• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
DIANTARA BINTANG

DIANTARA BINTANG

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
DIANTARA BINTANG

DIANTARA BINTANG

by SAME KADE
January 27, 2025
in Romansa
Reading Time: 22 mins read

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Aira menatap langit malam yang cerah, matanya terpesona oleh pemandangan langit penuh bintang yang seolah tak ada habisnya. Malam ini, gerhana bulan total yang langka akan terjadi, dan ia tidak ingin melewatkannya. Sejak kecil, Aira selalu merasa tertarik dengan keindahan alam semesta, terutama dengan bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya. Menurutnya, langit malam adalah tempat yang paling damai, di mana segala masalah dunia terasa kecil. Itulah alasan mengapa ia datang ke sebuah observatorium di pinggiran kota untuk menyaksikan fenomena alam yang menakjubkan ini.

Di dalam observatorium yang sunyi, beberapa orang sudah duduk mengelilingi teleskop besar, mempersiapkan diri untuk menyaksikan gerhana. Aira mencari tempat kosong dan duduk di sudut ruangan. Hatinya berdebar-debar, tapi bukan karena kecemasan, melainkan karena rasa antusiasme yang membuncah. Ia tahu malam ini akan menjadi malam yang penuh dengan keajaiban, tetapi ia tidak tahu bahwa ada satu kejutan tak terduga yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Di dekatnya, seorang pria muda sedang mempersiapkan teleskopnya. Aira memperhatikan sejenak. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya. Pria itu tampak begitu fokus dengan peralatannya, mengenakan jas lab putih yang kontras dengan warna kulitnya yang gelap. Dengan rambut yang sedikit acak-acakan dan mata yang tajam, dia tampak seperti seseorang yang sudah lama tenggelam dalam dunia astronomi. Aira merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, seperti ada cerita menarik di balik tatapan matanya.

Tidak lama kemudian, pria itu menyadari bahwa Aira sedang memandanginya. Ia tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat dengan sopan.

“Halo,” sapanya dengan suara yang rendah namun tegas. “Gerhana akan dimulai dalam beberapa menit. Kamu tertarik dengan astronomi?”

Aira terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia tidak biasa diajak berbicara oleh orang asing, apalagi dengan seseorang yang tampaknya begitu serius dan sibuk seperti pria ini. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa nyaman untuk menjawab.

“Ya, saya tertarik,” jawab Aira, sedikit ragu. “Sebenarnya, saya tidak terlalu tahu banyak, tapi saya selalu suka memandangi bintang-bintang. Mereka seolah memiliki kisah sendiri yang bisa menghipnotis.”

Pria itu tersenyum lebih lebar, seolah menikmati percakapan ini. “Bintang-bintang memang penuh dengan misteri,” katanya. “Saya Firas, seorang astronom. Saya menghabiskan banyak waktu di sini, mempelajari langit.”

“Aira,” jawabnya. “Saya hanya bekerja di sebuah galeri seni, tidak ada hubungannya dengan astronomi.”

Firas tertawa kecil. “Tapi kamu tahu, seni dan astronomi sebenarnya sangat berkaitan. Keduanya berhubungan dengan keindahan, dan keduanya berusaha untuk menjelaskan dunia ini dengan cara yang berbeda.”

Aira terkejut dengan pernyataan Firas. Ia tidak pernah berpikir tentang hubungan antara seni dan ilmu pengetahuan. Tapi entah kenapa, percakapan ini membuatnya merasa lebih terhubung dengan dunia yang selama ini ia pandangi dengan penuh rasa ingin tahu.

Malam itu, Aira dan Firas duduk berdampingan, berbicara tentang berbagai hal, mulai dari astronomi, seni, hingga impian mereka di masa depan. Firas menceritakan tentang kehidupannya sebagai seorang astronom, tentang bagaimana ia merasa terhubung dengan alam semesta yang tak terbatas. Ia bercerita bagaimana langit malam selalu memberinya rasa damai dan bagaimana ia ingin mengungkap lebih banyak rahasia yang tersembunyi di sana. Aira, meskipun tidak terlalu paham dengan banyak hal yang dibicarakan Firas, merasa sangat tertarik dengan cara Firas berbicara—penuh semangat dan rasa ingin tahu yang mendalam.

Sementara itu, Aira berbagi cerita tentang hidupnya, tentang bagaimana ia selalu merasa terpukau dengan keindahan alam, meskipun ia tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentangnya. Baginya, langit malam adalah tempat yang selalu memberi ketenangan, seolah memberi jawaban atas segala kegelisahan yang ia rasakan di kehidupan sehari-hari. Ia merasa, meskipun dunia sering kali penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian, bintang-bintang tetap hadir, memberikan tanda bahwa ada sesuatu yang lebih besar di luar sana.

Gerhana bulan total dimulai. Bulan yang biasanya tampak terang, mulai tertutup oleh bayangan Bumi, dan cahaya merah yang lembut menyebar di permukaan bulan. Firas dan Aira terdiam, terpesona oleh pemandangan tersebut. Mereka berdua menyaksikan fenomena langit itu dengan keheningan yang dalam, seolah dunia berhenti sejenak. Momen itu terasa magis—sesuatu yang jarang terjadi, namun sangat berarti.

“Ini luar biasa,” kata Aira pelan. “Saya rasa, saya akan selalu mengingat malam ini.”

Firas menatapnya, lalu mengangguk. “Momen seperti ini memang tidak sering terjadi. Tapi saya percaya, setiap orang memiliki momen seperti ini—sesuatu yang membuat kita merasa terhubung dengan alam semesta.”

Aira tersenyum, merasa ada kedekatan yang tumbuh antara mereka. Walaupun mereka baru pertama kali bertemu, sepertinya ada banyak kesamaan yang membuat mereka bisa berbicara begitu akrab.

Malam itu berakhir dengan percakapan yang hangat, meski bintang-bintang perlahan mulai tersembunyi di balik awan. Aira merasa bahwa pertemuan dengan Firas bukanlah kebetulan. Meskipun mereka datang dari dunia yang berbeda, ada semacam keterhubungan yang tidak bisa dijelaskan. Sesuatu yang lebih dalam, yang membimbing mereka untuk terus berbicara, untuk terus saling mengenal.

