Prolog
Zaman dahulu, ketika dunia masih dipenuhi dengan legenda dan cerita yang terbungkus dalam kabut waktu, ada sebuah gerbang yang terletak di perbatasan antara dua dunia—dunia manusia dan dunia gaib. Gerbang ini, yang dikenal dengan nama “Gerbang Dimensi,” adalah sebuah pintu yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang memiliki hati murni dan pemahaman mendalam tentang keseimbangan alam semesta. Tak banyak yang tahu tentang keberadaannya, dan bahkan lebih sedikit lagi yang mampu membuka rahasia di balik pintunya.
Gerbang Dimensi bukan sekadar sebuah benda fisik atau sebuah portal yang dapat dilalui begitu saja. Ia adalah jembatan antara dua dunia yang seharusnya tidak saling bertemu—dunia manusia yang penuh dengan keterbatasan dan dunia gaib yang penuh dengan kekuatan tak terbayangkan. Namun, seperti semua hal yang baik dan buruk dalam hidup, dunia-dunia itu tidak dapat dipisahkan selamanya. Ada waktu, dan ada saatnya, ketika batasan-batasan yang menghalangi mereka akan runtuh, dan saat itu, semuanya akan berubah.
Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan yang dihuni oleh para penjaga yang ditugaskan untuk melindungi gerbang tersebut. Mereka adalah sekelompok orang terpilih yang diberkahi dengan pengetahuan kuno dan kekuatan magis yang mampu menjaga keseimbangan antara dua dunia. Mereka tidak hanya menjaga gerbang fisik itu, tetapi juga menjaga agar dunia manusia dan dunia gaib tetap terpisah, agar satu tidak menguasai yang lain. Merekalah yang menjaga agar kedua dunia itu tidak jatuh dalam kehancuran akibat keinginan masing-masing untuk menguasai yang lainnya.
Namun, seperti semua cerita epik, kekuasaan itu tidak dapat bertahan selamanya. Ketika salah satu penjaga gerbang, yang dikenal sebagai Satria Agung, merasa bahwa kekuatan dunia gaib lebih besar daripada dunia manusia, ia mencoba untuk membuka gerbang itu dengan cara yang tidak diinginkan oleh para penjaga lainnya. Satria Agung yang tamak itu menginginkan kekuatan yang tak terbayangkan, dan dengan begitu, ia berusaha membuka gerbang tersebut untuk membawa dunia gaib lebih dekat ke dunia manusia. Hanya dengan kebijaksanaan dan keberanian seorang penjaga yang lain, gerbang itu berhasil ditutup kembali, namun tidak tanpa pengorbanan yang besar. Satria Agung pun hilang, dan dengan hilangnya dirinya, cerita tentang gerbang itu pun menguap dalam kabut waktu.
Selama berabad-abad, kisah tentang gerbang itu dianggap sebagai legenda belaka. Tidak ada yang tahu pasti apakah itu benar-benar ada atau hanya sebuah mitos yang tercipta dari kekeliruan. Tidak ada yang mengingat para penjaga gerbang atau Satria Agung yang telah hilang dalam kegagalan ambisinya. Dunia manusia melanjutkan hidupnya, dan dunia gaib kembali tertutup rapat. Namun, legenda itu tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya tertidur, menunggu untuk dibangkitkan kembali oleh mereka yang cukup berani dan cukup bodoh untuk mencari tahu lebih dalam.
Arjuna, seorang pemuda dari desa terpencil, tidak tahu bahwa dirinya adalah bagian dari takdir yang sudah lama terlupakan. Sejak kecil, Arjuna mendengar cerita-cerita tentang dunia gaib dari neneknya, Siti Rahma, yang sering mengajarinya tentang pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup. Neneknya sering berbicara tentang dunia lain yang bersembunyi di balik kabut, tentang makhluk-makhluk yang tidak tampak oleh mata manusia, dan tentang kekuatan yang lebih besar daripada dunia yang mereka kenal. Namun, Arjuna selalu menganggap itu semua sebagai cerita belaka, sebuah dongeng yang hanya ada di dalam mimpi. Hingga suatu hari, takdir membawa Arjuna ke sebuah tempat yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Suatu pagi yang cerah, ketika Arjuna sedang berjalan melewati hutan untuk mencari kayu bakar, ia menemukan sebuah batu besar yang tertutup oleh lumut tebal. Batu itu tidak seperti batu biasa. Ia memiliki bentuk yang sangat berbeda—sebuah ukiran misterius yang tampak seperti sebuah peta atau simbol yang sangat kuno. Tertarik oleh bentuk batu itu, Arjuna mencoba membersihkannya dengan tangannya. Begitu ia menyentuh batu itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Batu itu mulai bergetar, dan tanah di sekitarnya terbuka, mengungkapkan sebuah pintu gerbang yang tersembunyi di bawahnya.
Gerbang itu berbeda dari gerbang-gerbang yang biasa ia temui. Meskipun terlihat seperti sebuah struktur batu kuno, Arjuna bisa merasakan sesuatu yang hidup, sesuatu yang berdenyut dengan energi yang tidak bisa ia jelaskan. Pintu gerbang itu tampak tidak berfungsi, seperti terhenti oleh waktu. Namun, ketika Arjuna meletakkan tangannya di atasnya, ia merasakan sesuatu yang memanggilnya. Sebuah kekuatan yang sangat besar, yang seakan-akan menarik dirinya masuk ke dalam dunia yang tidak ia kenal.
