• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

January 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

Oplus_131072

SILUET DARI DUNIA YANG HILANG

Di balik gerbang yang tersembunyi, ada dunia yang terlupakan. Di antara kedamaian dan kehancuran, satu pilihan akan menentukan takdir dua

by FASA KEDJA
January 27, 2025
in Sejarah
Reading Time: 32 mins read

BAB 1: Jejak di Tanah yang Terlupakan

Arga menatap tanah yang terhampar di depan matanya. Di kejauhan, hutan tropis yang lebat menyelimuti bukit-bukit tinggi. Ia berdiri di sebuah desa kecil yang jarang sekali terjamah oleh dunia luar. Tanah ini tampak sederhana, namun Arga merasakan sesuatu yang berbeda. Ada sesuatu yang tersimpan di sini—sesuatu yang sudah lama terlupakan. Keheningan pagi itu terasa begitu tebal, hanya terdengar suara angin yang berbisik melalui dedaunan.

Pagi yang tenang ini berbeda bagi Arga. Ia baru saja menemukan sebuah artefak misterius di dekat sungai yang melintasi desa. Awalnya, ia hanya ingin mencari kayu bakar untuk keperluan sehari-hari, tetapi pandangannya teralih oleh kilauan sesuatu yang tertanam di tanah. Ketika ia menggali dengan tangannya, ia menemukan sebuah pecahan batu yang tampak berbeda dari batu-batu biasa yang ada di sekitarnya. Pecahan itu terukir dengan simbol-simbol aneh, seolah-olah membisikkan cerita yang telah lama terlupakan.

Arga mengangkat pecahan batu itu dengan hati-hati dan memandanginya lebih dekat. Setiap ukiran di batu itu membawa perasaan aneh—perasaan seolah ia sedang memegang kunci untuk membuka sebuah rahasia besar yang terkubur dalam sejarah. Ia tak tahu mengapa, tapi batu ini memancarkan energi yang begitu kuat, seakan ia sedang menghubungkannya dengan sesuatu yang lebih besar dari sekadar desa ini.

Setelah beberapa saat, Arga memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia tahu bahwa objek yang baru ditemukannya ini lebih dari sekadar benda biasa. Begitu sampai di rumah, ia menyimpan batu itu di dalam peti kayu tua milik keluarganya, berharap bisa mencari informasi lebih lanjut nanti. Namun, ada satu hal yang membuatnya penasaran—apa sebenarnya makna dari ukiran di batu itu? Arga tidak tahu jawaban atas pertanyaan itu, namun hatinya dipenuhi rasa penasaran yang besar.

Hari demi hari berlalu, dan meskipun ia tidak memiliki jawaban pasti tentang batu tersebut, rasa ingin tahunya terus berkembang. Arga mulai mencari informasi tentang sejarah desa dan daerah sekitarnya. Ia bertanya kepada para tetua desa, namun jawaban yang ia dapatkan sangat minim. Banyak yang menganggapnya sebagai hal yang tak penting, bahkan ada yang menganggapnya sebagai hal yang tidak perlu dibicarakan.

Namun, Arga tidak bisa melepaskan rasa penasarannya. Suatu sore, ketika ia sedang duduk di warung kopi desa, seorang pria tua datang dan duduk di sebelahnya. Pria itu mengenakan pakaian sederhana, namun wajahnya menyiratkan pengalaman hidup yang panjang. Pria itu mengamati Arga dengan seksama sebelum akhirnya membuka pembicaraan.

“Anak muda, ada sesuatu yang sedang kau cari, bukan?” tanya pria itu dengan suara lembut namun penuh teka-teki.

Arga terkejut mendengar pertanyaan itu. Seakan pria itu bisa membaca pikirannya. “Saya… saya menemukan sesuatu di dekat sungai,” jawab Arga ragu.

Pria itu tersenyum samar. “Benda itu bukan benda biasa. Itu adalah jejak dari masa lalu—jejak yang telah lama terkubur di bawah tanah ini.”

Arga memandangnya dengan cemas, tak yakin apa yang dimaksud oleh pria itu. “Apa maksud Anda?”

Pria itu mengangguk perlahan. “Tanah ini pernah menjadi saksi bisu dari sebuah kerajaan yang hilang. Sebuah kerajaan yang besar, yang keberadaannya tak banyak diketahui orang. Tapi, jejak-jejaknya masih ada, meskipun hampir semua orang lupa.”

Arga merasa jantungnya berdetak lebih cepat. “Kerajaan yang hilang? Apa yang terjadi dengan kerajaan itu?”

Pria itu menghela napas panjang. “Kerajaan itu pernah menjadi pusat peradaban yang maju, namun suatu waktu, semuanya lenyap begitu saja. Ada yang bilang itu karena perang, ada juga yang bilang karena pengkhianatan dari dalam. Namun yang jelas, mereka meninggalkan jejak-jejak yang harus kita gali kembali.”

Arga merasa semakin tertarik dengan cerita pria itu. “Bagaimana saya bisa tahu lebih banyak tentang kerajaan itu?”

Pria itu menatap Arga dengan serius. “Kau harus pergi ke sana. Ke tempat yang mungkin tidak banyak orang tahu. Ada seorang sejarawan tua yang tinggal di kota terdekat. Mungkin ia bisa memberimu jawaban.”

Dengan hati berdebar, Arga menyadari bahwa petualangan yang ia cari baru saja dimulai. Ia berterima kasih kepada pria itu dan bergegas kembali ke rumah untuk mempersiapkan perjalanan ke kota terdekat. Meskipun ia tidak tahu apa yang akan ditemukan, ia merasa bahwa dunia yang tersembunyi itu sedang memanggilnya. Tanah ini, dengan segala keheningannya, menyimpan lebih banyak cerita daripada yang bisa dibayangkan Arga.

Sesampainya di rumah, Arga membuka peti kayu tua dan mengeluarkan pecahan batu yang ia temukan. Kini, ia memandang batu itu dengan rasa hormat yang lebih dalam. Ukirannya seolah-olah mengisyaratkan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar benda mati. Apakah itu adalah sebuah kunci untuk mengungkapkan masa lalu? Arga yakin, ini adalah awal dari sebuah perjalanan panjang untuk mencari jawaban—dan ia siap untuk menghadapinya.

Arga menatap keluar jendela, memandang langit yang cerah. Petualangan sejati akan dimulai, dan ia merasa bahwa sejarah yang terlupakan akan segera terungkap, meskipun dengan segala misterinya yang masih tersisa.*

BAB 2: Peta yang Tak Terbaca

Setelah beberapa hari bertanya kepada orang-orang di desa, Arga akhirnya memutuskan untuk pergi ke kota terdekat. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh seorang sejarawan yang menurut pria tua itu memiliki pengetahuan tentang kerajaan yang hilang. Perjalanan menuju kota itu memakan waktu hampir satu hari penuh, melewati jalan-jalan yang berkelok dan hutan-hutan lebat. Namun, semangat Arga tidak surut. Di dalam ranselnya, ia membawa pecahan batu yang ditemukannya, dan kini ia merasa bahwa batu itu adalah kunci untuk membuka sebuah pintu besar yang tersembunyi dalam sejarah.

Sesampainya di kota, Arga langsung mencari alamat yang diberikan pria tua itu. Di ujung jalan yang sempit dan berdebu, ia menemukan sebuah rumah tua yang tampak kumuh. Pintu kayunya yang usang hampir tertutup rapat, namun ada sedikit cahaya yang masuk dari celah-celah jendela. Dengan ragu, Arga mengetuk pintu.

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka perlahan, dan seorang pria tua dengan wajah berkerut dan rambut putih panjang muncul di hadapannya. “Ada apa, anak muda?” suara pria itu serak, seolah-olah baru saja bangun dari tidur panjang.

“Maaf mengganggu, Pak. Saya Arga, saya mendengar Anda mengetahui tentang sejarah kerajaan yang hilang… Saya ingin belajar lebih banyak,” jawab Arga, sambil menunjukkan pecahan batu yang ia bawa.

Pria itu mengamati pecahan batu tersebut dengan seksama, dan mata tuanya tiba-tiba menyala, seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang. “Ayo masuk, kita bicarakan ini lebih lanjut.”

Arga mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah. Begitu memasuki ruang dalam, ia merasakan udara yang berat, penuh dengan aroma kertas tua dan debu. Dinding rumah dipenuhi rak-rak buku yang tampaknya sudah usang, namun penuh dengan pengetahuan. Di atas meja kayu yang besar, ada peta-peta kuno yang terbuka, serta banyak tumpukan dokumen yang tak terbaca.

“Ini adalah tempatku untuk mencari jawaban,” ujar pria tua itu sambil duduk di kursi kayu yang sudah lapuk. “Aku sudah lama mempelajari sejarah ini, namun banyak yang terlupakan. Banyak yang ingin mengubur jejak-jejak masa lalu.”

Arga duduk di hadapan pria itu, merasa kagum dengan segala pengetahuan yang ada di sekitarnya. “Saya menemukan pecahan batu ini di desa saya, dekat dengan sungai. Apa maknanya?”

Pria tua itu menyentuh pecahan batu tersebut, dan wajahnya berubah serius. “Ini adalah salah satu artefak yang berasal dari kerajaan kuno yang hilang, kerajaan yang tidak tercatat dalam sejarah resmi. Mereka meninggalkan sedikit petunjuk, tapi sangat sulit untuk membacanya. Seperti peta yang sangat tua dan usang. Peta ini menunjukkan tempat yang belum banyak diketahui oleh dunia luar.”

