Bab 1: Kedatangan di Lembah Terpencil
Arka, seorang jurnalis muda yang penuh semangat, baru saja menerima tugas yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sebagai seorang reporter untuk majalah perjalanan, dia biasa meliput destinasi eksotis di seluruh dunia. Namun, kali ini, tugasnya mengarah ke tempat yang jauh berbeda. Sebuah desa terpencil yang terletak di dalam lembah yang tersembunyi di tengah hutan lebat, jauh dari keramaian kota, tempat yang hampir tidak pernah terdengar namanya, bahkan oleh orang-orang yang tinggal di daerah sekitar.
Lembah itu, yang dikenal sebagai Lembah Kelam, dikelilingi oleh bukit-bukit curam dan hutan lebat yang membuatnya sulit dijangkau. Jalanan menuju lembah itu hampir tidak pernah terjamah oleh kendaraan besar, hanya jalan setapak yang dipenuhi dengan batu besar dan akar pohon yang berserakan. Ketika Arka menerima informasi tentang tugas ini, dia merasa agak cemas. Banyak yang mengatakan bahwa desa tersebut memiliki sejarah yang gelap dan penuh misteri, tetapi hal itu justru menambah rasa penasaran Arka.
Pagi itu, Arka mengemudikan mobilnya menuju lembah yang dimaksud, melewati jalan-jalan berliku yang semakin sempit dan penuh dengan cabang pohon yang hampir menyentuh kaca mobil. Pemandangan di sekitar semakin menakutkan, dengan hutan yang tampak gelap meski matahari sedang terik. Perasaan cemas mulai merayap di hatinya, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia harus menyelesaikan tugasnya, menulis artikel tentang kehidupan penduduk desa dan mungkin bisa membawa sesuatu yang menarik bagi pembaca.
Sesampainya di desa, Arka merasa seolah-olah telah memasuki dunia yang berbeda. Suasana di sana terasa sunyi dan aneh. Di sepanjang jalan utama desa, rumah-rumah tampak tua, dengan dinding yang mulai retak dan cat yang pudar. Tidak ada suara ramai dari anak-anak yang biasanya bermain di jalan, atau toko-toko yang penuh pengunjung. Desa ini terasa seperti dunia yang terhenti pada waktu yang sangat lama. Penduduk yang terlihat keluar dari rumah mereka hanya sedikit, dan mereka menatap Arka dengan pandangan yang tajam dan penuh kecurigaan.
Arka merasa bahwa dirinya adalah orang luar yang tidak diinginkan di sini, namun ia tetap melanjutkan perjalanan. Ia mengarahkan langkah menuju penginapan kecil yang terletak di pinggir desa. Pemilik penginapan, seorang wanita tua bernama Bu Leni, menyambutnya dengan senyum yang ramah namun ada kesan terburu-buru di matanya. Sepertinya, wanita itu ingin cepat mengakhiri percakapan, seolah tidak nyaman berbicara lebih lama.
Setelah mendapatkan kunci kamar, Arka langsung masuk dan memulai tugasnya. Ia segera menyiapkan peralatan dan mencatat catatan pertama untuk artikel yang akan ia tulis. Namun, rasa tidak nyaman yang dirasakannya semakin memuncak saat dia mulai berbicara dengan beberapa penduduk desa. Mereka sangat berhati-hati dalam menjawab setiap pertanyaannya. Ketika ia bertanya tentang sejarah desa dan kehidupan sehari-hari mereka, kebanyakan dari mereka mengalihkan pembicaraan atau memberikan jawaban yang sangat singkat dan samar.
Di malam hari, saat makan malam di penginapan, Arka duduk sendiri di meja dekat jendela. Ia melihat bayangan samar melalui kaca jendela, sebuah sosok yang berdiri di luar rumah. Arka mencoba untuk mengabaikan perasaan aneh yang mulai tumbuh, tetapi rasa penasaran membuatnya tidak bisa tidur. Dia memutuskan untuk keluar dan mengecek apakah ada orang yang sedang berjalan-jalan di sekitar penginapan.
Ketika Arka keluar, hanya ada keheningan yang mencekam, seolah waktu terhenti di desa ini. Tidak ada suara binatang, tidak ada angin, hanya suara langkah kaki Arka yang menggema di sepanjang jalan batu yang kasar. Dia berjalan beberapa langkah sebelum akhirnya melihat sebuah rumah yang tampak lebih besar dari yang lain. Rumah itu terletak di ujung jalan, dengan taman yang tertutup oleh pagar kayu tua yang hampir rubuh. Lampu-lampu di rumah itu menyala redup, dan Arka merasa tertarik untuk mendekat.
