• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
CAHAYA REINKARNASI JEJAK TAKDIR TERULANG

CAHAYA REINKARNASI JEJAK TAKDIR TERULANG

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
CAHAYA REINKARNASI JEJAK TAKDIR TERULANG

Oplus_131072

CAHAYA REINKARNASI JEJAK TAKDIR TERULANG

Seorang manusia yang bereinkarnasi setelah meninggalkan dunia

by FASA KEDJA
January 27, 2025
in Fantasi, Misteri & Thriller
Reading Time: 29 mins read

 

BAB 1: Bayangan di Malam Gelap

Aidan merasa kegelapan kota itu seperti sesuatu yang lebih dari sekadar malam yang menyelimuti. Sejak ia turun dari kereta yang membawanya kembali ke kota kelahirannya, sebuah perasaan aneh menyelubungi dirinya. Meski sudah bertahun-tahun ia meninggalkan kota ini, perasaan tertekan dan cemas itu terasa asing sekaligus akrab. Kota yang dulu terasa nyaman dan penuh kenangan kini terasa penuh dengan misteri yang tak terungkapkan.

Malam itu, suasana kota terlihat lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu jalan berpendar redup, memantulkan bayangan panjang dari pohon-pohon yang bergoyang tertiup angin. Aidan merasa seakan ada sesuatu yang mengintai di balik bayangan tersebut, sesuatu yang mengamati dirinya tanpa terlihat. Sebelum ia menyadari sepenuhnya, langkah kakinya sudah membawa dirinya ke depan rumah besar yang sudah lama ditinggalkan.

Rumah itu adalah milik keluarga Larkin, keluarga yang dikenal sebagai salah satu keluarga paling kaya dan berpengaruh di kota. Namun, sepuluh tahun lalu, keluarga ini menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu pasti ke mana mereka pergi, dan tidak ada yang pernah berhasil menemukan jawaban atas peristiwa tersebut. Aidan selalu teringat bagaimana kota itu berubah setelah kepergian mereka—seperti ada kekosongan yang membekas di setiap sudutnya.

Ia berdiri di depan pagar rumah yang tinggi dan kokoh. Cahaya rembulan menerangi rumah besar itu, namun bayangan dari jendela yang gelap memberi kesan seolah-olah ada sesuatu yang hidup di dalamnya, menunggu untuk bangkit. Aidan tahu bahwa ia harus memasuki rumah itu, meskipun hatinya dipenuhi keraguan. Semua petunjuk yang mengarah padanya membawa dirinya ke sini, dan ia tak bisa mundur sekarang.

Sebagai seorang detektif, Aidan terbiasa dengan ketidakpastian, tetapi malam ini, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang lebih mendalam dan jauh lebih rumit daripada sekadar kasus biasa. Hanya beberapa hari setelah ia tiba kembali di kota, ia menerima sebuah surat tanpa nama yang menyebutkan bahwa kejadian-kejadian aneh mulai terulang. Orang-orang menghilang tanpa jejak lagi. Cahaya misterius muncul di malam hari di tempat-tempat tertentu. Dan yang paling mencengangkan, ada beberapa saksi yang melaporkan melihat bayangan yang tidak bisa mereka jelaskan.

Aidan mengingat betul saat pertama kali mendengar cerita-cerita itu. Awalnya, ia menganggapnya sebagai rumor atau lelucon belaka, namun setelah mendengar lebih banyak cerita dari warga kota, ketakutannya mulai tumbuh. Beberapa orang melaporkan mendengar suara langkah kaki di lorong-lorong kosong rumah Larkin, bahkan ada yang menyebutkan melihat sosok gelap berdiri di jendela kamar keluarga itu.

“Ini tidak mungkin,” gumam Aidan pada dirinya sendiri, tetapi ia tahu ia tidak bisa mengabaikan begitu saja petunjuk-petunjuk yang ada.

Ia mendorong pagar yang besar itu perlahan, suara besi yang berderak keras seperti menantang ketenangan malam itu. Dengan hati-hati, ia melangkah masuk ke halaman yang luas. Angin malam bertiup kencang, membawa aroma lembab dari tanah dan daun-daun yang berguguran. Di kejauhan, suara jangkrik terdengar jelas, tetapi suara lainnya, yang lebih mengganggu, datang dari dalam rumah.

“Ada apa di dalam sana?” pikir Aidan, berusaha mengusir perasaan cemas yang mulai menyelinap.

Ia menuju ke pintu depan yang terbuat dari kayu berat, sudah lama tidak terawat. Pintu itu tampak sangat tua, namun entah mengapa tetap kokoh berdiri, menahan rahasia di dalamnya. Aidan menarik pegangan pintu dan dengan sedikit usaha, pintu itu terbuka. Suara gesekan kayu yang tertahan membuat Aidan terkejut, seakan suara itu menggema di seluruh rumah, memecah keheningan yang tebal.

Di dalam, udara terasa dingin dan pengap, seolah-olah waktu telah berhenti di dalam rumah itu. Setiap langkah Aidan menambah ketegangan yang sudah mengisi ruang tersebut. Langkah kakinya yang berat bergema di sepanjang koridor yang gelap. Ia merasakan kehadiran sesuatu yang tak tampak namun sangat nyata—sebuah kehadiran yang mengawasinya, memata-matai setiap gerak-geriknya.

Ia melangkah ke ruang tamu, dan lampu minyak yang tersisa di atas meja tampak sangat redup. Namun, cahaya yang terpantul di cermin besar di sudut ruangan itu menunjukkan sesuatu yang tak diinginkannya. Di kaca cermin, bayangannya sendiri tampak sedikit kabur, seolah bercampur dengan bayangan yang lebih besar, gelap, dan tak terdefinisikan. Aidan berhenti, menatap cermin itu, perasaan tak nyaman mulai merasuk.

“Dari mana itu?” tanyanya pada dirinya sendiri, matanya terfokus pada bayangan yang kini mulai bergerak, bukan mengikuti gerakan tubuhnya, tetapi bergerak dengan sendirinya. Dalam sekejap, bayangan itu menghilang.

Aidan menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan perjalanan melalui rumah yang tampak lebih gelap dari yang bisa dibayangkan. Di dalam ruang keluarga, ia menemukan sebuah meja kayu yang tertutup debu tebal. Di atasnya, ada sebuah foto lama yang sudah memudar. Aidan mengambil foto itu dengan hati-hati. Foto itu menunjukkan keluarga Larkin—sepasang suami istri dengan dua anak kecil, tampak bahagia, namun ada sesuatu dalam ekspresi wajah mereka yang membuat Aidan merasa tertekan.

Di bagian belakang foto, ada tulisan tangan yang hampir tidak terbaca, “Tidak ada yang benar-benar pergi.”

Aidan menggenggam foto itu erat-erat, sebuah kilatan pemahaman melintas di benaknya. Kata-kata itu bukan hanya sebuah pesan, melainkan sebuah petunjuk yang mengarah padanya. Keluarga Larkin tidak hilang begitu saja—mereka meninggalkan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tak kasat mata namun sangat memengaruhi takdir kota ini.

Saat Aidan berbalik untuk meninggalkan ruangan, sebuah suara lirih terdengar dari arah tangga. Suara langkah kaki yang sangat halus. Aidan menatap ke atas, namun tidak ada siapapun di sana. Hanya kegelapan yang mengintai.

“Ada yang mengikutiku,” pikirnya, dan ia tahu bahwa ia sudah terlalu jauh terlibat dalam misteri yang tak terungkap ini. Ia tak bisa mundur sekarang.

Dengan langkah mantap, Aidan melanjutkan penyelidikannya, meskipun bayangan dan suara itu semakin mendekat, seakan mengingatkannya bahwa tak ada jalan keluar dari misteri ini—selama kegelapan masih menguasai, dan takdir tetap menuntun.*

BAB 2: Menyusuri Jejak Waktu

Aidan berdiri di dalam rumah yang sudah lama ditinggalkan itu, merasakan sebuah ketegangan yang semakin menguat dengan setiap detiknya. Meskipun suasana yang mencekam itu melingkupi dirinya, ia tidak dapat menahan rasa ingin tahunya. Rumah Larkin yang besar dan sepi ini menyimpan begitu banyak misteri, dan Aidan tahu ia harus mencari jawaban, tidak hanya untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Larkin, tetapi juga untuk mengetahui apakah kegelapan yang mereka tinggalkan itu ada kaitannya dengan kejadian-kejadian aneh yang baru-baru ini terjadi di kota ini.