Tanpa sadar, Arjuna mengucapkan kata-kata yang pernah ia dengar dari neneknya, sebuah mantra yang disebutkan sebagai kunci untuk membuka gerbang yang terlupakan itu. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya, tanpa ia mengerti sepenuhnya maknanya. Ketika ia mengucapkannya, gerbang itu mulai terbuka, dan Arjuna merasakan seolah-olah ia melangkah ke dalam dunia yang sama sekali berbeda. Di depannya, dunia yang dikenal sebagai dunia manusia mulai hilang, tergantikan oleh pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya—sebuah dunia yang dipenuhi dengan cahaya dan kegelapan yang saling bertarung, sebuah dunia gaib yang begitu asing namun terasa sangat dekat.
Tak lama setelah itu, Arjuna bertemu dengan sosok-sosok yang tidak ia mengerti, makhluk-makhluk yang berasal dari dunia gaib, dan di antara mereka, ada satu sosok yang lebih mengenalnya daripada yang ia kira—neneknya, Siti Rahma. Ternyata, Siti Rahma adalah salah satu penjaga gerbang yang telah lama terlupakan, dan ia telah memilih Arjuna sebagai penerusnya, seseorang yang akan menjaga keseimbangan antara kedua dunia yang kini semakin rapat terhubung.
Siti Rahma memberitahu Arjuna bahwa gerbang itu tidak hanya sekadar alat untuk menghubungkan dunia manusia dan dunia gaib, tetapi juga merupakan penentu takdir kedua dunia. Kekuatan yang ada di balik gerbang itu mampu membawa kedamaian atau kehancuran, tergantung pada siapa yang memegang kendali. Arjuna kini harus mengambil alih tugas yang sangat berat, untuk menjaga agar dunia manusia tidak jatuh ke dalam kekacauan yang dibawa oleh dunia gaib yang telah lama tersembunyi.
Namun, membuka gerbang itu bukanlah akhir dari perjalanan Arjuna, melainkan awal dari sebuah petualangan yang jauh lebih besar dan penuh dengan ancaman yang lebih besar. Ia harus menghadapi makhluk-makhluk kuat yang telah lama terperangkap di dunia gaib, serta kekuatan-kekuatan yang ingin menguasai kedua dunia. Dan yang lebih berat lagi, Arjuna harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan dirinya demi menjaga keseimbangan yang rapuh ini.
Gerbang Dimensi telah terbuka, dan dunia yang terlupakan kini kembali mengalir ke dalam kehidupan Arjuna. Tak ada lagi jalan mundur. Dunia manusia dan dunia gaib kini berada di ujung jurang, dan hanya satu orang yang dapat menjaga agar keduanya tidak jatuh bersama dalam kehancuran—Arjuna, sang penjaga gerbang.*
Bab 1: Warisan Dunia yang Terlupakan
Di sebuah desa terpencil yang terletak di pedalaman Asia Tenggara, terdapat sebuah kisah yang sudah lama dilupakan oleh banyak orang. Desa ini, yang dikelilingi oleh hutan lebat dan gunung-gunung tinggi, seakan menjadi tempat yang terlindung dari gangguan dunia luar. Nama desa ini adalah Desa Cahaya, dan ia menyimpan sebuah legenda kuno yang hanya diketahui oleh sedikit orang—sebuah cerita tentang gerbang antara dunia manusia dan dunia gaib.
Legenda ini dimulai jauh di masa lalu, ketika kerajaan besar yang dikenal dengan nama “Kerajaan Luhur” berkuasa di wilayah ini. Kerajaan Luhur dikenal karena kekuatannya yang luar biasa, yang didapatkan bukan hanya dari pasukan dan senjata, tetapi juga dari hubungan mereka yang kuat dengan dunia gaib. Para penguasa kerajaan ini, yang disebut “Para Penjaga Gerbang”, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh-roh dan mengendalikan kekuatan alam. Mereka dipercaya menjaga sebuah gerbang yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia yang lebih tinggi, tempat di mana dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus lainnya berada.
Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Luhur jatuh karena konflik internal dan serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga. Namun, warisan budaya dan pengetahuan yang mereka tinggalkan tetap bertahan dalam legenda. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, banyak dari cerita ini menjadi kabur, hingga akhirnya hanya segelintir orang yang masih mengingatnya.
Arjuna, seorang pemuda yang lahir dan besar di Desa Cahaya, tidak pernah mengetahui kisah ini hingga suatu hari ia menemukan sebuah gulungan tua yang tersembunyi di dalam gudang rumah neneknya. Gulungan itu terbuat dari bahan yang tampaknya bukan berasal dari dunia ini, dengan tulisan yang sulit dipahami namun mengandung petunjuk yang menarik. Begitu membuka gulungan tersebut, Arjuna terkejut melihat bahwa tulisan itu menggambarkan sebuah peta kuno yang mengarah ke sebuah tempat yang sangat misterius, tempat yang tidak pernah ia dengar sebelumnya—Gerbang Dimensi.
