya. Ia menekan tombol kecil yang terletak di sudut kiri alat tersebut. Sesaat kemudian, layar pada perangkat itu menyala dengan cahaya biru redup. Sebuah pola aneh muncul di layar, berbentuk serangkaian simbol-simbol geometris yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pola itu bergerak, berputar dan berubah-ubah, seperti gerakan mekanisme canggih yang berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
“Tunggu,” bisik Arka, matanya semakin tajam menatap pola itu. Apa yang ada di layar ini bukanlah bentuk-bentuk acak. Setiap pergeseran pola mengikuti urutan yang sangat terstruktur. Dan itu bukan hanya tampak seperti sebuah kode matematika atau fisika biasa.
Pola ini seolah-olah menyarankan adanya hubungan antara dimensi yang lebih dari tiga, sebuah konsep yang selalu menjadi subjek penelitian Arka. Ia telah meneliti teori dimensi paralel, ruang-waktu yang lebih dari yang kita ketahui—dimensi yang bisa diakses melalui keajaiban teknologi atau manipulasi ruang-waktu. Namun, tidak ada yang benar-benar membuktikan itu. Semua yang ada hanya spekulasi.
Dan sekarang, perangkat yang berada di tangannya ini… mungkin adalah jawabannya.
Tanpa pikir panjang, Arka mengambil keputusan untuk menghubungkan perangkat itu dengan sistem komputer utama di lab. Ia membuka port USB kecil di bagian belakang alat, lalu menghubungkannya ke terminal yang lebih besar. Layar monitor utama di ruang lab menyala dengan tajam, menampilkan diagram dari pola yang lebih rinci—sebuah peta yang lebih kompleks daripada yang ia duga.
Ini bukan hanya sekadar alat. Ini adalah gerbang.
Gerbang ke dunia yang lebih besar.
Dengan perlahan, Arka mulai memasukkan serangkaian perintah, mencoba memahami maksud dari perangkat ini. Setiap kali ia menginputkan data, layar komputer menunjukkan gambar yang lebih jelas, sebuah peta interdimensional yang penuh dengan titik-titik yang saling terhubung—mungkin, mungkin itu adalah titik yang mengindikasikan lokasi gerbang antar dimensi.
Namun, semakin ia mendalami perangkat itu, semakin terasa ada sesuatu yang salah. Setiap kali ia berpikir ia semakin dekat dengan penjelasan, pola-pola pada layar berubah menjadi lebih rumit, seakan berusaha menghindar darinya. Semakin ia mencoba mengungkapnya, semakin banyak energi yang mulai terlepas, menciptakan gelombang aneh di sekelilingnya.
Arka menyentuh layar, mencoba untuk menstabilkan sinyal, tetapi tiba-tiba sistem komputer mengeluarkan bunyi sirene, menunjukkan bahwa alat itu telah melebihi kapasitas normalnya. Dengan panik, Arka segera mencoba untuk mematikan koneksi, tetapi sudah terlambat. Di luar jendela laboratorium, sebuah kilatan cahaya terang menyelimuti langit, mengirimkan getaran tak terlihat di seluruh gedung.
Alat di tangannya bergetar hebat, dan Arka merasakan sebuah kekuatan yang luar biasa, sesuatu yang lebih kuat daripada apa pun yang pernah ia alami. Ketegangan itu semakin besar, dan sebuah suara berat terdengar dari dalam perangkat, seakan mengajak Arka untuk mengikuti arus yang tidak bisa ia kendalikan.
Tanpa disadari, portal itu mulai terbuka—gerbang yang tak terlihat selama ini, yang tersembunyi dalam dimensi lain. Arka terjatuh ke belakang, dan sebelum ia sempat memahami apa yang terjadi, ruangan laboratorium di sekitarnya berputar cepat. Lampu-lampu berkelap-kelip, dan suara-suara aneh terdengar dari segala arah.
Ketika ia membuka mata kembali, Arka menyadari bahwa dirinya tidak lagi berada di dalam lab. Dunia yang ada di hadapannya berbeda—jauh lebih gelap, penuh dengan lanskap yang aneh, dengan langit yang berwarna hijau gelap dan tanah yang bergetar lembut, seperti hidup.
Dimensi lain. Ini adalah dunia yang tidak ia kenal, tetapi yang telah ditunjukkan oleh perangkat itu.
Arka menelan ludah, merasa takut dan tak percaya. Bagaimana bisa ia menemukan dirinya di sini? Apa yang sebenarnya terjadi dengan eksperimen ini? Dan lebih penting lagi, apa yang akan ia temukan di dunia yang baru ini?
Namun satu hal yang pasti: perjalanan untuk memahami gerbang yang tak terlihat ini baru saja dimulai.*
Bab 2: Pintu ke Dimensi Lain
Arka mengatur nafasnya, mencoba menenangkan diri setelah peristiwa yang baru saja terjadi. Dunia di sekitarnya terasa begitu asing. Langit di atasnya, bukan biru seperti yang ia kenal, melainkan hijau kehijauan dengan semburat ungu yang menjalar di sepanjang horizon. Angin yang berhembus terasa berat dan dingin, dan tanah di bawahnya berwarna hitam, seperti batu yang dihancurkan. Tidak ada suara apapun, kecuali desiran angin yang bergoyang perlahan.
Ia berlutut di tanah, menyentuhnya dengan tangan, merasakan tekstur kasar dan keras yang terasa asing. Tidak ada tanaman hidup yang terlihat, hanya gundukan tanah yang seolah menutupi sesuatu yang lebih dalam. Pemandangan ini begitu sunyi, seolah-olah tempat ini tidak pernah dihuni oleh siapa pun.
“Pernahkah ada manusia yang datang ke sini?” gumam Arka pada dirinya sendiri, berbicara dengan suara pelan, seolah takut jika ada sesuatu yang mendengarnya.
Ia berdiri, berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan ini. Ada banyak hal yang harus dipahami, dan waktu tidaklah banyak. Di tangan kanannya, perangkat yang telah membawanya ke dunia ini masih bergetar pelan. Alat itu mengeluarkan cahaya biru yang samar, mengisyaratkan bahwa gerbang itu masih aktif, masih terhubung dengan dunia lain.
“Sekarang apa?” Arka bertanya pada dirinya sendiri, merasa kebingungannya semakin dalam. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dengan membuka portal ini. Tentu saja, ada banyak hal yang belum diketahui tentang dimensi ini. Apakah ia akan selamat? Ataukah ia akan terjebak di sini selamanya?
Kepanikan mulai merayap ke dalam pikirannya, tetapi ia tahu ia harus tetap tenang. Berpikir jernih adalah satu-satunya cara untuk bisa bertahan hidup. Arka menarik napas dalam-dalam dan mulai melangkah. Ke mana? Ia tidak tahu pasti, tetapi entah kenapa, ia merasa ada sesuatu di kejauhan yang memanggilnya—sebuah daya tarik yang tidak bisa ia jelaskan.
Di tengah perjalanan, ia mulai menyadari satu hal yang mencolok: meskipun tampaknya dunia ini sepi dan tak berpenghuni, ia merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang tidak tampak, namun sangat terasa. Ada gelombang energi yang berputar di sekitar dirinya, energi yang sangat kuat, namun begitu tidak terlihat. Seolah-olah dunia ini sendiri adalah bagian dari sebuah mesin raksasa yang bekerja di bawah permukaannya.
Sebuah suara bergema di telinganya, bukan dalam bentuk kata-kata, tetapi lebih seperti resonansi, seperti bisikan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. “Jangan takut. Ini adalah jalan yang harus kamu tempuh.”
Arka menggigil, menahan ketakutan. Ia tahu bahwa suara itu bukan suara manusia. Itu adalah sesuatu yang lebih besar, lebih tua—mungkin bahkan lebih kuat. Tapi apa itu? Siapa yang berbicara padanya? Dan mengapa ia merasa bahwa suara itu tahu lebih banyak tentang dirinya daripada yang ia sendiri tahu?
Dengan tekad yang mulai tumbuh, Arka melanjutkan langkahnya. Ia tidak tahu apa yang menantinya, tetapi satu hal yang pasti—ia harus menemukan cara untuk keluar dari sini. Setiap langkah yang ia ambil semakin terasa berat, tetapi di saat yang sama, ia merasa seolah-olah dunia ini sedang mengamati dirinya, menguji dirinya.
Tak lama kemudian, ia tiba di sebuah struktur besar yang tampak dari kejauhan. Itu adalah bangunan yang sangat tidak biasa. Tidak ada arsitektur seperti itu di dunia manusia. Bangunan itu terbuat dari material yang tidak dikenal, tampak mengkilap dan transparan seperti kristal, dengan bentuk yang melengkung dan tidak teratur. Seperti sebuah monolit raksasa yang bersinar dalam kegelapan.
Arka mendekatinya, merasa penasaran. Setiap langkah membawa suara gemerisik lembut dari tanah yang ia injak, seolah-olah setiap bagian dunia ini sedang bergetar dengan kehadirannya. Begitu ia berada cukup dekat, bangunan itu tampak lebih hidup, seolah-olah sedang bernafas, bergerak perlahan seperti mahluk hidup.
Tiba-tiba, sebuah pintu terbuka di sisi bangunan tersebut, menampilkan lorong panjang yang gelap. Arka merasakan sebuah tarikan kuat yang mendorongnya masuk, seakan-akan dunia ini ingin membawanya lebih jauh ke dalamnya.
Dengan perasaan yang campur aduk, ia melangkah masuk. Lorong itu sangat gelap, tetapi ada cahaya yang berasal dari sumber yang tidak terlihat, menerangi jalanan yang cukup lebar untuk dua orang berjalan berdampingan. Dinding lorong tampak berkilau, tetapi bukan dengan cahaya biasa—melainkan dengan energi yang bergerak, seperti aliran listrik yang tak pernah berhenti.