Langkah kaki Aidan terasa berat saat ia menyusuri lorong-lorong gelap rumah itu. Lampu minyak yang menyala redup di setiap sudut memberikan kesan angker yang semakin nyata. Hawa dingin malam itu semakin terasa menusuk tulang, dan Aidan menggigil tanpa bisa mengerti mengapa ia merasa begitu terhubung dengan tempat ini. Setiap jejak kakinya meninggalkan dentingan kecil di lantai kayu yang rapuh, seolah mengingatkan dirinya bahwa ia bukan satu-satunya yang berada di sini.

Di tengah rumah, Aidan menemukan sebuah ruang besar yang dahulu mungkin merupakan ruang keluarga. Di atas meja besar yang sudah tertutup debu, terdapat beberapa benda yang tertinggal, seolah rumah ini berhenti begitu saja, meninggalkan segalanya dalam kondisi yang tak terurus. Di antara tumpukan buku-buku lama, Aidan menemukan sebuah jurnal yang tampak lebih baru dibandingkan benda-benda lainnya. Ia membuka jurnal tersebut, membaca tulisan tangan yang tergesa-gesa namun jelas.

“Kehidupan ini bukan lagi milikku. Apa yang terjadi pada kami adalah akibat dari eksperimen yang tidak pernah kami rencanakan. Keluarga Larkin tidak pernah berakhir. Kami hanya terjebak dalam lingkaran waktu yang berulang. Aku mulai melihat bayangan itu—bayangan yang datang dan pergi dalam kegelapan. Aku tidak tahu berapa lama aku akan bertahan, tetapi aku harus memberi tahu siapa pun yang menemukan ini. Mereka harus berhati-hati. Kita semua berhutang pada takdir.”

Aidan membaca tulisan itu dengan cermat, merasakan sensasi aneh di tubuhnya. Kata-kata itu terdengar seperti jeritan dari masa lalu, seakan-akan mereka dipenuhi dengan peringatan dan ancaman. Apa yang dimaksud dengan lingkaran waktu yang berulang? Dan siapa yang bisa terjebak dalam takdir seperti itu?

Pikiran Aidan dipenuhi pertanyaan. Ia menutup jurnal itu, dan sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, sebuah suara keras terdengar dari atas. Langkah kaki yang berat, diikuti oleh suara gesekan yang tidak biasa. Aidan cepat-cepat berbalik, matanya mencari-cari asal suara tersebut. Dalam gelap, ia melihat bayangan samar bergerak cepat melewati pintu yang setengah terbuka. Tanpa ragu, Aidan berjalan menuju pintu itu.

Ruangan di balik pintu itu adalah sebuah perpustakaan kecil yang penuh dengan rak buku dan lemari kayu yang tampaknya telah lama tidak disentuh. Namun, ada sesuatu yang aneh di sini—sebuah rak buku yang lebih tinggi dari yang lainnya terlihat mencolok. Aidan merasa ada yang tidak beres dengan rak itu, dan saat ia mendekat, ia melihat bahwa rak tersebut tidak hanya menghadap ke dinding, tetapi ada celah di baliknya.

Dengan hati-hati, Aidan mendorong rak itu, dan suara kayu yang bergesekan dengan keras menggetarkan hatinya. Celah yang terbuka mengungkapkan sebuah lorong sempit yang mengarah ke bagian belakang rumah. Tak ada lampu di lorong itu, hanya kegelapan yang menanti. Tanpa pikir panjang, Aidan melangkah maju, seakan-akan dorongan dari rasa ingin tahunya lebih kuat daripada ketakutannya. Cahaya dari lampu minyak di tangannya memberikan sedikit penerangan, tetapi hanya cukup untuk melihat beberapa langkah ke depan.

Lorong itu terasa sempit dan berkelok-kelok, dipenuhi dengan bau lembab yang menyengat. Aidan berjalan lebih cepat, dan saat ia melintasi beberapa tikungan, ia akhirnya sampai di sebuah pintu yang tampak lebih kokoh daripada pintu lainnya. Pintu itu tertutup rapat, seolah menghalangi siapa pun untuk masuk. Di atas pintu, ada ukiran simbol yang Aidan tidak dapat kenali. Sepertinya ini adalah sesuatu yang sangat penting, namun ia merasa tidak mampu menghubungkannya dengan apa pun.

Dengan hati-hati, Aidan membuka pintu itu. Begitu pintu terbuka, ia dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang tidak terduga. Di dalam ruangan itu terdapat berbagai benda dan peralatan yang tampaknya berkaitan dengan eksperimen ilmiah—buku-buku tebal yang membahas teori-teori tentang waktu, mesin-mesin kecil yang terlihat seperti alat canggih, dan beberapa diagram yang tergantung di dinding, menggambarkan lintasan-lintasan waktu yang sangat rumit.

Namun yang paling menarik perhatian Aidan adalah sebuah layar besar yang menyala di tengah ruangan, menunjukkan gambar-gambar yang sangat aneh. Di layar itu, terlihat pola-pola energi yang berputar-putar dengan kecepatan luar biasa, seolah menggambarkan pergerakan waktu yang terdistorsi. Aidan mendekat, matanya semakin tajam melihat apa yang ada di layar tersebut. Di salah satu sudut layar, ada tulisan yang semakin jelas terbaca: “Reinkarnasi Takdir.”

Aidan terhenyak. Apa maksudnya? Apa yang sedang terjadi dengan eksperimen ini? Mengapa keluarga Larkin terlibat dalam hal seperti ini? Dan mengapa ia merasa ada sesuatu yang begitu akrab dengan semua ini, meskipun ia belum pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi?

Saat Aidan merenung, ia mendengar sebuah suara yang datang dari belakangnya. Suara itu lembut namun penuh dengan ancaman. “Kau terlalu jauh, Aidan,” suara itu berkata, dan seketika udara di sekitarnya terasa semakin berat. Bayangan gelap yang tampak seperti manusia muncul dari balik meja besar, menghampiri Aidan dengan langkah yang perlahan namun pasti.

“Apa yang kau cari di sini?” suara itu berbisik.

Aidan menoleh dengan cepat, matanya terfokus pada sosok yang perlahan mendekat. Ia merasa jantungnya berdegup lebih cepat, namun ia tahu satu hal dengan pasti—jawaban yang ia cari ada di sini, di rumah ini, di balik setiap bayangan yang menunggu untuk diungkapkan.

“Saya hanya mencari kebenaran,” jawab Aidan dengan tegas, meskipun suaranya sedikit gemetar.

Dengan jawaban itu, bayangan tersebut berhenti sejenak, memberi Aidan kesempatan untuk bernapas. Namun, perasaan aneh yang mengganggu dirinya belum juga mereda. Sebuah hal yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan sedang menunggunya. Dan takdir—takdir yang seharusnya terulang—mungkin sudah mulai bergerak.

Kegelapan semakin menyelimuti, dan Aidan tahu ia hanya memiliki satu pilihan: untuk terus menyusuri jejak waktu yang tak pernah selesai ini.*

BAB 3: Jejak Takdir yang Tersembunyi

Aidan berdiri terpaku di tengah ruangan yang gelap, matanya terbuka lebar, menatap layar besar yang masih memancarkan pola energi yang berputar-putar. Di balik kerumitan simbol dan diagram yang ditampilkan, sebuah pertanyaan besar membekas di benaknya. Apa yang sedang terjadi di rumah ini? Mengapa ada sesuatu yang seolah-olah berusaha membawanya menuju sebuah takdir yang lebih besar? Takdir yang tersembunyi di balik bayang-bayang misteri yang mengelilinginya.

Suara langkah yang semakin mendekat dari belakangnya mengusir Aidan dari lamunannya. Ia menoleh dan melihat sosok gelap yang perlahan muncul dari bayangan, sosok yang tadi sepertinya hanya menjadi bagian dari kegelapan rumah itu. Wajahnya tak terlihat jelas, hanya siluetnya yang dapat ia lihat, namun ada aura mengerikan yang mengelilingi sosok itu, seperti sebuah ancaman yang tak bisa diabaikan.

“Apa yang kau inginkan dari tempat ini?” Aidan bertanya, mencoba menjaga keberanian meskipun hatinya mulai dipenuhi rasa takut yang sulit diungkapkan. Sosok itu terdiam, hanya berdiri di sana tanpa berkata sepatah kata pun. Tiba-tiba, suasana menjadi lebih mencekam, dan udara terasa semakin berat. Aidan merasakan ada sesuatu yang mengalir di dalam tubuhnya, seolah-olah aliran energi yang tidak tampak menembus tubuhnya dan mengikatnya ke tempat itu.