Saat berpisah, Firas memberikan sebuah kartu nama kepada Aira. “Jika kamu ingin berbicara lebih banyak tentang bintang atau apa pun, jangan ragu untuk menghubungi saya,” katanya dengan senyum yang tulus.

Aira mengangguk, merasakan kedamaian yang tidak biasa dalam dirinya. “Terima kasih, Firas. Saya rasa, ini bukan pertemuan terakhir kita.”

Dengan itu, mereka berpisah, masing-masing berjalan pulang dengan perasaan yang berbeda. Aira merasa seolah dunia malam itu menjadi lebih terang, meskipun gerhana telah berlalu. Ada sesuatu yang baru dalam dirinya—sebuah rasa penasaran yang mendalam terhadap Firas, dan sebuah harapan bahwa pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru yang penuh dengan kemungkinan.

Langit malam yang penuh bintang menyaksikan langkah mereka masing-masing, dua jiwa yang tak terduga dipertemukan di bawah sinar yang sama, seolah menunggu kisah baru untuk dimulai.*

Bab 2: Bintang yang Menyatu

Malam itu, setelah pertemuan yang tak terduga dengan Firas, Aira merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Keajaiban gerhana bulan bukanlah satu-satunya yang menyentuh hatinya, tetapi juga pertemuan itu. Sesuatu yang sederhana—percakapan ringan tentang bintang-bintang, namun ada semacam kedekatan yang tumbuh begitu saja. Sejak malam itu, mereka mulai berkomunikasi melalui pesan singkat, berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing.

Hari-hari berlalu, dan meskipun mereka belum banyak bertemu, percakapan mereka yang mendalam tentang langit, bintang, dan kehidupan terus berlanjut. Firas sering mengajak Aira untuk datang ke observatorium, mengajarinya tentang astronomi, dan menunjukkan cara melihat objek langit dengan teleskop. Aira merasa dunia yang dulunya asing baginya kini semakin terang. Setiap percakapan dengan Firas membawa banyak hal baru, bukan hanya tentang bintang-bintang, tetapi juga tentang diri mereka sendiri.

Pada suatu sore yang cerah, Aira mendapat pesan dari Firas yang mengajaknya untuk datang ke observatorium lagi. Kali ini, Firas berencana untuk mengadakan sesi pengamatan langit dengan teleskop yang lebih besar, dan ia ingin Aira turut serta. Tanpa ragu, Aira menerima undangannya.

Saat sampai di observatorium, Aira melihat Firas sudah berada di sana, sedang mempersiapkan teleskop. Ada sesuatu dalam diri Firas yang membuat Aira merasa nyaman, seolah dunia mereka berdua terhubung di bawah langit yang sama. Aira mendekat dan menyapanya.

“Hai, Firas. Apa yang menarik malam ini?” tanya Aira dengan senyum hangat.

Firas menoleh dan tersenyum balik. “Ada banyak hal menarik. Kali ini kita akan mencoba melihat galaksi Andromeda. Itu galaksi yang paling dekat dengan Bumi, tapi tetap saja, jaraknya sangat jauh. Sekitar dua juta tahun cahaya.”

Aira terkejut. “Dua juta tahun cahaya? Itu sangat jauh, kan? Tidak bisa dibayangkan.”

Firas mengangguk, matanya berbinar. “Ya, betul. Tapi itu yang membuatnya menarik. Meskipun jaraknya sangat jauh, kita masih bisa melihatnya, kita masih bisa terhubung dengan sesuatu yang sangat jauh, dengan cahaya yang datangnya dari masa lalu. Jadi, kita seolah-olah melihat ke masa lalu.”

Aira terdiam, memikirkan kata-kata Firas. Ada kedalaman yang luar biasa dalam hal-hal yang tampaknya sederhana baginya. Ia tidak pernah berpikir bahwa memandang bintang bisa mengandung makna yang begitu dalam.

Firas mengatur teleskop, dan Aira pun duduk di sampingnya, siap untuk melihat langit dengan cara yang belum pernah ia coba sebelumnya. Dengan bantuan Firas, ia memandang ke langit dan melihat galaksi Andromeda yang perlahan muncul di layar teleskop. Itu adalah pemandangan yang menakjubkan, sebuah galaksi yang terdiri dari miliaran bintang, yang terasa begitu dekat meskipun ia tahu jaraknya sangat jauh.

“Menakjubkan,” kata Aira, suaranya penuh kekaguman. “Bintang-bintang itu seolah hidup, seperti mereka punya cerita sendiri.”

Firas tersenyum, matanya memandang bintang-bintang yang sama. “Ya, setiap bintang punya cerita. Dan kita, manusia, hanyalah bagian kecil dari cerita besar itu.”

Aira menoleh ke arah Firas. “Seperti kita, ya? Kita adalah bagian dari kisah yang lebih besar.”

Firas mengangguk perlahan. “Benar sekali. Seperti bintang-bintang yang saling terhubung, kita pun bisa saling terhubung, meski dunia kita mungkin berbeda.”

Aira merasa ada sesuatu yang mendalam dalam kata-kata Firas. Mereka berbicara tentang bintang-bintang dan alam semesta, tetapi dalam setiap kata yang keluar dari mulut Firas, Aira merasa ada hubungan yang lebih dari sekadar percakapan biasa. Ada ikatan yang mulai tumbuh di antara mereka, seperti dua bintang yang saling mendekat dan akhirnya menyatu.

Malam itu, Aira dan Firas berbicara lebih lama dari biasanya. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing, tentang impian yang mereka miliki, dan tentang hal-hal kecil yang membuat mereka bahagia. Aira mendengarkan dengan penuh perhatian setiap kata Firas, dan Firas pun tampak nyaman berbicara dengan Aira. Ada kenyamanan yang sulit dijelaskan, seolah-olah mereka sudah saling mengenal lama, padahal baru beberapa waktu yang lalu mereka bertemu.

Aira merasa bahwa pertemuan mereka bukanlah kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar yang mempertemukan mereka, seperti bintang-bintang yang tak pernah berhenti bersinar meskipun jaraknya sangat jauh. Begitu pula dengan hubungan mereka, meskipun dimulai dari sebuah percakapan sederhana, rasanya seperti sesuatu yang lebih dari sekadar takdir.