Setiap langkah yang ia ambil semakin menegangkan. Arka merasa dirinya semakin jauh dari kenyataan yang ia kenal. Ia merasa seperti seorang pengelana yang hilang dalam dunia yang bukan miliknya—dunia yang sama sekali berbeda dari dunia manusia.
Namun di ujung lorong itu, sesuatu mulai muncul—sebuah bentuk besar yang perlahan semakin jelas. Itu bukan manusia, tetapi sebuah entitas yang tampaknya terdiri dari cahaya dan bayangan yang saling bersatu. Bentuknya berubah-ubah, bergerak dengan cara yang sangat tidak wajar. Meskipun ia tampak tidak berbahaya, ada sesuatu yang sangat mengganggu dalam cara entitas itu bergerak, seakan-akan ia bisa menembus realitas dan masuk ke dalam pikiran Arka.
Ketika Arka mendekat, entitas itu tiba-tiba berhenti bergerak. Dalam sekejap, suara yang sama yang ia dengar sebelumnya terdengar kembali, resonansi yang bergema di dalam dirinya.
“Kamu telah memilih untuk datang, Arka Wira,” suara itu mengucapkan namanya dengan cara yang sangat halus, tetapi jelas, “Pintu ini adalah kunci. Tapi tidak semua yang kau temui di sini akan membebaskanmu.”
Arka menahan napas. Bagaimana entitas ini tahu namanya? Apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini?
Entitas itu mulai bergerak, melayang di udara, menembus batas ruang dan waktu. “Apa yang kau cari, manusia? Pengetahuan? Kekuatan? Atau mungkin keduanya?” suara itu berlanjut. “Dunia ini adalah tempat yang tidak kau pahami. Katalis telah lama menunggu, dan pintu itu telah dibuka oleh tanganmu. Sekarang kau harus siap untuk menghadapi konsekuensinya.”
Arka merasa seluruh tubuhnya tergetar, ketakutan melanda dirinya, tetapi ia tidak bisa mundur. Ia sudah terperangkap dalam dunia ini, dan satu-satunya cara untuk keluar adalah dengan menghadapinya.
“Jika kau ingin kembali ke dunia asalmu,” suara itu berkata dengan nada lebih berat, “kau harus siap untuk membayar harga yang setimpal.”
Arka menelan ludah, lalu berkata dengan suara yang sedikit gemetar, “Apa yang harus saya lakukan?”
Entitas itu mengarahkannya ke dalam sebuah ruangan besar yang ada di dalam struktur tersebut. Dengan sebuah langkah, Arka memasuki ruang itu—dan saat ia melangkah, pintu gerbang itu tertutup di belakangnya.
Dunia baru ini sudah menunggu untuk dihadapi.*
Bab 3: Kekacauan Multidimensi
Arka berdiri terpaku di dalam ruangan yang luas itu, matanya berkeliling dengan cepat, mencoba memahami apa yang baru saja ia masuki. Ruangan tersebut tidak seperti tempat yang ia kenal—dindingnya tidak terlihat seperti material apapun yang biasa ia temui di Bumi. Mereka tampak seperti permukaan cairan yang bergerak perlahan, berkilauan dengan cahaya aneh yang tak jelas sumbernya. Pada beberapa bagian dinding, sepertinya ada retakan halus yang memancarkan cahaya biru yang intens, namun setiap kali ia mendekat, cahaya itu seolah menghindar darinya.
Langit-langit ruangan itu juga tidak berbentuk biasa. Seolah ada celah antara dimensi yang satu dengan yang lainnya, karena langit-langitnya berputar-putar, terkadang menciptakan bentuk-bentuk geometris yang tidak masuk akal, kadang berbentuk spiral, kadang berbentuk grid beraturan yang mengubah-ubah pola seiring waktu. Bahkan ruang itu sendiri tampak tidak tetap, bergerak, membelok dan membengkok seperti benda cair yang tidak pernah diam.
Di tengah ruangan tersebut, sebuah platform besar, hampir seperti altar raksasa, berdiri di atas lantai yang tampak transparan, seolah-olah terbuat dari kaca. Dari atas platform itu, Arka bisa melihat lebih jauh ke bawah, ke sebuah dimensi lain yang bergerak sendiri, seakan-akan ia melihat beberapa realitas yang bertabrakan dalam satu ruang yang tidak dapat dipahami.
Ketika ia melangkah lebih dekat ke platform tersebut, ruangan itu bergetar, dan suara bergema terdengar lagi di telinganya. Suara itu semakin jelas, dan Arka bisa merasakannya, seolah ia tidak hanya mendengarnya, tetapi juga merasakannya dalam getaran tubuhnya. “Pintu telah terbuka,” suara itu bergumam, “Kau telah memilih jalur yang tak dapat kembali. Kekacauan multidimensi telah dimulai.”
Arka terdiam. Setiap kata terasa berat, dan ia menyadari bahwa suara itu bukan hanya suara dari entitas yang ia temui sebelumnya. Ini lebih dari itu. Ini adalah suara dari dunia ini—dari dimensi yang mengelilinginya. Seolah, semua yang ada di sini dapat berbicara dengan dirinya.
“Apakah yang dimaksud dengan kekacauan multidimensi?” tanya Arka, suaranya terdengar serak di telinga sendiri, tercampur dengan ketakutan yang mulai merayap di dalam dirinya.
Tak ada jawaban langsung. Namun, tiba-tiba seluruh ruang mulai bergetar lebih keras, dinding-dindingnya memantulkan gelombang cahaya yang semakin terang, membentuk pola-pola yang bergerak dengan kecepatan yang tak terduga. Arka terhuyung-huyung, merasa seolah-olah realitas di sekitarnya sedang pecah dan bergabung menjadi satu kesatuan yang tidak dapat ia pahami.
Lalu, dalam sekejap mata, Arka merasakan sebuah perubahan besar—sesuatu yang membuat seisi tubuhnya terguncang. Ia melihat bayangan-bayangan yang tampaknya datang dari berbagai tempat di seluruh alam semesta, berlarian di sekitarnya, melayang di udara, menyatu dan terpecah lagi. Ada bentuk-bentuk yang tidak mungkin dijelaskan oleh logika manusia—beberapa tampak seperti bayangan manusia, sementara yang lain seperti makhluk yang lebih besar dan lebih kuat, bergulung dalam energi yang tampak seperti cahaya yang tidak terikat oleh ruang.
Seiring dengan ini, Arka bisa merasakan gelombang energi yang menghantam dirinya, seolah ia terhisap ke dalam pusaran waktu dan ruang. Tubuhnya bergetar hebat, dan ia merasa seolah terlempar ke dalam kekosongan, menembus dimensi yang tidak dapat ia kenali. Dunia ini—dimensi ini—terus bergerak, dan realitas yang ada di sekitarnya pecah berkeping-keping, membentuk dan membongkar ulang dirinya dalam pola yang tidak pernah bisa dipahami.
“Apa yang sedang terjadi?” teriak Arka, suaranya hilang ditelan suara dentuman besar di sekelilingnya. Ia merasakan ruang-waktu membengkok di sekeliling tubuhnya, seolah ia dipaksa untuk melompat dari satu dimensi ke dimensi lain, berusaha untuk bertahan di tengah kekacauan ini.
“Ini adalah kekacauan yang tak terhindarkan,” suara itu kembali terdengar, namun kali ini dengan nada yang lebih berat dan serius. “Kau telah membuka portal ke dalam aliran dimensi yang penuh dengan ketidakstabilan. Tiap dimensi bertabrakan satu sama lain, membentuk kekosongan, dan ketika salah satu dimensi ini tidak dapat menahan dirinya sendiri, itu akan menarik yang lainnya ke dalamnya. Kamu hanya salah satu bagian kecil dari kekacauan yang lebih besar.”
Arka terhuyung-huyung dan berpegangan pada platform di depannya, berusaha keras agar tidak terjatuh. Tubuhnya terasa seperti melayang di tengah ruang yang terus mengembang dan mengecil. Namun satu hal yang ia pahami, semuanya tidak bisa dihentikan. Ia terperangkap dalam dimensi yang penuh dengan hukum fisika yang tak bisa dimengerti, di mana waktu dan ruang tidak berjalan seperti yang ia ketahui.
Namun, dalam kekacauan itu, ada sebuah penglihatan yang tiba-tiba muncul di benaknya—sebuah gambaran dari dimensi lain, sebuah peta dimensi yang lebih luas, lebih terhubung daripada yang ia bayangkan sebelumnya. Ia bisa melihat banyak pintu yang tersebar, masing-masing mengarah ke dimensi yang berbeda—beberapa terlihat sangat jauh, sementara yang lainnya berada sangat dekat dengan dirinya.
“Portal… Pintu-pintu ini…” Arka bergumam pelan, matanya terbuka lebar ketika ia menyadari sesuatu yang lebih besar. Portal ini bukan hanya alat untuk menjelajahi dimensi lainnya—mereka adalah kunci yang menghubungkan semua dimensi yang saling bertabrakan ini.
Namun, Arka tahu bahwa jika ia terus berinteraksi dengan dimensi ini, ia akan semakin tenggelam dalam kekacauan yang telah dimulai. Pintu-pintu yang ada bisa menyelamatkannya, atau malah menghancurkannya, tergantung bagaimana ia menghadapinya.
“Jangan terjebak dalam permainan ini,” suara itu berbicara lagi, kali ini terdengar lebih mendalam, “Kekacauan ini bukan hanya milikmu, tetapi milik semua dimensi yang ada. Semua ruang ini—semua waktu ini—akan hancur jika kau tidak dapat memilih dengan benar.”