Pria itu lalu membuka salah satu peta kuno yang ada di meja. Peta itu terlihat sangat usang, sebagian besar tergores dan warnanya sudah pudar, namun beberapa garis dan simbol masih bisa dikenali. “Lihatlah,” kata pria tua itu, menunjuk pada sebuah titik yang ada di tengah peta. “Ini adalah lokasi yang dipercaya sebagai ibu kota dari kerajaan yang hilang itu. Namun, peta ini tidak mudah dibaca, karena ada banyak simbol dan kode yang tersembunyi di dalamnya.”

Arga mendekatkan wajahnya untuk memeriksa peta lebih dekat. Ada garis-garis yang membingungkan, lingkaran-lingkaran kecil, dan tanda-tanda yang seolah-olah hanya bisa dimengerti oleh beberapa orang tertentu. “Jadi, ini adalah peta yang menunjukkan keberadaan kerajaan itu?” tanya Arga.

“Ya, tetapi peta ini tak semudah yang kau kira. Banyak orang yang mencoba menafsirkannya, tapi tak ada yang berhasil. Bahkan, beberapa orang percaya bahwa peta ini adalah jebakan. Peta yang akan menyesatkan siapa pun yang mencarinya,” jawab pria itu dengan suara yang penuh peringatan.

Arga merasa cemas, namun rasa penasaran di dalam dirinya mengalahkan ketakutan itu. “Jika saya bisa mengikuti petunjuk-petunjuk ini, apakah saya bisa menemukan kerajaan yang hilang itu?” tanya Arga.

Pria tua itu menghela napas panjang. “Mungkin, tapi kau harus berhati-hati. Kerajaan itu tidak hilang tanpa alasan. Ada banyak rahasia yang tak boleh dibuka. Jika kau terlalu dalam menggali, kau bisa menarik perhatian hal-hal yang tidak seharusnya kau temui.”

Arga merasa hatinya berdebar, tetapi tekadnya semakin kuat. Ia tahu bahwa perjalanan ini adalah jalan yang tak bisa ia hindari. “Saya siap untuk mencari tahu lebih dalam, Pak.”

Pria tua itu menatapnya tajam. “Baiklah, tetapi sebelum kau pergi, ada satu hal yang harus kau ketahui. Peta ini bukan hanya sekadar peta fisik, ada juga kode-kode tersembunyi yang hanya bisa dipecahkan dengan cara tertentu. Jika kau ingin tahu lebih banyak, kau harus belajar untuk membaca peta ini dengan hati-hati. Itu akan memandumu menuju tujuanmu, tapi jika salah tafsir, kau bisa kehilangan arah.”

Setelah berbicara panjang lebar, pria tua itu memberi Arga beberapa petunjuk tentang cara membaca peta tersebut. Ia juga memberi sebuah buku tua yang berisi tulisan kuno yang pernah ditemukan di reruntuhan yang berkaitan dengan kerajaan hilang itu. Arga menerima buku itu dengan tangan gemetar, merasa bahwa ia sedang memegang kunci yang akan membawanya lebih jauh ke dalam misteri yang tak terpecahkan.

“Mulai sekarang, peta ini adalah tanggung jawabmu. Gunakanlah dengan bijak,” kata pria tua itu, sambil menyerahkan peta dan buku kuno kepada Arga.

Dengan hati yang penuh rasa penasaran dan tekad yang semakin kuat, Arga meninggalkan rumah pria tua itu dan berjalan keluar. Langit sore menyelimuti kota dengan cahaya keemasan, tetapi di hatinya, malam yang penuh dengan misteri sudah dimulai. Peta yang tak terbaca itu kini ada di tangannya, dan Arga tahu bahwa petualangan sejati sedang menantinya. Sebuah kerajaan yang hilang, sejarah yang terlupakan, dan jawaban yang menunggu untuk ditemukan—semuanya ada di depan mata, menunggu untuk diungkap.*

BAB 3: Kekuatan yang Terkubur

Arga mengembara jauh dari kota menuju hutan lebat yang tak terjamah, tempat yang tertulis dalam peta kuno. Di tengah perjalanan, bayangan malam mulai menyelimuti langit, dan udara semakin dingin. Sesekali angin menerpa pepohonan, menciptakan suara desiran yang mengingatkan pada bisikan masa lalu. Tak ada jalan yang jelas di hutan ini, hanya jejak-jejak binatang liar yang meninggalkan bekas di tanah lembab. Namun, Arga tidak gentar. Ia tahu, di balik kesulitan ini, ada sesuatu yang jauh lebih besar yang harus ditemukan.

Dengan buku tua yang diberikan pria sejarawan itu di tangannya, Arga berjalan dengan tekad yang tak tergoyahkan. Setiap langkahnya diiringi dengan pikiran tentang kerajaan yang hilang itu, tentang kekuatan yang mungkin masih terkubur di dalam tanah yang ia pijak. Sejarah yang seharusnya tidak pernah terlupakan, namun dimakamkan begitu dalam oleh waktu. Dalam hati, ia berjanji untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi di balik legenda itu.

Peta yang ia bawa kini sudah sangat usang, tetapi beberapa bagian masih terbaca. Salah satu titik yang menarik perhatian Arga adalah sebuah tanda khusus yang menunjukkan tempat yang diberi nama “Tebing Hitam”. Berdasarkan petunjuk dalam buku, tempat ini dipercaya sebagai lokasi di mana kerajaan kuno itu jatuh, tempat kekuatan besar terkubur. Arga yakin, jika ia bisa sampai ke sana, ia akan menemukan sesuatu yang luar biasa—sesuatu yang bisa mengubah pemahaman dunia tentang sejarah.

Perjalanan Arga semakin sulit seiring waktu. Hutan semakin gelap, dan jalan yang semula dapat dilalui mulai berubah menjadi tebing curam dan jurang yang dalam. Arga berhenti sejenak di tepi jurang untuk memetakan arah dan mencari tanda-tanda yang bisa membantunya melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sesuatu yang sangat aneh—di antara batu-batu besar di ujung jurang, terdapat sebuah ukiran kuno yang hampir tak terlihat, tertutup oleh lumut hijau. Ukiran itu menggambarkan sebuah simbol yang sangat familiar bagi Arga, simbol yang ia lihat sebelumnya di peta kuno yang diberikan pria tua itu.

Dengan hati-hati, Arga turun mendekat dan memeriksa ukiran tersebut. Tangan Arga menyentuh permukaan batu yang kasar itu, dan seketika ia merasakan getaran halus yang menyusup ke dalam tubuhnya. Seperti ada sesuatu yang hidup dalam batu itu, sesuatu yang terpendam selama ribuan tahun. Ia menggali lebih dalam, membersihkan lumut yang menutupi ukiran tersebut. Ternyata, di balik lapisan kotoran, ukiran itu mengungkapkan sebuah pesan: “Kekuatan yang terpendam di bawah tanah akan kembali bangkit saat cahaya bulan pertama menyentuhnya.”

Arga tertegun sejenak. Kata-kata itu begitu jelas, begitu tajam, dan begitu kuat, seolah mengingatkannya pada sesuatu yang telah lama dilupakan. Namun, pesan itu juga membingungkannya. Apa yang dimaksud dengan “cahaya bulan pertama”? Arga memutuskan untuk melanjutkan pencariannya, namun sekarang ia merasa bahwa sesuatu yang lebih besar sedang menunggunya, kekuatan yang tak terbayangkan oleh kebanyakan orang.

Malam itu, Arga memutuskan untuk mendirikan kemah di dekat tempat tersebut. Ia duduk di depan api unggun, membuka buku tua itu dan mencoba mencerna lebih dalam tentang apa yang ia temui. Tanda-tanda itu jelas mengarah pada sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mungkin mengandung kekuatan luar biasa, tetapi apa bentuk kekuatan itu? Apakah itu senjata yang mampu menghancurkan dunia, ataukah sebuah pengetahuan yang bisa mengubah tatanan sejarah?

Keesokan harinya, Arga melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang disebut “Tebing Hitam” di peta. Namun, perjalanan kali ini berbeda. Semakin dekat ia menuju tempat itu, semakin berat langkahnya. Seperti ada sesuatu yang menghalangi, atau bahkan menariknya menjauh. Semakin ia mendekat, semakin ia merasa seperti berada dalam sebuah ujian besar.

Akhirnya, setelah melewati rintangan yang semakin berat, Arga sampai di sebuah bukit yang tinggi, dan dari sana, ia bisa melihat dengan jelas sebuah kawasan yang sangat berbeda dari tempat lainnya. Di bawah cahaya matahari yang terik, tampak sebuah tebing hitam yang sangat tajam, seolah-olah diciptakan oleh kekuatan alam yang tidak biasa. Di bawah tebing itu, ada sebuah gua yang gelap, dan di dalamnya, sepertinya ada sebuah ruang kosong yang sangat luas.

Arga merasa bahwa inilah tempat yang selama ini ia cari. Tempat di mana kekuatan besar itu terkubur. Ia mulai menuruni bukit dengan hati-hati, memasuki gua yang gelap itu. Suasana di dalam gua sangat sunyi, hanya terdengar suara langkahnya yang bergema. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah ia sedang berjalan menuju sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang akan mengubah segala hal yang ia percayai.

Di dalam gua, Arga menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan patung-patung kuno dan relief yang menggambarkan kejayaan sebuah kerajaan yang pernah ada. Namun, di tengah ruangan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya—sebuah batu besar yang terletak di atas altar. Batu itu mengeluarkan cahaya yang sangat lemah, tetapi Arga bisa merasakan energi yang mengalir di sekitarnya. Seperti ada kekuatan yang masih hidup dalam batu itu, menunggu untuk dibangkitkan.

Arga mendekat, dan saat tangannya menyentuh batu itu, ia merasakan getaran yang luar biasa. Seperti sebuah kekuatan besar yang terpendam di dalamnya, menunggu untuk dilepaskan. Arga tahu bahwa ia telah menemukan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang bisa mengubah segalanya. Namun, ia juga menyadari bahwa kebangkitan kekuatan ini bukanlah hal yang sederhana. Ada risiko besar yang harus dihadapi, dan bukan hanya dia yang menginginkan kekuatan ini.