Ketika malam semakin larut, Aira merasa enggan untuk berpisah. Mereka masih duduk di sana, mengamati langit yang semakin gelap, sementara bintang-bintang perlahan muncul di seluruh penjuru. Firas terlihat begitu tenang, seperti ia merasa berada di tempat yang tepat, di bawah langit yang sama dengan Aira.

“Firas,” kata Aira tiba-tiba. “Aku merasa, meskipun langit ini begitu luas, kita selalu terhubung. Seperti bintang-bintang itu, yang saling memberikan cahaya satu sama lain.”

Firas menatap Aira, matanya berbinar. “Aira, mungkin kita memang seperti bintang-bintang itu. Masing-masing dari kita punya tempat di dunia ini, dan meskipun kita merasa kecil, kita bisa saling memberi cahaya untuk satu sama lain.”

Aira terdiam, meresapi kata-kata Firas. Ada kehangatan yang tumbuh di dalam dirinya, seolah-olah sebuah cahaya baru mulai menyinari jalan hidupnya. Ia menyadari bahwa perasaan ini bukanlah kebetulan. Ia dan Firas, seperti bintang yang terhubung, mulai menyatu dalam sebuah kisah yang tak terduga.

Malam itu, mereka berdua duduk di bawah langit yang tak terhingga, saling berbagi cerita dan mimpi, merasa terhubung lebih dalam dari sebelumnya. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan, tetapi satu hal yang pasti: malam ini, mereka telah menemukan sebuah ikatan yang kuat, seperti bintang-bintang yang saling menemani di tengah kegelapan.

Langit malam menjadi saksi, dan Aira merasa bahwa ia dan Firas baru saja memulai perjalanan mereka bersama—sebuah perjalanan yang penuh dengan bintang-bintang yang saling menyatu, penuh dengan cahaya dan harapan.*

Bab 3: Badai yang Mengguncang

Hubungan Aira dan Firas tumbuh semakin erat seiring berjalannya waktu. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berbagi momen-momen sederhana yang terasa begitu berarti. Setiap malam yang mereka lalui di bawah langit penuh bintang, setiap percakapan yang mengalir dengan mudah, semuanya menguatkan ikatan yang sudah mulai terjalin di antara mereka. Aira merasa bahwa Firas bukan hanya teman biasa. Ia adalah seseorang yang mampu memahami dirinya, seperti bintang yang selalu ada di langit malam, memberi petunjuk di tengah kegelapan.

Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan tak berlangsung lama. Sebuah badai yang datang begitu cepat, mengguncang kedamaian yang mereka bangun bersama. Aira merasakan ada perubahan dalam sikap Firas yang sulit ia jelaskan. Seperti ada jarak yang mulai terbentuk di antara mereka. Firas yang biasanya selalu hadir dengan senyum dan penuh semangat, kini tampak lebih terdiam, sering menghindari kontak mata, dan lebih banyak menyendiri. Aira mulai merasakan kegelisahan yang tumbuh di dalam dirinya. Ada sesuatu yang tidak beres, dan ia tidak tahu bagaimana cara menanyakan hal itu kepada Firas.

Suatu hari, setelah beberapa hari tanpa kabar darinya, Aira memutuskan untuk mengunjungi observatorium tempat Firas sering bekerja. Ia berharap bisa menemukan jawabannya, berharap bisa memahami mengapa Firas tiba-tiba menjauh. Ketika Aira tiba di observatorium, ia melihat Firas sedang berdiri di dekat teleskop, memandangi langit tanpa ekspresi.

“Firas,” panggil Aira pelan, mencoba menarik perhatiannya.

Firas menoleh, matanya terlihat lelah dan kosong. Ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Seolah-olah ada beban yang berat di dalam dirinya yang membuatnya tampak jauh, seakan dunia ini tidak lagi menawarkan apa-apa.

“Aira… ada yang ingin kutanyakan,” ujar Firas dengan suara yang terdengar serius, namun ada ketegangan yang jelas terdengar. Ia menatap langit yang semakin gelap, seolah mencari jawaban di sana.

Aira merasakan perubahan besar dalam diri Firas. “Apa yang terjadi, Firas?” tanyanya, cemas. “Kenapa kamu menjauh?”

Firas menarik napas panjang, lalu berpaling dari Aira. Ia merasa kesulitan untuk mengungkapkan apa yang sedang mengganggunya. “Aku… aku tidak bisa lagi terus seperti ini, Aira,” kata Firas akhirnya, suaranya penuh dengan keputusasaan. “Aku merasa tidak adil padamu.”

Aira tercengang. “Tidak adil? Apa maksudmu?”

Firas menatap Aira dengan tatapan penuh penyesalan. “Aku… aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Aku takut, Aira. Takut kalau aku akan mengecewakanmu.”

Aira mencoba menenangkan dirinya, tetapi hatinya berdebar keras. “Firas, aku tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba kamu merasa seperti itu?”

Firas mengusap wajahnya frustasi. “Karena aku masih terjebak dalam masa laluku, Aira. Aku tidak bisa mengabaikan kenangan itu, kenangan tentang kegagalan dan rasa sakit yang aku rasakan. Aku pernah jatuh cinta sebelumnya, dan itu berakhir buruk. Aku tidak bisa membiarkan diriku terluka lagi. Dan aku tidak ingin kau terluka juga.”

Aira diam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Firas. “Jadi, ini tentang masa lalu mu? Kenapa itu menghalangimu untuk merasa bahagia sekarang? Kenapa kamu menutup dirimu seperti ini?” tanya Aira, sedikit frustrasi.

Firas menunduk, matanya kosong. “Aku pernah jatuh cinta pada seseorang yang begitu dalam, Aira. Tapi akhirnya dia pergi. Dan sejak saat itu, aku takut untuk membuka hatiku lagi. Takut kalau aku akan kembali merasakan rasa sakit itu.”

Aira bisa merasakan betapa dalamnya luka yang masih terbawa oleh Firas. Tetapi, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan rasa takut masa lalu menghancurkan kesempatan mereka sekarang. “Firas, aku bukan orang yang sama dengan dia. Aku tidak akan pergi. Aku di sini karena aku ingin bersama kamu. Tapi jika kamu terus menyimpan rasa takut itu, kita tidak akan pernah bisa melangkah maju.”

Firas menatapnya, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu terakhir, ada kilatan harapan di matanya. Namun, ia masih ragu. “Tapi bagaimana jika aku tidak bisa memberikan apa yang kamu inginkan? Aku takut jika aku membuatmu kecewa.”