Arka menelan ludah. Ia tahu ia harus membuat keputusan besar, tetapi apa yang harus dipilih? Portal mana yang akan membawanya kembali ke dunia asalnya? Ataukah ia akan semakin terperangkap dalam kekacauan ini, tak pernah bisa kembali lagi?
Sebelum ia bisa berpikir lebih lanjut, sebuah gerakan di dekat platform menarik perhatiannya. Sekelompok entitas cahaya muncul dari dalam ruang itu—seperti penjaga yang akan menilai siapa yang layak untuk mengakses pintu keluar atau masuk. Mereka mengitari Arka, seolah memeriksa dirinya, lalu dengan gerakan cepat, salah satu dari mereka melayang ke depan dan menunjuk ke salah satu portal yang ada di depan.
Itu adalah pilihan. Pintu yang mungkin membawa Arka pada jawaban yang ia cari.
Namun, sebelum ia bisa melangkah, seluruh ruangan bergetar lebih keras lagi. Entitas cahaya itu melayang menjauh, dan sebuah suara keras bergema, menggetarkan seluruh dimensi.
“Waktu telah habis,” suara itu mengucapkan kata-kata terakhir, “Pilih dengan bijak.”
Tanpa banyak waktu untuk berpikir, Arka melangkah ke arah portal yang ditunjukkan oleh entitas tersebut, berharap bahwa pilihannya tidak akan membawanya pada kehancuran lebih lanjut. Begitu ia menyentuh pintu itu, ia merasakan dunia ini bergetar hebat sekali lagi, dan tubuhnya terlempar ke dalam gelombang cahaya yang tak terhitung jumlahnya. Kekacauan multidimensi baru saja dimulai, dan Arka tidak tahu ke mana ia akan dibawa selanjutnya.*
Bab 4: Dimensi yang Terlupakan
Arka merasa dirinya terlempar dengan kecepatan yang luar biasa, seolah waktu dan ruang membengkok di sekelilingnya. Dalam sekejap, segala sesuatu yang pernah ia kenal—dunia, hukum fisika, bahkan eksistensi dirinya—terasa hancur dan menyatu dengan kekosongan yang tak terjangkau. Ia merasa seperti jatuh melalui terowongan gelap, tanpa ada pegangan atau arah yang jelas. Pandangannya kabur, otaknya dipenuhi oleh suara yang samar, gemuruh yang bergema di setiap sel tubuhnya.
Ketika akhirnya, tubuhnya berhenti bergerak, Arka terhempas ke tanah yang keras. Ia terjatuh dengan suara gemuruh yang menggema di udara, dan rasa sakit itu datang begitu cepat—lebih dari yang pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, ia tidak bisa fokus pada rasa sakit itu. Matanya terbuka perlahan, dan dia melihat sekelilingnya.
Dunia yang ada di sekitarnya sangat berbeda dari apa pun yang telah ia alami. Tanah di bawahnya tampak berwarna gelap, namun memancarkan cahaya yang tidak berasal dari apapun yang dikenalnya. Batuan besar terhampar di sekelilingnya, membentuk bentuk-bentuk yang aneh, seperti struktur yang tidak mungkin terbentuk secara alami. Di kejauhan, langit memiliki warna biru yang tidak biasa—terlalu gelap, terlalu dalam, seakan menggambarkan kedalaman yang tidak bisa dijangkau oleh mata manusia.
Sebuah angin dingin berhembus perlahan, menggoyang beberapa tanaman yang terlihat seperti lumut hitam yang tumbuh merayap di permukaan batu. Mereka bergerak seolah menyerap energi dari udara sekitar, seolah-olah bagian dari ekosistem yang terbalik, menghubungkan dunia ini dengan dimensi lain yang jauh lebih tua dan misterius.
“Dimensi yang terlupakan,” gumam Arka, dengan suara bergetar. Dia bisa merasakan sesuatu yang sangat asing di sini—sesuatu yang jauh lebih tua dari apa pun yang ia pernah bayangkan. Ruang ini tidak hanya berbeda secara fisik, tetapi sepertinya juga membawa kegelapan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ini adalah tempat yang terlupakan, mungkin terbuang oleh waktu atau dihancurkan oleh entitas yang lebih besar dari apa pun yang bisa dipahami manusia.
Dengan hati-hati, Arka berdiri, berusaha menenangkan pikirannya. Ia merasakan setiap detik waktu yang berlalu semakin memadat, membebani dirinya dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ada sebuah dorongan kuat dalam dirinya untuk terus maju, meskipun ia tahu dunia ini penuh dengan bahaya yang tak terduga.
Di kejauhan, ia melihat sebuah bangunan besar. Bangunan itu tampak seperti reruntuhan yang sudah lama ditinggalkan, namun bentuknya begitu berbeda dari apa pun yang ada di Bumi. Dinding-dindingnya tampak seperti terbuat dari batu hitam yang mengkilap, dan di sekitar struktur itu, ada pola-pola aneh yang terukir di tanah dan dinding. Setiap garis tampaknya terhubung dengan garis lainnya, membentuk pola yang seolah-olah bergerak dengan sendirinya, mengikuti aliran energi yang tak tampak.
Arka merasa tergerak untuk mendekatinya. Ada sesuatu di dalamnya yang menarik perhatian—sesuatu yang bisa memberinya petunjuk tentang bagaimana ia bisa kembali ke dunia asalnya. Atau mungkin, sesuatu yang bisa memberi penjelasan tentang kekacauan yang ia alami.
Begitu ia sampai di depan bangunan itu, Arka melihat pintu besar yang terbuat dari logam hitam, dengan ukiran rumit yang tak bisa dikenali. Pintu itu tampak tertutup rapat, tetapi ada sesuatu yang aneh: di sekitar pintu, terdapat goresan-goresan yang tampaknya dipahat dengan sangat presisi. Arka merasakan getaran halus ketika ia mendekat, dan tiba-tiba, pintu itu bergerak perlahan, membuka sedikit.
Suara berderak keras, seperti logam yang tertarik. Sebuah cahaya pudar muncul dari celah pintu yang terbuka, memancarkan sinar yang meresap ke dalam ruang gelap di baliknya. Arka merasa terhempas oleh angin yang berasal dari dalam bangunan itu. Ada sesuatu yang lebih di balik pintu ini—sesuatu yang menunggu, mungkin jawaban yang ia cari. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah masuk.
Begitu memasuki ruangan, ia disambut oleh pemandangan yang lebih menakjubkan lagi. Ruangan tersebut sangat besar, lebih besar dari ruang yang bisa dijangkau oleh mata manusia. Di tengah ruangan, sebuah struktur raksasa berdiri—sebuah menara besar yang terbuat dari material transparan yang berkilau dengan cahaya biru dan hijau. Di sekeliling menara, tampak aliran energi yang mengalir dalam bentuk pola yang rumit, menghubungkan menara dengan setiap sudut ruangan.
Arka merasa tubuhnya bergetar, seperti disambungkan ke dalam aliran energi yang mengalir melalui ruang tersebut. Setiap gerakannya terasa lebih ringan, namun ada beban yang lebih berat di dalam dirinya—sebuah pengetahuan yang datang secara tiba-tiba, seolah dimensi ini ingin memberitahunya sesuatu yang sangat penting.
Di sisi ruangan, ia melihat sebuah meja besar yang dipenuhi dengan perangkat aneh. Ada layar yang memancarkan cahaya berwarna-warni, perangkat yang tampak seperti peta bintang yang bisa menghubungkan berbagai dimensi, serta sejumlah artefak yang tampaknya bukan berasal dari dunia mana pun yang ia kenal. Semua benda itu bersatu dalam satu tempat yang penuh dengan misteri, berfungsi sebagai saksi bisu dari zaman yang terlupakan.
Tiba-tiba, di balik meja, sebuah suara terdengar, tidak terlalu keras, tetapi cukup jelas untuk membuat Arka menoleh. Sebuah bayangan muncul di ujung ruangan, bentuknya tidak sepenuhnya manusiawi, namun memiliki kemiripan. Bayangan itu berjalan mendekat, dan ketika cahaya menyorotnya, Arka bisa melihat bahwa itu adalah sosok yang sangat tua, wajahnya tertutup oleh jubah yang panjang dan berbulu, matanya berkilau dengan cahaya kuning yang hampir menakutkan.
“Siapa… kamu?” tanya Arka dengan suara serak, meskipun ia tahu bahwa pertanyaan itu tidak akan mudah dijawab.
Sosok itu mengangkat tangannya, dan udara di sekitarnya menjadi tegang, dipenuhi dengan energi yang tak bisa dijelaskan. “Aku adalah penjaga dimensi ini,” suara itu bergema, serak dan dalam. “Aku adalah bagian dari alam yang terlupakan. Dimensi ini telah terabaikan oleh waktu dan peradaban, namun kini kau telah membukanya. Kau adalah orang pertama yang berani melangkah ke sini setelah berabad-abad.”
Arka merasa tertekan oleh kata-kata itu. Penjaga dimensi? Dimensi yang terlupakan? Apakah ini berarti ia tidak sendirian di dunia ini? Dan apa yang sebenarnya telah ia bangunkan dengan membuka portal tersebut?
“Apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini?” tanya Arka, suaranya penuh dengan kebingungannya.
“Dimensi ini adalah tempat yang lebih tua dari apa pun yang bisa kalian pahami. Tempat ini tidak dibuat untuk dijelajahi oleh manusia. Ini adalah sisa-sisa dari peradaban yang telah punah—peradaban yang telah mencapai titik di mana mereka mampu menjelajahi tak hanya ruang, tetapi juga waktu. Namun, kekuatan yang mereka ciptakan terlalu besar, dan akhirnya, mereka menghancurkan diri mereka sendiri.”