Sesuatu yang terkubur lama kini mulai bangkit. Dan Arga, meskipun merasa terhimpit oleh ancaman yang semakin nyata, tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.*

BAB 4: Rahasia Kerajaan yang Hilang

Setelah beberapa hari berjalan melalui terowongan gelap dan lorong-lorong tersembunyi di dalam gua, Arga akhirnya berdiri di depan sebuah pintu besar yang terbuat dari batu hitam. Pintu itu terukir dengan simbol-simbol yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, sebuah kombinasi antara tulisan kuno dan gambar yang seolah bercerita tentang sebuah peradaban yang hilang. Di sisi pintu, terdapat relief yang menggambarkan seorang raja yang mengenakan mahkota besar, dikelilingi oleh prajurit dan simbol kekuasaan yang sangat mewah.

Pintu ini, Arga menyadari, bukan sekadar pintu biasa. Ini adalah gerbang menuju sesuatu yang sangat berharga—rahasia kerajaan yang telah hilang selama berabad-abad. Tanpa ragu, Arga mendekati pintu itu, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia tahu, apa yang ia temukan di balik pintu ini tidak hanya akan mengubah pemahamannya tentang sejarah, tetapi juga akan membawa dampak besar bagi dunia.

Arga meletakkan tangannya di atas pintu, mencoba merasakan getaran yang datang dari dalam. Semakin ia fokus, semakin jelas ia merasakan ada sesuatu yang sedang berdenyut di balik batu itu, sebuah energi yang sangat kuat. Pintu ini, seolah-olah, memiliki kekuatan hidupnya sendiri. Perlahan-lahan, dengan hati-hati, Arga menarik pintu itu, dan saat itu juga, sebuah suara gemuruh terdengar, seolah-olah dunia di sekitarnya mulai bergerak.

Pintu itu terbuka perlahan, dan di hadapannya terbentang sebuah ruangan luas yang sangat berbeda dari apa pun yang pernah ia lihat. Ruangan ini dipenuhi dengan sisa-sisa kejayaan sebuah kerajaan besar. Di tengah ruangan, ada sebuah altar yang terbuat dari batu putih yang berkilauan, dikelilingi oleh patung-patung yang tampak seperti penjaga. Di dinding-dinding ruangan itu, ada ukiran yang menggambarkan kisah-kisah sejarah, peperangan, serta upacara yang dilakukan oleh kerajaan ini.

Di salah satu sisi ruangan, Arga melihat sebuah meja batu besar yang dipenuhi dengan gulungan-gulungan perkamen kuno. Ia mendekati meja itu, meraba-raba gulungan yang terletak di atasnya. Tulisan-tulisan di gulungan itu terlihat sangat halus, bahkan untuk ukuran tulisan zaman dahulu. Arga mulai membaca, dan perlahan-lahan, ia mulai memahami cerita yang ada di balik kerajaan ini.

Kerajaan ini, menurut tulisan itu, bukan sekadar kerajaan biasa. Ini adalah peradaban yang sangat maju, yang dikenal karena kemampuannya dalam menguasai berbagai bentuk ilmu pengetahuan, dari alkimia hingga astronofi. Mereka memiliki pengetahuan yang jauh lebih maju dari kerajaan-kerajaan lainnya di dunia. Namun, di balik kemegahan kerajaan ini, ada sebuah rahasia besar yang tersembunyi—sebuah kekuatan yang dapat mengubah nasib dunia. Kekuatan ini diyakini berada di dalam sebuah artefak yang disebut “Hati Langit,” yang dipercaya memiliki kemampuan untuk mengendalikan alam semesta.

Namun, seperti yang tercatat dalam gulungan itu, kekuatan besar ini akhirnya menjadi petaka bagi kerajaan tersebut. Para pemimpin kerajaan menjadi terobsesi dengan Hati Langit, dan mereka memutuskan untuk menggunakannya untuk memperkuat kekuasaan mereka. Keputusan ini membawa bencana besar. Sebuah perang besar pecah antara para raja dan pemimpin suku-suku lain yang menginginkan kekuatan itu. Pertempuran yang tak terhindarkan ini menyebabkan kehancuran besar, dan kerajaan yang semula makmur itu akhirnya runtuh.

Pada akhirnya, Hati Langit pun hilang, terkubur di bawah reruntuhan kerajaan yang hancur. Sisa-sisa kerajaan ini akhirnya dilupakan oleh waktu, dan menjadi legenda yang hanya bisa ditemukan dalam catatan sejarah kuno yang sangat langka.

Arga terdiam, mencerna setiap kata yang baru saja ia baca. Cerita ini jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan. Ia telah menemukan petunjuk tentang kekuatan besar yang terkubur, sebuah artefak yang mungkin masih ada hingga kini, menunggu untuk ditemukan kembali. Namun, pertanyaan besar muncul dalam benaknya: mengapa kerajaan ini memilih untuk mengubur kekuatan itu? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Hati Langit?

Ketika Arga melanjutkan membaca, ia menemukan sebuah bagian dari gulungan yang lebih menarik perhatian. Bagian itu menggambarkan sebuah simbol yang sangat mirip dengan ukiran yang ia temukan di pintu masuk gua. Simbol ini, menurut penjelasan dalam gulungan, adalah tanda dari sebuah kelompok rahasia yang disebut “Penjaga Hati Langit.” Kelompok ini, berdasarkan catatan, bertugas menjaga agar kekuatan Hati Langit tidak jatuh ke tangan yang salah. Mereka bersembunyi di balik bayang-bayang sejarah, melindungi dunia dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh artefak itu.

Arga memandangi simbol tersebut dengan cemas. Apakah kelompok ini masih ada? Apakah mereka mengetahui bahwa kekuatan yang mereka lindungi selama berabad-abad ini kini telah ditemukan? Arga tahu bahwa perjalanan ini semakin berbahaya. Ia tidak hanya harus menghadapi rahasia yang ada di dalam kerajaan yang hilang ini, tetapi juga kekuatan yang tersembunyi di balik artefak tersebut.

Namun, ia juga tahu satu hal pasti—ia tak bisa mundur sekarang. Ia telah berada terlalu dekat dengan kebenaran. Kekuatannya, yang terkubur lama, kini telah terungkap, dan Arga merasa bahwa ia adalah orang yang dipilih untuk melanjutkan perjuangan yang belum selesai ini.

Dengan hati yang penuh tekad, Arga melangkah maju menuju altar tempat Hati Langit diyakini berada. Namun, setiap langkahnya terasa semakin berat, seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar yang sedang mengawasinya. Arga tahu, perjalanan ini tidak hanya akan mengubah hidupnya, tetapi juga masa depan dunia yang ada.*

BAB 5: Pemimpin yang Terlupakan

Di balik sejarah kerajaan yang hilang, ada sebuah nama yang hampir terlupakan, sebuah nama yang telah dihapuskan dari catatan sejarah karena kekuatan dan pengaruhnya yang luar biasa. Nama itu adalah Raja Aditya Vira, pemimpin terakhir dari kerajaan yang kini hanya tinggal reruntuhan. Menurut cerita yang ditemukan Arga dalam gulungan-gulungan kuno, Raja Aditya Vira bukanlah seorang pemimpin biasa. Ia adalah sosok yang membawa kejayaan kerajaan tersebut pada puncak kekuasaannya, namun juga sosok yang berkontribusi pada kehancuran yang akhirnya meruntuhkan segalanya.

Arga duduk di depan sebuah meja batu, membaca lebih lanjut tentang sang raja. Nama Aditya Vira tidak tercatat dalam banyak sumber sejarah. Bahkan, catatan yang ada pun sering kali mencemarkan namanya, menggambarkan dia sebagai tiran yang tamak akan kekuasaan. Namun, di balik citra tersebut, Arga menemukan cerita yang lebih kompleks. Seperti banyak pemimpin besar lainnya, Aditya Vira bukan hanya dipengaruhi oleh ambisi pribadi, tetapi juga oleh situasi dan tekanan yang ada di sekitarnya.

Pada masa pemerintahannya, kerajaan ini berada di ambang keemasan. Arga membaca dengan seksama tentang bagaimana Raja Aditya Vira memimpin negeri ini dengan tangan besi, membawa stabilitas politik, kemajuan ekonomi, dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, ada satu hal yang sangat berpengaruh terhadapnya: pencarian akan Hati Langit, artefak legendaris yang diyakini memiliki kekuatan untuk mengendalikan takdir alam semesta. Pencarian ini yang akhirnya merusak segalanya.

Raja Aditya Vira, meskipun sudah memiliki kekuasaan yang besar, merasa bahwa kerajaan ini akan runtuh tanpa sebuah landasan yang lebih kuat. Pencarian terhadap Hati Langit dimulai sebagai usaha untuk memastikan kerajaan tetap abadi, untuk memberi negeri ini kekuatan yang tak bisa dikalahkan. Namun, semakin dalam ia terlibat dalam pencarian itu, semakin jauh ia terlepas dari kenyataan. Kekuatan yang dicari-cari ternyata bukan hanya berpotensi menyelamatkan, tetapi juga menghancurkan.

Salah satu bagian yang paling mengejutkan dalam catatan itu adalah pengakuan seorang penasihat kerajaan yang setia. Penasihat itu, yang menulis dalam surat terakhirnya, mengungkapkan bagaimana Raja Aditya Vira mulai kehilangan arah. Dalam suratnya, penasihat itu menyebutkan bahwa raja mulai mengabaikan nasihat bijak, dan lebih memilih untuk mendengarkan suara-suara yang menginginkan agar Hati Langit digunakan untuk memperkuat kediktatorannya. Para pemimpin yang awalnya setia kepadanya mulai meragukan keputusan-keputusan yang diambilnya, namun siapa pun yang berani menentangnya akan dihukum tanpa ampun.