Suara lembut namun penuh tekanan itu kembali terdengar. “Takdir bukanlah sesuatu yang bisa dipilih. Ia adalah sesuatu yang telah ditentukan sejak lama. Dan kini, kau berada di dalamnya, Aidan. Kau sudah menginjakkan kaki di jalur yang tak bisa lagi dihindari.”

Aidan merasa tubuhnya seperti membeku. Kata-kata itu memengaruhi pikirannya dengan cara yang tak bisa ia jelaskan. Apakah ini yang dimaksudkan dengan takdir yang tersembunyi? Mengapa nama Aidan disebutkan, dan bagaimana sosok itu bisa tahu siapa dirinya? Semua ini terasa semakin aneh dan menakutkan.

“Apa yang sebenarnya terjadi di sini?” Aidan berusaha mengumpulkan keberaniannya dan bertanya lebih tegas.

Sosok itu hanya tersenyum tipis, sebuah senyum yang lebih menyeramkan daripada menenangkan. “Semua ini berhubungan dengan keluarga Larkin. Mereka terperangkap dalam lingkaran waktu yang berulang. Tak ada jalan keluar. Mereka mencoba menghentikan takdir, namun takdir tak bisa dihentikan, Aidan. Ia akan terus berulang—berulang untuk setiap jiwa yang datang ke dunia ini.”

Aidan merasa ada beban yang berat di dada. Ia menatap layar besar yang masih menunjukkan pola yang sama, semakin merasa terhubung dengan gambaran-gambaran itu, seolah ia bisa merasakan energi itu mengalir melalui dirinya. Dia tidak tahu mengapa, tapi ada keyakinan yang semakin tumbuh di dalam dirinya bahwa apa yang disampaikan oleh sosok itu memiliki kebenaran yang tak bisa diabaikan. Rumah ini, keluarga Larkin, dan mungkin dirinya sendiri, semuanya terjerat dalam sebuah skema yang lebih besar—sebuah skema yang lebih tua dari yang bisa ia bayangkan.

“Kenapa aku?” Aidan bertanya, mencoba menggali lebih dalam. “Mengapa aku yang terpilih untuk tahu tentang ini? Apa yang harus aku lakukan?”

Sosok itu bergerak perlahan, mendekat, dan Aidan merasa ada yang aneh dengan pergerakannya. Seperti ada kekuatan yang mengalir dari tubuhnya, kekuatan yang menambah berat udara di sekitarnya. “Karena kau yang menemukan jejak ini, Aidan. Kau yang melihat bayangan itu. Kau yang terhubung dengan takdir ini. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus kau temukan di sini. Sesuatu yang telah lama hilang, dan hanya kau yang bisa mengungkapnya.”

Aidan berusaha mengendalikan rasa takutnya. Apa yang dimaksud dengan ‘sesuatu yang hilang’? Apa yang harus ia temukan di tempat ini, di rumah yang penuh dengan bayangan dan misteri? Ada perasaan yang menggerakkan hatinya, seolah ia sedang berada di ujung sebuah rahasia besar yang selama ini terpendam, dan hanya ia yang bisa mengungkapnya.

“Jejak itu sudah lama ada, Aidan. Semua ini bukanlah kebetulan. Keluarga Larkin tidak hanya berurusan dengan ilmu pengetahuan atau eksperimen. Mereka terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar. Apa yang mereka coba capai tidak hanya berhubungan dengan waktu, tetapi juga dengan jiwa. Mereka berusaha untuk mengubah sesuatu yang lebih fundamental. Dan itu menyebabkan kehancuran yang tidak bisa dibalikkan.”

Aidan merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Kata-kata sosok itu semakin mengarah pada sebuah kebenaran yang sangat mengerikan. Apa yang dilakukan keluarga Larkin sampai menyebabkan kehancuran? Apa yang mereka coba capai dengan eksperimen yang mereka lakukan?

Sosok itu berhenti sejenak dan kemudian berkata, “Tapi tidak semuanya hilang, Aidan. Jika kau bisa menemukan inti dari apa yang mereka lakukan, kau bisa mengubah semuanya. Kau bisa membebaskan mereka dari takdir yang telah mengikat mereka selama ini. Tapi itu akan memerlukan lebih dari sekadar pengetahuan. Itu akan memerlukan keberanian untuk menghadapi kegelapan yang tak terlihat, keberanian untuk melihat kebenaran yang tak pernah ingin diketahui.”

Tiba-tiba, layar besar yang ada di depan Aidan mulai bergetar, dan gambar-gambar di layar itu semakin cepat berpindah. Setiap gambar yang muncul seolah mengandung sebuah pesan, sebuah kode yang harus dipecahkan. Aidan mendekatkan dirinya pada layar, mencoba memahami pola-pola tersebut, tapi semua itu terasa sangat rumit dan membingungkan. Namun, di antara kekacauan gambar-gambar itu, ada satu simbol yang muncul berulang kali—sebuah simbol yang sangat familiar, yang pernah ia lihat di jurnal yang ditemukan di ruang sebelumnya. Itu adalah simbol yang terukir di pintu rahasia.

Tiba-tiba, Aidan merasakan sesuatu yang luar biasa. Ia seperti menerima seberkas pengetahuan yang terhubung langsung ke dalam pikirannya, seolah-olah waktu itu sendiri mengalir melalui dirinya. Semua gambar yang ada di layar mulai saling berhubungan, membentuk pola yang jelas. Ada sesuatu yang telah terungkap di balik semua ini, dan Aidan tahu ia harus menggali lebih dalam untuk menemukan jawaban yang sesungguhnya.

“Apa yang harus aku lakukan?” Aidan bertanya, suaranya penuh dengan tekad yang baru ditemukan.

Sosok itu mengangguk perlahan. “Lanjutkan pencarianmu, Aidan. Temukan inti dari jejak ini. Hanya dengan itu kau bisa menghentikan takdir yang telah lama mengikat mereka. Dan, mungkin, hanya dengan itu kau bisa membebaskan dirimu sendiri.”

Dengan kata-kata itu, sosok itu menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan Aidan dengan keputusan besar di hadapannya. Jejak takdir yang tersembunyi kini semakin jelas di matanya, dan Aidan tahu ia harus menemukan kunci untuk membuka rahasia yang terkubur dalam sejarah keluarga Larkin. Tak ada jalan mundur. Pencarian ini baru saja dimulai.*

BAB 4: Kembali ke Masa Lalu

Aidan berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang bawah tanah rumah Larkin. Cermin itu tampak biasa, namun Aidan tahu bahwa benda ini bukanlah sekadar dekorasi. Ia telah melihat banyak hal yang tidak dapat dijelaskan selama beberapa hari terakhir, dan ini adalah salah satu di antaranya. Cermin itu bukan hanya tempat untuk melihat pantulan diri, tetapi sebuah portal yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. Sebuah jendela yang memungkinkan siapa pun yang cukup berani untuk melihat kembali ke dalam waktu.

Malam semakin larut, dan suara angin yang berhembus kencang seolah mengiringi setiap langkah Aidan. Meski ia sudah menemui banyak hal yang menakutkan, ia tahu bahwa malam ini, ia akan menghadapi sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang mungkin bisa memberikan jawabannya atas semua misteri yang telah mengikat dirinya di rumah ini. Ia menyentuh permukaan cermin dengan tangan kirinya, perlahan-lahan. Cermin itu terasa dingin, seperti menyambutnya, atau bahkan memanggilnya. Seiring dengan sentuhannya, permukaan cermin mulai bergetar, dan bayangan di dalamnya perlahan-lahan berubah.

Aidan menarik napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk apa yang akan datang. Di balik cermin itu, ia tidak lagi melihat dirinya, melainkan sebuah pemandangan yang tidak asing baginya. Sebuah rumah, namun bukan rumah ini. Rumah yang lebih tua, lebih sederhana. Sebuah rumah yang terletak di sebuah desa yang sudah lama dilupakan oleh waktu. Di depan rumah itu, sebuah keluarga tampak sedang berkumpul, tertawa dan berbicara, tanpa sadar bahwa tak lama lagi takdir mereka akan berubah selamanya.

Aidan menatap lebih dekat, mencoba mengenali wajah-wajah yang ada di dalam gambar. Tiba-tiba, ia melihat sosok seorang pria muda, dengan mata yang tajam dan penuh tekad. Itu adalah wajah yang ia kenal, meski dalam bentuk yang lebih muda. Itu adalah wajah dari ayahnya, Elias Larkin, yang telah lama menghilang tanpa jejak. Aidan merasakan ketegangan di dadanya. Bagaimana mungkin ayahnya ada di dalam gambar ini? Mengapa ia bisa melihatnya di masa lalu, jauh sebelum kelahirannya?

