Bab 1: Pintu yang Tertutup
Rafael berjalan melewati koridor yang sunyi, langkahnya terdengar keras di lantai yang mengkilap. Setiap sudut gedung itu seakan menelan suara, meninggalkan keheningan yang aneh dan mematikan. Gedung penelitian tempat Rafael bekerja selalu tampak seperti itu, rapi, terorganisir, dan dingin. Setiap hari ia melangkah masuk ke tempat yang sama, dengan rutinitas yang sama, namun hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang tidak dapat ia jelaskan, namun ia bisa merasakannya di dalam tubuhnya—sebuah ketegangan, sebuah panggilan dari tempat yang tak terlihat.
Sejak beberapa minggu terakhir, Rafael mulai merasa ada yang aneh dengan rutinitasnya. Sebagai salah satu peneliti di fasilitas terkemuka ini, ia terbiasa dengan data, eksperimen, dan hasil yang terukur. Namun ada hal yang lebih gelap dari itu. Salah satu eksperimen yang ia kerjakan bersama timnya tampak memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Pekerjaan mereka berkaitan dengan pengembangan teknologi baru yang memanfaatkan konsep realitas virtual dan ruang digital. Fasilitas tempat mereka bekerja dirancang untuk menciptakan simulasi dunia yang hampir tidak bisa dibedakan dengan kenyataan. Proyek ini, yang dikenal dengan nama Xerion, berfokus pada menciptakan dunia baru di dalam sistem komputer yang tidak hanya dapat dimasuki, tetapi bisa memberikan pengalaman sensorik yang sangat nyata bagi penggunanya. Namun, semakin dalam Rafael menyelidiki proyek ini, semakin ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Hari itu, Rafael harus menemui Dr. Lila, kepala proyek Xerion, untuk laporan perkembangan terbaru. Namun, langkahnya berhenti di depan sebuah pintu yang tidak ia kenali. Itu adalah pintu yang belum pernah ia lihat sebelumnya—tersembunyi di ujung koridor yang sepi, tak jauh dari ruang kerjanya. Pintu itu terlihat biasa saja, namun entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya terhenti sejenak. Ada rasa ingin tahu yang kuat yang mendorongnya untuk mendekat. Pintu itu tidak memiliki label atau tanda apapun. Hanya sebuah pintu kayu yang tampaknya sudah sangat lama tidak terjamah.
Tanpa berpikir panjang, Rafael memutuskan untuk membuka pintu itu. Begitu ia memutar kenop pintu dan menariknya, sebuah suara berderit keluar, memecah keheningan yang membungkusnya. Di balik pintu itu, ia menemukan sebuah ruangan gelap yang dipenuhi dengan deretan rak-rak penuh dengan dokumen dan perangkat komputer yang sudah usang. Ada kesan bahwa ruangan ini tidak pernah digunakan, namun keberadaannya tetap misterius dan membingungkan. Di pojok ruangan, terdapat sebuah meja yang tampaknya sudah lama tidak dibersihkan. Di atas meja itu, ada sebuah layar komputer yang mati, tetapi di sampingnya terdapat tumpukan kertas yang berisi laporan yang tampaknya sudah kuno.
Rafael merasa ada sesuatu yang sangat penting tersembunyi di sini, namun ia tidak tahu harus memulainya dari mana. Ia mengambil beberapa kertas di meja tersebut dan mulai membacanya. Tulisan tangan di atas kertas itu sangat tergesa-gesa dan tampaknya penuh dengan kegelisahan. Beberapa kalimat menyebutkan kata “backdoor,” “protokol hilang,” dan “dunia lain.” Rafael merasa semakin bingung, tetapi ketertarikannya semakin mendalam. Apa yang sebenarnya terjadi di balik proyek Xerion ini?
Tiba-tiba, suara langkah kaki dari belakang membuat Rafael terkejut. Ia menoleh dan mendapati Dr. Lila berdiri di pintu, memandanginya dengan ekspresi yang tidak bisa ia baca.
“Rafael, apa yang kau lakukan di sini?” suara Lila terdengar dingin, namun ada semacam kecemasan yang tidak biasa dalam nada suaranya.
Rafael terkejut dan segera meletakkan dokumen itu kembali ke meja. “Maaf, saya hanya—saya menemukan pintu ini, dan saya… saya merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini,” jawab Rafael dengan suara ragu.
Dr. Lila melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Wajahnya serius, jauh dari sikap profesional yang biasanya ia tunjukkan. “Kau tidak seharusnya ada di sini, Rafael. Ruangan ini bukan untukmu,” katanya dengan nada yang hampir seperti peringatan.
Rafael bingung. “Tapi, kenapa ruangan ini tersembunyi? Apa yang sebenarnya terjadi dengan proyek Xerion? Apa yang sebenarnya kita bangun di sini?” tanyanya, berusaha mencari jawaban.
Lila menarik napas panjang dan menatap Rafael dengan tatapan yang berat. “Ini bukan hal yang bisa dipahami begitu saja. Proyek ini jauh lebih besar daripada yang kau kira. Backdoors, ruang yang kita tidak bisa lihat… itu adalah bagian dari eksperimen yang melibatkan dunia paralel. Mungkin lebih tepatnya… dimensi yang terlupakan. Kami sedang mencoba untuk menjelajahi batas-batas realitas. Dan kadang-kadang, batas itu bisa sangat kabur.”
Rafael merasa darahnya berdesir mendengar penjelasan itu. Dunia paralel? Dimensi terlupakan? Semua itu terdengar seperti teori ilmiah yang gila. Namun, ada sesuatu dalam suara Lila yang meyakinkan, seperti ia tengah berbicara tentang sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar eksperimen biasa.
“Jadi, semua ini adalah bagian dari eksperimen yang lebih besar? Kita benar-benar mencoba membuka pintu ke dunia lain?” tanya Rafael, masih tidak percaya.
Lila menatapnya dalam-dalam. “Rafael, apa yang kau lihat di sini, apa yang kita kerjakan, adalah hal yang berisiko. Pintu itu yang kau lihat—itu bukanlah sesuatu yang bisa dimasuki tanpa konsekuensi. Kami telah membuka celah, dan dunia yang ada di baliknya tidak bisa kita kendalikan. Proyek ini tidak hanya tentang menciptakan simulasi, tapi tentang menghubungkan dunia kita dengan dunia lain yang bahkan kita tidak sepenuhnya mengerti.”
Rafael terdiam. Keringat dingin mulai menetes di dahinya. Semua yang dia ketahui tentang proyek Xerion kini terasa seperti kebohongan besar. Dunia lain, dimensi yang terlupakan, backdoors—semua ini lebih dari sekadar eksperimen teknologi. Ia baru saja menginjakkan kaki di tempat yang seharusnya tidak pernah ia ketahui.
“Lila, apa yang kita lakukan ini… berbahaya?” tanya Rafael, suara serak.
Lila mengalihkan pandangannya ke layar komputer yang mati. “Mungkin lebih berbahaya daripada yang kita duga,” jawabnya dengan suara rendah, hampir seperti berbisik. “Tapi kita sudah terlalu jauh. Kita tidak bisa mundur sekarang.”
Suasana di ruangan itu semakin tegang. Rafael merasa dirinya berada di persimpangan jalan yang tidak bisa dipahami sepenuhnya. Pintu yang tertutup ini bukan hanya membawa mereka ke dalam ruangan yang terisolasi, tetapi juga membuka jalan menuju sesuatu yang jauh lebih gelap, lebih tak terduga—dan ia tidak tahu apakah ia siap untuk menghadapinya.
Pintu itu, yang selama ini tertutup rapat, kini terbuka lebar. Dunia yang terlupakan menanti di baliknya, dan Rafael tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.*
Bab 2: Penemuan
Rafael tidak bisa tidur semalam. Setiap kali ia memejamkan mata, bayangan pintu yang tersembunyi itu kembali menghantuinya. Ruangan gelap dengan rak-rak penuh dokumen kuno, layar komputer mati yang seolah menunggu untuk dihidupkan, dan kata-kata yang tergores di atas kertas. Kata-kata yang berbicara tentang dunia lain, dunia yang tidak bisa dijangkau, dunia yang terlupakan. Dr. Lila, dengan sikapnya yang penuh misteri, telah mengisyaratkan bahwa pintu itu bukan sekadar pintu biasa, melainkan sebuah celah—sebuah perbatasan antara realitas yang kita kenal dan sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih tak terjangkau.
Pagi berikutnya, Rafael merasa ada dorongan yang kuat untuk kembali ke ruangan itu. Ia tahu ia tidak bisa membiarkan rasa penasaran menguasai dirinya, namun pikirannya terus terjebak pada informasi yang didapatnya semalam. Proyek Xerion—sebuah eksperimen yang dikelola dengan begitu ketat dan penuh kerahasiaan—bukanlah proyek biasa. Itu adalah jembatan menuju dimensi yang tidak terjamah, ruang yang tidak hanya menjadi bagian dari simulasi, tetapi mungkin juga merupakan ruang yang lebih nyata daripada dunia yang mereka kenal. Sebuah dunia yang terlupakan.
Setelah beberapa jam bekerja di ruangannya, Rafael akhirnya memutuskan untuk kembali menyelidiki ruangan yang tersembunyi itu. Kali ini, ia tidak bisa lagi menunda rasa ingin tahunya. Pintu itu mengundangnya, dan meskipun ada rasa takut yang terus menggelayuti pikirannya, Rafael tahu ia harus menemukan lebih banyak.
Begitu ia memasuki koridor kosong menuju pintu tersebut, Rafael merasa seakan-akan waktu berhenti sejenak. Langkahnya bergema lebih keras dari biasanya, meskipun ruang itu sama sekali tidak berisik. Di depannya, pintu kayu yang sama, tertutup rapat, tampak seolah menunggu. Dengan hati berdebar, Rafael meraih kenop pintu dan memutarnya. Sekali lagi, suara berderit terdengar keras di ruang yang kosong ini. Begitu ia masuk, ruangan yang sama menyambutnya. Tidak ada perubahan, tidak ada yang berbeda, atau begitu ia kira.