Arjuna, yang selalu tertarik dengan hal-hal yang berbau sejarah dan mitologi, merasa terpanggil untuk menelusuri lebih dalam tentang apa yang telah ia temukan. Ia merasa bahwa hidupnya telah dipersiapkan untuk sebuah tujuan besar, meski ia tidak tahu apa yang akan ia hadapi.
Dengan bantuan neneknya, yang telah lama menjadi penjaga pengetahuan tentang sejarah desa, Arjuna belajar bahwa desa mereka, yang kini tampak seperti tempat yang tenang dan damai, sebenarnya berada di dekat lokasi yang sangat penting dalam sejarah kerajaan kuno. Neneknya, yang dikenal sebagai Siti Rahma, adalah salah satu orang terakhir yang masih mengingat sebagian besar cerita-cerita kuno yang diturunkan secara lisan. Meskipun Siti Rahma tidak tahu banyak tentang gerbang dimensi itu, ia tahu bahwa leluhur mereka selalu mengajarkan bahwa keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib adalah hal yang sangat penting untuk dijaga.
Siti Rahma memberi tahu Arjuna tentang kisah seorang raja yang dikenal sebagai Raja Naga. Raja Naga adalah penguasa terakhir dari Kerajaan Luhur yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengendalikan elemen-elemen alam dan berkomunikasi dengan roh. Namun, meskipun ia sangat kuat, Raja Naga tidak bisa menghindari takdirnya. Kerajaan Luhur hancur, dan semua catatan sejarah tentang tempat dan budaya mereka pun hilang. Semua yang tersisa hanyalah legenda dan cerita rakyat.
Namun, ada satu bagian dari kisah tersebut yang tidak pernah hilang—bahwa Raja Naga, sebelum kerajaannya runtuh, telah mengutus beberapa orang untuk menyembunyikan rahasia tentang gerbang dimensi yang terletak di pedalaman hutan. Gerbang ini, menurut cerita, adalah pintu yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia yang lebih tinggi, tempat di mana roh-roh dan dewa-dewa berdiam. Konon, hanya mereka yang memiliki darah keturunan khusus yang bisa mengakses gerbang ini.
Arjuna yang mendengarkan cerita tersebut merasa bahwa ia mungkin memiliki hubungan dengan para penjaga gerbang, terutama setelah mengetahui bahwa neneknya telah mengungkapkan bahwa keluarga Arjuna adalah keturunan langsung dari garis penjaga kerajaan kuno tersebut. Dengan rasa penasaran yang semakin membara, Arjuna memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh.
Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan neneknya, Arjuna mulai merencanakan perjalanan ke tempat yang ditemukan dalam peta kuno itu. Ia tahu bahwa pencariannya tidak akan mudah dan mungkin penuh bahaya, tetapi ia merasa bahwa takdir telah membawanya ke titik ini. Dengan tekad yang kuat, Arjuna mengemas perbekalannya dan memulai perjalanan ke pedalaman hutan yang menjadi lokasi gerbang dimensi tersebut.
Di sepanjang perjalanan, Arjuna menemui banyak hal yang tidak ia duga. Di sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran hutan, ia bertemu dengan seorang biksu tua yang bernama Tuan Sing. Tuan Sing, meskipun hidup dalam kesendirian, ternyata tahu banyak tentang budaya supranatural yang telah terlupakan. Dalam percakapan mereka, Tuan Sing menceritakan bahwa gerbang dimensi adalah sebuah tempat yang sangat sakral, dan bahwa siapa pun yang mencoba membukanya tanpa pemahaman yang benar dapat membawa kehancuran bagi dunia ini. Tuan Sing juga mengingatkan Arjuna bahwa untuk dapat mengakses gerbang itu, ia harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib, dan hanya orang yang benar-benar siap yang bisa menghadapinya.
Dengan peringatan tersebut, Arjuna merasa semakin yakin bahwa pencariannya bukan sekadar untuk menemukan sebuah tempat misterius, melainkan untuk memahami kekuatan yang lebih besar yang ada di baliknya. Seiring perjalanan panjang yang ditempuhnya, Arjuna mulai merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya. Ada semacam energi yang mengalir dalam tubuhnya, energi yang seakan menghubungkannya dengan dunia lain. Ia mulai merasakan bahwa ia bukan sekadar pemuda biasa, melainkan seseorang yang memiliki takdir besar untuk melindungi keseimbangan alam semesta.
Pada akhirnya, perjalanan Arjuna membawanya ke sebuah gua yang tersembunyi di balik air terjun besar di tengah hutan. Di dalam gua itu, Arjuna menemukan sebuah patung kuno yang menggambarkan seorang pria yang tengah memegang sebuah kunci besar. Kunci itu, menurut petunjuk dalam gulungan yang ia temukan, adalah simbol dari gerbang dimensi yang harus dibuka.
Arjuna berdiri di depan patung itu dengan perasaan yang campur aduk—takut, terharu, dan penuh harapan. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Tetapi ia juga sadar bahwa takdirnya telah menunggu di sini, di hadapannya.*
Bab 2: Pintu Gerbang
Perjalanan Arjuna membawa dirinya semakin dekat ke sebuah kebenaran yang selama ini tersembunyi dalam lorong waktu yang gelap. Setelah beberapa hari melintasi hutan lebat, ia tiba di sebuah kawasan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Di depannya terbentang sebuah lembah yang luas, dipenuhi oleh tanaman menjalar dan pepohonan raksasa yang usianya mungkin sudah ribuan tahun. Namun, yang membuatnya tertegun bukanlah keindahan alam sekitar, melainkan sebuah bangunan yang tampak seperti reruntuhan kuno di kejauhan. Bangunan itu, meskipun sebagian besar telah runtuh, masih menunjukkan bekas kemegahan yang luar biasa.