“Aku tidak meminta apapun selain kejujuranmu, Firas. Aku tidak butuh janji-janji yang kosong. Aku hanya ingin tahu apakah kamu bisa membuka hatimu lagi, untuk aku dan untuk kita,” jawab Aira, suaranya penuh ketulusan.

Firas terdiam lama, merenung. Ia tahu Aira benar. Ia harus menghadapi rasa takutnya, atau ia akan kehilangan kesempatan untuk bahagia. Perlahan-lahan, ia mendekatkan dirinya pada Aira. “Aku tidak tahu bagaimana caranya, Aira. Tapi aku akan mencoba. Aku akan berusaha menghadapinya, untuk kita.”

Aira merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu, meskipun ia tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir. Firas mungkin baru saja mulai membuka hatinya, tetapi perjalanan mereka masih panjang.

Namun, badai yang mengguncang hubungan mereka kali ini belum berakhir. Aira merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam lagi yang harus mereka hadapi, sesuatu yang lebih besar dari sekadar ketakutan masa lalu. Mereka harus berjuang lebih keras untuk menjaga apa yang telah mereka bangun. Hubungan mereka akan diuji oleh lebih banyak hal—kepercayaan, keraguan, dan pengorbanan.

Malam itu, setelah percakapan panjang yang penuh dengan air mata dan harapan, Aira dan Firas berdiri di bawah langit yang gelap. Mereka tahu bahwa jalan ke depan tidak akan mudah, tetapi mereka juga tahu bahwa cinta yang mereka rasakan masih cukup kuat untuk bertahan.

Firas meraih tangan Aira dengan lembut, matanya mencari kepastian. “Kita akan melalui ini bersama, kan?”

Aira tersenyum, walaupun hatinya masih penuh dengan kekhawatiran. “Ya, kita akan melaluinya bersama. Karena aku percaya, cinta ini akan mengatasi semua badai yang datang.”

Malam itu, meskipun badai emosi telah mengguncang hubungan mereka, Aira dan Firas tahu bahwa mereka telah mengambil langkah pertama menuju pemulihan. Ada banyak hal yang harus mereka perjuangkan, tetapi mereka siap menghadapinya, bersama-sama.*

Bab 4: Pencarian di Bawah Langit

Pagi itu, Aira terbangun dengan perasaan campur aduk. Meskipun percakapan yang penuh emosi dengan Firas malam sebelumnya sedikit mencerahkan situasi, hatinya masih dibebani oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Firas berkata bahwa ia akan berusaha membuka hati dan melangkah maju, tetapi Aira masih meragukan kemampuannya untuk benar-benar meninggalkan masa lalunya. Badai yang mengguncang hubungan mereka memang telah reda, namun kesan luka yang masih ada di dalam diri Firas membuatnya merasa cemas. Bisakah ia benar-benar menerima cinta setelah sekian lama terluka?

Aira memutuskan untuk tidak terlalu terbawa perasaan. Ia ingin memberi waktu dan ruang bagi Firas untuk menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan dalam dirinya. Namun, di sisi lain, Aira juga merasa perlu untuk memahami lebih dalam tentang dirinya sendiri, untuk mengetahui apakah ia siap untuk melangkah lebih jauh dalam hubungan ini.

Hari itu, Aira memilih untuk pergi ke tempat yang selalu memberinya ketenangan: bukit kecil di luar kota yang sering ia kunjungi saat ingin menyendiri. Tempat ini memiliki pemandangan indah dari seluruh kota dan langit luas yang penuh dengan bintang. Ketika langit cerah, Aira bisa menghabiskan berjam-jam hanya dengan memandang ke angkasa, merasa terhubung dengan semesta. Ia merasa seperti ada di tempat yang tepat, di bawah langit yang penuh dengan kemungkinan.

Sambil berjalan menuju bukit, Aira memikirkan banyak hal. Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang masih terperangkap dalam masa lalunya? Apakah ia bisa membantu Firas untuk melepaskan beban itu, atau apakah ia akan menjadi bagian dari luka yang tidak bisa disembuhkan? Aira tahu bahwa ia tidak bisa mengubah masa lalu Firas, tetapi ia ingin menjadi bagian dari masa depannya. Itu adalah niat yang tulus dalam dirinya.

Sesampainya di bukit, Aira duduk di batu besar yang menjadi tempat favoritnya. Angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat rambutnya tergerai lembut, dan ia merasa sedikit lebih tenang. Matanya tertuju pada langit biru yang mulai berubah menjadi jingga, menandakan senja akan segera datang. Aira merasakan kedamaian yang langka di tempat ini. Tidak ada gangguan, hanya alam dan dirinya sendiri. Dalam keheningan itu, ia merasa bisa berpikir lebih jernih.

Di saat seperti ini, Aira juga sering merenungkan tentang Firas. Ia merasa sangat ingin menolongnya, namun ia juga tahu bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Firas harus siap dengan perasaannya sendiri, dan Aira hanya bisa mendampinginya, memberi ruang untuk Firas tumbuh dan berubah.

Tiba-tiba, suara derap langkah kaki menginterupsi pikirannya. Aira menoleh dan melihat Firas yang sedang berjalan ke arahnya. Matanya langsung bertemu dengan Aira, dan meskipun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, Aira bisa merasakan ketegangan di udara. Firas tampak sedikit cemas, seolah ragu untuk mendekat.

Aira tersenyum lembut dan mengangguk, memberi isyarat agar Firas duduk di sampingnya. Firas ragu sejenak, kemudian akhirnya duduk. Keduanya diam untuk beberapa saat, hanya mendengarkan suara angin yang berhembus. Sesekali, Aira menatap langit, sementara Firas menatap tanah, tampaknya masih terperangkap dalam pikirannya.

“Aira, aku… aku ingin memberitahumu sesuatu,” akhirnya Firas membuka percakapan, suaranya terputus-putus.

“Apa itu?” tanya Aira dengan lembut, berusaha memberi dukungan.

Firas menghela napas panjang. “Aku merasa semakin sulit untuk melupakan masa lalu. Setiap kali aku berusaha membuka hati untukmu, bayangan masa lalu itu kembali datang. Aku takut akan melukai dirimu, Aira.”