Perasaan bingung dan terkejut mulai merayap dalam dirinya. Ia memutar kembali waktunya ke beberapa tahun yang lalu, saat terakhir kali ia berbicara dengan Elias. Ketika itu, ayahnya hanya memberi sedikit petunjuk mengenai masa lalu mereka yang misterius, dan tidak ada penjelasan lebih lanjut. Tapi kini, Aidan tahu bahwa jawaban atas pertanyaannya ada di sana, di balik layar cermin itu.

Tiba-tiba, gambar itu bergetar, dan Aidan bisa merasakan dirinya tertarik ke dalam cermin. Tangan kirinya masih menempel di permukaan kaca, dan saat ia menyentuhnya lebih kuat, tubuhnya mulai terasa ringan, seolah-olah ia sedang terseret oleh sesuatu yang tak tampak. Dalam sekejap, ia merasakan tubuhnya melintasi batas ruang dan waktu.

Begitu matanya terbuka kembali, ia mendapati dirinya berdiri di halaman depan rumah yang sama dengan yang ia lihat dalam cermin. Suara tawa dan obrolan keluarga terdengar dari dalam rumah. Aidan merasa aneh, tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia sedang berdiri di masa lalu—sebuah masa yang seharusnya sudah lama berlalu. Ini adalah masa lalu keluarganya, takdir yang telah tertulis namun tidak pernah ia ketahui. Ia mengedarkan pandangan, mencoba memahami dengan apa yang sedang terjadi.

“Apakah ini benar-benar terjadi?” gumamnya pada diri sendiri.

Langkah-langkah perlahan membawanya mendekati pintu rumah yang terbuka, dan Aidan mendengar suara seorang wanita sedang berbicara. “Elias, pastikan semua siap sebelum malam ini. Kita tidak bisa terlambat.”

Aidan merasa ada sesuatu yang familiar dengan suara itu. Wanita itu adalah ibunya, Amelia Larkin, yang kini sudah lama meninggal. Ia melihat ibunya sedang sibuk di dalam rumah, mempersiapkan sesuatu dengan penuh perhatian. Tapi apa yang sedang dipersiapkan? Apa yang sedang terjadi di malam itu? Semua pertanyaan itu bergemuruh di benaknya.

Ketika Aidan masuk ke dalam rumah, ia langsung disambut oleh atmosfer yang berbeda. Rumah ini tampak lebih hidup, lebih penuh dengan tawa dan canda. Keluarganya, yang kini telah hilang, dulu hidup dengan penuh kebersamaan, namun ada sesuatu yang aneh di balik semua kebahagiaan ini. Aidan bisa merasakan ketegangan yang tak terucapkan, seperti sebuah ancaman yang mengintai dari dalam bayang-bayang.

Ia mendekati Elias, ayahnya yang muda, yang sedang duduk bersama keluarganya di meja makan. Ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Aidan merasa tidak nyaman. Ada ketakutan yang tersembunyi di dalam matanya, meskipun ia berusaha menunjukkan wajah yang tegar. Elias tampak berbicara dengan serius dengan seseorang di sudut ruangan, seorang pria tua yang terlihat sangat bijaksana.

“Ada yang tidak beres,” bisik Aidan pada dirinya sendiri, mencoba merasakan setiap detil yang ada di sekitar mereka. Semua tampaknya normal, namun ada sesuatu yang membedakan momen ini dengan apa yang Aidan ketahui. Sesuatu yang tidak dapat ia ungkapkan, namun yang terus mengusik hatinya.

Aidan berbalik dan pergi ke dalam ruangan lain, yang lebih sepi. Di sana, ia menemukan sebuah meja besar dengan buku-buku yang terbuka, dan alat-alat yang tampaknya digunakan untuk penelitian. Di tengah meja itu, ada sebuah simbol yang tampaknya baru saja digambar. Simbol itu—yang juga muncul dalam cermin—menggambarkan lingkaran dengan garis-garis yang saling terhubung, mirip dengan pola yang telah Aidan lihat di layar besar rumah Larkin.

“Apa ini?” tanya Aidan dalam hati, sambil mendekati meja itu. Ketika ia meraih buku yang terbuka di depan simbol itu, matanya terpaku pada tulisan yang ada di halaman pertama.

“Penciptaan takdir adalah sesuatu yang tak bisa diubah. Takdir ini sudah dipilih. Mereka yang mencoba mengubahnya akan terperangkap di dalam lingkaran waktu yang tak akan pernah berakhir.”

Aidan merasakan tubuhnya tergetar. Ini adalah tulisan yang mengarah pada eksperimen yang dilakukan oleh keluarganya. Sebuah eksperimen yang berhubungan dengan takdir, dengan waktu, dan dengan kemampuan untuk mengubah jalannya hidup. Tapi apakah ini yang sebenarnya terjadi? Apa yang telah mereka ciptakan dan kenapa itu berbahaya?

Saat ia sedang memikirkan hal itu, Aidan mendengar langkah kaki yang mendekat dari belakang. Ia menoleh dan melihat sosok yang familiar—ayahnya, Elias Larkin, yang muda. Tatapan mata mereka bertemu, dan dalam sekejap, Aidan merasa seolah-olah ada hubungan antara mereka yang tak bisa dijelaskan.

“Jika kau ingin mengerti apa yang terjadi, Aidan,” suara Elias terdengar tegas, namun ada keraguan di baliknya, “kau harus menerima kenyataan. Takdir ini bukanlah sesuatu yang bisa dihindari. Itulah harga yang harus dibayar.”

Aidan menatap ayahnya dengan cemas. Apa maksudnya? Apa yang telah mereka lakukan? Dan lebih penting lagi, apa yang harus dilakukan Aidan untuk menghentikan takdir ini?

Di tengah keraguan itu, Aidan tahu satu hal pasti: ia telah melangkah lebih dalam ke dalam misteri keluarga Larkin, dan kebenaran yang tersembunyi mulai mengungkapkan dirinya. Namun, semakin ia menggali, semakin banyak pula bahaya yang mengintai.*

BAB 5: Kegelapan yang Menghantui

Aidan merasa beban yang tak terlihat semakin berat di pundaknya. Setelah memasuki dunia yang penuh dengan jejak masa lalu, ia menyadari bahwa kebenaran yang dia cari tidaklah semudah yang ia bayangkan. Semakin dalam ia menggali, semakin banyak bayangan gelap yang mengikuti setiap langkahnya. Rumah Larkin, yang dulu ia anggap sebagai tempat penuh kenangan hangat, kini terasa seperti penjara yang menyimpan rahasia yang tidak boleh terungkap.

Pada malam itu, Aidan duduk di ruang bawah tanah, tempat ia pertama kali menemukan cermin ajaib yang membawanya ke masa lalu. Kini, setelah menyaksikan langsung kejadian-kejadian yang terjadi bertahun-tahun lalu, ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengintai, sesuatu yang menginginkan agar rahasia itu tetap terkubur dalam kegelapan. Di dinding, bayangan yang tercipta oleh lampu temaram terlihat bergerak tidak wajar, seolah-olah ada sesuatu yang menunggu untuk muncul dari balik kegelapan.

Aidan menundukkan kepala, matanya terfokus pada buku catatan milik ayahnya yang terbuka di atas meja. Buku itu berisi catatan penelitian yang berkaitan dengan takdir dan waktu, serta eksperimen yang dilakukan oleh keluarga Larkin. Namun, semakin ia membaca, semakin ia merasa bahwa catatan itu bukan hanya sekadar eksperimen ilmiah, melainkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan.

“Apakah ini yang mereka lakukan? Apa yang telah mereka ciptakan?” pikir Aidan dalam hatinya, saat membaca tulisan-tulisan yang semakin gelap dan penuh dengan kecemasan.

Ayahnya, Elias, telah menulis tentang upaya mereka untuk memanipulasi waktu dan takdir. Bagaimana mereka mencoba menciptakan suatu sistem yang dapat mengubah jalannya hidup manusia, memanipulasi keputusan, dan bahkan menulis takdir dari setiap individu. Namun, semakin dalam eksperimen itu dilakukan, semakin tidak terkendali hasilnya. Ada entitas yang tidak terduga yang mulai muncul, entitas yang bersemayam di dalam kegelapan waktu, menunggu untuk membebaskan dirinya.

Aidan merasa jantungnya berdegup lebih kencang saat membaca kalimat terakhir yang ditulis oleh Elias. “Hati-hati, Aidan. Jangan biarkan mereka menemukanmu.”