Di dalam hati Arjuna, ada perasaan yang campur aduk—antara rasa penasaran yang tak terkatakan dan kekhawatiran yang menggelayuti. Ia melangkah mendekati reruntuhan itu, langkahnya terasa berat seolah dunia di sekitarnya pun ikut menahan napas. Semakin mendekat, semakin jelas ia melihat bahwa bangunan ini adalah tempat yang sangat penting, sebuah tempat yang telah lama terlupakan oleh waktu.
Tak jauh dari reruntuhan itu, Arjuna menemukan sebuah pintu batu besar yang terkunci rapat. Pintu itu tidak tampak seperti pintu biasa. Di atasnya terukir simbol-simbol aneh, simbol yang seolah hidup dan bergerak. Beberapa bagian dari pintu itu tampak seakan berkilau, menyala dengan cahaya yang misterius. Arjuna menyentuhnya, dan seketika rasa dingin yang tajam menyusup hingga ke tulang belulangnya. Ia menarik tangan, tetapi sebuah suara halus terdengar di telinganya.
“Jangan sentuhnya jika kau belum siap.”
Arjuna terkejut, mencari sumber suara itu. Namun, ia tidak melihat siapapun. Dalam kebingungannya, ia teringat kembali pada percakapan dengan neneknya, Siti Rahma, yang pernah mengatakan bahwa hanya mereka yang memiliki darah keturunan penjaga gerbang yang dapat membuka pintu gerbang dimensi ini. Mungkin ini adalah ujian pertama yang harus ia hadapi.
“Siapa kamu?” Arjuna bertanya dengan suara yang sedikit gemetar.
Suara itu kembali terdengar, lebih jelas kali ini, dan berasal dari sebuah patung batu yang tersembunyi di balik semak-semak. Patung itu menggambarkan seorang wanita muda dengan ekspresi wajah yang tenang dan penuh kebijaksanaan.
“Aku adalah pelindung gerbang ini,” kata patung itu dengan suara yang terdengar lebih seperti bisikan angin. “Hanya mereka yang memiliki pemahaman akan keseimbangan dunia ini yang dapat melalui pintu ini. Jika kau ingin melanjutkan, kau harus mengerti bahwa setiap keputusan yang kau buat akan mempengaruhi dua dunia—dunia manusia dan dunia gaib.”
Arjuna merasa ada ketegangan yang tak terlukiskan dalam kata-kata pelindung itu. Ia tahu bahwa perjalanan ini bukanlah perjalanan yang hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga kebijaksanaan yang mendalam. Tanpa banyak berpikir, ia memutuskan untuk melanjutkan, meskipun rasa takutnya semakin dalam.
“Saya siap untuk belajar dan memahami apa yang perlu saya ketahui,” jawab Arjuna dengan mantap.
Seiring perkataannya, cahaya yang terpendam dalam simbol-simbol pada pintu gerbang itu mulai bersinar lebih terang. Pintu batu yang sebelumnya terkunci kini perlahan bergerak, membuka perlahan seiring dengan terungkapnya rahasia yang selama ini tersembunyi.
Di balik pintu itu, Arjuna melihat sebuah lorong panjang yang dipenuhi dengan cahaya redup yang memantul dari dinding-dinding batu yang tertutup lumut. Langkahnya terasa berat, namun ia melangkah tanpa ragu. Lorong ini tampak seperti sebuah ruang yang terhubung dengan banyak dimensi, dan seiring berjalan, Arjuna merasa dunia di sekitarnya mulai bergetar. Ia merasa bahwa ia bukan hanya berjalan di dalam gua ini, tetapi juga menembus batas-batas waktu dan ruang.
Setelah beberapa saat berjalan, Arjuna tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno. Di tengah ruangan itu, ada sebuah altar besar yang terbuat dari batu putih. Di atas altar itu terdapat sebuah bola kristal yang memancarkan cahaya biru terang, menggantikan bintang-bintang di langit. Arjuna mendekat, dan begitu ia menyentuh bola kristal itu, sebuah penglihatan muncul di benaknya.
Dalam penglihatannya, Arjuna melihat sebuah dunia yang berbeda, sebuah dunia yang jauh lebih tua dari dunia manusia. Dunia itu penuh dengan makhluk yang tidak pernah ia lihat sebelumnya—makhluk-makhluk yang tampak seperti dewa-dewa kuno, jin, dan roh yang memiliki kekuatan yang tak terbatas. Ia juga melihat sebuah gerbang besar yang terhubung dengan dunia manusia, sebuah pintu yang terbuka hanya untuk mereka yang berani menghadapinya.
Namun, ada sesuatu yang aneh. Gerbang itu terancam runtuh, dan dunia gaib mulai meluap ke dalam dunia manusia. Makhluk-makhluk itu tampak marah, dan dunia manusia mulai terancam kehancuran. Arjuna merasa ketakutan, tetapi dalam penglihatannya, ia melihat sebuah sosok yang tampaknya mengenalnya—seorang pria berpakaian kuno yang mengulurkan tangan kepadanya. Pria itu tersenyum, dan dalam hatinya, Arjuna merasa bahwa pria itu adalah salah satu penjaga gerbang yang dimaksud dalam legenda.