Arka menelan ludah. Semua yang baru ia dengar membuatnya merasa semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi di dimensi ini? Mengapa ia dibawa ke sini? Apa yang harus ia lakukan selanjutnya?
Penjaga itu melangkah lebih dekat, matanya yang bercahaya menatap langsung ke mata Arka. “Kau telah membuka kunci yang menghubungkan dunia yang hancur ini dengan dimensi lainnya. Dan sekarang, kau harus memutuskan: apakah kau akan memperbaiki kesalahan ini atau membiarkan kekacauan yang lebih besar terjadi.”
Kata-kata itu menggema dalam pikiran Arka. Ia tahu, keputusan ini akan menentukan nasib tidak hanya dirinya, tetapi juga dunia yang baru saja ia temui—dimensi yang terlupakan ini.*
Bab 5: Pertarungan Dimensi
Arka tertegun, kata-kata penjaga dimensi itu berputar-putar di pikirannya, memberi beban yang semakin berat di hatinya. Apa yang dimaksud dengan “memperbaiki kesalahan ini”? Apa yang bisa ia lakukan untuk mencegah kehancuran lebih lanjut dari dimensi ini? Ia tahu bahwa jawabannya tidak akan mudah, dan waktu yang ia miliki untuk memutuskan semakin berkurang. Suasana di sekelilingnya semakin tegang, atmosfer terasa padat dengan energi yang menggelora, seakan seluruh dimensi ini menunggu untuk melihat keputusan yang akan diambil.
Penjaga dimensi, dengan mata kuningnya yang bersinar, terus menatap Arka. Wajahnya tersembunyi dalam jubah yang berkilau, hanya ada cahaya yang mengelilinginya, membentuk aura yang hampir mistis. Sebelum Arka bisa bertanya lebih lanjut, penjaga itu melangkah mundur sedikit dan mengangkat tangannya, menggambar pola-pola aneh di udara.
“Dimensi ini,” suara penjaga itu kembali bergema, “adalah hasil dari eksperimen besar, sebuah percakapan antara alam semesta yang terpisah. Para penjaga sebelumnya telah mencoba untuk menggabungkan dimensi ini, menghidupkan kembali apa yang telah hancur. Tapi sesuatu yang lebih gelap, yang lebih kuat dari yang mereka perkirakan, terbangun dalam proses ini. Dan kini, entitas itu bangkit kembali.”
Tiba-tiba, atmosfer di ruangan itu bergetar. Gelombang energi yang dahsyat menghantam udara, menyebabkan segala sesuatu di sekitar Arka bergetar. Ia merasa seolah seluruh ruang itu mulai melengkung, merobek dirinya dari realitas yang ia kenal. Ada sesuatu yang bergerak di dalam dimensi ini—sesuatu yang besar dan penuh kekuatan.
Penjaga itu mendekat, dengan ekspresi wajah yang serius. “Kau akan menyaksikan sesuatu yang jauh melampaui pemahamanmu. Pertarungan ini akan menentukan apakah dimensi ini akan hancur atau bertahan. Ini bukan sekadar pertempuran fisik, tetapi perang di antara realitas, di antara waktu dan ruang yang terbelah.”
Tanpa peringatan, cahaya biru yang memancar dari dinding mulai memudar, digantikan dengan kegelapan yang lebih dalam, lebih pekat. Tiba-tiba, di tengah kegelapan itu, muncul sosok yang sangat besar, sebuah bayangan hitam yang berbentuk mengerikan. Tangan-tangan berbentuk gelombang energi muncul dari dalam bayangan itu, seperti akar pohon yang tumbuh dan menyebar ke segala arah. Setiap cabangnya membentuk pola-pola yang berputar, menjerat ruang dan waktu dengan cara yang tak bisa dijelaskan.
Arka merasa tubuhnya tertarik oleh kekuatan yang sangat kuat. Ia mencoba bergerak, tetapi seperti ada gravitasi yang tak terlihat yang menahannya di tempat. Bayangan besar itu berputar dengan kecepatan yang tidak masuk akal, dan setiap kali ia bergerak, ruang di sekitarnya ikut berbelok. Ini bukan sekadar pertempuran antara dua kekuatan—ini adalah pertempuran antara dimensi yang tak terjangkau, dua alam semesta yang saling bertabrakan.
“Apa itu?” Arka berteriak, matanya terbuka lebar saat ia menyaksikan kekuatan yang tak terduga itu muncul di hadapannya.
“Itulah Entitas Kosmik,” jawab penjaga dimensi dengan suara yang berat. “Sisa dari peradaban yang mencoba menguasai ruang dan waktu. Ia terlahir dari ambisi yang tidak terkendali, dari eksperimen yang melampaui batas. Dan kini, ia bangkit kembali untuk menghancurkan semua yang ada di sekitarnya.”
Arka merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Entitas Kosmik, sesuatu yang bahkan penjaga dimensi pun tampaknya merasa takut. Ia menatap sosok itu, merasakan kehadirannya yang sangat mengerikan. Entitas itu tampak memiliki bentuk yang tidak stabil, mengalir dan berubah dari waktu ke waktu. Dalam satu detik, ia bisa tampak seperti sosok manusia raksasa, dan dalam detik berikutnya, ia mengembang menjadi awan energi yang mengelilingi seluruh ruangan.
Namun, di tengah ketakutannya, Arka tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ia harus melakukan sesuatu, meskipun ia tidak tahu persis apa yang bisa dilakukan. Penjaga dimensi, yang masih berdiri di dekatnya, tiba-tiba mengulurkan tangan, dan sebuah cahaya terang menyinari tangan Arka.
“Ambil ini,” kata penjaga itu dengan nada serius. “Ini adalah kunci untuk mengakhiri kehancuran ini, untuk memulihkan keseimbangan yang telah hancur. Tapi ingat, tidak ada jalan kembali setelah ini. Pilihanmu akan mempengaruhi masa depan semua dimensi.”
Di tangan Arka, sebuah bola energi kecil muncul, memancarkan cahaya yang sangat kuat. Begitu ia menggenggamnya, sebuah gambar muncul di benaknya—sebuah peta dimensi yang sangat luas, menunjukkan koneksi antar dunia yang berbeda. Di tengah-tengah peta itu, ada sebuah titik terang, sebuah pusat dari seluruh kekacauan yang sedang terjadi. Itu adalah tempat di mana Entitas Kosmik berakar, tempat di mana semua dimensi terhubung.
“Jika kau ingin mengakhiri semua ini,” penjaga itu melanjutkan, “kau harus pergi ke titik pusat itu dan menghancurkannya. Hanya dengan begitu kau bisa menghentikan kehancuran yang meluas.”
Arka menggenggam bola energi itu erat-erat, merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya. Ia merasa seolah-olah ia menjadi satu dengan dimensi ini, merasakan getaran ruang dan waktu yang terhubung di dalam dirinya. Tiba-tiba, dengan dorongan yang kuat, ia melemparkan energi itu ke arah Entitas Kosmik.
Begitu bola energi itu menyentuh entitas itu, sebuah ledakan besar terjadi. Ruangan itu bergemuruh, dan seluruh ruang di sekeliling Arka tampak terbelah. Dalam sekejap, gelombang energi yang besar melanda, memecahkan semua bentuk yang ada di sekitarnya, menciptakan aliran energi yang liar dan tak terkendali.
Entitas Kosmik terhuyung mundur, tetapi itu hanya sementara. Dengan kecepatan yang sangat tinggi, ia menyatukan kembali dirinya, menciptakan gelombang energi yang lebih besar. Ia menatap Arka dengan tatapan yang penuh kebencian, berusaha menghancurkan segala sesuatu yang ada di jalannya.
Namun, Arka tidak mundur. Ia merasakan energi yang ada di dalam bola energi tadi semakin kuat. Sebuah pemahaman baru muncul dalam dirinya—ini bukan sekadar perang fisik, tetapi pertarungan di antara dimensi, sebuah pertempuran yang melibatkan waktu, ruang, dan kehendak. Arka tahu bahwa ia harus terus melawan, tidak hanya dengan kekuatan, tetapi juga dengan kemauan untuk bertahan.
Dengan langkah yang mantap, Arka maju menuju Entitas Kosmik. Ia melemparkan energi yang lebih besar, lebih kuat, lebih terfokus. Di dalam cahaya yang membutakan, ruang dan waktu mulai berputar. Pertarungan dimensi ini semakin intens, tetapi Arka tahu bahwa ia harus bertahan.
Karena hanya ada satu cara untuk menyelesaikan pertempuran ini: menghancurkan pusat kekacauan itu, sebelum semuanya hancur selamanya.*
Bab 6: Menggali Sumber Kekuatan
Arka berdiri tegak di tengah hancurnya ruang dan waktu, merasakan getaran yang tak terlihat namun sangat kuat mengalir di sekitarnya. Kekuatan dari Entitas Kosmik masih menggerakkan dimensi ini dengan cara yang tidak dapat dijelaskan. Setiap langkah Arka terasa lebih berat dari sebelumnya, seakan alam semesta ini berusaha menahan kehadirannya, menyuruhnya untuk mundur. Tetapi ia tahu bahwa mundur bukanlah pilihan. Ia harus terus maju, menggali lebih dalam, mencari sumber dari kekuatan yang kini mengancam seluruh realitas.