Aira menatap Firas, merasakan betapa berat beban yang ia bawa. “Aku mengerti, Firas. Aku tahu betapa sulitnya untuk melepaskan sesuatu yang sudah lama berakar. Tapi aku ingin kau tahu, aku di sini bukan untuk membuatmu merasa tertekan. Aku di sini untuk berjalan bersamamu, jika kamu siap.”

Firas menoleh dan menatap Aira dengan mata yang penuh keraguan. “Tapi bagaimana jika aku tidak pernah bisa benar-benar sembuh dari luka-luka itu? Bagaimana jika aku terus membawa beban ini, dan aku tidak bisa memberikan yang terbaik untukmu?”

Aira merasa hatinya sedikit perih mendengar kata-kata Firas. Namun, ia tahu bahwa ini adalah perjuangan yang harus dihadapi Firas seorang diri. “Firas, aku tidak bisa menjanjikan segalanya akan mudah. Aku juga tidak bisa menyembuhkan luka-lukamu, tetapi aku bisa berjalan di sampingmu. Aku percaya bahwa setiap orang berhak untuk sembuh, dan itu bukanlah proses yang cepat. Aku hanya ingin kau tahu, aku ada di sini, menunggu, jika kau siap.”

Firas menunduk, seolah berpikir keras. Ada keheningan lama di antara mereka, namun kali ini, keheningan itu tidak terasa canggung. Justru, keduanya merasa lebih dekat dari sebelumnya. Aira menyadari bahwa cinta bukanlah soal seberapa cepat mereka bisa saling memahami, tetapi tentang seberapa jauh mereka bisa pergi bersama, meskipun jalan yang mereka tempuh penuh dengan rintangan.

Setelah beberapa saat, Firas mengangkat kepalanya dan menatap Aira. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku akan mencoba, Aira. Aku akan berusaha untuk membuka hatiku lagi. Mungkin tidak mudah, tapi aku ingin mencobanya—untuk kita.”

Aira merasa lega mendengar kata-kata itu, meskipun ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Mereka masih harus melalui banyak tantangan, baik dari dalam diri mereka sendiri maupun dari luar. Tetapi Aira percaya bahwa setiap langkah kecil yang mereka ambil bersama adalah langkah menuju pemulihan, bukan hanya untuk Firas, tetapi juga untuk dirinya sendiri.

Sambil melihat langit yang semakin gelap, Aira dan Firas berdiri bersama, saling berpandangan. Bintang-bintang mulai bermunculan di atas mereka, satu per satu, seolah memberi mereka petunjuk tentang arah yang harus mereka ambil. Meskipun jalan mereka penuh dengan ketidakpastian, Aira merasa bahwa pencarian mereka untuk menemukan kedamaian dan cinta akan terus berlanjut, di bawah langit yang sama, yang selalu menawarkan harapan baru setiap malam.

Firas meraih tangan Aira dengan lembut, dan Aira membalas genggaman itu, merasa lebih kuat dari sebelumnya. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, tetapi mereka siap untuk terus mencari bersama, mencari jawaban dan harapan di bawah langit yang penuh dengan bintang.*

Bab 5: Harapan yang Terbit

Setelah percakapan yang mendalam di bukit, ada perubahan yang tak terbantahkan dalam hubungan Aira dan Firas. Meskipun badai yang mengguncang masih menyisakan bekas, keduanya mulai merasakan kehadiran harapan yang perlahan tumbuh. Aira merasa bahwa untuk pertama kalinya, Firas membuka sedikit celah di hatinya yang selama ini terkunci rapat. Mereka mungkin belum sepenuhnya bebas dari bayangan masa lalu, tetapi setidaknya mereka mulai berjalan ke arah yang sama. Harapan, yang dulu terasa jauh dan tak terjangkau, kini mulai terbit di horizon mereka.

Hari-hari berikutnya terasa lebih ringan. Aira melihat Firas berusaha untuk melawan ketakutannya. Setiap kali mereka bersama, meskipun tidak selalu mudah, Firas tampak lebih terbuka. Dia mulai berbicara lebih banyak, tidak hanya tentang dirinya sendiri, tetapi juga tentang masa depan yang ia impikan. Aira menyadari bahwa ini adalah langkah besar bagi Firas. Ia tahu betapa sulitnya bagi Firas untuk melepaskan masa lalu dan berani berharap lagi. Tetapi, meskipun lambat, ada tanda-tanda bahwa Firas mulai melangkah menuju pemulihan.

Suatu pagi, ketika Aira sedang duduk di kafe favorit mereka, Firas datang dengan senyum yang jarang ia tunjukkan sebelumnya. Senyum itu tidak hanya terlihat di bibirnya, tetapi juga di matanya. Seolah-olah, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Firas merasa benar-benar hidup. Ia duduk di depan Aira, dan tanpa sepatah kata pun, ia mengeluarkan secarik kertas dari tasnya dan meletakkannya di meja.

Aira memandang Firas dengan penasaran. “Apa itu?”

Firas mengangkat bahu, wajahnya sedikit memerah. “Aku menulis sesuatu untukmu. Sebuah… pengakuan,” jawabnya pelan, namun suaranya lebih ringan daripada biasanya.

Aira terkejut, namun rasa ingin tahunya mengalahkan segala kebingungannya. “Pengakuan? Apa maksudmu?”

Firas menatap Aira dengan serius, matanya penuh dengan ketulusan. “Aku ingin kau tahu bahwa aku siap untuk mencoba. Aku tidak tahu apakah aku bisa langsung mencintaimu seperti yang kamu harapkan, tapi aku ingin memberimu lebih banyak dari diriku. Aku ingin kita berusaha bersama, Aira.”

Aira tersenyum, merasa harapan itu semakin jelas di hadapannya. “Firas, aku tidak pernah memaksamu untuk mencintaiku. Aku hanya ingin kita saling mendukung dalam perjalanan ini. Aku tahu ini bukan hal yang mudah, tapi aku percaya kita bisa melaluinya.”

Firas menunduk, merasa sedikit malu, tetapi senyum itu tetap ada di wajahnya. “Aku tahu, Aira. Aku tahu. Dan aku berjanji, aku akan mencoba untuk tidak membiarkan ketakutanku menghalangi kita. Aku akan belajar untuk berharap lagi. Bersama kamu.”