“Tugasmu adalah menjaga keseimbangan antara kedua dunia ini,” suara pria itu terdengar jelas di benak Arjuna. “Hanya dengan pemahaman yang benar dan kehati-hatian, dunia ini bisa diselamatkan.”
Penglihatan itu menghilang seketika, dan Arjuna terjatuh ke lututnya, merasa seperti telah dibebani dengan sebuah takdir yang sangat besar. Bola kristal itu perlahan-lahan kembali ke keadaan semula, dan cahaya biru yang memancar menghilang.
Arjuna terdiam, memikirkan apa yang baru saja ia saksikan. Apakah ini berarti ia harus menjadi penjaga gerbang, seperti yang dikatakan dalam legenda? Apakah dirinya memang keturunan dari para penjaga itu? Semua pertanyaan itu menggelayuti pikirannya. Namun, satu hal yang pasti, ia kini tahu bahwa jalan yang ia tempuh akan penuh dengan ujian yang lebih berat dan keputusan-keputusan yang akan menentukan nasib kedua dunia.
Setelah merenung beberapa saat, Arjuna berdiri dan melangkah keluar dari ruang itu. Pintu gerbang dimensi telah terbuka, dan dunia yang menunggu di luar sana sudah menanti. Dunia yang penuh dengan misteri dan ancaman, tapi juga penuh dengan peluang untuk memahami keseimbangan yang sangat penting antara dunia manusia dan dunia gaib.
Dengan tekad yang bulat, Arjuna tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang akan mengubah hidupnya selamanya.*
Bab 3: Gerbang Terlarang
Arjuna berdiri di depan pintu gerbang dimensi yang telah terbuka, masih merasakan gemetar di dalam dirinya setelah penglihatan yang begitu luar biasa. Semua yang telah ia pelajari dan temui dalam perjalanan ini terasa semakin membebani pikirannya. Gerbang yang baru saja ia buka bukanlah sekadar portal fisik, tetapi juga sebuah titik pertemuan antara dua dunia—dunia manusia dan dunia gaib. Pintu ini, yang awalnya hanya berupa sebuah legenda, kini nyata di hadapannya, membawa serta potensi kekuatan yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya.
Namun, meskipun ia merasa terhormat telah berhasil membuka gerbang ini, Arjuna juga merasakan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih menakutkan daripada apa yang pernah ia bayangkan. Suasana di sekitar gerbang terasa sangat tegang, seperti ada sesuatu yang sedang menunggu untuk meledak. Dunia gaib yang tampaknya telah terkunci selama berabad-abad kini mengalir masuk dengan penuh kekuatan. Arjuna tahu bahwa membuka gerbang ini berarti membawa dunia manusia ke dalam bahaya yang tak terduga.
Dengan langkah perlahan, ia melangkah lebih jauh ke dalam lorong gerbang itu. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seolah ada sesuatu yang mencekiknya dari dalam. Di sepanjang lorong itu, dinding-dindingnya dipenuhi oleh ukiran-ukiran kuno yang bercerita tentang para penjaga gerbang yang dulu menjaga pintu ini dengan penuh kehati-hatian. Gambar-gambar itu menggambarkan sosok-sosok berjubah yang berdoa dan berkorban demi menjaga keseimbangan antara dua dunia, namun sekarang, semua itu tampak terabaikan.
Gerbang yang seharusnya menghubungkan dunia manusia dengan dunia gaib, kini mulai terbuka lebih lebar. Cahaya yang terang dan cemerlang memancar dari dalam, disertai oleh suara angin yang berbisik dari dunia yang entah berasal dari mana. Suara itu semakin menguat, seperti suara ribuan jiwa yang berbicara sekaligus, memanggil Arjuna untuk masuk lebih dalam.
Saat ia melangkah lebih jauh, Arjuna merasa ada sesuatu yang menyentuh hatinya dengan kuat, seperti ada bisikan yang datang dari suatu tempat yang jauh, memperingatkannya untuk berhenti. Namun, rasa ingin tahu yang kuat dan perasaan bahwa ia harus melanjutkan untuk memahami takdirnya membuatnya terus maju, tanpa menoleh ke belakang. Semakin jauh ia berjalan, semakin gelap dan misterius lorong itu, hingga ia sampai di sebuah ruang besar yang tampaknya tak berujung. Ruangan ini begitu luas dan tak terbatas, dengan langit yang tampak terbuka dan dipenuhi dengan ribuan bintang yang berkilauan.
Di tengah ruangan itu, Arjuna melihat sebuah sosok yang tampaknya menunggunya. Sosok itu terbuat dari cahaya yang berkilau, dengan bentuk tubuh yang tak bisa dijelaskan, seolah-olah ia bukan makhluk fisik. Matanya yang berkilau menatap Arjuna dengan penuh perhatian, seolah sedang menilai apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Saya tahu kenapa kamu datang,” suara yang dalam dan berat terdengar di sekitar Arjuna, meskipun sosok itu tak membuka mulutnya. “Tapi kamu harus tahu bahwa gerbang ini bukan untuk sembarang orang. Ini adalah gerbang yang hanya boleh dibuka oleh mereka yang memiliki pemahaman sejati akan kedua dunia. Jika kamu ingin melanjutkan, kamu harus siap menanggung segala konsekuensinya.”