Setelah melemparkan bola energi sebelumnya dan menyaksikan kekuatan besar yang terlepas, Arka merasa seolah dirinya menjadi bagian dari dimensi ini, terhubung dengan arus energi yang mengalir melalui setiap pori ruang yang ada. Ia merasakan aliran kekuatan itu tidak hanya di sekitar tubuhnya, tetapi dalam dirinya, menyusup ke dalam setiap sel tubuhnya. Ia kini memahami bahwa dia lebih dari sekadar manusia biasa—dia adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Namun, entitas itu masih ada, dan kehadirannya yang mengerikan tidak hanya mengancam dunia ini, tetapi seluruh dimensi yang menghubungkan berbagai dunia. Entitas Kosmik itu adalah sebuah kekuatan primordial, sebuah entitas yang lahir dari eksperimen peradaban kuno yang mencoba menembus batas ruang dan waktu. Ketika eksperimen itu gagal, kekuatan yang terlahir tidak terkendali, menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, dan menciptakan kekacauan yang meluas ke seluruh dimensi.
Arka menggenggam bola energi yang kini ada di tangannya, merasakannya semakin mengalir, semakin menyatu dengan dirinya. Namun, ia tahu bahwa kekuatan ini tidak akan cukup. Ia harus menemukan sumber utama kekuatan Entitas Kosmik itu, sebuah pusat yang mengalirkan energi ke seluruh dimensi ini. Hanya dengan menghancurkan sumber tersebut, ia bisa menghentikan kehancuran yang lebih besar.
Penjaga dimensi yang kini berada di sampingnya, tetap tenang meskipun situasi semakin tegang. Dengan gerakan yang halus, penjaga itu melangkah maju, dan di hadapan mereka terbuka sebuah pintu besar yang memancarkan cahaya biru terang. Itu adalah gerbang yang menuju pusat kekuatan—tempat di mana sumber energi dari seluruh dimensi ini berada.
“Kau harus menyusuri jalur ini dengan hati-hati,” kata penjaga itu, suaranya penuh dengan peringatan. “Setiap langkah di dalamnya membawa risiko yang lebih besar. Sumber kekuatan ini tidak hanya menghubungkan dimensi ini, tetapi juga dimensi lainnya. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi jika kau memasuki pusat itu tanpa persiapan yang tepat.”
Arka mengangguk. Ia tahu bahwa ini adalah langkah terakhir—langkah yang akan menentukan nasib semua dimensi yang terhubung. Tanpa ragu, ia melangkah ke dalam gerbang yang terbuka, merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyergapnya. Begitu melewati gerbang, ia tiba di sebuah ruangan yang lebih besar dari apa pun yang pernah ia bayangkan. Ruangan itu seakan tidak memiliki batas, sebuah ruang tanpa ujung yang melampaui pemahaman manusia.
Di tengah ruangan, sebuah kristal besar berdiri, bersinar dengan cahaya biru yang kuat. Kristal itu tampak seperti sumber dari seluruh kekuatan yang mengalir melalui dimensi ini. Energi yang terpancar dari kristal itu terasa begitu kuat, seakan dapat menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya. Arka merasa tubuhnya tergetar oleh energi itu, setiap gerakan terasa begitu lambat, seolah gravitasi di tempat ini bekerja dengan cara yang tidak biasa.
“Ini adalah sumber kekuatan yang terhubung dengan segala sesuatu,” kata penjaga dimensi, suaranya terdengar jauh, teredam oleh getaran energi yang ada. “Kristal ini adalah inti dari semua dimensi yang saling berkaitan. Jika kau ingin menghancurkannya, kau harus memutuskan hubungan energi yang menghubungkannya dengan ruang ini dan dunia lainnya. Tapi hati-hati, menghancurkan sumber ini berarti merusak keseimbangan yang sangat rapuh.”
Arka menatap kristal itu dengan serius. Setiap insting dalam dirinya berkata bahwa ini adalah keputusan yang harus diambil, meskipun risiko yang terlibat begitu besar. Bagaimana mungkin dia bisa menghancurkan sesuatu yang begitu vital? Namun, jika ia gagal, semua dimensi yang terhubung akan hancur, dan kekacauan ini akan terus menguasai dunia mereka.
Meskipun ada keraguan dalam dirinya, Arka tahu satu hal pasti—ia tidak bisa kembali. Ia harus maju, meskipun dengan resiko yang tak terduga.
Arka memusatkan perhatian pada bola energi yang kini bersinar di tangannya. Seiring ia mendekat, kristal itu bergetar lebih kuat, energi di sekitarnya semakin intens, seperti berusaha melawan kehadirannya. Tiba-tiba, ruang di sekelilingnya berubah. Seolah dimensi ini bereaksi terhadap kehadiran Arka, seluruh ruangan berputar, dan Arka merasa dirinya terlempar kembali ke dalam kegelapan. Suara yang tidak bisa dijelaskan mengisi ruang tersebut, seolah ada kekuatan yang mencoba menahan langkahnya.
Di tengah kekacauan itu, Arka merasa ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya. Energi dari bola yang ia genggam semakin kuat, dan tubuhnya terasa semakin ringan. Dengan kesadaran yang lebih tajam, ia menyadari bahwa ia tidak hanya sedang menghadapi Entitas Kosmik, tetapi juga dirinya sendiri. Energi yang ia gunakan bukan hanya miliknya—itu adalah bagian dari dirinya yang belum ia kenal, bagian dari dimensi ini yang mengalir melalui setiap serat dirinya.
Seketika, Arka melepaskan bola energi yang ada di tangannya, membiarkannya terbang menuju kristal besar. Sebelum bola energi itu menyentuh kristal, ia merasakan getaran terakhir yang menghubungkan dirinya dengan dimensi ini. Semua energi yang ada di dalam dirinya bergabung dengan kekuatan yang mengalir melalui bola itu, dan dalam detik yang sama, ledakan energi yang dahsyat mengguncang seluruh ruang.
Sebuah cahaya yang tak terlukiskan membanjiri ruangan itu, menciptakan gelombang energi yang mengalir melintasi dimensi ini, menyapu segala sesuatu yang ada di hadapannya. Segala sesuatu mulai bergetar, retakan kecil muncul di permukaan kristal besar itu, dan ruang di sekitar Arka terbalik, seperti ruang dan waktu sedang dihancurkan oleh kekuatan yang tak terbendung.
Namun, di saat yang sama, Arka merasakan sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam dari sekadar energi. Ia merasakan getaran kehidupan yang mengalir melalui dimensi ini, seperti sebuah aliran yang menghubungkan segala sesuatu. Entitas Kosmik yang sebelumnya mengancam mulai melemah, energi dari kristal itu berkurang, dan getaran gelap yang menguasai ruang itu perlahan menghilang.
Semua yang ada di sekitar Arka berangsur-angsur menghilang, dan di hadapannya, sebuah pintu terbuka. Di luar pintu itu, dunia yang lebih terang menunggu, dunia yang belum sepenuhnya hancur. Tetapi Arka tahu bahwa ia belum selesai—karena meskipun kristal itu telah hancur, dimensi ini masih membutuhkan penyeimbangan kembali. Semua yang telah terjadi adalah sebuah langkah besar menuju perubahan, namun perjalanan masih jauh dari selesai.*
Bab 7: Tersesat dalam Waktu
Arka melangkah keluar dari pintu yang terbuka itu, menyusuri jalanan yang tampak asing di hadapannya. Dunia di luar dimensi itu, yang sempat terhenti dalam kekacauan, kini tampak sepi dan sunyi. Langit biru yang cerah memudar menjadi kelabu, dan tanah yang dulunya subur kini tampak gersang, kosong dari kehidupan. Hanya ada angin yang berhembus, membawa aroma asing yang terasa menyesakkan. Arka menatap ke depan, merasakan berat langkahnya. Ia tahu bahwa meskipun kristal besar itu telah dihancurkan, perjalanan sejatinya baru saja dimulai.
Seluruh alam semesta yang ia kenal tampaknya tidak lagi stabil. Dimensi yang dulunya saling terhubung kini mulai terbelah, dan Arka merasa kehadiran waktu itu berbeda, terpecah dalam potongan-potongan yang tidak bisa dipahami. Sesuatu yang tidak beres telah terjadi saat ia menghancurkan sumber kekuatan dimensi, dan kini, ia terjebak dalam semacam keheningan, waktu yang terus berputar namun tak menentu.
Dengan setiap langkah, Arka semakin merasa terasing. Waktu tidak lagi bergerak seperti yang ia ingat. Suatu detik rasanya seperti berjam-jam, dan terkadang ia merasa seperti berada di masa lalu atau bahkan di masa depan, tanpa bisa membedakan keduanya. Seperti ada sesuatu yang mengikatnya ke titik tertentu dalam waktu, dan ia tak mampu menghindar.
“Ini… ini tidak mungkin,” gumam Arka, merasa kebingungannya semakin dalam. Wajahnya tampak pucat, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan apa yang ada di depannya, namun semuanya terasa kabur. Mungkin ini adalah akibat dari menghancurkan kristal tersebut. Arka mulai merasakan tubuhnya terombang-ambing, seperti terperangkap dalam sebuah loop waktu yang tidak pernah berhenti.
Langkah kaki Arka terdengar keras di tanah yang kering, namun ia merasa bahwa setiap langkahnya justru semakin memperburuk keadaan. Ia tidak tahu ke mana arah yang harus dituju. Dunia ini tampak seperti sebuah padang kosong tanpa ujung, dan semua tanda-tanda kehidupan seolah lenyap begitu saja. Ia bahkan mulai meragukan apakah ia masih berada di dunia yang sama lagi.