Namun kali ini, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Di atas meja, di samping tumpukan dokumen, terdapat sesuatu yang baru—sebuah folder tebal dengan segel merah yang mencolok. Rafael mendekat dan melihat lebih dekat. Segel itu, meskipun tampak biasa saja, terasa sangat penting, seolah peringatan yang tidak bisa diabaikan. Tangan Rafael sedikit gemetar saat ia membuka folder itu, dan begitu ia membacanya, hatinya berdetak lebih cepat.
Laporan yang ada di dalamnya menunjukkan informasi yang lebih dalam tentang Xerion dan eksperimen yang melibatkan penciptaan dimensi paralel. Namun, ada satu bagian dalam laporan itu yang menarik perhatian Rafael—sebuah catatan tentang “protokol Zeta.” Protokol ini, menurut penjelasan yang tertera, adalah langkah terakhir dari eksperimen yang melibatkan penerobosan batas ruang dan waktu. Tidak hanya simulasi, tetapi membuka celah ke dunia yang benar-benar terpisah dari dunia mereka, dunia yang tidak pernah terjamah oleh manusia.
“Protokol Zeta: Pembukaan Celah Dimensi,” begitu judul di bagian atas laporan itu. Rafael membaca lebih lanjut, menemukan catatan tentang langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memanipulasi ruang dan waktu, serta teori mengenai entitas yang mungkin ada di balik dimensi tersebut. Kata-kata seperti “dimensi paralel,” “kesadaran yang melampaui ruang,” dan “dunia yang terlupakan” terus muncul dalam laporan ini, yang semakin menegaskan bahwa apa yang sedang mereka lakukan bukan sekadar eksperimen biasa.
Ada satu bagian yang membuat Rafael merasa ngeri. Pada akhir laporan, tercatat sebuah peringatan: “Jika pintu ini dibuka tanpa protokol yang benar, dunia yang ada di baliknya tidak akan pernah kembali. Manusia yang melangkah melewati celah ini tidak akan bisa kembali lagi.”
Rafael terdiam, merasakan jantungnya berdegup kencang. Apa artinya semua ini? Mengapa ada peringatan seperti itu? Apa yang sebenarnya ada di balik pintu ini?
Tanpa berpikir panjang, Rafael memutuskan untuk menyalakan komputer yang ada di meja itu. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menekan tombol daya. Layar komputer itu perlahan menyala, memancarkan cahaya biru yang lembut di dalam ruangan yang gelap. Di layar, Rafael melihat sebuah jendela sistem yang terhubung ke database internal proyek Xerion. Ia membuka file terbaru yang terkait dengan eksperimen dimensi ini. Ada sebuah diagram yang menggambarkan hubungan antara dunia nyata dan dunia yang “terlupakan.” Diagram ini memperlihatkan bagaimana Xerion berfungsi sebagai jembatan antara dua dunia, yang satu jelas—dunia mereka, dan satu lagi kabur, hanya berupa bayang-bayang yang belum sepenuhnya terungkap.
Rafael merenung sejenak. Diagram ini menampilkan proses “penyelarasan” dunia mereka dengan dunia lain yang lebih gelap dan tidak dapat dijelaskan. Penyelarasan ini, yang disebut dalam file tersebut sebagai Resonansi, adalah kunci untuk membuka “portal” ke dunia lain. Rafael menemukan penjelasan tentang bagaimana eksperimen ini bertujuan untuk menciptakan “portal” ini dengan teknologi canggih yang mampu menembus batas-batas dimensi.
Namun, catatan berikutnya membuat darahnya berdesir: “Keberadaan makhluk yang lebih dari sekadar ilusi harus diperhitungkan. Kehadiran mereka dalam dunia kita dapat menyebabkan distorsi yang mengerikan.”
Rafael merasakan rasa takut yang mendalam. Apakah ini yang sebenarnya mereka temukan? Apakah dunia yang akan mereka buka benar-benar tempat yang aman? Ataukah mereka sedang menggali sesuatu yang lebih berbahaya dari yang mereka duga?
Tiba-tiba, Rafael merasakan adanya ketegangan di udara. Seperti ada yang mengamatinya. Ia menoleh ke belakang, merasa seolah-olah mata-mata yang tak terlihat sedang mengawasi setiap gerakannya. Namun, tidak ada siapapun. Hanya ruangan yang gelap dan sunyi.
Rafael merasa bahwa ia telah menemukan sesuatu yang sangat penting—sesuatu yang harus dibagikan, namun juga sesuatu yang sangat berbahaya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kembali ke proyek ini bisa berarti membuka pintu yang tidak bisa ditutup lagi. Tetapi meninggalkannya juga bisa berarti membiarkan dunia ini berada di ujung kehancuran.
Saat ia berbalik untuk meninggalkan ruangan itu, langkahnya terdengar lebih berat dari sebelumnya. Ia tahu bahwa penemuannya baru saja dimulai. Pintu yang tertutup itu mungkin sudah terbuka, namun dengan itu datanglah konsekuensi yang tak terhindarkan.*
Bab 3: Memasuki Keberadaan yang Tidak Dikenal
Setelah penemuan mengerikan tentang Protokol Zeta dan dokumentasi yang tersembunyi di ruangan gelap itu, Rafael merasa terjebak dalam pusaran kebingungannya sendiri. Ia duduk di meja kerjanya di ruang pribadi, menatap layar komputer yang menampilkan diagram ruang yang rumit, dan memikirkan setiap kata yang ada dalam catatan yang ia temukan. Dunia paralel, pintu yang tak terjamah, dimensi yang terhubung melalui celah, dan makhluk yang lebih dari sekadar ilusi—semua ini semakin membuat pikirannya kacau. Sesuatu yang telah lama tersembunyi kini mulai muncul, dan ia tidak tahu apakah ia sudah siap untuk menghadapinya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya tidak bisa mundur—rasa penasaran yang begitu kuat. Proyek Xerion yang sudah ia ikuti selama bertahun-tahun ternyata bukan sekadar eksperimen teknologi atau simulasi digital. Ini adalah sesuatu yang lebih besar, lebih berbahaya, dan lebih mendalam dari apa yang ia bayangkan. Rafael tahu, meskipun ia tidak sepenuhnya siap untuk itu, bahwa ia harus menyelidiki lebih jauh. Ada potensi untuk mengubah segala sesuatu, tetapi dengan itu datang pula ancaman yang tidak bisa ia prediksi.
Pagi itu, Rafael kembali ke fasilitas penelitian dengan perasaan cemas. Ia merasa seolah-olah dirinya adalah bagian dari permainan yang lebih besar, dan setiap langkahnya sekarang lebih berat dari sebelumnya. Setiap lorong di gedung itu terasa lebih gelap, lebih misterius, dan seolah menyembunyikan rahasia yang lebih dalam. Sesampainya di ruangannya, Rafael langsung mencari Dr. Lila. Wajah Lila yang biasanya tenang kini tampak lebih lelah dan tertekan.
“Lila,” ujar Rafael, suara sedikit gemetar. “Aku menemukan lebih banyak lagi. Tentang Protokol Zeta. Tentang dimensi yang kita coba buka. Ini lebih besar dari yang kita duga. Tapi aku juga merasa… ada sesuatu yang tidak beres.”
Lila memandangnya dengan tatapan tajam, seolah mengukur setiap kata yang keluar dari mulut Rafael. “Aku sudah tahu,” jawabnya perlahan. “Kau tahu, kan, bahwa ada hal-hal dalam eksperimen ini yang seharusnya tidak kita ketahui. Tapi kau tetap masuk ke dalamnya, seperti yang kita semua lakukan. Ini bukan hanya tentang teknologi. Ini tentang kekuatan yang lebih besar dari kita.”
Rafael merasakan ketegangan di udara. “Apa yang sebenarnya kita buka, Lila? Apa yang ada di balik Protokol Zeta?” tanya Rafael, suara tegang. “Kau bilang ini bukan hanya tentang teknologi, tapi apa maksudmu? Apa kita membuka celah ke dunia lain? Ke dunia yang tidak bisa kita kontrol?”
Lila diam sejenak, lalu menarik napas panjang. “Kita tidak hanya membuka sebuah portal, Rafael. Kita membuka sebuah keberadaan. Apa yang ada di balik celah itu bukanlah dunia baru yang bisa kita jelajahi seperti sebuah ruang kosong. Itu adalah sebuah tempat dengan hukum-hukum yang tidak kita pahami. Sesuatu yang ada dalam keberadaan itu… bukan hanya bisa mengubah dunia kita, tapi bisa merubah kita. Kita sedang membuka pintu ke keberadaan yang tidak dikenali.”
Rafael merasa tubuhnya merinding mendengar kata-kata itu. “Apa maksudmu dengan keberadaan yang tidak dikenali?”
“Yang kumaksud adalah entitas yang hidup di luar batas pemahaman kita,” jawab Lila dengan suara yang semakin dalam. “Mereka bukan makhluk dalam pengertian yang kita kenal. Mereka adalah bagian dari tatanan yang lebih besar, yang tidak bisa dimasuki oleh manusia tanpa konsekuensi. Aku tahu kita semua tergoda oleh potensi yang bisa kita raih, tetapi apa yang kita lakukan sekarang bukan hanya tentang membuka dunia baru. Ini tentang menghubungkan dunia kita dengan sesuatu yang tidak pernah seharusnya kita hubungkan.”
Rafael merasa seperti ada yang mencengkram hatinya. Proyek Xerion yang ia anggap sebagai langkah besar dalam perkembangan teknologi, kini terasa seperti permainan yang sangat berbahaya—sebuah permainan dengan taruhan yang tidak bisa dibayar kembali. Namun, seperti yang dikatakan Lila, mereka semua sudah terperangkap dalam eksperimen ini. Ada rasa takut yang mencekam, tetapi juga hasrat yang kuat untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
“Jadi, apa yang kita lakukan selanjutnya?” tanya Rafael, matanya tak lepas dari Lila.