Namun, saat ia melangkah lebih dekat, sebuah perasaan aneh menguasai dirinya. Arka merasa ada sesuatu yang tidak beres, seolah rumah itu memiliki kekuatan yang tidak bisa dijelaskan. Perasaan cemas itu semakin menguat ketika ia melihat sebuah bayangan di jendela atas rumah tersebut, seolah ada seseorang yang mengamatinya.
Dengan perasaan tidak enak, Arka berbalik dan kembali ke penginapan. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya perasaan takut yang berlebihan, tetapi perasaan tidak nyaman itu tetap menggelayuti pikirannya. Di dalam kamar penginapan, Arka duduk di tepi tempat tidur, mencoba untuk menenangkan dirinya. Namun, saat dia menatap jendela, ia merasa seolah-olah ada yang mengawasinya dari luar.
Malam itu, Arka tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang desa ini. Mengapa penduduknya begitu tertutup? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan tentang tempat ini, dan Arka merasa bahwa dia baru saja menginjakkan kaki di suatu tempat yang jauh lebih misterius dan berbahaya dari yang ia bayangkan.
Keesokan harinya, Arka berencana untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia bertekad untuk menggali lebih dalam tentang desa ini, meskipun perasaan takut semakin mengganggu dirinya. Ia tahu bahwa di balik kesunyian yang mencekam ini, terdapat rahasia besar yang harus diungkap. Namun, Arka juga sadar bahwa semakin dalam ia terjerat dalam misteri ini, semakin berbahaya pula bagi keselamatannya.
Desa yang sunyi ini bukanlah tempat yang ramah bagi orang luar. Dan Arka, yang datang dengan niat mencari cerita, kini merasa dirinya terperangkap di dalamnya.*
Bab 2: Kematian yang Membekas
Pagi itu, udara di Lembah Kelam terasa lebih dingin dari biasanya. Arka terbangun dengan perasaan aneh yang belum bisa dia artikan. Sejak semalam, suasana yang menyesakkan terus mengganggu pikirannya. Seluruh tubuhnya terasa lelah, seolah malam yang panjang dan penuh kecemasan menguras seluruh tenaganya. Saat membuka tirai jendelanya, Arka hanya melihat kabut tipis yang menyelimuti desa. Desa yang semalam begitu sunyi, kini terasa lebih mencekam, seolah ada bayangan gelap yang melingkupi setiap sudutnya.
Arka menyeduh secangkir kopi dari dapur penginapan, mencoba menenangkan dirinya. Bu Leni, pemilik penginapan, menyapanya dengan senyuman tipis saat Arka keluar dari kamarnya. Namun, senyuman itu terasa dipaksakan, tidak ada kehangatan dalam tatapan matanya. Bu Leni tampak lebih cemas dari biasanya.
“Selamat pagi, Pak Arka. Semoga tidur Anda nyenyak,” sapa Bu Leni, tetapi suara wanita tua itu terdengar agak terburu-buru.
“Selamat pagi, Bu Leni. Saya tidur cukup baik, hanya sedikit bingung dengan suasana desa ini,” jawab Arka sambil duduk di meja makan kecil.
Bu Leni terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara yang agak rendah, “Desa ini memang penuh dengan misteri. Ada hal-hal yang lebih baik tidak diketahui oleh orang luar.”
Arka yang sudah terbiasa dengan percakapan misterius dari berbagai tempat yang dia kunjungi, merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa takut biasa. Ia memutuskan untuk tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut dan memilih untuk keluar dari penginapan. Tetapi sebelum dia melangkah lebih jauh, Bu Leni memberi pesan singkat.
“Jika Anda ingin tahu lebih banyak, datanglah ke rumah Kepala Desa. Dia orang yang bisa menjelaskan banyak hal tentang desa ini,” ujar Bu Leni sambil menyajikan secangkir teh hangat.
Arka mengangguk dan melanjutkan langkahnya, tetapi hatinya semakin dihantui oleh rasa ingin tahu yang mendalam. Kepala Desa? Apakah pria itu akan memberi jawaban atas misteri yang mulai menggantung di udara?
Desa ini tidak banyak berubah dari semalam. Beberapa penduduk terlihat melintas, tetapi mereka berjalan cepat, tanpa menatap Arka, seolah mereka memiliki tujuan yang sama: menghindar dari sorotan mata orang asing. Setiap kali Arka mencoba berbicara, mereka hanya membalas dengan kata-kata yang sangat pendek, lalu pergi tanpa menoleh.
Akhirnya, setelah beberapa menit berjalan, Arka tiba di rumah Kepala Desa. Rumah itu tampak lebih besar dari rumah penduduk lainnya, meskipun masih terlihat tua dan penuh dengan daun-daun yang menumpuk di halaman depan. Dinding rumah itu berwarna kusam, dan pagar kayu yang mengelilinginya hampir hancur dimakan usia. Meskipun begitu, ada aura tertentu di sekitar rumah itu, sesuatu yang membuat Arka merasa bahwa ada sesuatu yang besar dan serius sedang terjadi di sini.