Arjuna terdiam, tidak tahu bagaimana harus merespon. Sosok itu tidak menjelaskan lebih lanjut, namun Arjuna merasakan sebuah perasaan dalam dirinya yang mengatakan bahwa ia sudah melewati batas yang seharusnya tidak pernah ia lewati. Pada saat itu, ia menyadari bahwa dunia gaib yang selama ini dianggap mitos dan legenda, ternyata bukanlah sesuatu yang jauh. Dunia itu ada, dan ia baru saja membukakan pintu untuk masuk ke dalamnya.
“Apakah saya siap?” tanya Arjuna dengan suara rendah, lebih pada dirinya sendiri daripada kepada sosok itu. “Saya hanya mengikuti jalan yang sudah ditentukan.”
Sosok itu mengangguk, meskipun tidak ada suara yang terdengar. Lalu, tiba-tiba, dunia di sekitar Arjuna mulai bergetar. Cahaya yang memancar dari segala arah mulai berkurang intensitasnya, dan suara gemuruh yang berasal dari dunia gaib mulai terdengar semakin jelas. Rasanya seperti ada kekuatan besar yang sedang mengalir ke dalam dunia manusia, sebuah kekuatan yang tidak bisa ia kendalikan.
Tanpa diberi petunjuk lebih lanjut, Arjuna merasa tubuhnya seperti ditarik ke sebuah dimensi lain, tempat yang tidak pernah ia bayangkan. Pemandangan di sekelilingnya berubah drastis—dunia gaib yang ia lihat bukanlah dunia yang damai dan penuh kedamaian, seperti yang digambarkan dalam legenda. Sebaliknya, ia melihat hutan yang penuh dengan makhluk-makhluk yang tidak mengenal belas kasihan, dan langit yang dipenuhi dengan kilatan petir dan cahaya yang membutakan.
“Tunggu,” suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas dan penuh peringatan. “Kamu belum siap menghadapi apa yang ada di sini. Ini adalah dunia yang penuh dengan konflik dan penderitaan. Tidak ada yang bisa kembali setelah membuka gerbang ini. Kamu harus memilih—mengembalikan keseimbangan atau menghancurkannya selamanya.”
Arjuna merasakan dadanya sesak, ketakutan mulai merasuki hatinya. Ia merasa cemas akan apa yang telah ia lakukan—pintu gerbang dimensi yang telah dibuka ternyata bukan sekadar akses ke dunia gaib, tetapi juga membuka peluang bagi kekuatan gelap yang lebih besar untuk merasuki dunia manusia. Dengan penuh keberanian, Arjuna berteriak, mencoba memanggil kembali keseimbangan yang telah hilang.
“Apakah saya harus menutupnya?” tanya Arjuna dengan suara penuh kebingungan.
Sosok itu tidak menjawab langsung, namun tiba-tiba bayangan gelap muncul di hadapannya. Makhluk-makhluk halus, yang memiliki wujud setengah manusia dan setengah binatang, mulai keluar dari kabut yang muncul di sekitar ruangan itu. Mereka tampak marah dan penuh kekuatan yang mengerikan. Arjuna merasa seolah-olah dunia ini mulai menelan dirinya—dan ia tidak tahu apakah ia bisa bertahan.
Namun, dalam saat yang penuh ketegangan itu, Arjuna mengingat apa yang telah dipelajarinya tentang keseimbangan. Ia harus memahami bahwa dunia manusia dan dunia gaib tidak bisa dipisahkan begitu saja. Semua ada dalam keterhubungan yang rapuh, dan jika salah satu sisi terdistorsi, maka kedua dunia akan hancur. Arjuna tahu bahwa ia tidak bisa hanya menutup gerbang ini. Ia harus mengembalikan keseimbangan yang telah rusak.
Saat itu, Arjuna mengingat kata-kata neneknya, Siti Rahma, tentang pentingnya pemahaman dan pengendalian diri dalam menjaga gerbang ini. Ia harus mengembalikan kedamaian, tetapi dengan cara yang bijak dan penuh kehati-hatian.
Arjuna menutup matanya, memusatkan pikirannya, dan berusaha untuk merasakan keseimbangan yang hilang. Dalam dirinya, ia merasakan energi yang mengalir—energi dunia gaib dan dunia manusia yang saling bertautan. Ia harus menjadi jembatan antara kedua dunia ini.
Sosok cahaya itu muncul kembali di depannya, kali ini dengan senyuman yang penuh harapan. “Kamu telah memahami,” kata sosok itu. “Sekarang, tugasmu adalah untuk menjaga keseimbangan, bukan dengan menutup gerbang, tetapi dengan memahami keduanya—dan menjaga dunia ini tetap bersatu.”