Lila menatapnya dengan tatapan yang penuh keteguhan. “Kita melanjutkan eksperimen. Tidak ada jalan mundur, Rafael. Kita sudah terhubung dengan dunia itu, dan kita harus memastikan bahwa kita tidak kehilangan kendali. Kita harus membuka keberadaan itu lebih jauh, untuk memahami apa yang sebenarnya kita hadapi.”
Rafael merasa ada dorongan yang kuat untuk menindaklanjuti kata-kata Lila, meskipun ia merasa ragu. Namun, ada satu hal yang mengganggunya—meskipun mereka menginginkan kontrol, tidak ada yang benar-benar mengerti apa yang akan terjadi jika dunia itu benar-benar terhubung dengan dunia mereka. Apakah mereka akan mengendalikan dunia lain, atau justru dunia itu yang akan mengendalikan mereka?
Selama beberapa hari berikutnya, Rafael bersama timnya semakin mendalami eksperimen tersebut. Mereka bekerja tanpa henti, memperbarui perangkat keras dan perangkat lunak yang menghubungkan mereka dengan dimensi yang tidak mereka pahami. Di balik layar komputer, dunia yang tidak terjangkau perlahan-lahan mulai mengungkapkan dirinya—gambaran kabur yang berusaha ditangkap oleh sistem yang mereka ciptakan.
Tapi yang lebih mencurigakan adalah perasaan aneh yang terus menghantui Rafael. Ketika ia mengamati proses Resonansi, sesuatu yang tidak biasa mulai terjadi. Beberapa kali, layar komputer tampak berfluktuasi seolah ada gangguan dari luar—sebuah gelombang energi yang tidak dapat dijelaskan. Seperti ada sesuatu yang berusaha menembus ke dunia mereka.
Pada malam kelima percobaan tersebut, Rafael berada di ruang kontrol sendirian. Lila sudah pergi, dan anggota tim lainnya tengah mengerjakan bagian masing-masing. Rafael duduk memandangi layar, meneliti data yang terus mengalir. Tiba-tiba, layar berkilau dengan cahaya terang yang sangat menyilaukan, lalu seluruh sistem tiba-tiba mati.
Dalam kegelapan ruangan, Rafael bisa merasakan sesuatu yang menggelitik di kulitnya. Ada semacam getaran, seolah-olah udara itu sendiri mulai berubah. Tanpa berpikir panjang, Rafael menyalakan lampu darurat dan menyalakan ulang sistem. Tetapi, layar yang kembali hidup kali ini memperlihatkan sesuatu yang sangat berbeda—sebuah gambar yang bukan berasal dari data eksperimen. Itu adalah gambar sebuah ruang yang tampak sangat asing—gambaran yang tampaknya tidak mungkin ada di dunia mereka.
Di layar, Rafael bisa melihat seolah-olah ada gerakan, sebuah bayangan yang bergerak di dalam ruangan itu, sesuatu yang lebih dari sekadar data. Sesuatu yang… hidup.
Rafael menghembuskan napas panjang, merasa ketakutan yang semakin mendalam. “Apa itu?” gumamnya, matanya tak bisa lepas dari layar. Dalam benaknya, hanya satu pertanyaan yang muncul—apakah mereka telah benar-benar membuka pintu ke dunia yang tidak dikenal, atau apakah dunia itu yang kini telah mengintip ke dunia mereka?*
Bab 4: Dunia yang Tidak Dikenal
Pagi itu, Rafael merasa dunia di sekelilingnya telah berubah. Semalam, ketika ia melihat gambaran aneh di layar, bayangan itu seolah meresap ke dalam pikirannya, tidak bisa diusir. Gambar yang muncul bukan sekadar data atau anomali teknis. Itu adalah gambaran dari suatu tempat—sebuah ruang yang tampak tidak mungkin ada di dunia nyata. Sesuatu yang begitu asing, dengan dinding yang tampak seperti melengkung, langit yang penuh dengan warna-warna yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, dan bayangan-bayangan yang bergerak dengan cara yang tidak manusiawi.
Meski gambar itu hanya muncul dalam beberapa detik, Rafael merasa ada sesuatu yang jauh lebih besar sedang berkembang. Pintu yang mereka buka dengan Protokol Zeta bukan hanya menghubungkan dua dimensi, tetapi sepertinya membuka sebuah dunia lain—sebuah dunia yang tidak mereka kenal. Suatu tempat yang tidak hanya berbeda dalam hal fisiknya, tetapi mungkin juga dalam hal hukum alam dan eksistensinya. Dunia yang seakan-akan tidak terikat oleh aturan-aturan yang mereka pahami.
Setelah kejadian semalam, Rafael tahu bahwa mereka tidak bisa lagi berpaling. Ia kembali ke fasilitas penelitian dengan perasaan cemas yang menghimpit. Hari itu, ia bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang apa yang telah mereka temukan. Ruang kontrol yang biasa terasa jauh lebih menekan, seolah ada sesuatu yang mengintai dari balik layar.
Ketika Rafael tiba, ia menemukan Dr. Lila di ruangannya, terbenam dalam tumpukan dokumen dan catatan yang tersebar di meja. Ia tidak tampak terkejut melihat kedatangan Rafael, meskipun wajahnya terlihat lebih lelah dari sebelumnya. “Kau sudah melihatnya,” ujar Lila dengan suara tenang, seolah ia sudah tahu apa yang ada di pikiran Rafael.
“Apa itu, Lila?” tanya Rafael, tidak dapat menahan rasa penasaran yang mendalam. “Apa yang sebenarnya kita lihat kemarin malam? Itu bukan hanya kesalahan sistem, kan?”
Lila mengangguk perlahan. “Itu bukan kesalahan sistem, Rafael. Itu adalah dunia lain. Dunia yang kita buka dengan percobaan ini. Kita belum sepenuhnya memahaminya, tapi itu nyata. Lebih nyata dari yang bisa kita bayangkan.”
Rafael merasakan ketegangan di udara. “Bagaimana bisa dunia seperti itu ada? Apa yang ada di dalamnya?”
Lila menghela napas panjang, tampak berpikir sejenak. “Aku tidak bisa memberi jawaban pasti, tetapi kita telah membuka celah. Ada semacam… entitas yang ada di dunia itu, mungkin lebih dari sekadar bentuk kehidupan yang kita kenal. Protokol Zeta yang kita gunakan adalah sebuah kunci untuk menjembatani dunia kita dengan dunia yang tidak bisa kita pahami. Ini bukan hanya masalah teknologi atau eksperimen ilmiah. Ini tentang kekuatan yang melampaui pemahaman kita.”
Rafael merasa semakin bingung. “Jadi, itu bukan hanya ruang kosong? Apa yang kita lihat kemarin… apakah itu makhluk hidup?”
Lila menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. “Mungkin. Atau mungkin sesuatu yang lebih dari itu. Kami memutuskan untuk melanjutkan eksperimen karena potensi yang bisa kita raih, tetapi kita juga harus siap menghadapi konsekuensinya. Kita tidak tahu apa yang ada di sisi lain dari celah itu.”
Namun, pada saat itu, Rafael merasakan sebuah perubahan aneh di atmosfer ruangan. Seperti ada perasaan berat yang tiba-tiba hadir, mengisi setiap sudut ruang kontrol yang sepi. Tanpa peringatan, layar komputer di hadapan mereka menyala sendiri. Sekali lagi, gambar yang aneh itu muncul—tetapi kali ini lebih jelas, lebih nyata, lebih mendalam. Tidak ada lagi kesalahan atau gangguan sistem. Itu adalah gambaran dari sebuah dunia yang terpisah, namun nyata.
Rafael menatap layar dengan penuh kecemasan. Di sana, ia melihat lebih jelas bentuk-bentuk yang bergerak, makhluk dengan postur yang tidak bisa ia pahami. Mereka tidak menyerupai manusia atau hewan yang ada di dunia mereka. Wajah-wajah mereka tampak kabur, tidak jelas, tetapi ada sesuatu yang mengintimidasi tentang cara mereka bergerak—seolah-olah mereka sedang mengamati dunia manusia, menunggu untuk menyeberang.
“Apa ini?” tanya Rafael dengan suara bergetar, meskipun ia tahu ia sudah menduga jawabannya. “Mereka… mereka tahu kita ada di sini?”
Lila tidak menjawab langsung. Ia hanya mengamati layar, wajahnya tampak serius, bahkan khawatir. “Aku rasa mereka tahu. Ini bukan sekadar dunia yang kosong. Ini adalah ruang yang penuh dengan kehidupan—kehidupan yang jauh lebih tua dan lebih canggih dari apa yang kita pahami.”
Suasana di ruang kontrol semakin mencekam. Layar komputer tampaknya menjadi jendela ke dunia yang jauh lebih besar, yang tidak mereka kuasai. Rafael bisa merasakan ketegangan yang semakin menguat. Ada perasaan tidak nyaman yang menyelusup ke dalam dirinya, seolah-olah sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Pintu yang mereka buka mungkin tidak hanya menghubungkan mereka dengan dunia asing—tetapi juga dengan sesuatu yang lebih berbahaya.
Namun, Rafael merasa bahwa ada hal yang lebih penting lagi yang perlu ia temukan. Sesuatu yang lebih dari sekadar ketakutan akan apa yang ada di balik layar. Mereka telah melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka kontrol, dan mereka harus menemukan cara untuk memahami dunia itu lebih dalam—sebelum dunia itu memahami mereka.
“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Rafael, menatap Lila yang kini terdiam.
Lila menatapnya dengan mata yang penuh kecemasan, namun ada keteguhan yang tak tergoyahkan dalam tatapannya. “Kita harus melanjutkan eksperimen, Rafael. Kita harus memahami lebih banyak tentang dunia itu—tentang apa yang ada di dalamnya. Jika kita tidak melakukannya, kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi.”