Kalimat itu menembus pikiran Aidan seperti petir yang menghancurkan segalanya. Siapa yang dimaksud dengan ‘mereka’? Dan mengapa ayahnya sepertinya sudah tahu bahwa dia akan berada dalam bahaya? Ini bukan hanya tentang penelitian atau eksperimen keluarga Larkin. Ini adalah tentang sesuatu yang jauh lebih besar, lebih gelap, dan lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.

Suasana di sekitar Aidan berubah. Udara yang tadinya sejuk kini terasa lebih berat, dan bayangan yang sebelumnya bergerak tanpa arah, kini mulai membentuk pola yang lebih jelas. Sesuatu yang tak terlihat mulai mengisi ruang itu, menarik Aidan ke dalam kegelapan yang mengelilinginya. Ia merasakan sebuah kekuatan yang tidak dapat dijelaskan menariknya, seolah-olah ia dikelilingi oleh sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah belakang. Aidan menoleh, namun yang ia lihat hanya bayangan gelap yang bergerak di sudut ruangan. Itu bukan manusia, bukan entitas yang dapat dijelaskan dengan logika biasa. Itu adalah sesuatu yang berasal dari masa lalu, sesuatu yang lebih tua dari waktu itu sendiri.

“Siapa… siapa di sana?” suara Aidan bergetar, meskipun ia mencoba untuk tetap tenang.

Namun, tidak ada jawaban. Hanya bisikan yang terdengar seperti suara angin berhembus, berputar-putar di sekitar ruang bawah tanah. Lalu, bayangan itu bergerak lebih cepat, menyelimuti seluruh ruangan dengan kegelapan pekat yang membuat Aidan merasa terperangkap.

Saat itu, bayangan itu mulai membentuk wujud. Bentuknya samar-samar, namun ada satu hal yang pasti: itu adalah wajah. Wajah yang Aidan kenali. Itu adalah wajah ayahnya, Elias. Namun, sesuatu yang tidak wajar ada pada wajah itu. Mata Elias tampak kosong, tanpa cahaya, dan bibirnya bergerak tanpa mengeluarkan suara. Wajah itu, meskipun familiar, terasa asing dan menakutkan.

“Aidan, ini semua salah. Kami tidak seharusnya melakukan ini. Kami membuka pintu yang tidak bisa ditutup,” kata suara yang berasal dari bibir Elias, meskipun mulutnya tidak bergerak.

Aidan merasa seluruh tubuhnya terkunci. Ia tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara. Semua kekuatannya seakan terkuras habis oleh bayangan yang kini menguasai ruangan itu. Ia tahu bahwa apa yang ia hadapi bukanlah sesuatu yang biasa. Ini adalah konsekuensi dari eksperimen yang dilakukan keluarganya, dan bayangan ini adalah manifestasi dari kesalahan mereka yang tak bisa diperbaiki.

“Apa yang terjadi dengan ayahku? Apa yang dia lakukan?” tanya Aidan dengan suara parau, matanya tetap terfokus pada wajah yang mengambang di hadapannya.

Bayangan itu perlahan-lahan menghilang, dan Aidan merasa tubuhnya bisa bergerak lagi. Namun, perasaan takut dan cemas masih menghantuinya. Apa yang baru saja ia lihat? Apakah itu benar-benar ayahnya? Atau hanya ilusi yang tercipta akibat kekuatan yang tidak terkontrol?

Dengan tangan gemetar, Aidan mengambil buku catatan itu dan membacanya sekali lagi. Di halaman-halaman yang sebelumnya penuh dengan tulisan ilmiah dan kalkulasi rumit, kini terdapat coretan-coretan liar yang tidak bisa dimengerti. Sepertinya, ayahnya mulai sadar bahwa eksperimen mereka telah membuka jalan bagi sesuatu yang lebih gelap, sesuatu yang tidak bisa dihentikan.

“Jangan pernah mengikuti jejak kami, Aidan. Jika kau melakukannya, kau akan menjadi bagian dari kegelapan yang tak bisa dihentikan,” bunyi kalimat terakhir yang ditulis oleh Elias dengan tangan yang goyah.

Aidan tertegun. Apa maksudnya? Apa yang dimaksud dengan ‘kegelapan yang tak bisa dihentikan’?

Perasaan takut itu semakin menghimpit Aidan. Ia tahu bahwa jawaban atas semua ini berada di luar kemampuannya untuk dipahami. Namun, satu hal yang jelas: ia telah terseret ke dalam perangkap yang telah disiapkan oleh keluarganya sendiri. Dan kegelapan yang mereka bangunkan, kini siap untuk mengikutinya, menghantui setiap langkahnya.

Dalam keheningan yang mencekam, Aidan memutuskan untuk meninggalkan ruang bawah tanah itu. Namun, saat ia hendak menutup buku catatan itu, sebuah suara lain terdengar. Kali ini, suara itu lebih jelas, lebih keras, dan lebih mengerikan.

“Aidan…” suara itu bergema dalam gelap. “Kau tidak bisa lari dari takdirmu.”

Dengan hati yang berdebar, Aidan melangkah mundur. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan kegelapan yang mengintai akan terus menghantui langkahnya, sampai ia menemukan kebenaran yang tersembunyi di balik semuanya.*

BAB 6: Pintu Menuju Dimensi Lain

Aidan berdiri tegak di depan dinding batu yang tampak tidak biasa. Ruangan bawah tanah rumah Larkin ini semakin terasa seperti labirin yang tak berujung, di mana setiap tembok, setiap sudut, dan setiap jejak seakan menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar eksperimen ilmiah. Beberapa hari terakhir ini, rasa takut yang menyelimuti dirinya semakin tidak terkendali, namun ada satu hal yang tidak bisa diabaikan—sesuatu yang mengarah pada pintu yang lebih besar, yang akan membuka jalan ke dimensi lain.

Di tangannya, ia menggenggam sehelai kunci kuno yang ditemukan beberapa malam sebelumnya. Kunci tersebut bukan hanya benda fisik, melainkan simbol dari perjalanan yang lebih dalam, menuju dunia yang lebih gelap dan lebih misterius. Tanpa benar-benar mengetahui apa yang akan ia temui, Aidan merasa dipaksa untuk membuka pintu ini. Suatu dorongan yang kuat, entah dari mana asalnya, membimbingnya menuju takdir yang seakan sudah digariskan.

Dengan napas tertahan, Aidan menundukkan kepala dan mengamati kunci tersebut. Ada sesuatu yang berbeda pada bentuk kunci itu, seperti ada pola misterius yang mengelilinginya. Tidak hanya itu, kunci ini tampaknya juga terhubung langsung dengan simbol-simbol yang ada di dinding ruangan—simbol-simbol yang Aidan tak bisa mengerti sepenuhnya, namun tetap menarik perhatiannya.

Aidan menyusuri dinding itu dengan teliti. Di atas dinding batu, terlihat ukiran-ukiran yang menciptakan pola rumit dan teratur, seperti semacam peta atau diagram yang mengarah pada suatu titik pusat. Ketika ia meraba bagian tertentu dari ukiran tersebut, terasa ada getaran halus yang membangkitkan rasa ingin tahu lebih dalam. Beberapa langkah mundur dan dia memperhatikan bahwa pola ukiran itu sejajar dengan posisi kunci yang ada di tangannya.

Setelah berusaha memecahkan teka-teki tersebut, Aidan menyadari bahwa kunci yang ada di tangannya bukan hanya simbol dari kunci fisik untuk membuka pintu, tetapi juga sebagai kunci untuk membuka pengertian yang lebih dalam—dimensi lain yang selama ini tersembunyi dari pandangan manusia biasa.

Perlahan, Aidan menempatkan kunci itu pada rongga yang ada di dinding, tepat di bawah simbol yang telah ia identifikasi. Saat kunci berputar dengan sendirinya, suara gemuruh yang lemah mulai terdengar dari dalam dinding, seolah-olah sebuah mesin yang lama tertidur mulai berfungsi kembali. Jantung Aidan berdegup lebih cepat, kesadarannya seakan terpecah antara rasa takut dan rasa ingin tahu yang tak terkendali.

Dinding itu mulai bergerak, perlahan-lahan menggeser dirinya ke samping, mengungkapkan sebuah lorong gelap yang berkelok-kelok di depan Aidan. Lorong itu terlihat tak berujung, seakan mengarah ke kedalaman yang tak terjangkau oleh indera manusia biasa. Namun di dalam lorong tersebut, Aidan merasakan sebuah tarikan yang kuat, seperti ada tangan tak kasat mata yang menarik dirinya menuju jalan yang lebih jauh.