Dengan penuh tekad, Arjuna mulai melangkah maju, siap untuk mengambil tanggung jawab besar yang telah dibebankan padanya. Dunia yang baru saja ia buka akan membawanya pada perjalanan yang jauh lebih berbahaya, tetapi kini ia tahu apa yang harus dilakukan—menjaga gerbang dimensi, menjaga keseimbangan antara dunia.*
Bab 4: Penjaga Dimensi
Arjuna merasa dunia di sekelilingnya berputar cepat. Meskipun ia telah memutuskan untuk menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib, rasa cemas dan ketidakpastian tetap menyelimutinya. Setiap langkahnya di dunia gaib ini terasa seperti menapaki jalan yang tak pasti. Namun, di dalam hatinya, ada dorongan yang kuat untuk menyelesaikan misinya. Ia tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk seluruh umat manusia yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik gerbang yang telah ia buka.
Dunia yang kini ia masuki jauh lebih kompleks daripada yang bisa ia bayangkan sebelumnya. Selama berabad-abad, dimensi ini terpisah dari dunia manusia, tapi ketika gerbang dibuka, entitas-entitas dari dunia gaib mulai menyusup ke dunia manusia. Makhluk-makhluk gaib yang penuh kekuatan luar biasa ini mulai bergerak, mendekati dunia manusia dengan niat yang beragam. Sebagian dari mereka mencari kekuatan lebih, sementara yang lain berusaha menjaga keseimbangan. Namun, semuanya akan terhubung pada satu titik—yaitu Arjuna sebagai penghubung kedua dunia ini.
Dalam perjalanan awalnya, Arjuna bertemu dengan makhluk-makhluk yang tak terhitung jumlahnya. Beberapa di antaranya tampak bersahabat, sementara yang lainnya menunjukkan ancaman yang tak bisa dipandang sebelah mata. Namun, Arjuna berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ketakutan dan terus melangkah maju. Ia tahu bahwa setiap makhluk, baik itu malaikat, jin, atau makhluk dari dunia lain, memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ini, meskipun tidak semua memahami atau bahkan ingin menerima keberadaannya.
Arjuna melanjutkan perjalanannya menelusuri jalan setapak yang dibangun oleh para penjaga dimensi sebelumnya. Jalan ini bukanlah jalan biasa; ia dikelilingi oleh hutan yang tebal, sungai yang mengalir dengan air jernih, dan bebatuan yang bersinar di bawah cahaya bulan. Hutan ini tidak hanya terdiri dari pohon-pohon dan tanaman biasa, tetapi juga dihuni oleh makhluk-makhluk yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Beberapa tampak seperti roh yang terperangkap dalam tubuh tanaman, sementara yang lainnya merupakan bayangan samar yang bergerak cepat seperti angin.
Di tengah hutan, Arjuna mendengar suara samar yang mengiringi langkahnya. Suara itu berasal dari makhluk yang berada di ujung jalan, berdiri dalam bayangan pohon raksasa. Ketika Arjuna mendekat, makhluk itu terlihat jelas: seorang wanita muda dengan pakaian putih bersih, wajahnya penuh ketenangan, namun ada kesedihan yang tergambar di matanya. Wanita itu tampak mengenakan jubah yang penuh dengan ukiran simbol-simbol kuno, yang seolah menceritakan kisah dunia yang jauh lebih tua dari peradaban manusia.
“Kamu akhirnya datang,” kata wanita itu, suaranya lembut namun penuh kekuatan. “Aku tahu kamu akan sampai di sini.”
“Siapa kamu?” tanya Arjuna dengan hati yang penuh rasa ingin tahu. “Apa yang terjadi di dunia ini? Mengapa gerbang ini dibuka?”
Wanita itu mengangguk perlahan, seolah merenungkan pertanyaan Arjuna. “Aku adalah salah satu dari penjaga pertama yang diberi tugas untuk menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib.*
Bab 5: Pengorbanan Sang Penjaga
Kegelapan yang menyelimuti dunia manusia mulai terasa lebih nyata setelah Arjuna membuka gerbang dimensi. Di luar sana, dunia gaib yang sebelumnya terkunci kini mulai mengalir ke dalam dunia yang dikenal oleh manusia. Setiap keputusan yang Arjuna ambil kini terasa lebih berat, karena tidak hanya nasibnya yang tergantung, tetapi juga keseimbangan antara kedua dunia tersebut. Dunia manusia dan dunia gaib, yang telah hidup berdampingan dalam diam, kini berhadapan dengan takdir yang tak terelakkan.
Arjuna menyadari bahwa mengembalikan keseimbangan bukanlah sekadar soal menutup gerbang atau menyegel dunia gaib kembali ke dalam kegelapan. Tugasnya lebih besar dari itu. Ia harus mencari cara agar dunia manusia dan dunia gaib bisa hidup berdampingan tanpa saling merusak. Meskipun tugas itu terasa hampir mustahil, Arjuna tahu ia tidak bisa mundur. Ia telah terpilih sebagai penjaga gerbang, dan keberanian untuk melanjutkan perjalanan ini menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa.
Setelah bertemu dengan sosok cahaya yang memberinya pemahaman baru, Arjuna melanjutkan perjalanannya, meninggalkan ruang besar di dalam gerbang dimensi. Sebuah jalan baru terbentang di depannya, jalan yang harus dilalui untuk menemukan jawaban dari kebingungannya. Namun, ia tahu bahwa dunia di luar sana tidak akan memberi kemudahan. Jalan ini penuh dengan bahaya yang mengintai setiap saat, baik dari dunia gaib maupun dunia manusia.