Rafael merasa dadanya sesak. Ia tahu keputusan ini akan mengubah segalanya. Mereka sedang melangkah ke dalam sebuah keberadaan yang lebih besar dari imajinasi mereka. Sebuah dunia yang bisa saja menghancurkan mereka jika mereka tidak berhati-hati.
Namun, rasa penasaran yang mendalam kembali menguasai dirinya. Apa yang sebenarnya ada di dunia itu? Apa yang mereka temukan bukan hanya sekadar dunia baru yang bisa mereka jelajahi. Ini adalah dunia yang penuh misteri, yang dapat merubah realitas mereka selamanya. Dunia yang telah tertutup begitu lama, yang kini telah terbuka. Dan mereka, terjebak di dalamnya.
Rafael mengambil napas panjang dan berjalan menuju terminal komputer. Di hadapannya, layar kembali menyala, menampilkan gambar yang lebih nyata, lebih hidup—dan kali ini, ia melihat sesuatu yang lebih jelas dari sebelumnya. Ada makhluk yang tampaknya mengamati mereka, gerakannya sangat halus, namun sangat penuh perhatian. Mungkinkah mereka sudah melihat mereka? Apakah makhluk ini sudah tahu bahwa mereka telah membuka pintu yang seharusnya tetap tertutup?
Satu hal yang jelas bagi Rafael—dunia yang mereka coba pahami bukanlah dunia yang dapat mereka kendalikan. Dan semakin mereka menggali lebih dalam, semakin mereka menyadari bahwa apa yang mereka hadapi adalah sesuatu yang jauh lebih kuat dari yang mereka bayangkan.
Mereka tidak hanya membuka pintu ke dunia yang tidak dikenal. Mereka membuka pintu ke keberadaan yang tidak terbayangkan.*
Bab 5: Entitas yang Mengawasi
Rafael duduk di kursi ruang kontrol, matanya terfokus pada layar yang kini menampilkan gambaran dunia yang jauh lebih jelas daripada sebelumnya. Semalam, dia dan timnya telah mengamati gambar-gambar aneh di layar, namun kali ini, tampaknya mereka telah mencapai titik yang tidak bisa kembali. Dunia yang mereka temukan melalui Protokol Zeta bukan hanya ruang kosong atau dimensi paralel yang bisa mereka jelajahi. Ini adalah tempat yang penuh dengan entitas yang sepertinya tidak hanya mengamati, tetapi juga mengawasi mereka, menilai mereka. Setiap kali Rafael berusaha melihat lebih dekat, ada rasa tertekan yang semakin kuat, seolah-olah ada kekuatan yang ingin mencegahnya mengungkap lebih banyak.
Lila duduk di samping Rafael, matanya juga terfokus pada layar. Ada keheningan yang mengisi ruang kontrol, satu-satunya suara adalah suara mesin yang berderak halus. Setiap anggota tim yang berada di ruangan itu merasa ketegangan yang sama. Mereka telah melewati batas—batas yang seharusnya tidak pernah mereka coba untuk langkahi. Tapi sekarang, mereka terjebak di dalamnya, dan mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Lihat ini,” Rafael berkata dengan suara rendah. Tangannya gemetar saat ia menggerakkan kursor di layar, memperbesar tampilan gambar yang ada di depannya. “Ada sesuatu yang bergerak di sana. Di sudut itu.”
Lila mengerutkan dahi dan memandangi layar. Bayangan yang tadinya samar kini semakin jelas. Makhluk-makhluk itu—tidak ada kata yang bisa menggambarkan mereka. Bentuknya tampak kabur, seakan-akan tubuh mereka terbuat dari bayangan itu sendiri. Tidak ada kontur yang jelas, hanya bentuk-bentuk yang bergerak seolah-olah mereka melayang di udara. Namun, ada satu hal yang pasti: mereka mengamati. Mereka mengawasi mereka.
“Sepertinya mereka sadar akan kita,” kata Lila dengan nada suara yang hampir tak terdengar. “Mereka tahu kita ada di sini. Mereka tahu kita sedang mengintip dunia mereka.”
Rafael merasa tubuhnya kaku. Ketegangan itu semakin kuat. Setiap detik yang berlalu semakin membuatnya merasa semakin kecil di hadapan sesuatu yang jauh lebih besar. Mereka mungkin telah membuka pintu, tetapi sekarang mereka tahu bahwa pintu itu tidak hanya menghubungkan dua dunia. Pintu itu juga memungkinkan dunia yang mereka coba tembus untuk melihat mereka—melihat dengan cara yang mungkin lebih dalam daripada yang bisa mereka bayangkan.
“Apakah ini sebuah kesalahan?” tanya Rafael, meskipun ia sudah tahu jawabannya. “Apakah kita seharusnya tidak pernah membuka pintu ini?”
Lila menatap layar, tidak menjawab langsung. Ada ketegangan yang begitu kuat di antara mereka, namun di sisi lain, ada juga rasa takjub yang tak terhindarkan. Ini adalah sesuatu yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Dunia yang tidak bisa mereka kendalikan. Entitas yang tak bisa mereka pahami.
“Kesalahan?” kata Lila perlahan. “Mungkin. Tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Kita telah membuka pintu ini, Rafael. Kita harus menghadapinya, apapun itu.”
Rafael menatap entitas yang semakin jelas di layar. Seiring dengan perasaan takut yang terus berkembang, ada juga rasa penasaran yang semakin menguasainya. Apa yang sebenarnya mereka lihat? Apakah ini adalah makhluk yang memiliki kekuatan tak terhingga? Atau, apakah mereka hanya entitas yang terjebak dalam dimensi yang berbeda, memandang dunia mereka dengan cara yang tidak mereka pahami?
Satu hal yang jelas—mereka bukanlah makhluk yang bisa didekati seperti makhluk lain. Ada sesuatu yang tidak manusiawi tentang mereka. Cara mereka bergerak, cara mereka mengamati, seolah-olah mereka tidak terikat oleh hukum fisika yang mereka kenal. Mereka tampak seolah-olah berada di luar jangkauan pemahaman manusia. Mungkinkah mereka adalah entitas yang telah ada jauh sebelum peradaban manusia dimulai?
“Lihat itu,” kata Lila dengan suara bergetar. “Ada satu yang bergerak lebih dekat. Itu… sepertinya sedang mengamati kita.”
Rafael menatap layar dengan cemas. Salah satu bayangan di dunia lain itu tampak lebih dekat. Wajahnya, jika itu bisa disebut wajah, tidak tampak jelas, namun ada sesuatu yang mengerikan dalam cara ia bergerak. Seperti ada kesadaran yang lebih besar di balik gerakan itu. Entitas itu tidak hanya bergerak secara acak, tetapi seolah-olah sedang berfokus pada sesuatu yang ada di dunia mereka—sesuatu yang menghubungkan mereka dengan dunia ini.
“Apakah kita bisa berkomunikasi dengan mereka?” tanya Rafael, meskipun ia tahu pertanyaannya tidak mudah dijawab.
Lila menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu, Rafael. Tapi aku rasa… kita tidak seharusnya mencoba. Jika mereka benar-benar mengawasi kita, ada kemungkinan bahwa mereka tidak akan menyukai apa yang kita coba lakukan. Kita hanya membuka pintu, tetapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya kita hadapi.”
Tiba-tiba, layar berkedip dan muncul gangguan yang hebat, seolah-olah sinyal dari dunia itu berusaha menyatu dengan dunia mereka. Ada desiran suara yang keluar dari speaker, tidak jelas apakah itu suara atau hanya getaran listrik. Namun, suara itu semakin keras dan semakin jelas, seperti sesuatu yang sedang berusaha berbicara—atau lebih tepatnya, berusaha berkomunikasi. Perasaan aneh merayap ke tubuh Rafael. Ini bukan hanya gangguan teknis, ini adalah respons. Respons dari dunia yang mereka coba tembus.
“Lila, apa yang terjadi?” tanya Rafael, suaranya tegang. “Apa yang mereka coba katakan?”
Lila tampak bingung dan cemas. “Aku tidak tahu. Kita harus segera mematikan sistem ini sebelum—”
Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, layar tiba-tiba berubah menjadi gelap. Suara desiran yang tadi terdengar menghilang begitu saja, meninggalkan keheningan yang mencekam. Segala sesuatu terasa hampa, tetapi ketegangan itu tidak hilang. Sebaliknya, ketegangan itu semakin memuncak, seolah dunia mereka dan dunia yang mereka coba jangkau sedang bertabrakan di ambang batas.
“Apa yang baru saja terjadi?” Rafael bertanya, kebingungannya semakin meningkat.
Lila tidak menjawab. Ia memandangi layar yang kosong, ekspresinya datar namun penuh kecemasan. “Mereka tahu kita di sini,” kata Lila dengan suara yang hampir tidak terdengar. “Dan aku rasa… mereka sedang menunggu. Mungkin mereka sudah menunggu lebih lama dari yang kita tahu.”
Rafael menelan ludahnya. Rasa takut semakin menggelayuti pikirannya, tetapi di sisi lain, rasa ingin tahu yang semakin kuat membuatnya merasa terjerat. Mereka telah membuka sesuatu yang sangat besar—sesuatu yang bisa mengubah semuanya. Dunia yang mereka coba masuki bukan hanya dunia yang terisolasi. Ini adalah dunia yang hidup, yang penuh dengan entitas yang mengawasi, yang menilai mereka. Mungkin mereka adalah pion yang tidak tahu peran apa yang sebenarnya mereka mainkan dalam permainan yang jauh lebih besar.
Dengan ketegangan yang masih menggantung di udara, Rafael tahu satu hal pasti: mereka harus berhati-hati. Entitas-entity ini bukanlah sekadar pengamat yang pasif. Mereka adalah kekuatan yang bisa mengubah nasib mereka—dan mungkin, nasib dunia mereka sendiri.