Tiba-tiba, Arka terhenti, merasakan getaran halus di tanah yang ada di bawah kakinya. Dalam sekejap, tanah itu mulai bergerak, retakan kecil muncul di permukaan yang sebelumnya tampak begitu kokoh. Sebuah suara gemuruh terdengar dari kedalaman tanah, dan tanpa peringatan, sebuah portal muncul, berputar dengan kekuatan yang dahsyat. Portal itu memancarkan cahaya biru yang familiar, namun kali ini lebih menakutkan—seperti sebuah pengingat akan kekuatan yang telah ia hancurkan.
“Tidak… aku harus pergi!” Arka bergumam pada dirinya sendiri, namun tubuhnya seperti tidak mendengarkan. Ia merasa tertarik menuju portal itu, meskipun rasanya sangat berbahaya. Ada sesuatu yang mengundangnya, sesuatu yang memanggil dari kedalaman waktu. Tanpa sadar, kakinya bergerak maju, menariknya lebih dekat ke dalam portal tersebut.
Begitu Arka menyeberang ke dalam portal, perasaan terombang-ambing itu semakin kuat. Di dalam portal itu, ruang dan waktu tampak hancur, berputar dengan kecepatan yang luar biasa. Arka merasakan sensasi yang belum pernah ia alami sebelumnya. Dunia di sekelilingnya tidak lagi terikat pada hukum fisika yang ia kenal. Semua arah, semua waktu, tercampur aduk menjadi satu, dan Arka merasa dirinya terlempar ke dalam ruang yang lebih asing dari apapun yang pernah ia lihat sebelumnya.
Arka mengumpulkan semua kekuatannya untuk tetap tenang, mencoba mengendalikan diri di tengah kekacauan itu. Ia tahu bahwa ia tidak bisa panik. Jika ia kehilangan kendali, mungkin ia akan terjebak di dalam ini selamanya. Perlahan, pandangannya mulai jelas, dan ia melihat sosok yang bergerak di tengah-tengah kekosongan ini—sebuah bayangan yang perlahan mendekat.
“Siapa… siapa kamu?” tanya Arka, suaranya nyaris tenggelam dalam hembusan angin waktu yang tak dapat ia kendalikan.
Sosok itu tidak menjawab, namun ia semakin dekat. Sebuah cahaya biru yang sangat terang mengelilingi bayangan itu, dan perlahan, sosok itu muncul dengan jelas. Itu adalah penjaga dimensi yang dulu ia temui. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda—penjaga itu tidak lagi tampak seperti entitas yang bijak dan penuh kekuatan, melainkan lebih seperti sosok yang hilang, terperangkap dalam waktu yang terdistorsi.
“Arka…” suara penjaga dimensi itu terdengar jauh, seolah datang dari ribuan tahun lalu. “Kau telah membuka jalur yang tak seharusnya terbuka. Waktu ini, ruang ini… semua itu tidak lagi berada di bawah kendali siapa pun. Kau telah merusak tatanan yang ada.”
“Penjaga…” Arka terdiam, mencoba memahami apa yang terjadi. “Apa yang sedang terjadi? Aku tidak bisa mengontrol waktu ini. Apa yang harus aku lakukan?”
Penjaga itu menggelengkan kepala, matanya yang dahulu tajam kini tampak lemah, penuh penyesalan. “Kau harus mencari inti dari waktu yang terlupakan. Ada sebuah titik di dalam dimensi ini yang mengatur semua garis waktu, dan itu kini hancur. Jika tidak ada yang memperbaiki tatanan itu, kau akan terjebak di dalamnya selamanya.”
Arka merasakan kecemasan mulai meresap. Jika ia terjebak dalam distorsi waktu ini, segala usaha yang ia lakukan akan sia-sia. Namun, penjaga itu melanjutkan dengan penuh keyakinan, “Hanya kau yang bisa mengembalikan keseimbangan. Di dalam kekacauan waktu, ada satu titik yang bisa mengembalikan semuanya. Kau harus mencapainya sebelum terlambat.”
Dengan langkah cepat, Arka berlari menuju arah yang ditunjukkan oleh penjaga itu, meskipun ia tahu itu bukan perjalanan yang akan mudah. Waktu di sekitarnya mulai semakin tidak teratur. Ia melintasi berbagai gambaran masa lalu, menyaksikan potongan-potongan kenangan yang berulang dan berdebar. Ia merasa seperti terjebak di dalam mesin waktu, tak mampu melihat masa depan, terfokus hanya pada satu tujuan.
Saat ia semakin mendekati titik yang ditunjukkan penjaga, sesuatu yang lebih besar mulai terjadi. Ruang di sekelilingnya kembali bergoyang, dan untuk pertama kalinya, Arka merasakan seolah dirinya melihat gambaran masa depan yang bisa saja menjadi kenyataan. Dimensi itu, yang telah rusak, mulai beregenerasi dengan sendirinya—sebuah tanda bahwa apa yang dilakukan Arka memiliki dampak yang lebih besar dari sekadar pertempuran fisik.
Namun, meskipun demikian, pertarungan baru saja dimulai. Jika ia gagal mencapai titik pusat kekuatan waktu ini, maka seluruh dimensi akan runtuh, dan ia akan terjebak di dalam gelombang waktu yang tiada akhir. Satu hal yang pasti, ia tidak bisa mundur. Ia harus bertahan, harus mengatasi distorsi ini, dan menyelamatkan dunia yang tergantung pada setiap detiknya.
Arka semakin dekat, namun jarak itu semakin jauh, dan waktu terus berjalan dengan caranya sendiri.*
Bab 8: Katalis Akhir
Waktu terus bergulir, tak dapat dihentikan, tak dapat dimanipulasi lagi. Setiap detik yang berlalu terasa seperti rentetan tembakan peluru yang menghujam, mencabik segala kemungkinan. Arka kini berada di ujung batas kesadarannya. Seluruh alam semesta yang ia kenal sebelumnya sudah mulai hancur, diliputi oleh kekacauan yang disebabkan oleh ketidakteraturan dimensi waktu. Ia tahu bahwa langkah terakhir yang ia ambil akan menentukan tidak hanya nasib dirinya, tetapi juga seluruh dimensi yang kini terancam oleh kekuatan yang sudah tidak terkendali.
Setelah melewati perjalanan yang panjang dan penuh pengorbanan, Arka tiba di pusat titik kekacauan—sebuah ruangan besar yang berputar di dalam kegelapan. Di dalam ruangan ini, segala sesuatu tampak terdistorsi. Ruang dan waktu tidak lagi mengikuti hukum yang bisa dipahami. Setiap detik yang berlalu berputar tak menentu, berkelok seperti gelombang yang tak pernah berakhir. Di tengah ruangan itu, sebuah benda bersinar terang: sebuah kristal hitam yang terhubung dengan aliran energi yang sangat kuat. Kristal itu adalah katalis dari seluruh kekacauan ini, sebuah pusat energi yang menghubungkan waktu, ruang, dan dimensi yang terpecah.
Namun, bukan hanya kristal yang menjadi pusat perhatian Arka. Di sekeliling kristal, terlihat gerakan yang tidak wajar—bayangan-bayangan yang berputar dalam kekosongan, seakan bergerak tanpa hukum fisika apapun. Arka tahu, ini adalah manifestasi dari ketidakteraturan waktu. Mereka adalah sisa-sisa dari entitas-entitas yang terjebak dalam waktu yang terdistorsi, makhluk-makhluk yang tercipta dari kekacauan yang menghancurkan segala hal yang ada di sekitarnya.
Di depan kristal hitam itu, Arka bisa merasakan sebuah aura yang sangat kuat, seakan ada sesuatu yang memanggilnya. Tanpa bisa menahan diri, ia melangkah maju. Setiap langkah terasa berat, tubuhnya seperti terhisap oleh kekuatan yang datang dari pusat kristal tersebut. Namun, ia tahu bahwa ini adalah jalan yang harus ia tempuh. Tidak ada pilihan lain. Kristal itu adalah kunci dari semua ini, dan ia harus menghancurkannya, apapun konsekuensinya.
“Ini adalah akhir dari segala sesuatu,” gumam Arka pada dirinya sendiri, matanya terpaku pada kristal yang bersinar itu. “Semuanya akan berakhir di sini.”
Tetapi, saat ia mendekati kristal, ia merasakan adanya perlawanan. Sebuah suara terdengar dalam benaknya, begitu kuat, begitu menakutkan. Suara itu terdengar seperti gema dari masa lalu yang jauh, dan bagi Arka, suara itu adalah suara dari entitas yang telah menyebabkan semua kekacauan ini.
“Arka…” suara itu bergema, mengalir dalam pikirannya. “Kau tak bisa menghancurkan kami. Kami adalah bagian dari waktu, bagian dari ruang. Tanpa kami, dunia ini akan runtuh.”
Arka terdiam, merasakan setiap kata yang keluar dari suara itu. Ia tahu apa yang dimaksud. Entitas ini—dalam bentuknya yang sudah rusak—berusaha mengingatkan Arka bahwa tanpa kekacauan ini, tanpa katalis yang ada di depan mata, tidak ada lagi waktu yang dapat bergerak. Tidak ada lagi kehidupan. Semua yang ada hanya kehampaan.
“Tapi apakah itu berarti aku harus membiarkan semuanya terus berjalan seperti ini? Aku harus menghancurkan kalian untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari dunia ini,” balas Arka, suaranya penuh tekad. “Aku tidak bisa biarkan ruang dan waktu terus terjerat dalam kekacauan ini. Aku tidak akan membiarkan dunia ini dihancurkan begitu saja.”
Dengan satu lompatan, Arka melompat ke arah kristal itu. Saat jari-jarinya hampir menyentuh permukaan kristal, energi yang mengalir di dalam kristal itu semakin kuat, menciptakan gelombang besar yang menghamburkan Arka ke belakang. Tubuhnya terbentur ke dinding energi yang membatasi ruang itu, dan ia merasakan tubuhnya terluka, lelah, dan hampir tak bisa bergerak. Namun, Arka tahu bahwa ini adalah titik terakhir—satu-satunya peluang untuk menghentikan kehancuran ini.