Suatu malam, setelah berhari-hari tidak tidur memikirkan cara untuk memperoleh Hati Langit, Raja Aditya Vira memutuskan untuk melancarkan sebuah ekspedisi besar-besaran untuk menemukan artefak tersebut. Ekspedisi ini melibatkan para prajurit terbaik kerajaan, serta para ahli ilmu pengetahuan dan magi yang dimiliki kerajaan. Namun, ekspedisi ini bukan hanya sebuah pencarian fisik. Itu adalah perjalanan spiritual yang memengaruhi cara berpikir Raja Aditya Vira. Dalam pencariannya, ia semakin terobsesi dengan kekuatan yang diyakininya dapat mengubah nasib kerajaan dan dunia.

Di tengah perjalanan ekspedisi, kekalahan demi kekalahan mulai menghantui pasukan kerajaan. Raja Aditya Vira mulai merasakan bahwa takdir tidak lagi berpihak padanya. Namun, daripada menarik mundur, ia malah semakin memaksakan kehendaknya. Beberapa prajurit yang berani menyarankan agar ekspedisi dihentikan terpaksa dibungkam, dan hanya mereka yang setia dengan pandangannya yang boleh melanjutkan perjalanan. Ini adalah titik balik dalam perjalanan Raja Aditya Vira—saat ia menutup mata terhadap kenyataan dan memilih untuk terus mengikuti obsesi yang menghancurkan.

Namun, takdir akhirnya sampai pada titik puncaknya. Saat Raja Aditya Vira dan pasukannya tiba di lokasi yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya Hati Langit, mereka menemukan bahwa artefak itu telah hilang. Sebuah pengkhianatan besar terjadi. Pihak-pihak yang selama ini mendukung raja, yang telah lama kecewa dengan kebijakan kerasnya, diam-diam mengungkapkan bahwa mereka telah mengalihkan lokasi artefak ke tempat yang lebih aman. Di sinilah kesalahan terbesar raja terjadi—karena kekuatan yang dicarinya telah berubah menjadi sesuatu yang melawan prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan. Terlalu banyak nyawa yang telah hilang dalam pencarian itu, dan kerajaan telah jatuh ke dalam kehancuran yang tidak bisa dihentikan lagi.

Salah satu penemuan besar dalam gulungan tersebut adalah pengakuan bahwa Raja Aditya Vira sebenarnya tahu apa yang sedang terjadi. Dalam sebuah surat yang tertulis dengan tangan raja sendiri, ia mengakui bahwa ambisinya telah mengubahnya menjadi sosok yang tidak lagi dikenali oleh dirinya sendiri. “Saya adalah pemimpin yang terlupakan,” tulisnya. “Dan tak ada yang dapat saya lakukan untuk mengembalikan apa yang telah saya rusak.”

Namun, surat itu tidak sampai ke publik. Raja Aditya Vira akhirnya menghilang bersama dengan para prajurit yang setia, dan kerajaan pun runtuh. Hanya beberapa orang yang selamat, yang kemudian menyembunyikan diri dari dunia luar, membawa serta pengetahuan tentang kerajaan yang hilang dan rahasia-rahasia yang dibawa oleh sang raja.

Arga menggulung gulungan yang ia baca dengan hati yang berat. Meskipun Raja Aditya Vira telah terlupakan oleh sejarah, kisahnya adalah peringatan besar. Arga merasakan beban tanggung jawab yang besar kini ada padanya. Rahasia-rahasia yang terungkap dari kerajaan yang hilang ini bukan hanya untuk mengetahui masa lalu, tetapi juga untuk mencegah kesalahan yang sama terulang di masa depan. Kekuatan besar seperti Hati Langit tidak boleh jatuh ke tangan yang salah, dan Arga sadar bahwa ia adalah penjaga pengetahuan ini, yang harus memastikan bahwa sejarah tidak terulang.*

BAB 6: Kematian yang Mengguncang Sejarah

Di tengah penelusuran Arga mengenai kerajaan yang hilang, sebuah peristiwa yang begitu mengguncang dan penuh misteri akhirnya terungkap. Kematian Raja Aditya Vira bukanlah akhir yang sederhana. Sebaliknya, kematiannya membuka babak baru yang mengubah jalannya sejarah, meninggalkan bekas yang tak akan pernah hilang dari ingatan rakyat yang tersisa dan dari catatan sejarah yang terpendam. Kematian sang raja, yang konon terjadi dalam kondisi yang penuh keanehan, menjadi titik balik yang meruntuhkan segala yang telah dibangun oleh kekuasaannya. Itu adalah kematian yang bukan hanya merenggut nyawa, tetapi juga merenggut segala harapan dan impian.

Setelah ekspedisi untuk menemukan Hati Langit gagal, Raja Aditya Vira tidak hanya kehilangan pengaruh, tetapi juga mengalami gangguan mental yang semakin parah. Di balik citra seorang pemimpin yang kuat dan tak terkalahkan, ia adalah sosok yang terguncang, terperangkap dalam kepahitan dan kegelisahan yang semakin mendalam. Tak ada lagi penyaluran energi bagi sang raja selain melanjutkan pencarian yang sia-sia. Tetapi dalam batinnya, ia tahu bahwa masa depan kerajaan telah terancam, dan kematiannya mungkin akan menjadi satu-satunya cara untuk menebus kesalahan-kesalahan besar yang telah ia perbuat.

Malam itu, beberapa minggu setelah kegagalan ekspedisi, Arga menemukan catatan yang mengungkapkan kondisi terakhir raja. Dalam surat-suratnya, Raja Aditya Vira berbicara tentang keraguannya, bagaimana ia merasa terjebak dalam kesalahan yang tidak bisa diperbaiki. Para penasihat dan jenderal yang setia kepada raja semakin jauh darinya, karena mereka mulai merasakan kekacauan dalam keputusan-keputusan yang diambil. Salah satu surat yang ditulisnya kepada seorang teman dekat, yang juga seorang ahli spiritual, berisi pengakuan yang sangat mengejutkan: “Saya telah mengabaikan kehendak alam dan kebenaran yang ada di sekitar saya. Saya merasa seperti seorang pemimpin yang tidak lagi pantas memimpin.”

Namun, tak seorang pun di kerajaan yang dapat membayangkan bagaimana kematian Raja Aditya Vira akan datang. Ia ditemukan mati pada suatu pagi di dalam ruang takhta, dengan keadaan yang sangat aneh. Tidak ada luka yang tampak pada tubuhnya, namun ada tanda-tanda keanehan yang tidak bisa dijelaskan oleh siapa pun yang menyaksikannya. Beberapa saksi mengklaim bahwa mereka mendengar suara-suara aneh pada malam sebelum kematiannya—seperti suara langkah kaki yang berat, atau bisikan-bisikan yang menggema di dalam ruang istana. Namun, semua itu tak pernah terungkap secara jelas. Semua yang ada hanyalah tubuh sang raja yang terbaring di atas singgasana, seakan ia telah diseret oleh suatu kekuatan yang tak terlihat.

Kematian Raja Aditya Vira memicu kepanikan yang luar biasa di kalangan keluarga kerajaan dan para pejabat tinggi. Tidak ada yang tahu siapa yang bertanggung jawab atas kematiannya. Beberapa orang percaya bahwa itu adalah perbuatan orang-orang yang merasa terancam oleh kebijakan keras sang raja. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ini adalah akibat dari kutukan yang ditimbulkan oleh pencarian Hati Langit—kekuatan yang dicari-cari sang raja, yang dianggap telah menghancurkan banyak hal yang seharusnya dilindungi.

Arga, setelah menemukan informasi lebih lanjut, akhirnya menyadari bahwa kematian Raja Aditya Vira bukanlah sekadar kejadian biasa. Itu adalah kematian yang mengguncang seluruh kerajaan, mengguncang keyakinan rakyat yang selama ini setia padanya. Sang raja yang telah dipuja dan dihormati, yang telah mengubah wajah kerajaan dengan kebijaksanaannya dan kekuatannya, kini tak lebih dari sekadar kenangan pahit. Kematian itu bukan hanya tanda berakhirnya era keemasan kerajaan, tetapi juga awal dari kehancuran yang lebih besar lagi. Tanpa pemimpin yang kuat, tanpa sang raja yang mampu menahan gelombang kekuatan yang datang, kerajaan itu mulai runtuh perlahan-lahan.

Namun, tidak ada yang tahu pasti apakah kematian Raja Aditya Vira disebabkan oleh pembunuhan ataukah oleh sesuatu yang lebih besar dan misterius. Semua orang terperangah, dan para pemimpin kerajaan yang masih hidup hanya bisa berusaha untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh sang raja. Rakyat yang sebelumnya hidup dalam kedamaian mulai merasa cemas. Mereka tidak tahu siapa yang akan menggantikan posisi raja, dan apakah pemimpin baru akan mampu menjaga kelangsungan kerajaan.

Arga merasa bahwa kematian raja ini adalah kunci untuk memahami lebih banyak lagi tentang kerajaan yang hilang. Tersirat dalam catatan-catatan yang ia temukan, ada sebuah kebenaran yang lebih besar tentang kerajaan tersebut—bahwa sebenarnya, kekuatan yang dicari oleh Raja Aditya Vira bukan hanya sebuah artefak fisik, tetapi sebuah konsep yang lebih dalam tentang kekuasaan dan pengorbanan. Ketika raja akhirnya meninggal, banyak yang percaya bahwa ia telah terperangkap dalam keinginan untuk mengendalikan nasib dunia, dan pada akhirnya, kekuasaannya sendiri yang membunuhnya.