“Jangan coba-coba mengganggu mereka lebih jauh,” Lila berkata, suaranya berat. “Kita mungkin tidak bisa kembali dari sini.”*
Bab 6: Kebenaran yang Tersembunyi
Rafael tidak dapat tidur semalam, pikirannya dipenuhi dengan gambaran dunia yang mereka coba jangkau dan entitas yang mengawasi mereka. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah kabur makhluk-makhluk itu muncul dalam ingatannya. Namun, di balik rasa takut yang semakin mencekam, ada sebuah dorongan kuat untuk mengetahui lebih banyak, untuk menggali lebih dalam ke dalam dunia yang telah mereka buka. Ketakutan dan rasa ingin tahu—kedua perasaan itu bertarung dalam dirinya, saling mendorong dan menarik, menjeratnya dalam kebingungannya.
Pagi itu, Rafael tiba lebih awal di ruang kontrol. Di sana, layar komputer masih menyala, menunjukkan ruang kosong yang kini terasa lebih mengancam daripada sebelumnya. Lila datang beberapa menit kemudian, wajahnya tampak lebih lelah daripada hari sebelumnya. Ada kesunyian di antara mereka, seperti sesuatu yang tak terucapkan menggantung di udara, menunggu untuk diungkapkan.
“Apa yang terjadi dengan sistem semalam?” tanya Lila, suaranya tenang namun jelas menggambarkan kecemasan yang terpendam. “Kenapa semuanya berhenti tiba-tiba?”
Rafael menatap layar, berusaha untuk menenangkan pikirannya. “Aku rasa, mereka tahu kita ada di sini. Dan mereka mungkin tahu bahwa kita mencoba untuk memahami lebih banyak tentang mereka. Aku merasa mereka sedang mengawasi kita lebih intens.”
Lila mengangguk perlahan. “Entitas itu… mereka mungkin sudah ada sejak lama. Mereka lebih dari sekadar makhluk—mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang jauh melampaui pemahaman kita.”
Rafael merasa sebuah dorongan kuat untuk mengungkap kebenaran itu. “Aku ingin tahu lebih banyak. Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Kenapa mereka ada di dunia yang kita coba tembus?”
Lila menghela napas panjang. “Kita hanya tahu sedikit, Rafael. Dan itu yang membuat semuanya semakin berbahaya. Kita tahu sedikit tentang dunia itu, tapi semakin banyak kita mencoba menggali, semakin banyak juga kita mengungkap hal-hal yang mungkin tidak kita inginkan.”
Namun, Rafael tidak bisa menahan rasa penasaran yang semakin membesar. Ia tahu bahwa mereka berada di ujung jurang, tapi ia merasa mereka tidak bisa mundur begitu saja. Ada sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang lebih besar, dan ia yakin, jika mereka berhasil mengungkapnya, mereka mungkin bisa memahami lebih banyak tentang dunia itu—dan, mungkin, tentang diri mereka sendiri.
“Lila, kita sudah membuka pintu ini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Rafael dengan nada yang lebih serius. “Kita tidak bisa kembali. Kita harus menghadapi apa yang ada di depan kita.”
Lila terdiam sejenak, wajahnya menunjukkan ketegangan yang jelas. “Aku tahu. Aku sudah memikirkannya semalam. Ini bukan hanya soal kita lagi. Apa yang kita temui di dunia itu… bisa saja menjadi ancaman yang jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan. Tapi kita sudah terlibat dalam hal ini, Rafael. Kita tidak bisa berpaling begitu saja.”
Namun, saat mereka berbicara, layar komputer kembali menyala, menampilkan gambaran yang lebih jelas dari dunia yang mereka coba masuki. Kali ini, bukan hanya bayangan kabur yang bergerak, tetapi ada pola yang lebih terstruktur. Sekelompok entitas terlihat berdiri bersama, seolah-olah mereka sedang berkumpul untuk sebuah tujuan. Wajah mereka yang kabur kini mulai terbentuk, meski tetap sulit untuk dipahami. Apa yang mereka saksikan begitu jelas, mereka tampak tidak hanya mengawasi, tetapi juga menunggu sesuatu—menunggu keputusan yang akan dibuat oleh tim ini.
“Apa yang sedang mereka rencanakan?” Rafael berbisik. “Mengapa mereka berkumpul seperti itu?”
Lila mendekat ke layar, matanya terfokus pada pola yang terlihat lebih terorganisir itu. “Ini bukan hanya kebetulan, Rafael. Ini terlihat seperti… semacam komunikasi. Mereka tidak hanya mengamati kita. Mereka menunggu kita mengambil langkah selanjutnya. Mungkin mereka sudah tahu apa yang akan kita lakukan. Mungkin mereka sudah tahu bahwa kita tidak bisa berhenti sekarang.”
Rafael merasakan kegelisahan yang semakin besar di dalam dirinya. “Tapi apa yang mereka inginkan dari kita? Kenapa mereka menunggu?”
“Jawabannya mungkin ada dalam apa yang telah kita temukan sejauh ini,” jawab Lila dengan tenang, meskipun ia sendiri tampak ragu. “Kita telah membuka pintu ke dunia mereka, dan mereka mungkin ingin tahu apa yang akan kita lakukan dengan pengetahuan itu. Jika mereka benar-benar mengawasi kita, itu artinya kita mungkin lebih terhubung dengan dunia itu daripada yang kita sadari.”
Rafael merenung. Apa yang telah mereka temukan? Apa sebenarnya hubungan antara dunia ini dan dunia mereka? Ia tahu bahwa mereka baru saja menyentuh permukaan dari sebuah kebenaran yang lebih besar, dan itu membuatnya semakin penasaran. Namun, seiring dengan rasa penasaran itu, rasa takut yang lebih dalam juga tumbuh. Mereka berada di persimpangan yang tak terlihat, sebuah jalur yang bisa mengarah ke pemahaman yang lebih dalam—atau mungkin kehancuran yang tidak terduga.
“Apa yang kita cari, Lila?” tanya Rafael. “Apakah kita mencari kebenaran? Atau justru kita sedang mencari kehancuran?”
Lila menghela napas, dan untuk pertama kalinya, Rafael melihat keraguan di mata temannya itu. “Kebenaran itu mungkin lebih rumit dari yang kita kira, Rafael. Apa yang kita temui bukan hanya tentang teknologi atau ilmu pengetahuan. Ini tentang kekuatan yang lebih besar, kekuatan yang bisa mempengaruhi lebih dari sekadar dunia ini. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya ada di balik pintu itu, tetapi kita telah mengubah segalanya dengan membuka akses ke sana.”
Rafael memandangi layar, perasaan cemas dan takut menyelimuti dirinya. Namun, di balik rasa takut itu, ada pula keteguhan hati yang tidak bisa dihindari. Mereka telah mengungkap sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang mungkin bisa mengubah peradaban mereka selamanya. Tetapi apakah mereka siap untuk menghadapi apa yang akan datang?
Dengan perasaan tidak menentu, Rafael menatap entitas yang kini lebih jelas di layar. Mereka tidak lagi hanya menjadi pengamat. Mereka adalah bagian dari sebuah teka-teki yang jauh lebih besar. Dan mereka—mereka yang ada di dunia itu—mungkin adalah kunci untuk mengungkap kebenaran yang tersembunyi.
Lila menatap layar dan berbisik, “Kita harus melangkah lebih jauh, Rafael. Kita tidak bisa mundur sekarang. Kebenaran itu harus diungkap.”
Namun, dalam hati Rafael, ada satu pertanyaan yang terus menghantui pikirannya: Apakah kebenaran yang tersembunyi itu akan memberi mereka jawaban, atau justru mengubah dunia mereka menjadi sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari yang mereka bayangkan?*
Bab 7: Ujian Akhir
Keheningan yang berat menggantung di ruang kontrol. Layar komputer yang kini dipenuhi dengan data dan gambar dari dunia yang tidak mereka kenal semakin menyatu dengan atmosfer ruangan yang penuh kecemasan. Rafael duduk terpaku, matanya berputar dari satu layar ke layar lainnya, tidak tahu apa yang harus dicari. Di sekelilingnya, anggota tim yang lainnya juga tampak bingung dan gelisah. Mereka sudah begitu jauh dalam penyelidikan ini, namun entitas yang mereka temui dan dunia yang mereka jelajahi jauh lebih rumit dari yang mereka bayangkan.
“Apa langkah selanjutnya?” tanya Lila, suaranya serak dan lelah. Meski ekspresinya tetap terlihat tenang, matanya yang tak lepas dari layar menunjukkan adanya perasaan gelisah yang kian meningkat. “Kita sudah tahu bahwa mereka mengamati kita, bahwa kita berada di bawah pengawasan mereka. Tapi apakah kita siap untuk menghadapi apa yang akan datang?”
Rafael tidak menjawab seketika. Ia hanya terus memandangi layar, memikirkan semua informasi yang telah mereka kumpulkan. Semakin mereka menggali, semakin dalam mereka masuk ke dalam dunia yang terbentang di depan mereka. Apa yang mereka temukan bukan hanya sekadar dimensi lain atau dunia yang berbeda, tetapi suatu sistem yang lebih besar, sebuah jaringan yang saling terhubung. Dan di tengah jaringan itu, ada kekuatan yang tampaknya mengendalikan segalanya.
“Aku rasa kita tidak punya banyak pilihan,” Rafael akhirnya menjawab dengan suara rendah. “Kita telah terlibat terlalu dalam. Mereka tahu kita ada di sini, dan semakin lama kita menghindar, semakin besar resikonya. Kita harus menghadapi ujian ini, apapun itu.”