“Ini bukan hanya sebuah ruangan,” gumam Aidan pada dirinya sendiri. “Ini adalah sebuah pintu.”

Dengan langkah hati-hati, Aidan melangkah memasuki lorong tersebut. Di sepanjang lorong, suasana semakin suram dan udara semakin berat, mengingatkan pada dunia yang sama sekali berbeda dari dunia yang selama ini ia kenal. Setiap langkah yang diambilnya seakan disertai dengan bisikan yang samar, suara-suara dari dunia yang entah berasal dari mana. Bayangannya bergetar di dinding batu yang basah, seolah-olah ada sesuatu yang terus mengawasinya.

Lorong itu tampak semakin panjang dan menakutkan. Tidak ada cahaya kecuali untuk lampu senter kecil yang ia bawa, namun sinarnya tampaknya semakin melemah seiring ia melangkah lebih jauh. Aidan terus melangkah, meskipun rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Ia tahu, apapun yang ada di ujung lorong ini akan mengubah segalanya.

Tiba-tiba, lorong itu berakhir pada sebuah pintu besar yang terbuat dari bahan yang tidak dikenali, seolah terbuat dari logam hitam yang berkilau, namun tidak memantulkan cahaya sama sekali. Pintu itu tampak tua, namun kuat, seakan telah berada di sana selama berabad-abad. Di atas pintu, terdapat simbol yang sangat mirip dengan simbol yang ada di dinding rumah Larkin, simbol yang telah menyambut Aidan dari awal.

Aidan mengangkat tangannya, meraih pegangan pintu, dan perlahan menariknya. Begitu pintu itu terbuka, sebuah cahaya yang sangat terang menyambutnya, menyilaukan dan membuatnya hampir terjatuh. Cahaya itu sangat terang, seolah berasal dari dunia lain, sebuah dunia yang tak pernah dibayangkan oleh Aidan sebelumnya.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti keabadian, cahaya itu mereda dan memperlihatkan ruang yang sangat berbeda dari apa pun yang telah ia kenal. Tempat itu tampak seperti campuran antara dunia yang futuristik dan primitif, dengan struktur yang tampak tidak logis dan tidak dapat dijelaskan. Bangunan-bangunan yang tampaknya melawan hukum fisika berdiri tegak di antara langit yang berwarna gelap dan penuh dengan bintang-bintang yang tidak pernah dilihat oleh Aidan sebelumnya.

Di tengah ruang itu, sebuah monolit raksasa berdiri tegak. Monolit ini memancarkan energi yang tak terlihat, seakan berfungsi sebagai pusat dari semua kehidupan di tempat tersebut. Aidan merasa seperti ada sesuatu yang mengamati setiap gerakan dan napasnya, namun tidak ada makhluk yang tampak di sekitar. Hanya ada monolit itu, dan suara angin yang bergerak dengan lembut.

Di balik monolit, Aidan melihat sesuatu yang menakutkan dan menarik. Ada bayangan yang bergerak, dan sesekali tampak wajah-wajah yang tidak dikenal, mereka seakan mencoba berkomunikasi dengan Aidan tanpa suara. Bayangan-bayangan itu bergerak cepat, seolah-olah mereka tahu sesuatu yang tidak diketahui Aidan, dan ingin memberitahunya.

“Apa tempat ini?” Aidan bertanya pada dirinya sendiri, namun suara itu seolah hilang begitu saja, disapu oleh angin yang datang entah dari mana. Di sekelilingnya, kegelapan dan cahaya bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang tidak dapat dipahami.

Namun Aidan tahu satu hal—ia baru saja melangkah ke dalam dunia yang jauh lebih besar dari yang bisa dia bayangkan, dan pintu yang baru saja terbuka adalah awal dari perjalanan yang akan mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, sebuah kebenaran yang tidak hanya akan mengubah hidupnya, tetapi juga mengubah takdir seluruh umat manusia.

Pintu menuju dimensi lain kini telah terbuka, dan Aidan tahu, ia tidak akan pernah bisa kembali seperti sebelumnya.*

BAB 7: Terungkapnya Kebenaran

Aidan berdiri tertegun di tengah ruang yang sepi, menatap monolit besar yang kini berada di hadapannya. Monolit itu, yang sebelumnya tampak hanya sebagai simbol kekuatan misterius, kini memancarkan aura yang tidak hanya menggugah rasa takut, tetapi juga rasa penasaran yang mendalam. Bayangan-bayangan yang bergerak cepat di sekitar monolit semakin tampak jelas. Wajah-wajah yang seakan muncul dan menghilang dalam kegelapan menyiratkan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih berbahaya.

Namun, ada satu hal yang lebih mencolok bagi Aidan. Di bawah bayangannya, terdapat sebuah pola cahaya yang samar-samar, berbentuk lingkaran yang berputar di sekitar monolit. Pola tersebut tidak hanya berputar, tetapi tampaknya bergerak, seperti sebuah peta hidup yang terus berubah, menggambarkan sesuatu yang jauh lebih kompleks daripada sekadar pergerakan fisik. Pola itu menunjukkan beberapa garis yang bertautan, menghubungkan berbagai titik yang tersebar di ruang ini, bahkan mencakup beberapa tempat yang tampaknya berada di luar dimensi ini.

Aidan melangkah maju, mendekatkan dirinya ke pusat lingkaran cahaya. Ada sesuatu yang memanggilnya, sesuatu yang jauh lebih kuat daripada rasa takut yang menguasainya. Dengan setiap langkah yang ia ambil, suara samar semakin terdengar jelas, seakan ada suara yang mulai berbicara dalam dirinya, berbisik lembut, memintanya untuk mengikuti alur ini.

“Ikuti jejak takdir yang telah lama tertulis,” suara itu bergema dalam pikirannya.

Namun, Aidan tahu, suara ini bukanlah suara biasa. Ini adalah suara yang berasal dari kedalaman alam semesta, yang seolah-olah sudah ada sejak sebelum waktu itu ada. Dan meskipun ia merasa cemas dan tak berdaya, Aidan tahu bahwa ia tidak dapat mundur lagi. Ia harus melangkah lebih jauh.

Dengan napas yang tertahan, Aidan melangkah memasuki lingkaran cahaya tersebut. Begitu ia berada di tengah-tengahnya, dunia sekitar seolah bergetar. Ruang dan waktu mulai berkelap-kelip, berputar dan membengkok, seolah-olah segala sesuatu yang ada di sekitarnya sedang dihancurkan dan dibentuk kembali. Dalam beberapa detik yang terasa seperti keabadian, Aidan merasa dirinya terhisap ke dalam pusaran yang tak terjangkau, sebuah perasaan yang menggabungkan ketakutan dan kekaguman yang mendalam.

Dan kemudian, dunia itu berhenti berputar. Aidan terjatuh ke tanah yang keras, mendarat dengan punggung yang menghantam permukaan batu yang dingin. Ia mengangkat kepala, dan matanya terbuka lebar. Di depannya, terpampang sesuatu yang sama sekali tak terduga: sebuah pintu besar yang mengarah ke ruang gelap. Sebuah pintu yang, dengan sangat jelas, telah ada sejak lama, seperti pintu menuju dimensi lain.

Namun kali ini, Aidan tidak merasa takut. Alih-alih, ia merasakan sebuah dorongan kuat untuk membukanya, seolah pintu itu adalah bagian dari takdirnya, bagian dari perjalanan yang harus dilalui.

Aidan mendekat. Tanpa ragu, ia meraih pegangan pintu itu dan menariknya. Begitu pintu itu terbuka, ia melihat sesuatu yang jauh lebih besar daripada apa pun yang telah ia saksikan sebelumnya. Di dalam ruangan itu, tampak ribuan layar holografis yang berputar, menampilkan gambar-gambar yang sulit dijelaskan. Beberapa di antaranya adalah gambaran masa lalu, namun ada juga gambaran masa depan yang seolah menggambarkan peristiwa-peristiwa yang belum terjadi.

“Ini adalah rekaman takdir,” bisik suara itu lagi, suara yang seolah datang dari layar-layar holografis tersebut. “Apa yang kau lihat adalah gambaran masa lalu dan masa depan yang terjalin bersama. Semua yang telah terjadi, dan yang akan terjadi, tercatat di sini.”

Aidan menatap layar-layar itu dengan penuh keheranan. Ia melihat gambaran tentang dirinya—diri yang berbeda dari dirinya yang sekarang. Sebuah kehidupan yang tampaknya telah berulang, kehidupan yang seakan sudah ditentukan, namun tak pernah benar-benar ia kenali. Di salah satu layar, ia melihat dirinya berada di depan monolit yang sama, namun kali ini, ia tampak lebih tua dan lebih tegar. Sesuatu telah terjadi pada dirinya, sesuatu yang mengubah jalan hidupnya.