Kematian yang mengguncang sejarah ini kemudian menjadi simbol dari ambisi yang berlebihan, dari sebuah pencarian yang tidak dapat dipenuhi, dan dari betapa rapuhnya kekuasaan. Arga memahami, bahwa kerajaan yang hilang bukan hanya tentang artefak atau kejayaan masa lalu, tetapi juga tentang manusia-manusia yang berjuang dengan ketidakpastian, dengan keraguan, dan dengan pencarian yang tak berujung. Dalam pencariannya untuk mengungkapkan lebih banyak tentang kerajaan yang hilang, Arga akhirnya menyadari satu hal yang mendalam: sejarah bukan hanya sekedar catatan tentang peristiwa, tetapi juga tentang pelajaran yang dapat dipetik dari mereka.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang temaram, Arga berdiri di depan reruntuhan kerajaan yang kini hanya tinggal sisa-sisa. Pikirannya penuh dengan pertanyaan, namun satu hal jelas dalam benaknya: kematian Raja Aditya Vira adalah awal dari segalanya—sebuah awal yang memulai perjalanan baru untuk menemukan kebenaran yang tersembunyi jauh di dalam sejarah yang terlupakan.*

BAB 7: Penyebaran Kejayaan yang Menghilang

Runtuhnya kerajaan yang pernah memancarkan kejayaan kini meninggalkan bekas yang mendalam dalam ingatan banyak orang. Namun, meski kekuasaannya telah berakhir, kehadiran kerajaan itu terus meresap ke dalam kisah-kisah yang tersebar luas di antara suku-suku yang dahulu berada di bawah naungannya. Kejayaan yang menghilang itu tak pernah benar-benar lenyap, meski tak lagi terlihat dalam wujudnya yang megah. Ia tersebar dalam bentuk legenda, cerita rakyat, dan bisikan-bisikan dari para tetua yang menuturkan kisah kejayaan kerajaan yang telah tenggelam dalam sejarah.

Arga, yang telah menyelami lebih dalam tentang misteri kerajaan yang hilang, mulai menyadari bahwa kejatuhan kerajaan tersebut bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, itu adalah awal dari sebuah perjalanan panjang bagi para penerus kerajaan, yang pada akhirnya akan menjadi saksi dari bagaimana kejayaan sebuah bangsa bisa menghilang begitu saja—dari perlahan memudar hingga akhirnya terkubur dalam kekosongan.

Pada sebuah perjalanan ke wilayah terpencil di pedalaman, Arga mendengar kisah tentang sebuah suku yang konon pernah menjadi bagian dari kerajaan tersebut. Suatu suku yang kini hidup dalam kesederhanaan dan terlupakan oleh dunia luar. Namun, meskipun telah berabad-abad berlalu, mereka masih memelihara tradisi yang erat kaitannya dengan kejayaan masa lalu. Suku itu, meski tak lagi memiliki kekuatan politik atau militer, terus menyimpan warisan kerajaan yang hilang, menyimpan kenangan tentang masa-masa keemasan yang kini hanya bisa ditemukan dalam cerita-cerita yang mereka wariskan turun-temurun.

Seiring berjalannya waktu, Arga semakin terpikat dengan kisah-kisah yang ia temui. Ada cerita tentang para pahlawan yang pernah berjuang untuk melindungi kerajaan, ada kisah tentang raja-raja yang dikisahkan sebagai sosok yang bijaksana dan penuh kharisma, namun juga ada kisah-kisah kelam tentang pengkhianatan dan tragedi yang menyertai runtuhnya kerajaan tersebut. Para tetua yang Arga temui di desa-desa terpencil berbicara dengan penuh rasa hormat dan ketakutan terhadap apa yang telah hilang. Mereka tak hanya mengenang kejayaan, tetapi juga merasakan kehilangan yang mendalam atas sebuah peradaban yang begitu besar, yang kini hanya ada dalam catatan sejarah yang kabur dan penuh teka-teki.

Cerita-cerita ini tidak hanya tersebar dalam lisan. Ada juga peninggalan-peninggalan fisik yang menandakan keberadaan kerajaan yang hilang. Arga menemukan banyak artefak yang masih dipelihara dengan hati-hati oleh suku-suku yang menyebut diri mereka sebagai keturunan langsung dari kerajaan tersebut. Beberapa benda tersebut terbuat dari logam yang belum pernah ditemukan di tempat lain, sedangkan yang lainnya memiliki ukiran dan simbol yang mirip dengan lambang-lambang kerajaan yang pernah ada. Semua ini adalah petunjuk bahwa kerajaan yang hilang ini, meskipun telah runtuh, tetap meninggalkan jejak-jejaknya dalam kehidupan masyarakat yang pernah berada di bawah perlindungannya.

Namun, meskipun kejayaan itu tersebar dalam cerita dan artefak, Arga semakin menyadari bahwa penyebaran kejayaan tersebut tidak hanya berhenti pada cerita rakyat atau peninggalan benda-benda berharga. Ada juga dampak besar yang ditinggalkan oleh kerajaan yang hilang ini pada hubungan antar suku dan bangsa. Beberapa wilayah yang dulunya menjadi bagian dari kerajaan tersebut kini berada dalam ketegangan, karena adanya perbedaan pandangan tentang warisan yang ditinggalkan.

Beberapa kelompok mengklaim bahwa mereka adalah pewaris sah dari kerajaan yang hilang, sementara yang lain merasa bahwa warisan tersebut seharusnya dibagikan secara merata kepada semua orang yang pernah hidup di bawah naungan kerajaan itu. Dalam banyak kasus, ketegangan ini memunculkan konflik yang lebih besar, bahkan di antara mereka yang seharusnya menjadi saudara sebangsa. Arga menyadari bahwa kejayaan yang menghilang bukan hanya meninggalkan kenangan indah, tetapi juga memunculkan perpecahan yang dalam, mengingat betapa besar dampak yang ditinggalkan oleh kerajaan yang pernah memerintah dengan tangan besi.

Di tengah perjalanan penelusurannya, Arga juga menemukan bahwa penyebaran kejayaan kerajaan yang hilang tidak terbatas pada suku-suku yang ada di wilayah kerajaan itu. Beberapa pedagang dan penjelajah dari luar kerajaan, yang pernah berinteraksi dengan kerajaan tersebut, juga menyimpan kenangan dan pengetahuan tentang kejayaan yang telah lama sirna. Mereka berbicara tentang pasar-pasar yang pernah ramai dengan perdagangan barang-barang langka, tentang pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pusat pertemuan berbagai bangsa, dan tentang teknologi-teknologi canggih yang digunakan oleh kerajaan tersebut. Kisah-kisah ini semakin membentuk gambaran Arga tentang kerajaan yang hilang, memberikan potongan-potongan sejarah yang semakin jelas namun juga semakin rumit untuk diungkap.

Penyebaran kejayaan yang menghilang ini juga membentuk sebuah ironi besar. Kerajaan yang dulu memegang kekuasaan dan pengaruh besar, kini hanya tinggal bayang-bayang. Walaupun penyebaran kejayaan itu terus berlanjut melalui cerita-cerita dan peninggalan-peninggalan, namun tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana kerajaan itu dapat runtuh begitu saja. Tidak ada satu pun penjelasan yang memadai untuk menggambarkan mengapa kejayaan yang begitu besar bisa hilang dalam sekejap, dan mengapa orang-orang yang dulu berada di bawah naungannya kini harus hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang kelam.

Arga semakin yakin bahwa penyebaran kejayaan yang menghilang ini adalah kunci untuk memahami lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi pada kerajaan yang hilang. Mungkin, kata-kata yang terucap dalam cerita-cerita rakyat, dalam ukiran-ukiran pada artefak, dan dalam kisah-kisah para saksi sejarah, adalah bagian dari puzzle besar yang belum sepenuhnya terbuka. Arga tahu bahwa jalan yang harus ia tempuh untuk mengungkap semua ini tidak akan mudah. Namun, ia juga tahu bahwa dengan setiap langkah yang ia ambil, ia semakin mendekat pada kebenaran yang tersembunyi di balik kerajaan yang hilang ini.

Ketika ia melanjutkan perjalanannya untuk menggali lebih dalam, Arga bertekad untuk tidak hanya menemukan kejayaan yang hilang, tetapi juga memahami penyebab mengapa kejayaan itu menghilang, dan apa yang bisa dipelajari dari sejarah yang telah terhapus oleh waktu. Dalam pencariannya, ia menemukan bahwa kejayaan yang hilang bukan hanya sekedar sesuatu yang pernah ada, tetapi juga sesuatu yang bisa kembali hidup dalam bentuk yang baru—sesuatu yang dapat menginspirasi generasi masa depan untuk belajar dari masa lalu dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.*

BAB 8: Sisa-Sisa yang Meninggalkan Jejak

Waktu terus berlalu, dan Arga semakin mendalam dalam pencariannya. Seiring dengan penelusuran lebih lanjut terhadap kerajaan yang telah hilang, ia semakin menyadari bahwa meski kerajaan itu telah runtuh, jejak-jejaknya masih tersebar di berbagai tempat—dalam bentuk yang tak selalu terlihat jelas, namun tetap ada. Di balik reruntuhan bangunan, artefak yang ditemukan, dan cerita-cerita dari para keturunan, terdapat sisa-sisa kehidupan yang pernah mewarnai kejayaan masa lalu. Jejak-jejak tersebut bukan hanya sekadar kenangan, tetapi juga petunjuk yang mengarah pada sebuah kebenaran yang belum sepenuhnya terungkap.