Lila mengangguk pelan. “Kita sudah membuka pintu ini, Rafael. Dan sekarang, kita harus menerima kenyataan bahwa kita mungkin tak bisa kembali lagi. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Layar komputer tiba-tiba berkedip, menampilkan gambar yang lebih jelas daripada sebelumnya. Kali ini, gambar itu bukan hanya sekadar entitas yang mengawasi, tetapi lebih seperti sebuah struktur—sebuah pola yang terorganisir. Seakan-akan dunia itu sendiri sedang bergerak, mengarah ke titik tertentu, dan titik itu adalah mereka. Rafael merasa jantungnya berdegup kencang. Ini bukan hanya kebetulan. Mereka sedang dipersiapkan untuk sesuatu yang lebih besar, sebuah ujian yang menguji keberadaan mereka.
“Apa ini?” tanya Rafael, suaranya penuh ketegangan.
“Sepertinya mereka sedang mengatur sesuatu. Ada pola yang lebih jelas di sini,” jawab Lila, mencoba menenangkan dirinya. “Tapi aku tidak bisa mengerti sepenuhnya. Seperti ada komunikasi yang sedang terjadi, tapi aku tidak tahu bagaimana cara membacanya.”
Rafael menatap pola di layar itu, matanya mencoba memecahkan teka-teki yang semakin sulit dimengerti. Namun, dalam ketegangan yang semakin meningkat, ia merasakan perasaan yang aneh—sebuah perasaan bahwa mereka bukan hanya pengamat dalam cerita ini. Mereka adalah bagian dari ujian ini, ujian yang diberikan oleh dunia itu. Entitas-entitas yang mereka temui tidak hanya mengamati mereka sebagai subjek penelitian. Mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, dan sekarang, dunia itu sedang menunggu jawaban mereka.
Tanpa peringatan, layar tiba-tiba berubah menjadi gelap. Semua data hilang, dan hanya ada keheningan yang mencekam. Rafael merasa tubuhnya kaku, seolah-olah dunia mereka telah berhenti bergerak.
“Apa yang terjadi?” Lila bertanya cemas, berusaha mengoperasikan sistem kembali.
Tetapi sebelum Rafael bisa memberi jawaban, suara gemuruh datang dari speaker. Suara itu bukan suara biasa, melainkan getaran yang terasa dalam tubuh mereka, seperti ada kekuatan yang mencoba berbicara—berkomunikasi dengan cara yang tidak bisa mereka pahami sepenuhnya. Namun, kali ini suara itu terdengar berbeda. Lebih seperti sebuah perintah. Sesuatu yang menuntut mereka untuk mengambil keputusan.
“Apakah itu… suara mereka?” Rafael bertanya, matanya tajam menatap layar yang kini kosong.
“Sepertinya,” jawab Lila dengan ragu. “Tapi suara ini… terasa seperti tantangan. Mereka meminta kita untuk membuat pilihan, Rafael. Pilihan yang mungkin akan menentukan apa yang terjadi selanjutnya.”
Rafael merasakan sebuah dorongan kuat untuk melangkah lebih jauh, meskipun ia tahu bahwa setiap keputusan yang diambil bisa berbahaya. Mereka telah memasuki wilayah yang tidak bisa diprediksi, dan sekarang mereka harus berhadapan dengan konsekuensi dari tindakan mereka. Apakah ini semua hanya eksperimen? Ataukah mereka sedang dihadapkan dengan ujian yang jauh lebih besar dari yang mereka duga?
Lila, yang tampaknya merasakan ketegangan yang sama, akhirnya berkata, “Kita tidak punya banyak waktu. Entitas itu… mereka mungkin sedang menunggu kita untuk mengambil langkah berikutnya. Kita sudah membuka pintu ini, dan sekarang kita harus memilih: apakah kita melanjutkan pencarian ini, atau kita berhenti di sini?”
Rafael menatap layar kosong dengan perasaan terbelah. Ada dua sisi dalam dirinya—satu yang ingin melanjutkan, ingin mengungkap kebenaran, dan satu lagi yang merasa takut dengan apa yang mungkin mereka hadapi jika mereka terus maju. Namun, di dalam dirinya, ia tahu bahwa mereka sudah terjebak dalam permainan ini. Mundur bukanlah pilihan.
“Jika kita berhenti sekarang,” kata Rafael pelan, “kita akan selalu bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya ada di dunia itu. Tetapi jika kita melanjutkan, kita mungkin akan menemukan lebih banyak dari apa yang kita bayangkan. Mungkin kita akan menemukan sesuatu yang bisa mengubah segalanya.”
Lila memandangi Rafael, dan untuk sesaat, tidak ada kata-kata yang keluar. Hanya ada perasaan kesepakatan tanpa perlu dijelaskan. Mereka tahu bahwa tidak ada jalan mundur. Mereka telah membuka pintu, dan sekarang pintu itu akan membawa mereka ke dalam ujian yang lebih berat. Ujian untuk mengetahui apa yang ada di balik dunia itu, dan bagaimana dunia itu akan menguji mereka.
Rafael menarik napas panjang, matanya kembali terfokus pada layar yang kini menampilkan pola yang semakin jelas. “Kita lanjutkan,” katanya dengan keyakinan yang baru. “Kita akan menghadapi ujian ini, apa pun yang terjadi.”
Namun, saat ia berkata demikian, layar kembali menyala dengan intensitas yang luar biasa. Entitas-entitas itu kini tampak semakin jelas, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai bagian dari sebuah kekuatan yang jauh lebih besar. Mereka telah dihadapkan pada ujian akhir, dan dunia yang mereka coba tembus sedang menuntut jawaban.
“Tapi ingat,” Lila berbisik dengan suara rendah, “kita tidak tahu apa yang sebenarnya kita hadapi. Kita mungkin akan mengubah segalanya dengan langkah ini. Jadi, kita harus siap untuk apapun yang terjadi.”
Rafael mengangguk, perasaan cemas namun teguh menyelimuti dirinya. Mereka sudah memasuki ujian yang tak bisa dihindari. Dan sekarang, ujian itu akan menentukan nasib mereka—dan mungkin nasib seluruh dunia yang mereka kenal.*
Bab 8: Kembali atau Terjebak
Rafael berdiri di hadapan layar komputer yang bersinar terang, sinar dari monitor itu memantulkan kilau ke wajahnya, menciptakan bayangan yang membuatnya tampak seperti seorang pengamat yang terperangkap dalam dunia yang tak bisa ia pahami sepenuhnya. Waktu terasa berjalan sangat lambat, berlarut-larut dalam ketegangan yang semakin mengiris. Di sekelilingnya, anggota tim yang lain juga tampak resah, namun mereka tidak berbicara. Semua orang merasa cemas—perasaan yang sulit diterjemahkan ke dalam kata-kata. Semuanya tampak tergantung pada satu titik, satu keputusan yang akan mengubah segalanya.
“Rafael,” suara Lila memecah keheningan, “Apa yang harus kita lakukan sekarang? Mereka sudah menguji kita, memberikan pilihan ini. Kita berada di titik ini, dan kita tidak bisa kembali lagi.”
Rafael menatap Lila, yang wajahnya tampak lebih lelah dari sebelumnya. Dia bisa merasakan ketakutan yang mencekam di dalam dirinya, namun di balik itu ada rasa ingin tahu yang begitu kuat. Pilihan ini bukan hanya tentang mereka. Ini tentang dunia yang mereka coba ungkap, tentang segala hal yang belum mereka ketahui—hal yang tidak bisa mereka prediksi. Pilihan yang mereka buat sekarang mungkin akan memengaruhi masa depan mereka, dan masa depan orang-orang yang mereka cintai.
“Jika kita kembali sekarang,” jawab Rafael pelan, matanya tetap terfokus pada layar, “apakah kita akan selamat? Atau justru kita akan terus dihantui oleh pengetahuan ini? Kita mungkin bisa mundur sekarang dan melupakan semuanya, tapi apakah kita benar-benar bisa melupakan? Kita sudah melangkah terlalu jauh.”
Lila mengangguk, dan ada secercah keraguan di matanya. “Aku mengerti. Tapi apakah kita siap untuk menghadapi konsekuensi dari pilihan kita? Kita tahu sedikit sekali tentang dunia ini, entitas-entitas itu… dan mereka tahu kita ada di sini. Jika kita tidak melakukan apapun, kita akan terus terjebak dalam ketidakpastian.”
Rafael mendalami kata-kata Lila dengan serius. “Tapi apakah kita punya cukup informasi untuk melangkah lebih jauh?” tanyanya lagi, mempertanyakan apakah mereka benar-benar siap menghadapi apa yang mereka temui di balik layar itu. Di luar sana, ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang mereka duga. Sesuatu yang bisa saja jauh lebih kuat dan berbahaya dari yang mereka bayangkan.
“Aku tidak tahu,” jawab Lila jujur. “Tapi kita sudah membuka pintu ini, Rafael. Kita sudah masuk ke dalam dunia ini, dan tidak ada cara untuk mundur. Kita harus mengambil keputusan.”
Rafael merasakan ketegangan yang mendalam. Sebuah kekuatan besar telah memaksa mereka untuk membuat pilihan ini—kembali atau terjebak. Entitas yang mereka temui di dunia itu, meskipun masih misterius, jelas memiliki kekuatan untuk mengatur nasib mereka. Semua data yang telah mereka kumpulkan selama ini menunjuk pada satu kenyataan: mereka tidak hanya mengamati dunia ini, mereka mengendalikannya, atau setidaknya, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi bagaimana dunia ini berfungsi.
“Jangan salah paham, Lila,” Rafael melanjutkan. “Aku tidak takut dengan dunia ini. Aku takut dengan apa yang bisa terjadi jika kita tidak bertanggung jawab dengan apa yang kita temui. Apa yang kita lakukan sekarang bisa mengubah segala hal—dunia ini, mungkin bahkan dunia kita.”
Lila menatapnya dalam diam, seolah mencoba mencari tahu apakah Rafael benar-benar siap dengan apa yang akan datang. “Apa maksudmu? Kita tidak punya pilihan, bukan?”