“Ini adalah hasil dari eksperimen yang kau lakukan,” suara itu melanjutkan. “Eksperimen yang melibatkan perjalanan waktu dan dimensi, sebuah usaha untuk memahami takdir dan mengubahnya. Namun takdir tak bisa diubah dengan mudah. Seperti yang kau lihat, apa yang telah terjadi, akan terus terulang.”

Aidan merasa terhenyak. Apa yang baru saja ia lihat adalah bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang sesuatu yang lebih besar—sebuah eksperimen yang telah menghubungkan dimensi satu dengan yang lainnya. Itu adalah kunci yang telah ia cari selama ini. Rekaman yang terpantul di layar-layar holografis itu bukan hanya sekadar gambaran masa lalu dan masa depan. Itu adalah jejak takdir yang telah terukir di alam semesta, sebuah jejak yang telah melalui berbagai macam eksperimen, perubahan, dan peristiwa yang saling berkaitan.

“Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari,” suara itu melanjutkan. “Namun, bukan berarti semuanya sudah berakhir. Masih ada satu langkah lagi yang harus diambil.”

Aidan mengangkat kepalanya, menatap layar dengan tatapan yang penuh kebingungan. “Langkah apa?”

“Untuk membuka kebenaran yang lebih dalam,” jawab suara itu. “Untuk mengetahui mengapa semua ini dimulai, dan siapa yang benar-benar mengendalikan takdir.”

Suara itu menghilang, dan layar-layar itu tiba-tiba meredup, menyisakan Aidan yang kini benar-benar terjebak dalam kegelapan, namun dengan satu hal yang jelas dalam pikirannya—kebenaran yang selama ini ia cari akhirnya terungkap. Takdir bukanlah sesuatu yang bisa diubah sesuka hati. Namun, ada kekuatan yang jauh lebih besar dari yang dapat ia bayangkan, kekuatan yang menghubungkan dirinya dengan waktu, dengan dimensi, dan dengan seluruh alam semesta.

Kini, Aidan tahu bahwa perjalanan yang sebenarnya baru saja dimulai.*

BAB 8: Menyelesaikan Siklus

Aidan terdiam di dalam ruang holografis yang semakin memudar. Cahaya yang sebelumnya memancar terang kini mulai meredup, meninggalkan kesan misterius yang menyelimuti ruang itu. Di sekelilingnya, layar-layar holografis yang menggambarkan jejak takdir mulai meresap ke dalam udara, seolah menghilang dalam kekosongan yang tak terjangkau. Meskipun dunia di sekitarnya semakin kabur, Aidan tahu, bahwa ia hanya memiliki satu pilihan—untuk menyelesaikan siklus ini.

Dari dalam kegelapan, suara itu kembali terdengar, lebih jelas dan lebih mendalam daripada sebelumnya. “Siklus takdir ini telah berputar terlalu lama, Aidan. Namun, itu semua tidak akan pernah selesai tanpa satu keputusan besar.”

Aidan menggelengkan kepala, masih terperangkap dalam kebingungannya. “Keputusan apa yang harus aku buat? Apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan ini semua?”

Suara itu tidak menjawab langsung, namun alih-alih, sebuah gambar muncul di hadapannya. Gambaran yang sama sekali baru, gambaran yang menunjukkan dunia luar, dunia yang sudah ia kenali dengan baik—dunia yang sudah berubah, yang sudah dipenuhi oleh kerusakan dan ketidakpastian. Gambar itu menunjukkan kota-kota yang hancur, alam yang terancam punah, dan manusia yang berjuang untuk bertahan hidup. Di tengah-tengah kehancuran itu, Aidan melihat dirinya lagi. Kali ini, dia tampak tidak sama. Wajahnya lebih tegas, lebih penuh dengan keputusasaan, dan lebih penuh dengan beban yang harus dipikul.

“Siklus ini terus berulang,” suara itu berbicara lagi, “Karena tak ada satu pun yang berani mengubahnya. Para pencipta, para penguasa, mereka telah bermain dengan takdir. Kini, waktunya untuk memutuskan—apa yang akan kamu lakukan? Akankah kamu membiarkan dunia ini terjatuh lebih jauh, atau akan kamu mengubah segalanya?”

Aidan menatap gambaran dirinya yang muncul di layar dengan rasa tak percaya. Apa yang telah terjadi pada dirinya? Apa yang telah ia alami sehingga ia bisa berada dalam posisi ini? Seakan ada dua sisi dalam dirinya, sisi yang ingin tetap mematuhi takdir, dan sisi lain yang merasa bahwa takdir itu adalah sebuah belenggu yang harus dihancurkan. Ia merasa terjebak antara dua pilihan yang bertentangan, namun satu hal yang pasti: ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal, dunia yang ia cintai, kini berada di ambang kehancuran.

Tanpa kata-kata, Aidan berjalan menuju pusat ruang yang kini tampak sepi. Matanya tertuju pada titik di tengah-tengahnya—sebuah kristal besar yang mengeluarkan cahaya putih yang berkilau. Kristal ini, seperti monolit yang pernah ia lihat sebelumnya, merupakan pusat dari segala sesuatu yang ada di sini. Aidan tahu, inilah sumber dari semua yang terjadi. Inilah kunci dari siklus takdir yang tak pernah berakhir.

“Ini adalah inti dari semua,” suara itu kembali berbicara. “Dari sinilah semua dimulai, dan dari sinilah kamu harus memutuskan.”

Dengan penuh keyakinan, Aidan meraih kristal itu. Sebuah rasa panas yang luar biasa mengalir dari kristal itu, memasuki tubuhnya, memenuhi setiap pori-pori tubuhnya. Aidan merasakan kekuatan yang tak terhingga mengalir di dalam dirinya. Dunia di sekitarnya mulai berputar lagi, kali ini dengan kecepatan yang menggelikan. Namun, ia tidak takut. Sebaliknya, Aidan merasakan kedamaian yang luar biasa, seolah-olah ia telah menemukan jalannya yang sesungguhnya.

Saat ia memegang kristal itu dengan erat, ruang dan waktu mulai bergeser. Dalam sekejap, Aidan terlempar ke dalam sebuah ruang yang jauh lebih besar, lebih luas, dan lebih kompleks daripada sebelumnya. Di hadapannya terbentang peta takdir yang menjalin setiap kejadian, setiap pilihan, setiap kehidupan. Peta ini menggambarkan tidak hanya masa lalu, tetapi juga masa depan yang belum terjadi. Setiap garis yang ada menghubungkan segala sesuatu yang ada di alam semesta.

Aidan merasa seolah ia bisa melihat segala sesuatu secara bersamaan—keputusan-keputusan yang telah dibuat dan yang akan datang, pilihan-pilihan yang akan menentukan jalan hidup setiap individu, dan seluruh jalur takdir yang telah ada. Semuanya itu kini terhubung di hadapannya, seperti sebuah benang halus yang membentang tanpa ujung.

“Sekarang, kamu tahu apa yang harus dilakukan,” suara itu terdengar sekali lagi. “Selesaikan siklus ini. Pilihanmu akan menentukan dunia yang akan datang.”

Aidan menarik napas dalam-dalam. Sekarang ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ada dua jalur yang terbentang di hadapannya—dua kemungkinan yang sangat berbeda. Yang pertama adalah memilih untuk membiarkan siklus ini terus berputar, mengikuti jalan yang sudah ditentukan. Ini adalah pilihan yang aman, yang memungkinkan dunia tetap berada dalam orbitnya yang stabil, meskipun penuh dengan ketidakpastian dan kerusakan. Jalan ini akan membuatnya kembali ke kehidupannya yang sudah ada, menjalani takdir yang telah tercatat.

Namun, jalan kedua adalah jalan yang penuh dengan risiko. Ini adalah jalan yang belum terjamah, yang akan menghancurkan siklus takdir dan memungkinkan dunia untuk mulai lagi—dunia yang baru, dunia yang belum tercemar oleh takdir yang lama. Namun, pilihan ini datang dengan harga yang sangat mahal. Jika Aidan memutuskan untuk mengubah segalanya, ia akan kehilangan segalanya, termasuk dirinya sendiri. Tidak ada jaminan bahwa dunia yang baru itu akan menjadi lebih baik.