Arga kembali ke kota tua yang menjadi pusat peradaban kerajaan itu, yang kini tinggal menjadi puing-puing yang tenggelam dalam waktu. Di antara reruntuhan tembok yang lapuk, Arga mulai mencari tahu lebih banyak tentang sisa-sisa fisik yang bisa memberikan petunjuk lebih lanjut. Beberapa peninggalan ditemukan, namun mereka tidak seperti yang ia bayangkan. Benda-benda itu bukan sekadar harta karun yang berkilauan, tetapi lebih kepada artefak yang telah melalui perjalanan panjang, terpendam dalam tanah selama berabad-abad.

Di salah satu sudut kota tua, Arga menemukan sebuah prasasti besar yang tertutup oleh rerumputan dan tanah. Prasasti ini berbeda dari yang ia temui sebelumnya. Ukirannya tampak lebih kompleks dan terperinci. Beberapa bagian prasasti rusak karena erosi dan waktu, namun Arga dapat mengenali beberapa simbol yang sama dengan simbol kerajaan yang hilang tersebut. Menurut salah seorang tetua desa yang ia temui sebelumnya, prasasti ini diyakini merupakan catatan dari seorang pemimpin besar yang pernah memimpin kerajaan ini. Meski sulit dibaca sepenuhnya, prasasti ini menjadi petunjuk yang sangat berarti dalam penelusuran Arga.

“Ini adalah sisa dari sesuatu yang besar,” ujar tetua tersebut dengan suara serak. “Mereka yang datang setelahnya tidak mengerti apa yang mereka temui, dan kita hanya bisa menduga-duga. Namun, kamu yang mencari tahu mungkin akan lebih tahu.”

Dengan prasasti itu di tangan, Arga merasa seperti menemukan pintu gerbang menuju kebenaran yang lebih dalam. Meskipun tulisan itu sulit dibaca, ia yakin bahwa prasasti tersebut menyimpan kunci untuk mengungkap kisah yang lebih besar. Mungkin kisah tentang pemimpin besar yang diangkat dalam prasasti ini adalah bagian dari narasi yang hilang, bagian dari sejarah yang terhapus oleh tangan-tangan tak terlihat.

Namun, Arga tahu bahwa benda-benda fisik saja tidak cukup untuk mengungkapkan segalanya. Ada hal yang lebih dalam yang harus ia gali. Hal tersebut adalah kisah dari para saksi hidup yang masih ada—mereka yang, meskipun telah terpinggirkan oleh waktu dan sejarah, tetap menjaga kenangan tentang masa lalu. Seperti sebuah benang yang tersisa dari jalinan kehidupan yang sudah mulai terkoyak, mereka masih memiliki cerita yang perlu didengar.

Dalam perjalanan ke desa-desa di sekitar kota tua, Arga bertemu dengan seorang wanita tua yang menjadi penjaga salah satu situs peninggalan kerajaan yang hilang. Wanita ini, meski tubuhnya renta, memiliki mata yang tajam dan penuh semangat. Ia mengaku bahwa keluarganya telah lama menjadi penjaga situs-situs purbakala yang ada di daerah tersebut, dan ia menceritakan kisah-kisah yang diturunkan dari nenek moyangnya.

“Kerajaan itu bukan hanya sebuah nama yang terlupakan,” kata wanita tua itu sambil mengelus sebuah batu berukir yang ia temukan di tanah. “Ada banyak kisah yang terpendam di sini. Kerajaan ini memiliki kebijaksanaan yang luar biasa, tapi kebijaksanaan itu ternyata juga menjadi batu sandungan bagi mereka yang memerintahnya.”

Wanita tua itu kemudian bercerita tentang bagaimana kerajaan tersebut dulunya sangat maju dalam ilmu pengetahuan dan seni. Mereka membangun sistem pertanian yang revolusioner dan menciptakan struktur sosial yang sangat terorganisir. Namun, seiring berjalannya waktu, kerajaan itu terpecah-pecah oleh konflik internal, dan pada akhirnya, kekuatan luar yang lebih besar menghancurkan apa yang sudah dibangun. Kejatuhan kerajaan itu bukan hanya disebabkan oleh perang atau serangan dari luar, tetapi juga oleh perpecahan yang terjadi di dalamnya. Sebuah peringatan tentang bagaimana kejayaan bisa runtuh dari dalam, bukan hanya dari ancaman luar.

Cerita ini semakin menguatkan pemahaman Arga bahwa kejayaan yang hilang ini memiliki akar yang sangat dalam. Runtuhnya kerajaan itu bukan hanya akibat dari perang atau pengkhianatan, tetapi juga karena adanya ketidakseimbangan internal yang tak dapat teratasi. Di tengah kemegahan dan kejayaan yang ada, ada ketegangan dan konflik yang tak terlihat oleh banyak orang, dan inilah yang menjadi salah satu penyebab utama keruntuhan tersebut.

Namun, dalam kisah-kisah yang diceritakan oleh wanita tua itu, ada satu hal yang paling menarik perhatian Arga. Wanita itu menceritakan tentang sebuah batu yang diyakini dapat menyatukan kembali bagian-bagian yang hilang dari kerajaan yang runtuh. Batu ini disebut sebagai “Batu Kehidupan,” dan konon katanya, siapa pun yang dapat menemukan dan menyatukan bagian-bagian batu tersebut akan memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali kejayaan yang hilang. Batu ini telah lama menghilang, namun cerita tentangnya terus hidup di kalangan orang-orang yang tahu.

Arga merasa bahwa ini adalah titik penting dalam pencariannya. Batu Kehidupan yang hilang itu mungkin bukan hanya sebuah benda fisik, melainkan sebuah simbol dari harapan dan kebangkitan. Mungkin, yang dimaksudkan oleh cerita-cerita itu bukanlah tentang menghidupkan kembali kerajaan yang telah hancur, tetapi tentang bagaimana sebuah peradaban yang hilang dapat kembali hidup dalam bentuk yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih kuat.

Sisa-sisa yang meninggalkan jejak ini bukan hanya sekadar pengingat dari masa lalu yang hilang, tetapi juga sebagai bahan refleksi bagi masa depan. Arga kini menyadari bahwa perjalanannya lebih dari sekadar mengungkap sejarah—ini adalah tentang memahami bagaimana masa lalu dapat menginspirasi dan membimbing kita dalam menghadapi tantangan di masa depan. Sisa-sisa kerajaan yang hilang ini bukan hanya tentang benda-benda kuno atau reruntuhan yang terlupakan, tetapi tentang kebijaksanaan yang mungkin bisa kita ambil, dan bagaimana kita bisa membangun kembali apa yang hilang.

Dengan penemuan ini, Arga semakin yakin bahwa pencariannya belum berakhir. Ada lebih banyak lagi yang harus ia temukan. Jejak-jejak yang tersebar, meskipun samar, akan terus membimbingnya menuju kebenaran yang lebih besar—sebuah kebenaran yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, dan yang dapat menghidupkan kembali kejayaan yang telah lama menghilang.*

BAB 9: Perang Terakhir dan Kejatuhan

Matahari mulai merunduk rendah di ufuk barat, memancarkan cahaya kemerahan yang menambah kesan suram pada medan perang yang ada di hadapan Arga. Suara gemuruh guntur dari kejauhan semakin memecah kesunyian, seakan memberi pertanda bahwa tak lama lagi, takdir akan segera terungkap. Sejak penemuan batu tersebut, Arga telah mengetahui bahwa kebenaran yang ia cari tidak hanya akan mengarah pada kebangkitan, tetapi juga pada pengungkapan tragedi besar yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut. Ia berada di titik yang sangat penting, yang mengungkapkan fakta bahwa peradaban yang hilang itu tidak hanya disebabkan oleh waktu, tetapi oleh konflik internal yang memecahnya dari dalam.

Di medan perang yang ia telusuri kini, Arga melihat reruntuhan kota yang pernah menjadi jantung kerajaan itu. Setiap batu, setiap dinding yang runtuh, adalah saksi bisu dari perang yang terakhir, yang akhirnya menghancurkan semuanya. Kejatuhan kerajaan bukan hanya peristiwa fisik semata, tetapi merupakan simbol dari perebutan kekuasaan yang penuh dengan intrik, pengkhianatan, dan kehancuran.

Arga tahu bahwa untuk memahami sepenuhnya peristiwa tersebut, ia harus menggali lebih dalam sejarah tentang apa yang terjadi pada perang terakhir itu. Dari berbagai sumber yang ia temui, ia akhirnya menemukan catatan yang menceritakan peristiwa bersejarah tersebut—sebuah konflik besar yang dipicu oleh ambisi seorang pemimpin yang ingin menguasai seluruh kerajaan. Namun, di balik ambisi tersebut, ada pula kesalahan strategis yang fatal, serta kekurangan dalam memperhitungkan kemampuan dan potensi kekuatan lawan. Kejatuhan itu tidak hanya disebabkan oleh musuh luar, tetapi oleh kejatuhan moral di dalam diri pemimpin dan bangsanya.

Dalam catatan yang ditemukan, diceritakan bahwa perang terakhir dimulai setelah kematian seorang pemimpin besar yang sebelumnya mempersatukan berbagai wilayah kerajaan. Setelah pemimpin itu wafat, kerajaan mengalami perpecahan besar. Banyak faksi yang saling berebut kekuasaan, dan satu di antaranya dipimpin oleh seorang jenderal yang sangat ambisius, bernama Raja Radhika. Ia melihat celah dalam ketidakstabilan yang ada, dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk merebut kekuasaan yang lebih besar.

Namun, ambisinya bukan tanpa tantangan. Ada kelompok loyalis yang masih setia pada warisan pemimpin sebelumnya, dan mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang bijaksana bernama Raksa. Raksa mencoba untuk mempertahankan stabilitas kerajaan dengan cara-cara diplomatik dan menghindari peperangan, tetapi langkahnya terlambat. Kekacauan yang disebabkan oleh perang saudara telah merusak segala sesuatu yang ada. Raja Radhika, dalam upayanya untuk memperkuat kekuasaannya, memilih jalan yang lebih brutal dan agresif, yang akhirnya menggiring kerajaan menuju kehancuran total.