Rafael menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Apa yang kita temui di dunia itu bukan hanya soal teknologi atau entitas yang mengawasi kita. Ini tentang pemahaman yang lebih besar, tentang kekuatan yang mungkin jauh melampaui kita. Jika kita melangkah lebih jauh, kita bisa jadi terjebak dalam kekuatan itu—terjebak dalam dunia yang bahkan lebih besar dari apa yang bisa kita pahami.”
Tiba-tiba, layar komputer kembali menyala, menampilkan pola-pola yang lebih rumit dan lebih terstruktur. Gambar-gambar yang sebelumnya kabur kini mulai terwujud menjadi sesuatu yang lebih jelas. Sebuah entitas besar, yang seolah-olah adalah pusat dari seluruh sistem ini, muncul di tengah layar. Itu adalah wajah yang tidak sepenuhnya manusiawi, lebih seperti campuran antara teknologi dan sesuatu yang sangat asing. Ia mengawasi mereka, seolah-olah menunggu keputusan mereka.
“Ini… mereka tahu kita di sini,” suara Lila bergetar. “Ini bukan hanya tentang pengamatan. Ini lebih dari itu. Mereka sedang menunggu kita membuat keputusan.”
Rafael merasa darahnya berdesir. Jika sebelumnya mereka hanya merasa diawasi, sekarang mereka berada di titik yang lebih kritis. Keputusan yang mereka buat bukan hanya akan memengaruhi mereka, tetapi juga apa yang akan terjadi di dunia yang mereka coba masuki. Dunia itu menuntut jawaban, dan sekarang mereka diberi pilihan: mundur dan melupakan semuanya, atau melangkah lebih jauh, masuk ke dalam dunia yang penuh dengan misteri dan ancaman yang tak terduga.
“Rafael,” Lila memanggilnya dengan suara yang lebih rendah, penuh ketegangan. “Kita bisa kembali, tapi apakah itu benar-benar solusi? Jika kita kembali, kita akan selamanya terperangkap dalam ketidakpastian. Apakah kamu yakin ingin menjalani hidupmu dengan ketakutan bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang kita tinggalkan di sana?”
Rafael menatap layar yang memancarkan cahaya tajam itu. Dunia yang ada di balik layar ini bukan hanya sebuah tempat; itu adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar, dan entitas-entitas itu jelas memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar mengamati manusia. Mereka adalah bagian dari eksperimen atau bahkan peradaban yang tidak bisa dipahami sepenuhnya. Namun, entah mengapa, Rafael merasa bahwa mereka tidak bisa mundur. Mereka sudah terlalu jauh, dan keputusan mereka sekarang akan menentukan nasib mereka selamanya.
“Jika kita mundur sekarang,” kata Rafael dengan suara penuh tekad, “kita akan selalu dihantui dengan pertanyaan tentang apa yang ada di sana. Apa yang sebenarnya mereka inginkan dari kita? Kenapa mereka memilih kita? Kita sudah terlibat dalam sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Kita harus menghadapi ujian ini, apakah itu membawa kita ke dunia yang lebih baik, atau ke kehancuran yang tidak terhindarkan.”
Lila menunduk, meresapi kata-kata itu. “Kau benar,” katanya pelan. “Kita sudah memilih jalan ini. Kita sudah tidak bisa mundur.”
Dengan keputusan yang bulat, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka temui, tapi mereka tahu satu hal: keputusan ini tidak hanya akan mengubah hidup mereka, tetapi mungkin juga dunia yang mereka kenal. Dunia yang mereka coba jangkau ini adalah sebuah teka-teki yang lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan, dan kini mereka terperangkap di dalamnya, tidak bisa mundur, hanya bisa melangkah maju.
Namun, saat mereka bersiap untuk melanjutkan, layar tiba-tiba menunjukkan pesan yang tidak mereka harapkan. Pesan itu hanya terdiri dari satu kalimat, yang muncul dengan huruf-huruf yang membentuk kata-kata dingin dan tajam:
“Kembali atau terjebak selamanya.”
Rafael dan Lila saling bertukar pandang. Mereka tahu pilihan mereka sudah diambil, namun entah bagaimana, rasa takut kembali menyelimuti mereka. Dunia ini menguji mereka, dan ujian itu baru saja dimulai.*
Bab 9: Dunia yang Terlupakan
Waktu seolah berhenti saat Rafael dan Lila melangkah lebih dalam ke dunia yang telah mereka buka. Ruang di sekitar mereka terasa semakin tidak nyata, seperti berada di antara dimensi yang saling bertabrakan. Semua benda di sekelilingnya tampak kabur, seakan-akan mereka berada di dalam sebuah ruang tanpa batas—dunia yang tidak lagi mengikuti hukum fisika yang mereka kenal. Setiap langkah mereka menggema dalam kehampaan, seolah setiap gerakan yang mereka lakukan tercatat oleh entitas yang mengawasi mereka.
Rafael merasakan dingin yang aneh menyelimuti tubuhnya, sebuah sensasi yang datang dari dalam dirinya, bukan hanya karena suhu ruangan yang tidak bisa mereka rasakan. Ini adalah sesuatu yang lebih dalam—sebuah pengertian bahwa mereka sudah melangkah ke dalam wilayah yang tidak seharusnya mereka masuki. Dunia ini bukanlah dunia manusia. Ini adalah tempat yang terlupakan, yang disembunyikan, dan kini mereka terjebak di dalamnya.
“Apa ini? Di mana kita?” Lila berbisik dengan suara yang hampir tidak terdengar, matanya gelisah berkeliling mencari petunjuk.
Rafael memandang ke sekelilingnya. Semua tampak kosong, namun bukan dalam arti kosong yang sunyi. Dunia ini penuh dengan sesuatu yang tidak tampak, energi yang tidak bisa diukur, namun terasa. Begitu banyak ruang yang ada di sana, begitu banyak lorong yang terbentang, namun semuanya seakan menelan mereka lebih dalam. Mereka tidak bisa kembali, dan mereka juga tidak bisa maju tanpa mengetahui apa yang sedang mereka hadapi.
“Ini bukan hanya dimensi alternatif,” kata Rafael, suaranya penuh ketegangan. “Ini lebih seperti… dunia yang terlupakan. Dunia yang telah dihapus, entah dengan cara apa, dari memori alam semesta.”
Lila menatapnya dengan cemas. “Dunia yang terlupakan? Apa maksudmu?”
Rafael menghela napas, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. “Aku rasa dunia ini tidak pernah ada dalam catatan sejarah. Bahkan mungkin tidak pernah ada dalam ingatan siapapun. Tapi ada sesuatu yang merasuki tempat ini, sesuatu yang lebih besar dari apapun yang kita bayangkan. Ini seperti tempat yang sengaja dilupakan oleh semua yang ada.”
Lila tidak menjawab. Mereka berdua hanya berjalan perlahan, setiap langkah semakin dalam menembus ruang yang tampaknya terhenti oleh waktu. Setiap benda yang mereka lihat—jendela, dinding, bahkan tanah tempat mereka berpijak—terlihat seperti bayangan dari kenyataan yang sudah lama hilang. Tidak ada suara, tidak ada kehidupan. Hanya mereka berdua, dan entitas yang terus mengawasi mereka, yang mungkin telah ada jauh lebih lama daripada manusia bisa membayangkan.
“Rafael,” suara Lila pecah, penuh rasa khawatir, “perhatikan itu.”
Dia menunjuk ke arah sebuah dinding di kejauhan. Dinding itu tidak seperti dinding biasa. Setiap garis yang membentuknya tampak bergetar, seakan ada energi yang mengalir di dalamnya, dan saat mereka semakin dekat, mereka bisa melihat bayangan samar yang bergerak di dalamnya—bayangan manusia, tetapi juga bukan manusia. Itu seperti bentuk yang terdistorsi, sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa didefinisikan.
“Entitas itu… Mereka pernah ada di sini,” Rafael berbisik, “dunia ini mungkin dulu dihuni oleh makhluk yang jauh lebih canggih. Mereka meninggalkan jejak mereka di sini, dan kini dunia ini terlupakan, seolah-olah mereka menghapus dirinya sendiri.”
Tiba-tiba, dinding itu mulai bergetar semakin keras, dan suara gemuruh terdengar di dalamnya—sebuah suara yang mengingatkan mereka pada suara dari entitas yang mereka dengar beberapa waktu lalu. Sepertinya mereka tidak hanya sedang mengamati dunia ini, tetapi juga diuji oleh kekuatan yang telah lama terpendam.
Rafael dan Lila melangkah mundur dengan hati-hati, namun sesuatu menarik perhatian mereka. Di balik dinding itu, ada sebuah pintu—pintu yang tampaknya tidak seharusnya ada di sana. Pintu itu terbuat dari bahan yang tidak bisa mereka kenali, seperti gabungan antara logam dan kristal yang berkilauan di bawah cahaya samar. Rafael merasa bahwa di balik pintu itu ada sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang bisa menjadi kunci untuk keluar dari dunia yang terlupakan ini.
“Apakah kita harus membuka pintu itu?” tanya Lila dengan ragu, matanya terpaku pada pintu yang ada di depan mereka.
Rafael tidak bisa menjawab dengan pasti. “Aku rasa kita tidak punya pilihan lain. Dunia ini sepertinya menuntut kita untuk melangkah lebih jauh. Pintu itu mungkin satu-satunya jalan keluar.”
Namun, sebelum mereka sempat bergerak lebih dekat, sebuah suara yang asing menggema di udara, tidak berasal dari mana pun yang bisa mereka lihat. Suara itu mengisi ruang di sekitar mereka, seperti bisikan yang datang dari kedalaman dunia yang tidak dapat dijangkau.
“Jangan buka pintu itu,” suara itu berkata, menggetarkan udara di sekitar mereka. “Pintu itu menghubungkan dunia yang terlupakan dengan dunia yang lebih jauh. Mereka yang membuka pintu itu akan terperangkap selamanya.”
Rafael dan Lila saling pandang, terkejut dengan suara yang begitu jelas dan mendalam. Apa yang mereka hadapi? Apakah entitas itu benar-benar menginginkan mereka untuk membuka pintu itu, atau justru memperingatkan mereka agar tetap berada di tempat mereka? Rafael merasa kebingungan yang semakin mencekam.