Aira merasa hatinya semakin tenang mendengar kata-kata itu. Meskipun ia tahu bahwa jalan mereka masih panjang dan penuh dengan ketidakpastian, saat itu ia merasa ada sesuatu yang lebih besar daripada ketakutan—sesuatu yang lebih kuat dari rasa sakit masa lalu. Harapan. Harapan yang perlahan tumbuh di dalam diri mereka, menghangatkan hati yang dulu terluka.

Beberapa minggu kemudian, hubungan mereka semakin dekat. Meskipun Firas masih berjuang dengan masa lalunya, Aira bisa melihat bahwa ia semakin kuat. Setiap kali mereka berbicara tentang masa depan, Firas semakin berani berbagi impian-impian kecil yang dulu tak pernah ia utarakan. Aira, di sisi lain, merasa semakin yakin bahwa ia ingin berjalan bersama Firas. Ia menyadari bahwa cinta bukan hanya soal merasakan perasaan yang mendalam, tetapi juga tentang berbagi perjalanan bersama, saling mendukung, dan tumbuh bersama.

Namun, kehidupan tidak pernah semudah itu. Pada suatu sore yang cerah, ketika Aira dan Firas sedang berjalan di sepanjang taman kota, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Mereka bertemu dengan seseorang dari masa lalu Firas—seorang wanita yang pernah sangat berarti bagi Firas. Wanita itu, yang bernama Nia, tampaknya masih membawa perasaan yang belum selesai dengan Firas. Melihat Nia berdiri di depan mereka, Aira merasakan ketegangan yang tak bisa diabaikan.

Firas terdiam sejenak, matanya terlihat bingung. Aira melihat perubahan ekspresi di wajahnya, dan ia bisa merasakan ada ketegangan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Nia memandang Firas dengan senyum yang penuh makna, namun Firas hanya membalasnya dengan tatapan datar.

“Aira, ini Nia,” ujar Firas, suaranya agak terbata-bata. “Dia… dia adalah bagian dari masa laluku.”

Aira menatap Nia dengan waspada, merasakan aura yang tidak nyaman. Nia tersenyum manis, tetapi Aira tahu bahwa senyum itu hanya permukaan. Ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya.

Nia berbicara dengan lembut, mencoba memecahkan keheningan. “Firas, aku tidak menyangka kita akan bertemu seperti ini. Sudah lama kita tidak berbicara.”

Aira merasakan gelombang kecemburuan yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengendalikan perasaan itu, tetapi ia juga sadar bahwa ini adalah bagian dari perjalanan mereka. Firas sedang berada di persimpangan antara masa lalu dan masa depan, dan ia harus bisa menerima kenyataan bahwa masa lalu Firas akan selalu ada, meskipun ia berusaha untuk melepaskannya.

Firas menatap Nia dengan mata yang penuh ketegasan. “Aku tidak tahu apa yang ingin kamu katakan, Nia, tapi aku sudah move on. Aku sudah melangkah maju.”

Nia terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Aku mengerti, Firas. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan selalu ada jika kamu membutuhkan aku.”

Aira merasakan hati Firas bergejolak. Namun, ia juga bisa merasakan bahwa Firas sedang berusaha untuk menutup babak lama dalam hidupnya. Ia tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi ia bisa memilih untuk melanjutkan perjalanan ini bersama Aira.

Aira memegang tangan Firas dengan lembut, memberikan dukungan tanpa kata-kata. “Kamu tidak sendiri, Firas. Aku di sini, dan aku percaya kamu bisa melangkah maju.”

Firas menoleh ke arah Aira, dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum dengan penuh keyakinan. “Terima kasih, Aira. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi aku siap untuk melangkah bersama kamu.”

Aira merasa harapan yang selama ini tumbuh semakin kuat. Meskipun ada rintangan yang harus dihadapi, ia tahu bahwa mereka bisa melaluinya. Harapan itu, yang dulu terasa rapuh, kini menjadi lebih jelas, dan Aira merasa siap untuk menghadapi segala kemungkinan di masa depan. Karena bersama Firas, ia tahu bahwa harapan yang terbit di pagi hari akan selalu ada, memberi mereka cahaya di setiap langkah mereka.*

Bab 6: Ujian Waktu

Waktu terus berjalan, dan dengan setiap detiknya, hubungan Aira dan Firas semakin diuji. Setelah pertemuan dengan Nia, suasana di antara mereka terasa lebih berat. Walaupun Firas berusaha keras untuk membuktikan bahwa ia telah melepaskan masa lalunya, Aira tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa bayang-bayang itu masih ada. Ketegangan yang muncul setelah bertemu Nia menambah keraguan di dalam diri Aira. Di satu sisi, ia merasa bahwa Firas semakin berusaha membuka hati, namun di sisi lain, Aira tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Firas masih belum sepenuhnya melepaskan perasaan yang pernah ada untuk Nia.

Hari demi hari, Aira semakin merasa terjebak dalam keraguan. Dia ingin percaya bahwa Firas benar-benar bisa melangkah maju, tetapi apakah dia siap untuk menerima cinta yang telah lama terluka? Bagaimana jika perasaan yang ia miliki untuk Firas tidak cukup untuk menyembuhkan luka-luka lama? Dalam setiap pertemuan mereka, Aira berusaha untuk tetap tegar, namun hati kecilnya terus bertanya-tanya.

Firas, di sisi lain, merasa kesulitan untuk menyeimbangkan antara masa lalu dan masa depan. Meskipun dia berusaha keras untuk menunjukkan bahwa ia siap untuk melangkah maju, ada saat-saat ketika rasa rindu kepada Nia muncul kembali, dan itu membuatnya merasa bingung. Ia tahu bahwa Aira adalah sosok yang berbeda, yang ia butuhkan untuk melanjutkan hidupnya, namun masih ada bagian dari dirinya yang belum sepenuhnya melepaskan masa lalunya. Setiap kali ia melihat Aira, ia merasa ada kebahagiaan yang datang, namun juga ada perasaan cemas yang menghantui. Apakah dia bisa memberikan Aira kebahagiaan yang pantas ia dapatkan, atau akankah masa lalu itu kembali menghantuinya?

Aira dan Firas sering bertemu, tetapi percakapan mereka terasa semakin berat. Mereka mulai terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak terungkapkan, saling berusaha untuk menjaga jarak emosional, tetapi tetap saling peduli. Mereka sering berbicara tentang impian-impian mereka, tentang masa depan yang ingin mereka capai, namun di balik setiap kata-kata itu, ada ketakutan yang tidak bisa dihindari—apakah mereka benar-benar bisa bersama, atau apakah hubungan ini hanya akan berakhir seperti masa lalu Firas yang tak pernah benar-benar selesai?