Perang antara faksi yang saling bertikai itu berlangsung begitu lama dan melelahkan, menghancurkan kota-kota besar, dan membuat rakyat menderita. Tidak hanya itu, perselisihan tersebut juga menyebabkan hilangnya banyak pemimpin besar, yang sebelumnya merupakan pilar utama kerajaan. Ketika Radhika akhirnya berhasil merebut kekuasaan secara mutlak, ia sudah terlambat—kerajaan yang pernah begitu megah itu telah kehilangan segalanya. Sumber daya habis terkuras, moral bangsa runtuh, dan rakyat yang dulu setia mulai menanggalkan harapan mereka.

Arga terus memutar kembali lembaran-lembaran sejarah yang ditemukan di antara reruntuhan kota itu. Ia meneliti setiap detail, setiap bagian dari perang yang akhirnya berujung pada kejatuhan. Dalam beberapa bab terakhir catatan sejarah itu, dijelaskan bagaimana pertempuran terakhir yang terjadi di ibu kota kerajaan menjadi penentu nasib seluruh peradaban. Kota itu, yang dulunya berdiri kokoh sebagai simbol kejayaan, kini hanya menjadi tempat tinggal bagi para pengungsi dan para pejuang yang terluka. Ketika akhirnya para pasukan yang loyal kepada Raja Radhika berhasil merobohkan tembok kota, kerajaan itu runtuh tak berbekas.

Tapi di balik perang terakhir ini, ada satu kisah yang paling menonjol—kisah pengkhianatan. Ternyata, tidak hanya faksi musuh yang mengancam, tetapi juga mereka yang paling dekat dengan pemimpin. Salah satu orang kepercayaan Raja Radhika, seorang penasihat yang sangat dipercaya, ternyata berkhianat dengan memberikan informasi yang salah kepada raja. Penasihat ini, yang selama ini dikenal sebagai figur yang bijak dan cerdas, memanfaatkan perang untuk memperkaya diri sendiri dan mengukuhkan posisinya. Dengan melibatkan kekuatan luar yang lebih besar, sang penasihat berhasil memperdaya Radhika, yang akhirnya menyebabkan kehancuran total.

Arga merasa hatinya dipenuhi dengan kegetiran. Kerajaan yang sangat kaya akan budaya, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan, yang dahulu menjadi pusat peradaban, hancur hanya karena ambisi dan ketidakmampuan untuk menjaga persatuan. Setiap langkah yang diambil, setiap keputusan yang dibuat, telah membentuk jalur yang menuju kehancuran. Perang terakhir itu bukan hanya simbol dari pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran dalam hati setiap individu yang terlibat.

Dalam pencarian kebenaran ini, Arga menyadari bahwa pertempuran terbesar tidak hanya terjadi di medan perang. Perang terbesar adalah perang dalam diri sendiri—antara ambisi, moral, dan kehormatan. Kerajaan yang hilang itu hanyalah sebuah gambaran tentang bagaimana sebuah masyarakat bisa hancur jika tidak memiliki landasan yang kuat dan bersatu dalam tujuan yang mulia. Kejatuhan mereka adalah akibat dari ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan kebersamaan, untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

Saat Arga berdiri di tengah reruntuhan kota, ia merasakan kesepian yang mendalam. Semua yang dulu ada di sini—kehidupan, peradaban, dan kejayaan—telah hancur oleh peperangan dan pengkhianatan. Namun, dalam keheningan ini, ia juga merasakan sebuah pemahaman yang lebih dalam. Jejak-jejak masa lalu yang tertinggal di tanah ini tidak hanya sebagai kenangan, tetapi juga sebagai pelajaran untuk generasi mendatang. Perang terakhir ini mungkin sudah selesai, tetapi dampaknya akan terasa selama-lamanya.

Dengan hati yang penuh pemahaman dan kesedihan, Arga melangkah mundur dari medan perang itu. Meski kerajaan yang hilang itu telah runtuh, kisah mereka tetap hidup, dan menjadi peringatan bagi siapa saja yang mencari kebesaran dalam kekuasaan. Kejatuhan mereka adalah harga yang harus dibayar atas keserakahan dan ketidakmampuan untuk melihat lebih jauh ke depan. Namun, sejarah tetap meninggalkan pesan yang jelas—bahwa sebuah peradaban bisa jatuh, tetapi kebijaksanaan yang ditinggalkan akan terus mengalir, memberi pelajaran bagi mereka yang mau mendengar dan belajar dari masa lalu.*

BAB 10: Membangun Kembali Kenangan yang Hilang

Langit pagi mulai menyelimuti tanah yang dahulu menjadi pusat peradaban yang megah. Arga berdiri di tepi reruntuhan sebuah istana yang dulunya berdiri kokoh, menyaksikan sisa-sisa kenangan yang kini tertinggal dalam bentuk batu dan tanah. Sudah lama sekali sejak peristiwa perang terakhir yang mengubur kerajaan ini dalam kegelapan sejarah. Namun, kini Arga tahu bahwa meskipun bangunan-bangunan ini hancur, meskipun banyak yang terlupakan, ada hal-hal yang tetap bisa dibangun kembali: kenangan dan kebijaksanaan dari masa lalu yang masih bisa memberi inspirasi bagi masa depan.

Di tengah puing-puing ini, Arga merasa seolah-olah ia bisa mendengar bisikan dari masa lalu, suara-suara orang-orang yang telah lama pergi, namun jejak mereka masih mengendap di udara. Kenangan-kenangan itu datang bukan dalam bentuk gambar atau suara, tetapi dalam bentuk rasa dan emosi yang menyelimuti setiap langkah yang diambilnya. Setiap batu yang terjatuh, setiap jendela yang hancur, menyimpan kisah mereka yang hidup di sini, yang dahulu percaya bahwa kejayaan mereka akan bertahan selama-lamanya.

Namun, bagi Arga, kejatuhan kerajaan ini bukanlah akhir dari segala hal. Ia percaya bahwa meskipun kerajaan ini telah hilang, kenangan yang tertinggal tidak boleh dibiarkan terkubur begitu saja. Ia memutuskan bahwa misi pencariannya bukan hanya untuk mengungkapkan sejarah, tetapi juga untuk menghidupkan kembali semangat yang pernah ada di tempat ini. Ia ingin memastikan bahwa cerita tentang kebesaran, kebijaksanaan, dan nilai-nilai yang dulu ada, tidak akan hilang seiring berjalannya waktu.

“Jika kita bisa membangun kembali kenangan yang hilang,” pikirnya, “maka kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik.”

Arga kembali menelusuri wilayah yang pernah dihuni oleh kerajaan ini, berjalan melewati jalan-jalan yang kini kosong dan sunyi. Ia menemukan beberapa artefak yang tersisa—sebuah patung pecah, beberapa gulungan batu yang mengandung tulisan-tulisan kuno, dan reruntuhan tembok yang masih menyisakan kesan betapa megahnya tempat ini pada masa kejayaannya. Meskipun banyak yang telah musnah, masih ada potongan-potongan sejarah yang bisa digunakan untuk mengisi kekosongan.

Dalam pencariannya, Arga bertemu dengan beberapa orang yang tinggal di daerah sekitar, mereka adalah keturunan para pengungsi yang telah lama tinggal jauh dari keramaian. Mereka hanya mendengar cerita-cerita tentang kerajaan yang pernah berdiri di sini. Arga berbicara dengan mereka, membagikan apa yang telah ia temukan, dan menyarankan mereka untuk mulai memulihkan bagian-bagian kecil dari sejarah yang hilang. “Kita bisa mulai dari sini,” katanya. “Dengan mengenal sejarah kita, kita bisa mulai membangun kembali masa depan yang lebih baik.”

Mereka yang mendengar cerita Arga mulai merasa terdorong untuk bergabung dalam misi itu. Mereka mulai membantu Arga untuk menggali lebih dalam, tidak hanya reruntuhan fisik, tetapi juga menggali kenangan mereka sendiri—cerita tentang kehidupan sehari-hari, tentang tradisi, dan tentang semangat persatuan yang pernah ada di masa lalu. Meski sedikit demi sedikit, mereka mulai menemukan potongan-potongan yang hilang, dan setiap penemuan membawa mereka lebih dekat pada pemahaman yang lebih dalam tentang kerajaan yang pernah ada di tempat ini.

Arga merasa bahwa ini adalah bagian yang sangat penting dalam misinya. Ia tidak hanya ingin mengungkapkan kebenaran tentang masa lalu, tetapi ia ingin masyarakat yang ada di sekitar tempat ini merasa memiliki hubungan dengan sejarah mereka sendiri. “Kita bukan hanya sekadar penjaga kenangan,” kata Arga kepada mereka suatu sore. “Kita adalah bagian dari sejarah ini. Jika kita tahu siapa kita, kita bisa tahu ke mana kita harus pergi.”

Seiring berjalannya waktu, penduduk setempat mulai bekerja sama dengan Arga untuk memperbaiki kembali apa yang bisa mereka perbaiki, untuk merawat dan melestarikan sisa-sisa kerajaan yang masih ada. Mereka memperbaiki tembok-tembok yang runtuh, membersihkan taman-taman yang telah tertutup oleh rumput liar, dan bahkan membangun kembali sebuah perpustakaan kecil di mana mereka menyimpan artefak dan tulisan-tulisan yang telah ditemukan.