Arka mengetuk pintu kayu besar yang tampak sudah lama tidak dilapisi cat baru. Tidak lama kemudian, pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah serius dan mata tajam. Pria itu mengenakan pakaian sederhana, tetapi ada kekuatan dalam sikapnya. Ini adalah Kepala Desa yang dimaksud.
“Selamat datang, Tuan Arka. Saya Kepala Desa, Pak Wira. Ada yang bisa saya bantu?” ujar pria itu dengan suara dalam dan tegas.
Arka memperkenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan kedatangannya, bahwa dia ingin menulis artikel tentang kehidupan di desa ini. Kepala Desa mempersilakan Arka masuk ke dalam rumahnya, tetapi suasana di dalam ruangan terasa berat, seperti ada sesuatu yang disembunyikan di balik dinding-dinding itu.
“Mari duduk, Tuan Arka. Saya sudah mendengar tentang Anda,” kata Kepala Desa, sambil menunjuk kursi di depan meja kayu tua. “Tapi sebelum Anda melanjutkan, ada beberapa hal yang perlu Anda tahu.”
Arka duduk dan mendengarkan dengan seksama. Kepala Desa menghela napas panjang, seolah-olah kata-katanya harus dipilih dengan hati-hati. “Kematian yang terjadi beberapa tahun lalu masih menghantui desa ini. Seorang wanita muda, Lia, ditemukan tewas di hutan dekat desa. Kejadian itu mengguncang kami semua. Tidak ada yang tahu persis apa yang terjadi, namun tubuhnya ditemukan dengan tanda-tanda yang sangat aneh—seperti ada sesuatu yang… memakannya.”
Arka mendengarkan dengan saksama, tetapi hatinya berdegup kencang. Apakah ini yang dimaksud dengan misteri yang mencekam itu?
“Kami mencari jawabannya, tetapi semakin kami mencari, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Ada yang bilang dia menghilang karena terlibat dalam ritual yang dilarang. Ada juga yang mengatakan dia hanya menjadi korban kebetulan,” lanjut Kepala Desa dengan suara yang semakin bergetar. “Namun, tidak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi.”
Arka merasa seolah-olah sebuah kegelapan menutupinya. Ada sesuatu yang sangat kelam di balik kematian Lia, dan semakin dalam dia menggali, semakin banyak rahasia yang akan terungkap. “Apa yang sebenarnya terjadi di desa ini, Pak Wira? Mengapa semua orang tampaknya berusaha menghindari pembicaraan tentang Lia?” tanya Arka, tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Kepala Desa menatapnya dengan tajam. “Ada beberapa hal yang sebaiknya tidak Anda ketahui, Tuan Arka. Terlalu berbahaya untuk membicarakannya. Apa yang terjadi pada Lia bukanlah sekadar kecelakaan. Dan, saya khawatir, Anda akan terjebak dalam sesuatu yang lebih besar jika Anda terus mencari jawabannya.”
Arka merasakan peringatan yang jelas dalam suara Kepala Desa. Tapi satu hal yang jelas, kematian Lia bukanlah akhir dari misteri ini. Itu baru permulaan, dan Arka tahu, dia tidak bisa mundur begitu saja.
Dengan perasaan berat, Arka meninggalkan rumah Kepala Desa, tetapi ia tahu satu hal pasti: kematian Lia telah mengubah segala sesuatu di desa ini, dan Arka harus menggali lebih dalam untuk mengungkap rahasia yang tersembunyi di baliknya. Setiap langkah yang dia ambil semakin membawa dirinya lebih dekat ke dalam kegelapan yang tidak dapat dia hindari.*
Bab 3: Jejak yang Hilang
Arka berjalan menyusuri jalan setapak yang sempit di luar rumah Kepala Desa, perasaan berat menghantuinya. Keterangan yang diberikan oleh Pak Wira, sang Kepala Desa, terus terngiang dalam benaknya. Kematian Lia yang misterius, hilangnya jejak, dan tanda-tanda aneh yang ditemukan di tubuhnya membuat rasa ingin tahunya semakin membara. Namun, semakin dia menggali, semakin dia merasakan adanya bahaya yang tak tampak, seperti ada kekuatan yang berusaha menghentikannya untuk mengetahui kebenaran.
Dari jauh, Arka melihat hutan yang lebat. Itulah tempat yang disebut-sebut oleh Kepala Desa sebagai lokasi ditemukannya tubuh Lia. Sepertinya, hutan itu menyimpan banyak rahasia—lebih banyak daripada yang sanggup dibayangkan oleh Arka. Dia merasa seolah ada sesuatu yang mengamatinya, seolah pohon-pohon yang tinggi itu menyaksikan setiap langkahnya dengan penuh perhatian.