Suatu malam, Aira duduk sendirian di balkon apartemennya, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang. Angin malam berhembus lembut, namun hatinya terasa penuh dengan kebimbangan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Dia sudah memberi waktu, memberi ruang, dan memberikan segala yang dia bisa untuk Firas. Namun, ia merasa ada sesuatu yang hilang, ada sebuah ketidakpastian yang menghantui mereka berdua. Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa Firas adalah orang yang tepat untuknya, namun di sisi lain, ia tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa Firas belum sepenuhnya bebas dari bayangan masa lalunya.

Saat itu, ponselnya berdering. Sebuah pesan dari Firas masuk, dan Aira langsung membuka pesan itu dengan hati yang penuh harapan.

“Aira, bisakah kita bicara? Aku merasa ada banyak hal yang belum aku ungkapkan. Aku ingin kamu tahu apa yang sebenarnya ada di pikiranku. Bisakah kita bertemu malam ini?”

Aira merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Pesan itu membawa rasa campur aduk dalam dirinya. Bagaimana mungkin Firas, yang selalu tampak tegar, kini merasa perlu untuk berbicara dengan Aira tentang perasaannya? Ini adalah titik balik yang ia tunggu-tunggu, namun juga menimbulkan keraguan dalam hatinya.

Setelah beberapa saat merenung, Aira memutuskan untuk bertemu. Ia ingin mendengar apa yang Firas rasakan, dan mungkin ini adalah kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya yang sudah lama terpendam.

Mereka bertemu di sebuah taman kota yang sepi, dengan lampu jalan yang temaram menerangi jalan setapak. Firas terlihat sedikit cemas, tangannya menggenggam erat jaket yang ia kenakan. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang penuh dengan pergolakan batin. Aira merasakan ketegangan yang sama. Ia menatap Firas, menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.

“Aira,” Firas mulai, suaranya sedikit bergetar. “Aku ingin kamu tahu, aku merasa seperti ada dua dunia yang saling bertabrakan di dalam diriku. Aku ingin membuka hatiku untukmu, tapi kadang-kadang aku merasa seperti aku masih belum benar-benar bisa melepaskan masa lalu. Aku takut, Aira. Takut aku akan melukai kamu, seperti aku melukai orang-orang yang aku cintai sebelumnya.”

Aira mendengar setiap kata yang diucapkan Firas dengan seksama. Ia bisa merasakan betapa berat perasaan yang dibawa Firas. Tetapi, ia juga tahu bahwa mereka tidak bisa terus terjebak dalam ketakutan itu. Waktu terus berjalan, dan perasaan mereka harus diuji. “Firas, aku mengerti. Aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku juga tahu bahwa kita tidak bisa terus hidup dalam ketakutan. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa memilih untuk bergerak maju. Aku percaya kita bisa melalui ini bersama, asalkan kita jujur satu sama lain.”

Firas menunduk, berusaha mencerna kata-kata Aira. Dia ingin sekali meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusan yang benar, tetapi ketakutannya terus menghantuinya. “Aku takut, Aira. Aku takut aku tidak bisa mencintaimu dengan sepenuh hati, karena ada bagian dari diriku yang masih terikat dengan masa lalu. Bagaimana jika aku gagal?”

Aira memandang Firas dengan lembut, matanya penuh dengan empati. “Firas, tidak ada yang sempurna. Tidak ada hubungan yang tanpa tantangan. Tapi aku percaya, jika kita saling mendukung, kita bisa melewati semuanya. Aku tidak ingin kamu merasa tertekan. Aku ingin kita berdua tumbuh, baik sebagai individu maupun sebagai pasangan. Aku siap untuk itu, jika kamu juga siap.”

Firas mengangkat wajahnya dan menatap Aira, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa ada sedikit ketenangan di dalam dirinya. Meskipun ketakutannya masih ada, ia tahu bahwa Aira ada di sisinya. Dan itu membuatnya merasa sedikit lebih kuat.

“Aira, aku ingin mencoba. Aku tidak bisa janji akan langsung mudah, tapi aku ingin kita berjuang bersama. Aku tidak ingin kehilangan kamu.”

Aira tersenyum, merasakan harapan yang mulai tumbuh kembali di dalam dirinya. Mereka masih memiliki jalan panjang yang harus dilalui, namun malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, Aira merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar cinta. Mereka sedang menjalani ujian waktu, dan meskipun banyak ketakutan yang harus dihadapi, Aira percaya bahwa mereka bisa melewatinya—bersama.

Mereka berdua duduk di bangku taman, saling berpegangan tangan, dan untuk pertama kalinya, mereka merasa bahwa harapan itu benar-benar ada.*

Bab 7: Di Antara Bintang

Langit malam itu begitu terang, penuh dengan bintang-bintang yang seolah bersinar lebih terang dari biasanya. Aira dan Firas duduk berdua di atas atap gedung tempat mereka pertama kali bertemu, sebuah tempat yang kini menjadi saksi bisu perjalanan hati mereka. Aira menghela napas panjang, menatap langit yang begitu indah, sambil merasakan ketenangan yang jarang ia rasakan belakangan ini. Sesuatu dalam dirinya merasa damai, seolah alam semesta sedang menyampaikan pesan bahwa mereka sedang berada di jalur yang benar.

Firas duduk di sampingnya, tangannya berada di samping Aira, tetapi mereka tidak saling menggenggam—meskipun rasanya begitu ingin melakukannya. Keheningan di antara mereka terasa nyaman, meskipun ada perasaan tak terungkapkan yang mengendap di dada mereka. Begitu banyak yang telah mereka lewati, begitu banyak yang telah mereka pelajari dari satu sama lain. Meskipun begitu, Aira tahu bahwa jalan mereka masih panjang. Mungkin, lebih panjang dari yang mereka kira.

Setelah beberapa lama menikmati ketenangan malam, Firas akhirnya memecah keheningan. “Aira, apakah kamu pernah berpikir tentang masa depan? Tentang apa yang kita akan lakukan setelah semua ini? Setelah kita melewati semua ketakutan dan keraguan ini?” tanya Firas, suaranya lembut namun penuh makna. Ada sedikit kecemasan yang tersirat dalam suaranya, seolah ia sedang menguji keteguhan hati Aira.