Langkah Arjuna semakin mantap saat ia melangkah keluar dari lorong gerbang itu. Sebuah hutan yang lebat menyambutnya, namun kali ini, hutan ini berbeda dari hutan biasa. Tanaman-tanaman yang ada di sini tampak hidup dengan cara yang tidak wajar. Pohon-pohon berdaun merah menyala, dengan akar-akarnya yang menembus tanah dan menjalar di udara. Cahaya yang datang dari atas tidak lagi sama. Dunia gaib mulai bercampur dengan dunia manusia, menciptakan sebuah alam yang penuh dengan keajaiban dan ancaman.
Namun, saat Arjuna melangkah lebih jauh, ia merasakan kehadiran makhluk-makhluk yang tersembunyi di balik bayangan pohon dan semak-semak. Mereka adalah makhluk-makhluk gaib yang tidak mengenal belas kasihan. Beberapa di antaranya memiliki tubuh raksasa, dengan kulit berwarna hitam pekat dan mata yang menyala merah, sementara yang lainnya tampak seperti roh-roh terperangkap yang berkeliaran tanpa tujuan. Arjuna tahu bahwa mereka tidak akan membiarkan dirinya lewat begitu saja tanpa menghadapi ujian.
Tanpa banyak berpikir, Arjuna menarik pedangnya, yang diberikan kepadanya oleh neneknya sebagai simbol tanggung jawabnya sebagai penjaga gerbang. Pedang itu berkilau dengan cahaya biru yang lembut, dan meskipun tidak memiliki daya magis yang mencolok, Arjuna merasakan kekuatan luar biasa mengalir melalui pegangan pedang tersebut. Ia tahu bahwa pedang itu bukan hanya alat untuk bertarung, tetapi juga simbol dari pilihannya untuk menjaga keseimbangan.
Sebuah suara terdengar dari belakang, mengejutkan Arjuna. “Kamu sudah datang jauh, Arjuna,” suara itu penuh dengan kebijaksanaan, namun juga terasa penuh dengan ancaman. Seorang wanita, berpakaian putih dengan rambut hitam panjang, muncul dari balik pohon. Mata wanita itu bersinar seperti dua bola api yang sedang menyala, dan di tangannya ia memegang sebuah tongkat yang tampak sangat kuno.
“Siapa kamu?” tanya Arjuna, menjaga jarak dan waspada terhadap segala kemungkinan.
“Nama saya Ratu Amara,” jawab wanita itu dengan senyum yang misterius. “Aku adalah penguasa dari dunia gaib ini. Kamu telah membuka gerbang yang menghubungkan dunia kita dengan dunia manusia. Sekarang, kami yang terperangkap di sini membutuhkan jalan keluar. Tidak ada yang bisa menutup gerbang ini setelahnya, Arjuna. Kami akan mengambil alih dunia manusia.”
Arjuna merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ratu Amara adalah sosok yang penuh kekuatan, dan dari kata-katanya, Arjuna tahu bahwa ia tidak sedang berbicara hanya untuk dirinya sendiri. Ia berbicara atas nama seluruh dunia gaib, dunia yang kini semakin dekat dengan kehancuran. Namun, Arjuna tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan dunia manusia dihancurkan begitu saja. Ini adalah pertarungannya, dan ia tidak akan mundur.
“Jika kalian ingin keluar, kalian harus berjanji untuk tidak merusak dunia manusia,” kata Arjuna dengan suara yang tegas, meskipun di dalam hatinya, ia merasa sedikit ragu. Ia tahu bahwa tidak semua makhluk gaib memiliki niat baik. “Jika tidak, saya akan menutup gerbang ini untuk selamanya.”
Ratu Amara tertawa kecil, suara tawa itu menggema di antara pepohonan. “Kamu benar-benar percaya bahwa kita bisa mengikuti aturan manusia? Dunia kita adalah dunia yang bebas, Arjuna. Kami tidak terikat oleh batasan-batasan yang ada di dunia manusia. Kami bebas.”
Namun, sebelum Ratu Amara sempat melanjutkan perkataannya, suara keras menggema di udara. Sesuatu yang sangat besar dan sangat kuat mulai mendekat. Tanpa memberi kesempatan untuk berbicara lebih lanjut, Ratu Amara menatap Arjuna dengan tatapan tajam. “Kamu tidak mengerti apa yang telah kamu buka, Arjuna. Gerbang ini bukan hanya membawa kami ke dunia manusia, tetapi juga membuka jalur bagi kekuatan yang lebih besar, kekuatan yang bisa menghancurkan segalanya.”
Tiba-tiba, makhluk-makhluk besar mulai muncul dari balik hutan. Mereka adalah penjaga dunia gaib, makhluk-makhluk yang sangat kuat dan tidak mengenal rasa takut. Arjuna tahu bahwa pertempuran tidak bisa dihindari. Ia harus bertarung, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk dunia manusia yang sedang terancam.
Dengan tegas, Arjuna memegang pedangnya dan mulai bertarung dengan makhluk pertama yang menyerangnya. Pedangnya bergerak dengan cepat, memotong udara, tetapi ia tahu bahwa ini hanya awal. Setiap makhluk yang muncul lebih kuat dari yang sebelumnya, dan Arjuna merasa kekuatan nya semakin kuat.***
————–THE END———-