Darah mengalir dari tubuhnya, tetapi semangatnya tidak goyah. Ia merasakan aliran energi yang kuat mengalir melalui tubuhnya, dan dengan sisa kekuatan yang ia miliki, ia mengarahkan tangannya ke pusat kristal. Ada rasa panas yang membakar saat energi itu mengalir ke dalam tubuhnya. Arka tahu, ini adalah ujian terbesarnya. Semua yang ia lakukan, semua pengorbanannya, akan sia-sia jika ia gagal.
“Kau tidak bisa menghancurkan kami,” kata suara itu lagi, kali ini lebih keras dan lebih mengancam. “Kami adalah katalis, kami adalah inti dari eksistensi. Tanpa kami, segala hal akan berhenti. Kematian akan datang.”
Dengan segala kekuatan yang tersisa, Arka mengepalkan tangannya dan melepaskan semua energi yang ia kumpulkan. Ledakan besar terjadi, dan seluruh ruangan bergetar hebat. Cahaya yang memancar dari kristal itu meledak, menciptakan gelombang yang mengubah ruang di sekitarnya. Arka merasakan tubuhnya terlempar jauh, tetapi ia tetap fokus pada satu hal: menghancurkan sumber kekuatan yang mengendalikan segalanya.
Saat ledakan itu mereda, Arka terbujur lemah di tanah, tubuhnya hampir tak bergerak. Namun, ia merasa sesuatu yang luar biasa. Sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Waktu yang terasa hancur kini mulai mengalir dengan normal. Dimensi yang terdistorsi mulai menyatu kembali. Seluruh ruang yang sebelumnya kosong kini terisi dengan kehidupan, seperti sesuatu yang lama hilang akhirnya kembali.
Dengan napas yang tersengal, Arka berusaha bangkit. Kristal hitam itu hancur menjadi serpihan-serpihan kecil, dan dalam sekejap, energi yang terperangkap di dalamnya menghilang. Tidak ada lagi gangguan waktu, tidak ada lagi kekacauan yang menunggu untuk menghancurkan segalanya. Sebagai gantinya, ada kedamaian. Dunia yang semula terganggu kini mulai pulih.
Namun, Arka tahu bahwa ia telah membayar harga yang tinggi untuk kemenangan ini. Tubuhnya terasa lelah, kekuatan yang dimilikinya hampir habis. Meski demikian, ia merasa lega—dunia ini, dunia yang telah begitu lama terperangkap dalam ketidakteraturan waktu, akhirnya menemukan jalan menuju keseimbangan.
Dengan kesadaran yang kembali utuh, Arka menatap langit yang kini mulai cerah kembali. Waktu terus berjalan, tetapi kali ini, ia tahu bahwa segala sesuatu memiliki tempatnya masing-masing dalam urutan yang tepat.
“Semua ini… sudah selesai,” bisik Arka, merasa berat yang mengendap dalam dadanya mulai menghilang.
Dan dengan itu, dimensi yang sempat terancam kehancurannya akhirnya mendapatkan kesempatan kedua untuk berkembang. Katalis akhir telah hancur, tetapi warisan yang ditinggalkan oleh Arka, dan seluruh perjuangannya, akan tetap hidup. Sebuah dunia yang baru telah terlahir, dan kini, Arka bisa menjalani sisa waktunya dengan rasa damai yang telah lama hilang.*
Bab 9: Penutupan Dimensi
Kehancuran yang terjadi di pusat dimensi masih terasa. Arka merasakan udara yang mengelilinginya kini seolah kembali ke kondisi yang normal, meskipun tubuhnya masih merasa terhimpit oleh kelelahan yang luar biasa. Dimensi yang telah lama terpecah kini mulai menyatu kembali, namun itu tidak berarti bahwa proses pemulihannya akan segera selesai. Dunia yang dulu dipenuhi dengan ketidakpastian kini menunjukkan tanda-tanda kestabilan, tetapi Arka tahu bahwa ini hanya sebagian dari perjalanan panjang yang harus ia hadapi.
Ia berdiri di tepi jurang ruang yang sudah berubah, memandang ke sekelilingnya. Semua yang ada sebelumnya hancur, tertinggal hanya puing-puing dan serpihan waktu yang masih berputar pelan. Namun, ia tidak bisa membiarkan keadaan ini begitu saja. Jika dimensi ini benar-benar pulih, ia harus menutup semua pintu yang ada—mencegah apapun yang mungkin kembali merusak keseimbangan yang baru tercipta.
Arka mengangkat tangan, merasakan aliran energi yang kini mengalir melalui tubuhnya. Ini adalah kekuatan yang diperolehnya setelah menghancurkan kristal hitam di pusat dimensi. Namun, ia tahu bahwa meskipun memiliki kekuatan itu, ia tidak bisa bertindak gegabah. Penutupan dimensi bukanlah hal yang sederhana. Setiap gerakan yang salah, setiap keputusan yang keliru, bisa berarti kehancuran kembali. Penutupan ini harus sempurna.
Saat langkahnya menyentuh tanah yang semakin stabil, Arka memandang horizon yang kosong, tempat di mana alam semesta dan dimensi bertemu. Ada sesuatu di sana, sebuah kekuatan yang tak terlihat, yang mengawasi setiap langkahnya. Arka merasa seakan ada entitas yang menunggu. Namun kali ini, ia tidak takut. Ia tahu bahwa ini adalah takdir yang harus dihadapi, dan apa pun yang akan datang, ia harus siap menghadapinya.
Dalam hening, Arka mulai membentuk sebuah lingkaran energi di sekeliling dirinya. Lingkaran itu menyala dengan cahaya biru muda, simbol dari keseimbangan yang harus ia ciptakan. Di dalam lingkaran itu, ia memusatkan semua kekuatannya, berusaha memanggil kembali seluruh energi yang hilang dan meletakkan semua dimensi ke tempat yang semestinya. Ia bisa merasakan medan waktu di sekitarnya mulai berubah. Rasa berat itu kembali menghimpit dada Arka, seperti ia sedang berusaha mendorong seluruh alam semesta dengan tangannya.
Namun, saat ia mulai meresapi setiap rincian energi yang harus disatukan, ia mendengar suara yang familiar di dalam kepalanya.
“Arka…” suara itu terdengar lembut, namun jelas, menembus kekacauan yang ada. “Kau tidak bisa menghentikan semuanya dengan cara ini. Apa yang kau lakukan, tak akan kembali seperti sedia kala.”
Suara itu datang dari penjaga dimensi yang pernah ia temui sebelumnya. Meskipun sosok penjaga itu kini tak lagi terlihat fisik, Arka tahu bahwa ia adalah bagian dari alam semesta yang lebih besar—sebuah entitas yang lebih tua daripada waktu itu sendiri.
“Tidak ada yang bisa kembali sepenuhnya,” Arka menjawab dalam hati, suara keteguhan menguat dalam dirinya. “Tapi ini adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki dunia yang rusak.”
Penjaga dimensi itu tidak menjawab langsung. Namun, Arka bisa merasakan kehadirannya, sebuah kekuatan yang mencoba untuk mempengaruhi pikirannya. “Kau mengira ini akan menyelamatkan semuanya, Arka? Dimensi yang kau coba tutup ini adalah kunci bagi kelangsungan dunia yang lain. Jika kau menghancurkannya, segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini akan hilang, bahkan kau sendiri tidak akan ada.”
Arka berhenti sejenak, merasakan getaran yang kuat di seluruh tubuhnya. Ia tahu apa yang penjaga itu katakan adalah kenyataan. Dimensi ini bukan hanya bagian dari dunia yang ia kenal, tapi juga terhubung dengan dimensi-dimensi lain yang lebih besar dan lebih jauh. Jika ia menutup dimensi ini, ia tidak hanya akan menutup dunia yang telah lama terpecah, tetapi juga menghapus segala kemungkinan adanya dunia lain yang saling berhubungan. Keputusan ini berarti melepaskan semua yang telah ia perjuangkan.
Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa dunia ini sudah tidak bisa lagi dibiarkan terbuka. Kekuatan yang begitu besar dan tidak teratur bisa menghancurkan semuanya, bukan hanya dimensi ini, tetapi seluruh sistem kehidupan yang ada. Arka harus memilih. Jika ia tidak bertindak, semua yang ada di sekelilingnya akan menjadi semakin kacau. Jika ia memilih untuk menutupnya, ia mungkin akan menghancurkan sesuatu yang lebih besar dari dirinya, sesuatu yang tak dapat dipahami sepenuhnya.
Arka menggigit bibirnya. Ada rasa sakit yang begitu dalam, rasa cemas yang meresap, tetapi ia tahu bahwa ia tidak memiliki pilihan lain.
“Saya tidak punya pilihan,” katanya pelan, hampir berbisik. “Dunia ini sudah tak bisa dibiarkan hancur lebih jauh. Saya akan menutup dimensi ini. Terlepas dari apa yang terjadi.”
Dengan keputusan yang bulat, Arka memperkuat lingkaran energi di sekelilingnya. Cahaya biru yang mengelilinginya semakin terang, dan medan waktu mulai berdenyut lebih cepat. Ia merasakan kekuatan yang terperangkap dalam aliran dimensi mulai mengalir ke arahnya, terhimpun dengan kekuatan yang ia ciptakan. Ruang dan waktu mulai bergerak secara bersamaan, mempercepat perubahan yang terjadi. Dalam sekejap, Arka menyentuh inti dari penutupan itu, melepaskan energi terakhir yang ia simpan.