“Kita harus membuka pintu itu,” akhirnya Rafael berkata, suaranya penuh tekad. “Tidak ada cara lain. Kita harus tahu apa yang ada di baliknya. Dunia ini terlalu penuh dengan misteri untuk dibiarkan begitu saja.”
Lila menggigit bibirnya, ragu. Namun, akhirnya dia mengangguk, seolah menyadari bahwa mereka sudah terjebak terlalu dalam. “Baiklah, kita akan melakukannya bersama. Tapi kita harus hati-hati. Kita tidak tahu apa yang akan kita temui.”
Dengan langkah yang hati-hati, mereka mendekati pintu itu. Ketika mereka menyentuh gagang pintu, sebuah rasa dingin yang menusuk merambat melalui tubuh mereka, seolah-olah pintu itu menentang mereka untuk membukanya. Namun, tanpa ragu, Rafael memutar gagang pintu itu dan membukanya sedikit.
Begitu pintu terbuka, sebuah cahaya yang sangat terang menyelimuti ruang di sekitar mereka. Sejenak, mereka merasa diselimuti oleh kekuatan yang tidak bisa mereka pahami. Di balik pintu itu, tampak sebuah dunia yang jauh berbeda, dunia yang tak mereka kenali—sebuah dunia yang mengingatkan mereka pada mimpi dan kenyataan yang saling bertabrakan.
Namun, di dalam dunia itu, ada sesuatu yang mengintai mereka. Sesuatu yang lebih besar, lebih gelap. Sesuatu yang menunggu mereka untuk melangkah masuk dan menjadi bagian dari dunia yang terlupakan.
Dengan hati yang berdebar dan rasa takut yang semakin mendalam, Rafael dan Lila melangkah lebih jauh ke dalam dunia itu, mengetahui bahwa mereka mungkin telah mengakhiri perjalanan ini—atau baru saja memulai perjalanan yang jauh lebih berbahaya. Dunia yang terlupakan menunggu mereka, dan segala sesuatu yang tersembunyi di dalamnya akan segera terungkap.*
Epilog: Jejak yang Tertinggal
Waktu telah berlalu, dan dunia yang mereka kenal kini hanya menyisakan kenangan samar. Rafael dan Lila telah kembali ke dunia nyata—atau setidaknya, dunia yang mereka yakini sebagai dunia mereka. Namun, segalanya tidak lagi terasa sama. Kejadian-kejadian yang mereka alami di dunia yang terlupakan telah mengubah mereka selamanya. Apa yang sebelumnya hanya mereka anggap sebagai sebuah misi untuk menemukan jawaban, kini berubah menjadi perjalanan yang tak terelakkan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kenyataan itu sendiri.
Setelah mereka menutup pintu dunia yang terlupakan, dunia yang dipenuhi dengan kegelapan dan cahaya yang tak terdefinisikan, mereka mendapati diri mereka kembali di ruang yang lebih familiar. Tetapi, bahkan di sini, di dunia yang tampak normal, ada perasaan yang mengganggu. Dunia mereka kini terasa lebih tipis, seakan-akan realitasnya bisa pecah hanya dengan satu dorongan kecil. Semua yang mereka alami di dunia itu, semua yang mereka lihat dan temui, kini meninggalkan bekas yang tak bisa dihapus.
Rafael duduk di meja kerjanya, memandangi layar komputer di hadapannya. Layar itu tidak menunjukkan apa pun selain halaman kosong, namun pikirannya dipenuhi oleh kenangan tentang dunia yang terlupakan. Sesekali, matanya melirik ke arah jam dinding yang terpasang dengan tenang di sudut ruangan—tapi bagi Rafael, waktu seakan berhenti. Dia merasa terhubung dengan dunia yang mereka tinggalkan, seolah-olah dunia itu masih ada di sekitar mereka, di dalamnya.
Lila, yang sejak awal selalu menjadi bagian dari pencarian ini, kini duduk di kursi yang ada di seberang meja Rafael. Wajahnya tak lagi menunjukkan kecemasan yang dulu menghantui mereka. Namun, dalam tatapannya, ada keraguan yang dalam, sebuah pertanyaan yang belum terjawab.
“Apa yang sebenarnya kita bawa kembali?” Lila akhirnya bertanya dengan suara pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Apa yang kita temukan di sana? Apakah itu hanya sebuah dunia yang terlupakan, atau ada sesuatu yang lebih besar yang kita bawa bersama kita?”
Rafael menatap Lila, merasakan kedalaman dalam pertanyaannya. “Kita membawa lebih dari sekadar pengetahuan, Lila,” jawabnya, suara penuh keyakinan yang tidak sepenuhnya datang dari dirinya sendiri. “Kita membawa jejak. Jejak dari sebuah dunia yang tidak pernah kita pahami sepenuhnya. Jejak yang akan selalu menghubungkan kita dengan sesuatu yang lebih besar dari kita.”
Lila mengangguk pelan. “Tapi apakah kita bisa melanjutkan hidup seperti biasa? Semua yang kita alami di sana… tidak bisa diabaikan begitu saja.”
“Seperti yang kau katakan, kita tidak bisa mengabaikan apa yang telah terjadi. Dunia yang terlupakan itu bukan hanya sebuah tempat. Itu adalah bagian dari sesuatu yang lebih luas—sesuatu yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan logika manusia. Kita mungkin sudah kembali, tapi dunia itu… mungkin tidak pernah benar-benar hilang. Kita hanya membuka pintu yang tidak bisa kita tutup lagi.”
Kata-kata Rafael menggema di dalam ruangan itu. Sebuah kebenaran yang mereka coba lupakan sejak pertama kali melangkah keluar dari dunia yang terlupakan. Mereka kembali ke rumah mereka, tetapi dunia mereka telah berubah. Apa yang mereka bawa kembali bukan hanya pengetahuan, tetapi beban dari sebuah misteri yang lebih besar, yang terus mengganggu mereka. Bagaimana mereka bisa melanjutkan hidup mereka setelah mengetahui bahwa ada banyak dunia, banyak realitas yang saling berhubungan dan terhubung dengan cara yang tidak mereka pahami?
Namun, meskipun Rafael dan Lila telah kembali ke dunia yang mereka kenal, mereka tahu bahwa dunia itu tidak lagi sama. Mereka merasa seperti bayangan yang pernah ada, mengingatkan mereka bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar yang melampaui pemahaman manusia.
Di luar, langit mulai gelap, dan bintang-bintang mulai bermunculan. Rafael memandang ke luar jendela, seolah-olah mencari jawaban di sana. Tapi, tidak ada jawaban yang jelas, hanya perasaan yang kian mendalam. Di balik bintang-bintang itu, di balik gelap malam, ada sesuatu yang mereka tinggalkan—sebuah dunia yang tak lagi terlupakan, meskipun dunia itu sekarang telah tertutup rapat.
Rafael teringat pada entitas yang mereka temui di dunia yang terlupakan. Bayangan itu—wajah yang terdistorsi—masih terpatri dalam pikirannya. Apakah itu hanya ilusi, ataukah mereka memang menemukan sesuatu yang lebih besar dari sekadar dunia lain? Sesuatu yang telah bersembunyi di balik lapisan-lapisan kenyataan, yang mungkin saja telah mengamati mereka sepanjang waktu.
“Apa yang terjadi pada kita, Rafael?” Lila akhirnya berbicara lagi, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. “Kita sudah melangkah begitu jauh, dan sekarang, aku merasa seperti kita tidak bisa kembali lagi. Kita sudah terhubung dengan sesuatu yang lebih besar, yang lebih gelap.”
Rafael menunduk, merasakan rasa bersalah yang menguasai dirinya. “Kita memang terhubung dengan sesuatu yang lebih besar, Lila. Tetapi kita tidak memilih untuk terjebak di dalamnya. Kita hanya mencari kebenaran, dan sekarang kita harus menghadapi konsekuensinya.”
Lila terdiam, merenung. “Tapi apakah kita akan terus mencari? Dunia yang kita temui itu… Apakah ada harapan, atau kita hanya akan tersesat?”
Rafael menghela napas panjang. “Kita tidak bisa menghentikan pencarian ini. Dunia yang terlupakan bukan hanya sebuah dunia—itu adalah bagian dari cerita yang lebih besar, bagian dari sesuatu yang lebih besar dari kita. Mungkin kita tidak akan pernah tahu sepenuhnya, tetapi kita memiliki jejak ini. Jejak yang kita tinggalkan, yang akan menghubungkan kita dengan apa yang akan datang.”
Akhirnya, mereka berdua berdiri dari tempat duduk mereka, menatap dunia luar yang tampaknya sama, namun juga sangat berbeda. Dunia yang terlupakan kini telah menjadi bagian dari mereka, sebuah beban yang tak bisa mereka lepaskan. Namun, mereka tahu satu hal: perjalanan mereka belum selesai. Mereka hanya baru memulai sebuah pencarian baru, satu yang lebih dalam, satu yang lebih mengancam.
Di luar sana, di antara bintang-bintang, dunia yang terlupakan mungkin masih bersembunyi. Tetapi, dengan jejak yang mereka tinggalkan, dengan pengetahuan yang mereka bawa, mereka telah membuka pintu untuk sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tidak bisa ditutup lagi. Dunia yang terlupakan mungkin telah tersembunyi selama ini, tetapi kini, dunia itu telah meninggalkan jejak di dalam mereka—jejak yang akan terus membimbing mereka, membawa mereka ke dalam pencarian yang lebih jauh.
Dengan langkah yang penuh tekad, Rafael dan Lila berjalan menuju masa depan mereka, mengetahui bahwa mereka akan terus berhadapan dengan kebenaran yang lebih besar—kebenaran yang telah mereka temui, dan kebenaran yang masih menunggu untuk terungkap.***
———-THE END——