Aidan menatap kedua jalur itu dengan cermat. Sebuah rasa yang kuat mengalir dalam dirinya, sebuah dorongan untuk memilih jalan yang lebih sulit, yang lebih berbahaya, namun yang juga menjanjikan sebuah harapan untuk masa depan yang lebih cerah. Dengan tekad yang bulat, ia memutuskan untuk menyelesaikan siklus ini, untuk mengakhiri takdir yang telah tertulis, dan untuk membuka jalan bagi sebuah dunia baru.

Ia melepaskan kristal itu dari genggamannya, dan dalam sekejap, dunia itu terpecah, hancur, dan terbentuk kembali. Siklus takdir yang telah lama berputar kini berakhir. Dunia yang baru, dunia yang penuh dengan harapan, kini dimulai.*

BAB 9: Cahaya Akhir

Malam itu terasa berbeda. Tidak hanya karena langit yang lebih gelap dari biasanya, tetapi juga karena ada perasaan yang menggantung di udara—sebuah ketegangan yang tak terlukiskan. Aidan berdiri di puncak gedung yang tinggi, memandang kota yang terhampar di bawahnya, kota yang kini mulai terlihat berbeda. Meskipun dunia di sekelilingnya tampak sama seperti sebelumnya, perasaan dalam dirinya telah berubah selamanya.

Dari kejauhan, ia dapat melihat cahaya yang perlahan merambat keluar dari pusat kota. Cahaya itu semakin terang, semakin intens, seolah-olah mengusir kegelapan yang sebelumnya melingkupi dunia ini. Cahaya yang muncul itu bukanlah cahaya biasa. Itu adalah hasil dari keputusan yang telah ia buat, hasil dari siklus yang telah ia hentikan, dan hasil dari masa depan yang baru yang ia pilih untuk dijalani. Sebuah perubahan besar yang kini berada di ambang pintu.

“Aidan…” Suara yang familiar itu terdengar lembut di telinganya. Suara yang tak asing, suara yang telah lama ia dengar. Aidan menoleh, dan di hadapannya berdiri Elena, sosok yang telah menjadi bagian penting dari hidupnya—dari takdirnya yang terjalin dengan rumit. Elena, yang kini tampak lebih damai, lebih tenang daripada sebelumnya.

“Aku tahu ini sulit,” Elena berkata, suaranya terdengar penuh empati. “Tapi kau telah membuat pilihan yang tepat. Dunia ini membutuhkan perubahan.”

Aidan menatapnya, merasakan ketegangan yang sempat melanda dirinya mulai mereda. Ia mengingat kembali perjalanan panjang yang telah mereka lewati bersama. Perjuangan, pengorbanan, dan keraguan yang ia rasakan selama ini. Dan sekarang, akhirnya, semuanya tampak mulai menemukan titik terang.

“Tapi apakah kita benar-benar tahu apa yang kita pilih?” tanya Aidan, matanya menyipit, mencari pemahaman. “Apakah kita siap untuk menerima konsekuensi dari keputusan ini?”

Elena tersenyum, namun senyuman itu tak sepenuhnya lepas dari kesedihan. “Kita tak pernah tahu sepenuhnya apa yang akan terjadi. Namun, jika kita terus-menerus takut akan masa depan, kita tak akan pernah bergerak. Ini adalah langkah pertama untuk sebuah dunia yang lebih baik. Bahkan jika itu berarti kita harus menanggung beban yang lebih berat.”

Aidan mengangguk pelan, matanya kembali tertuju pada cahaya yang semakin terang itu. Dunia telah berubah, dan kini saatnya untuk menghadapi kenyataan baru yang terhampar di depan mereka. Dunia yang mereka kenal sebelumnya kini terbelah, terpecah-pecah dalam dua realitas yang berbeda—realitas lama yang terpuruk dalam kehancuran, dan realitas baru yang menawarkan harapan dan kemungkinan.

Namun, Aidan tahu bahwa perubahan besar ini tidak akan datang tanpa tantangan. Ada banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan. Ia memikirkan orang-orang yang mungkin akan terpengaruh oleh perubahannya. Para pemimpin yang telah lama berkuasa, mereka yang telah menikmati kekuasaan dan kendali, pasti tidak akan dengan mudah menerima perubahan ini. Begitu pula dengan mereka yang masih terjebak dalam dunia lama, dunia yang penuh dengan kebohongan dan ketakutan.

“Apa yang akan terjadi dengan mereka yang tidak siap untuk menerima perubahan?” tanya Aidan, suaranya penuh kekhawatiran.

“Akan ada perlawanan,” jawab Elena dengan tenang. “Namun, kita tidak bisa memaksa mereka untuk menerima perubahan jika mereka tidak siap. Yang terpenting adalah memberi kesempatan kepada mereka yang mau bergerak maju, untuk membangun dunia baru ini bersama-sama.”

Aidan berpikir sejenak, merenungkan kata-kata Elena. Dia tahu bahwa perlawanan itu tak terelakkan, namun ia juga tahu bahwa setiap perubahan besar memang membutuhkan pengorbanan. Tidak ada jalan yang mudah, dan kadang-kadang, hanya dengan memilih jalan yang sulitlah seseorang dapat menciptakan perbedaan yang berarti.

“Kita harus memulai dari sesuatu yang kecil,” Aidan berkata pelan, matanya memandang jauh ke depan, ke arah cahaya yang semakin terang itu. “Kita harus menunjukkan pada dunia bahwa perubahan itu mungkin. Kita harus memimpin dengan contoh.”

Elena mengangguk setuju. “Ya, dunia akan membutuhkan pemimpin yang bisa memberikan harapan, bukan hanya kebijakan atau peraturan. Kita harus memberi inspirasi kepada orang-orang agar mereka bisa ikut serta dalam perubahan ini.”

Perlahan-lahan, Aidan dan Elena turun dari puncak gedung, berjalan menuju pusat kota. Di sepanjang jalan, mereka melihat perubahan yang mulai tampak—sebuah dunia yang perlahan-lahan mengarah pada kesadaran baru. Beberapa orang yang mereka temui di jalan tampak lebih ceria, lebih bersemangat. Ada perasaan baru yang melintas di wajah mereka—perasaan bahwa dunia ini memiliki peluang untuk berkembang, peluang untuk memperbaiki diri.

Namun, di sisi lain, Aidan tahu bahwa ada banyak tantangan yang masih menanti. Proses untuk membangun dunia baru ini tidak akan mudah. Akan ada mereka yang masih terjebak dalam sistem lama, yang akan berusaha keras mempertahankan status quo. Mereka yang terikat dengan kekuasaan dan kepentingan pribadi, yang merasa bahwa perubahan ini akan menghancurkan dunia yang telah mereka ciptakan.

“Kita harus berhati-hati,” Aidan berkata pelan, berbicara lebih pada dirinya sendiri daripada pada Elena. “Perubahan ini harus dilakukan dengan bijak. Kita harus membuat semua orang merasa bahwa mereka bagian dari proses ini, bukan sebagai lawan yang harus dihancurkan.”

Elena menepuk bahunya dengan lembut. “Dan itulah yang akan membuat perubahan ini bertahan. Kita harus menyatukan mereka yang berbeda, yang bertentangan. Hanya dengan itu kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik.”

Saat mereka melangkah lebih jauh, cahaya yang semakin terang itu terus membimbing mereka. Aidan merasa seperti telah menemukan jalan yang benar, meskipun perjalanan ini baru saja dimulai. Ia tahu bahwa jalan ke depan akan penuh dengan tantangan, namun untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa ada harapan di ujung jalan itu.

Dan di saat itulah, Aidan menyadari satu hal: cahaya yang mereka lihat bukan hanya sebuah simbol dari dunia yang baru, tetapi juga simbol dari kekuatan manusia untuk memilih jalan mereka sendiri, untuk mengubah takdir mereka, dan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.

Dengan langkah yang mantap, Aidan dan Elena melangkah ke dalam dunia yang baru, siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan datang. Namun, satu hal yang pasti: mereka tidak akan pernah mundur, karena cahaya akhir ini adalah harapan yang mereka bawa untuk dunia yang belum sepenuhnya ditemukan.***

————THE END———-

Source: Jasmine Malika
Tags: #akhirat#Duniaghaib#fantasyreinkarnasi#reinkarnasi#sihirdannyata
Previous Post

EKSPERIMEN ENIGMA

Next Post

AKHIR YANG BELUM TERCAPAI

Next Post
AKHIR YANG BELUM TERCAPAI

AKHIR YANG BELUM TERCAPAI

PENCIPTAAN DUNIA BARU

PENCIPTAAN DUNIA BARU

TEKNOLOGI MANIPULASI

TEKNOLOGI MANIPULASI

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In