Aira menoleh ke arahnya, melihat ke dalam mata Firas yang tampak memantulkan cerminan bintang-bintang yang gemerlapan. “Aku pikir tentang masa depan setiap saat,” jawab Aira, suaranya tenang namun penuh tekad. “Tapi aku belajar satu hal, Firas. Masa depan tidak pernah datang dengan mudah. Kita harus bekerja keras untuk mencapainya, dan itu bukan hanya tentang kita berdua, tapi juga tentang bagaimana kita bisa berdiri bersama menghadapi apapun yang datang.”

Firas terdiam, seolah merenungkan kata-kata Aira. Ia mengangguk pelan, tapi tidak mengucapkan apa-apa. Tentu saja Aira benar. Namun, ada satu hal yang masih mengganggunya—perasaan bahwa ia mungkin belum siap sepenuhnya untuk sepenuhnya melepaskan masa lalu dan berfokus pada masa depan bersama Aira. Itu adalah ketakutan yang sudah lama menguasainya, ketakutan bahwa ia mungkin akan kembali gagal, bahwa ia akan kembali terluka atau malah melukai orang yang ia cintai.

“Aira,” Firas akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan suara yang sedikit lebih rendah. “Aku masih merasa ada banyak hal yang aku belum katakan. Hal-hal yang aku rasa perlu kamu tahu sebelum kita melangkah lebih jauh.”

Aira menatapnya dengan penuh perhatian. “Apa yang kamu maksud?” tanyanya lembut, mencoba menenangkan ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara mereka.

Firas menarik napas panjang, matanya berpindah dari Aira ke langit yang luas di atas mereka. “Aku tahu aku telah berusaha membuka hatiku untukmu, dan aku merasa bahwa aku sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Tapi aku juga takut, Aira. Aku takut jika aku tidak cukup kuat untuk melupakan masa lalu. Aku takut jika aku tidak bisa memberikanmu yang terbaik. Aku tidak ingin kamu merasa bahwa kamu memilih seseorang yang tidak sepenuhnya bisa memberikanmu kebahagiaan.”

Aira merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Ia tahu Firas sedang berjuang dengan ketakutannya sendiri. Namun, ia juga tahu bahwa tidak ada yang bisa menjamin kebahagiaan dalam hidup ini. Mereka semua membawa bekas luka, dan mereka semua berusaha untuk menyembuhkannya. Tidak ada jaminan bahwa hubungan mereka akan selalu mulus, tetapi mereka berdua bisa memilih untuk berjuang bersama, untuk saling mendukung meskipun ada ketakutan yang mengintai.

“Aku tidak pernah meminta kesempurnaan dari kamu, Firas,” jawab Aira, suaranya penuh ketenangan. “Aku tahu bahwa kita tidak bisa melupakan masa lalu begitu saja, tetapi kita bisa belajar dari itu. Kita bisa menjadi lebih kuat bersama, jika kita saling percaya. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani oleh masa lalu. Aku ingin kita melihat ke depan, melihat apa yang bisa kita bangun bersama.”

Firas memandang Aira dengan tatapan yang berbeda, seolah melihat sesuatu yang lebih dalam daripada yang pernah ia lihat sebelumnya. Di sana, di dalam mata Aira, ia melihat sebuah kehangatan yang telah lama ia rindukan, sebuah pengertian yang membuatnya merasa diterima meskipun dia tidak sempurna.

“Aira, aku tidak tahu apakah aku bisa memberikanmu kebahagiaan yang kamu inginkan. Tapi aku tahu satu hal. Aku ingin mencoba. Aku ingin berjuang bersama kamu untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun aku masih membawa banyak ketakutan, aku ingin kamu tahu bahwa aku siap untuk bertanggung jawab atas perasaanku. Aku tidak akan lari, Aira. Aku akan tetap ada di sini, mencoba untuk membuat semuanya berhasil.”

Aira tersenyum, hatinya terasa hangat mendengar kata-kata Firas. Ia tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi setidaknya mereka sudah memiliki satu hal yang sangat penting—keberanian untuk mencoba. Keberanian untuk berjalan bersama, meskipun jalan yang harus mereka lewati penuh dengan ketidakpastian.

“Firas, kita tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi aku percaya kita bisa melewati semuanya jika kita tetap bersama, jika kita terus saling mendukung. Kita punya banyak waktu untuk belajar, untuk tumbuh bersama. Aku tidak peduli seberapa sulit perjalanan ini, yang penting kita tidak pernah menyerah.”

Firas tersenyum lebar, matanya bersinar dengan ketulusan yang tulus. “Aku berjanji, Aira. Aku tidak akan menyerah. Aku akan berjuang, bersama kamu.”

Malam itu, mereka berdua duduk di sana, di bawah langit yang dihiasi dengan bintang-bintang yang bersinar cerah. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi satu hal yang pasti—di antara bintang-bintang yang bersinar itu, mereka berdua telah menemukan satu sama lain. Dan dengan cinta yang tumbuh di antara mereka, mereka siap untuk menghadapi apa pun yang datang, bersama-sama.

“Aira,” Firas berkata lagi setelah beberapa lama terdiam, suaranya penuh dengan keyakinan. “Aku ingin kita berdua melihat langit ini sebagai tanda. Bintang-bintang itu, meskipun jauh, selalu ada untuk kita. Seperti kita. Mungkin kita belum sempurna, tapi kita tetap ada. Dan itu sudah cukup.”

Aira menoleh ke arahnya, dan dalam hening malam itu, ia merasakan rasa damai yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. “Ya, Firas. Itu sudah cukup.”***

———–THE END——–

Source: Agustina Ramadhani
Tags: #Bintang#CintaDanKepercayaan#HubunganYangTumbuh#PenyembuhanEmosional#Romansa
Previous Post

LANGKAH DI ANTARA BAYANG

Next Post

KISAH DI UJUNG KOTA

Next Post
KISAH DI UJUNG KOTA

KISAH DI UJUNG KOTA

SEBUAH SURAT DI HARI YANG SALAH

SEBUAH SURAT DI HARI YANG SALAH

LANGIT YANG TAK PERNAH SAMA

LANGIT YANG TAK PERNAH SAMA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In