Ketika energi itu dilepaskan, seluruh dunia yang ada di sekelilingnya berguncang. Suara gemuruh terdengar, menghancurkan ketenangan yang sempat tercipta. Namun, kali ini, guncangan itu tidak membawa kehancuran—sebaliknya, itu adalah proses pembaruan. Dimensi yang selama ini terpecah mulai bergerak kembali ke tempatnya. Bentuk-bentuk kehidupan yang pernah hilang kembali muncul dalam sekejap, seolah-olah dimensi itu mengatur ulang dirinya, membangun ulang segala sesuatu yang hancur.
Arka terjatuh ke tanah, kelelahan menghampiri tubuhnya yang hampir tak mampu lagi bergerak. Namun, ketika ia menatap langit, ia melihat perubahan yang nyata. Waktu yang terdistorsi kini kembali mengalir dengan teratur. Dimensi yang semula terpecah kembali bersatu, dan segalanya mulai menemukan keseimbangannya.
“Ini… ini adalah akhir dari perjalanan saya,” Arka berbisik, tubuhnya merosot ke tanah, namun hatinya terasa tenang. “Semua sudah berakhir.”
Penutupan dimensi itu berhasil, dan dunia yang semula terguncang oleh kekacauan kini kembali stabil. Namun, Arka tahu bahwa meskipun dimensi ini telah tertutup, perjalanan hidupnya tetaplah sebuah perjalanan panjang. Dunia yang baru telah lahir, namun ia tahu, seperti halnya dimensi yang kini tertutup rapat, ada banyak rahasia dan pelajaran yang akan terus terungkap seiring waktu berjalan.
Dan, dalam kedamaian itu, Arka akhirnya bisa menemukan jawabannya: bahwa terkadang, untuk menciptakan kehidupan yang baru, kita harus berani menutup bab yang lama, dengan semua pengorbanan dan keputusan yang datang bersamanya.*
Epilog: Jejak yang Terlupakan
Arka terbaring di atas tanah, tubuhnya masih terasa kaku dan lelah setelah serangkaian pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Matanya, yang kini setengah tertutup, memandang langit yang perlahan kembali stabil. Dunia yang dulu terpecah dan terguncang kini mulai tenang, dipulihkan oleh penutupan dimensi yang telah ia lakukan. Meskipun tubuhnya hampir tidak memiliki energi tersisa, pikirannya masih jernih, merenung tentang segala hal yang telah terjadi. Ini adalah akhir dari perjalanan yang panjang, tapi juga awal dari sesuatu yang baru.
Di kejauhan, awan bergerak perlahan, menciptakan pemandangan yang damai. Arka merasakan hembusan angin yang menyejukkan kulitnya, memberikan rasa lega yang hanya bisa datang setelah perjuangan berat. Meskipun tubuhnya terluka dan kehabisan tenaga, hatinya terasa lebih ringan. Seluruh dunia kini berada dalam keseimbangan, dan itu semua berkat pilihan yang ia buat. Namun, meskipun kemenangan telah tercapai, Arka tahu bahwa tidak ada yang benar-benar selesai. Beberapa hal tetap hilang, dan beberapa rahasia akan terus terkubur dalam waktu.
Ia teringat akan kata-kata penjaga dimensi yang pernah ia dengar sebelum penutupan itu: “Kau mungkin menutup satu pintu, Arka, tetapi ada banyak pintu yang tak akan pernah bisa kau buka lagi.” Kata-kata itu kini terngiang di kepalanya, dan ia tahu bahwa meskipun dunia ini telah diselamatkan, ada banyak misteri yang tetap tersembunyi di balik lapisan-lapisan waktu dan dimensi yang tak bisa ia jangkau.
Tiba-tiba, suara langkah kaki yang berat terdengar di belakangnya. Arka memutar kepalanya perlahan, dan ia melihat sosok yang kini berdiri di sampingnya. Seorang pria dengan pakaian yang dikenalnya, namun dalam keadaan yang sangat berbeda. Sosok itu adalah Damar, teman lamanya yang telah lama menghilang dalam kekacauan waktu. Damar kini tampak berbeda—ada kilatan misteri di matanya, seperti seseorang yang telah melampaui batas dunia ini.
“Arka…” Damar berkata, suaranya berat, seperti seseorang yang membawa beban tak terhingga. “Kau telah berhasil menyelesaikan tugasmu, tapi ada satu hal yang belum kau pahami sepenuhnya.”
Arka menatapnya dengan lelah, namun matanya tajam. “Apa yang belum aku pahami, Damar? Bukankah dunia ini sudah stabil? Bukankah kita sudah menutup dimensi yang mengancam semuanya?”
Damar mengangguk, tetapi ada kecemasan yang terlihat di wajahnya. “Memang benar kau telah menutup pintu kekacauan itu, tetapi ada banyak hal yang tersembunyi di baliknya. Apa yang kita lakukan—penutupan dimensi itu—hanya menghalau ancaman sesaat. Namun ada sesuatu yang lebih besar yang mungkin telah terlewatkan.”
Arka mencoba untuk duduk, meskipun rasa sakit menyelimuti tubuhnya. “Apa maksudmu? Aku sudah memberikan segalanya, Damar. Semua yang kita lakukan sudah untuk dunia ini.”
Damar menghela napas panjang. “Ya, kau benar. Tapi ada satu hal yang perlu kau ingat. Di dalam dimensi yang kau tutup, ada jejak yang tak bisa hilang. Sesuatu yang tidak dapat dihapus oleh energi apapun—bahkan penutupan itu sendiri. Jejak dari mereka yang telah mengorbankan hidup mereka, entitas yang terperangkap dalam waktu yang tidak dapat dikembalikan. Katalis yang kita hancurkan bukan hanya sekadar objek, Arka. Itu adalah entitas yang menghubungkan dunia kita dengan dunia lain, sebuah kunci yang tak pernah bisa sepenuhnya dimengerti.”
Arka terdiam, mencoba mencerna kata-kata Damar. “Jadi, kamu bilang ada sesuatu yang tersisa? Sesuatu yang masih hidup meskipun kita telah menutup semua pintu itu?”
“Tidak hanya sesuatu,” jawab Damar, suaranya rendah. “Sesuatu yang sangat besar. Katalis yang kita hancurkan bukan hanya penyebab kekacauan, dia adalah penyimpan rahasia yang lebih dalam. Segalanya yang ada di dimensi kita, semuanya terhubung oleh satu benang yang tidak bisa terputus begitu saja. Mungkin, kau tidak menyadari itu, tetapi dunia ini… dunia yang kita kenal ini… bukanlah dunia yang kita pikirkan selama ini. Ada banyak lapisan yang tak terlihat.”
Arka merasa ada yang aneh dengan kata-kata Damar. Sebagai seseorang yang telah mengalami perjalanan luar biasa ini, ia merasa seolah-olah telah memahami hampir segalanya. Tetapi kini, di hadapan Damar, ia merasa seperti ada sesuatu yang masih terlewatkan, sebuah petunjuk yang tersembunyi.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Arka, suaranya mulai terdengar lebih tegas. “Jika dunia ini sudah stabil, jika kita telah menutup dimensi yang mengancam semuanya, apa lagi yang perlu dilakukan?”
Damar diam sejenak, memandang ke arah langit yang cerah. “Yang perlu kita lakukan sekarang adalah memahami bahwa kita tidak pernah benar-benar mengetahui segala sesuatu. Dunia ini tidak berhenti hanya karena kita memutuskan untuk mengakhirinya. Ada banyak hal yang lebih besar dari kita, lebih tua dari apa yang kita kenal.”
Arka merasa ada sesuatu yang menyentuh hati dan pikirannya. Meski ia tahu bahwa dunia ini kini stabil, ia juga sadar bahwa perjalanan ini mungkin bukanlah perjalanan terakhir bagi dirinya. Selama ini, ia menganggap bahwa penutupan dimensi adalah jawaban untuk semua masalah, namun kini ia menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil memiliki dampak yang jauh lebih besar dari yang bisa ia pahami.
“Jadi, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang itu?” Arka bertanya dengan suara pelan.
Damar mengangguk. “Ya. Jejak yang terlupakan ini harus ditemukan. Jangan biarkan dunia ini terulang dalam ketidaktahuan. Mungkin apa yang kita tutup sekarang, bisa menjadi pintu baru yang harus kita jelajahi, untuk memahami makna sesungguhnya dari semua yang telah kita alami.”
Arka mengangguk, meskipun matanya masih lelah. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Ada banyak yang harus dijawab, banyak yang harus dipahami. Dunia ini masih penuh dengan misteri yang belum terungkap, dan ia bertekad untuk mencari tahu lebih dalam. Dimensi yang ditutup hanyalah satu bagian kecil dari gambaran yang lebih besar.
Di kejauhan, matahari mulai terbenam, memberi warna keemasan di cakrawala. Langit yang semula gelap dan penuh dengan kekacauan kini tampak damai, tetapi Arka tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan baru yang penuh dengan rahasia yang harus dijelajahi.
Jejak yang terlupakan itu mungkin akan membawa mereka pada petualangan baru—sebuah perjalanan yang tak hanya akan menguji fisik, tetapi juga mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi jauh di dalam waktu dan ruang.
Arka berbaring lagi, namun kali ini dengan pikiran yang lebih tenang. Dia tahu, perjalanan ini akan terus berlanjut. Di luar sana, di balik lapisan-lapisan dunia yang ada, ada lebih banyak jawaban yang menunggu untuk ditemukan.
“Tidak ada yang benar-benar hilang,” pikir Arka. “Dimensi ini hanya tidur sementara, menunggu untuk dibangunkan kembali.”***
———-THE END——–