Namun, membangun kembali kenangan yang hilang bukanlah hal yang mudah. Setiap langkah penuh tantangan. Bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Beberapa orang merasa enggan untuk menggali kenangan masa lalu yang menyakitkan. Ada yang merasa bahwa sejarah ini terlalu tragis untuk diingat, bahwa lebih baik melupakan semua yang telah terjadi dan mulai dengan halaman baru yang bersih. Namun, Arga tidak menyerah. Ia tahu bahwa mengenal masa lalu adalah kunci untuk memahami siapa kita sebenarnya dan bagaimana kita dapat berkembang.

“Kenangan kita adalah bagian dari kita,” katanya kepada salah seorang penduduk yang merasa takut akan masa lalu. “Jika kita menghapusnya, kita menghapus bagian dari diri kita.”

Pada akhirnya, meskipun proses ini tidak berjalan dengan mudah, Arga berhasil meyakinkan banyak orang bahwa masa lalu harus dipahami, bukan disembunyikan. Masyarakat yang dulunya enggan untuk menggali kenangan itu, mulai memahami bahwa melalui pemulihan sejarah ini, mereka tidak hanya menyembuhkan luka, tetapi juga memberi arah bagi masa depan mereka.

Saat satu tahun berlalu, Arga berdiri di atas bukit yang dulu menjadi tempat kekuasaan, melihat ke bawah pada desa yang kini mulai bangkit kembali. Dari jauh, ia bisa melihat bangunan-bangunan yang telah dipulihkan, jalan-jalan yang mulai dihiasi dengan bunga, dan warga yang bekerja bersama untuk memulihkan kebudayaan yang sempat hilang. Kenangan yang hilang itu kini mulai hidup kembali, tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk kebersamaan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

“Ini baru permulaan,” pikir Arga. “Kenangan kita bukanlah sesuatu yang hilang, tetapi sesuatu yang bisa dibangun kembali.”

Dan dengan itu, ia tahu bahwa meskipun kerajaan ini tidak pernah kembali seperti semula, warisan yang mereka tinggalkan—baik dalam bentuk kebijaksanaan, budaya, dan semangat persatuan—akan terus hidup, menjadi cahaya yang menerangi jalan bagi generasi berikutnya.*

BAB 11: Siluet yang Menghantui

Malam semakin larut, namun Arga masih terjaga. Angin dingin menyapu wajahnya saat ia duduk di luar, menatap bintang-bintang yang tampak samar di balik awan tebal. Sejak ia mulai menggali sejarah kerajaan yang hilang, banyak hal yang tidak ia duga mulai menghampirinya—termasuk perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Perasaan itu datang dalam bentuk bayangan, siluet-siluet yang menghantui mimpinya, seolah-olah kerajaan yang telah lama hilang itu tidak benar-benar meninggalkannya.

Pada awalnya, Arga berpikir bahwa siluet itu hanya permainan pikiran, akibat dari kegelisahan yang terus mengganggunya. Namun, semakin ia mendalami setiap petunjuk, semakin ia merasa ada sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang tersisa dari kerajaan yang runtuh itu, entah itu dalam bentuk kenangan atau entitas yang tidak terlihat. Terkadang, ketika ia tengah meneliti dokumen kuno atau menelusuri reruntuhan, ia merasakan pandangan tajam yang seolah-olah mengawasi setiap langkahnya. Siluet-siluet itu—silhouette yang samar, tak tampak jelas namun sangat nyata—seakan hadir di sekitar dirinya, mengawasi, dan bahkan mengikutinya.

Terkadang, ia mendengar suara, suara yang terdengar sangat nyata. Seperti bisikan dari seseorang yang sudah lama meninggal, namun begitu dekat. Bisikan itu membawa pesan yang tak bisa dipahami sepenuhnya, kata-kata yang terdistorsi oleh waktu, tetapi sangat kuat dan penuh makna. “Kembalikan apa yang hilang… Jangan biarkan kami terlupakan…”

Arga mencoba mengabaikannya, berpikir bahwa itu hanyalah imajinasinya yang terlalu terpengaruh oleh sejarah yang sedang ia gali. Tetapi perasaan itu semakin menguat, dan dalam hati, ia mulai bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih mengerikan daripada sekadar kenangan atau kisah sejarah yang terpendam.

Satu malam, setelah seharian menggali situs kerajaan yang terabaikan, Arga memutuskan untuk kembali ke tempat tinggalnya. Namun, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Saat ia melewati jalan setapak yang biasa ia lewati, ia melihat sebuah sosok berdiri di ujung jalan. Sosok itu terbungkus bayangan gelap, hanya terlihat siluetnya yang samar. Arga berhenti, menatapnya dengan penuh curiga. Siluet itu diam, seakan menunggu sesuatu, namun ia tidak bergerak. Hati Arga berdegup kencang. Ia merasa seperti dia telah mengenal sosok itu, meski tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

“Saya bisa membantu Anda?” Arga memecah keheningan, suaranya terdengar lebih ragu dari biasanya.

Siluet itu tidak menjawab. Justru, bayangannya semakin memudar, seakan ditelan oleh kegelapan malam. Arga mengerutkan kening, berusaha mengingat, tetapi tidak ada yang bisa ia ingat dengan jelas. Apa yang baru saja ia lihat? Sejenak, ia merasa kebingungannya mulai mengaburkan pikirannya. Perasaan itu—perasaan ditarik ke dalam sesuatu yang tidak bisa dijelaskan—kembali datang, semakin kuat, semakin nyata.

Keesokan harinya, Arga kembali ke situs kerajaan dengan perasaan yang lebih berat. Ia merasa seolah ada sesuatu yang mengganggunya, sesuatu yang belum ia temukan dalam pencariannya. Ketika ia membuka sebuah gulungan batu kuno yang baru ditemukan, ia terkejut saat membaca tulisan yang tampaknya berasal dari zaman yang jauh lebih tua daripada yang sebelumnya ditemukan. Tulisan itu mengisyaratkan sesuatu yang sangat misterius—tentang sebuah kutukan yang dijatuhkan pada kerajaan tersebut, sebuah kutukan yang berhubungan dengan roh-roh yang tidak bisa beristirahat. Mereka yang mati dengan kematian yang tidak wajar, yang dihukum oleh para penguasa, dikhawatirkan akan kembali sebagai bayangan—sebagai siluet yang tidak pernah benar-benar hilang.

“Tidak ada yang tahu,” Arga berbisik pada dirinya sendiri saat membaca teks itu, “bahwa ada roh-roh yang terperangkap, menghantui tanah ini.”

Sekilas, Arga merasa bahwa kisah ini bukan hanya tentang kerajaan yang jatuh, tetapi tentang sesuatu yang jauh lebih dalam dan lebih gelap. Ada sesuatu yang terpendam dalam sejarah ini yang tidak bisa ia ungkapkan hanya dengan menggali artefak atau membaca tulisan-tulisan kuno. Siluet-siluet itu adalah bukti dari kekuatan yang lebih besar, sesuatu yang masih terperangkap antara dunia hidup dan mati.

Beberapa hari kemudian, saat Arga duduk di tengah reruntuhan, merenungkan semua penemuan yang telah ia buat, ia merasakan kehadiran itu lagi. Kali ini, tidak ada lagi suara samar atau siluet yang menghilang. Tidak ada bayangan yang menjauh. Sebaliknya, sosok itu berdiri di depan Arga, sangat nyata, seakan menunggu Arga untuk berbicara.

Sosok itu mulai bergerak mendekat. Wajahnya tetap kabur, tak bisa dilihat dengan jelas, namun Arga bisa merasakan ketegangan yang memancar dari keberadaan itu. “Kamu tidak akan pernah bisa membebaskan kami,” suara itu terdengar seperti angin yang berbisik, seperti gema dari dunia lain.

Arga merasa tubuhnya kaku, namun ia tidak bisa menghindar. Dalam hatinya, ia tahu bahwa kata-kata itu tidak hanya tentang kerajaan yang hilang, tetapi tentang perjuangan yang lebih besar. Sejarah yang terpendam, kesalahan yang tidak pernah diperbaiki, dan jiwa-jiwa yang terperangkap dalam waktu. Semua itu bertemu di sini, di depan Arga.

“Tapi saya bisa mencoba,” jawab Arga, suaranya bergetar namun penuh tekad. “Saya akan mencari tahu, saya akan menyelesaikan apa yang tertinggal.”

Siluet itu menghilang begitu saja, menyatu dengan angin malam, meninggalkan Arga dengan rasa tidak menentu. Namun, ia tahu bahwa apa yang ia hadapi bukan hanya misteri sejarah. Itu adalah perjalanan untuk menghadapi kesalahan masa lalu, untuk memperbaiki apa yang telah hancur, dan untuk mengungkapkan kebenaran yang terpendam.

Siluet-siluet yang menghantui Arga bukan hanya bayangan dari masa lalu yang telah lama terlupakan. Mereka adalah pengingat bahwa tidak semua hal dapat dibiarkan begitu saja. Kenangan yang terpendam dan kekuatan yang belum terselesaikan terus menghantui tanah ini, dan Arga tahu bahwa untuk membebaskan tanah ini dari kutukan masa lalu, ia harus lebih dari sekadar mengungkapkan sejarah—ia harus menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.

Namun, dalam hati Arga, satu hal menjadi semakin jelas: perjalanan ini akan membawanya jauh lebih dalam daripada yang pernah ia bayangkan.***

———–THE END——

 

 

 

Source: Jasmine Malika
Tags: #PerangKehancuran #DuniaParalel #ArkeologiMisteri #Pengkhianatan #DramaSejarah #PilihanMoral
Previous Post

KIOS ANEH ANTARA DETERJEN TRANSPARAN DAN MIE NOSTALGIA

Next Post

KISAH KITA TAK SEMPURNA

Next Post
KISAH KITA TAK SEMPURNA

KISAH KITA TAK SEMPURNA

RAHASIA SOLARI

RAHASIA SOLARI

ARTEFAK KEKUATAN KUNO

ARTEFAK KEKUATAN KUNO

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In