Tak lama kemudian, Arka memutuskan untuk mendekati hutan itu. Dia berbelok ke jalan setapak yang lebih kecil, yang semakin lama semakin terjal dan tertutup oleh semak belukar. Hutan ini, meskipun hanya berada beberapa meter dari desa, seakan terpisah dari dunia luar. Keheningan yang menyelimuti area ini begitu mencekam, hanya terdengar suara langkah kakinya yang menyentuh tanah lembab dan dedaunan yang berderak tertiup angin.
Arka mengeluarkan ponselnya, mencoba untuk memotret beberapa area sekitar hutan sebagai dokumentasi. Namun, ponselnya tidak berfungsi dengan baik, layar seakan berkedip, dan sinyal yang biasanya kuat tiba-tiba menghilang. Ketegangan di dalam dirinya semakin meningkat. Ada sesuatu yang tidak beres. Di dalam hatinya, Arka mulai merasakan rasa takut yang mulai menguasai pikiran rasionalnya. Namun, dia tidak bisa berhenti. Keinginan untuk mengungkap misteri ini sudah terlalu dalam mengakar di jiwanya.
Arka melanjutkan perjalanannya, meskipun dalam hati ia merasakan ada sesuatu yang mengikuti. Setiap langkahnya semakin terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengikat tubuhnya, menariknya untuk berhenti dan kembali. Namun, ia terus melangkah, berusaha mengatasi rasa takutnya. Setidaknya, jika dia berhenti sekarang, dia akan semakin dekat dengan kegelapan yang menunggunya.
Sekitar dua jam berjalan, Arka tiba di sebuah kawasan yang sedikit lebih terbuka di tengah hutan. Tanah di sini terlihat lebih keras, seolah pernah dilewati oleh banyak orang. Jejak-jejak kaki yang samar terlihat tertinggal di tanah lembab. Arka berhenti dan menundukkan kepalanya untuk memeriksa lebih dekat. Jejak-jejak itu tampaknya sudah cukup lama, tetapi masih bisa dikenali. Jejak itu, meskipun tampak kabur, menunjukkan adanya seseorang yang terburu-buru berjalan melewati daerah ini. Namun, jejak-jejak itu tiba-tiba hilang di tengah hutan, tanpa ada tanda lebih lanjut. Seolah-olah, orang tersebut menghilang begitu saja.
Arka merasa jantungnya berdebar keras. Ada sesuatu yang aneh di sini. Jejak kaki itu tidak hanya hilang begitu saja—sepertinya ada sesuatu yang mengganggu keberadaannya. Dia mencoba untuk mencari lebih jauh, berharap menemukan petunjuk lebih lanjut. Namun, tidak ada. Hutan ini seperti memuntahkan jejak itu begitu saja, dan kini, Arka merasa seolah dia sedang memasuki sebuah labirin tak kasat mata.
Dia melanjutkan pencariannya, meskipun setiap langkah terasa semakin berat. Waktu seolah bergerak lebih lambat di dalam hutan ini. Setelah beberapa saat, Arka akhirnya tiba di sebuah tempat yang terlihat lebih terbuka. Di sini, tanahnya lebih rata dan beberapa batu besar berserakan di sekitar. Ada sesuatu yang aneh di salah satu batu besar tersebut. Terdapat goresan-goresan tajam yang terlihat baru, seperti sesuatu yang pernah dipukul atau digoreskan dengan kuat. Arka mendekat dan memeriksa goresan itu dengan seksama.
Sebuah pemikiran terlintas di benaknya. Apakah goresan ini berhubungan dengan hilangnya jejak kaki tadi? Dan apakah ini adalah tanda dari sesuatu yang lebih gelap di balik hutan ini? Arka merasa semakin yakin bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di tempat ini, sesuatu yang akan mengungkap rahasia kematian Lia dan kemungkinan banyak hal lainnya yang tersembunyi dalam sejarah desa ini.
Namun, sebelum Arka bisa memikirkan lebih jauh, ia mendengar suara langkah kaki. Suara itu datang dari belakangnya, cepat dan berat, seperti seseorang yang sedang berlari mendekat. Arka menoleh, namun tidak ada siapa-siapa. Hanya sepi. Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat. Arka menggenggam erat kamera di tangannya, bersiap jika sesuatu terjadi.
Tak lama kemudian, dari balik pepohonan, muncul seorang pria setengah baya yang mengenakan pakaian lusuh dan topi jerami. Wajahnya kasar dan matanya tajam, tetapi ada sesuatu yang membuat Arka merasa pria itu tidak bersahabat. Pria itu mendekat dengan langkah cepat, namun tidak berkata sepatah kata pun.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Arka, mencoba untuk berbicara dengan ramah meskipun rasa takutnya mulai menguasai.
Pria itu berhenti beberapa langkah di depan Arka dan menatapnya dengan tatapan kosong. “Kau mencari jejak yang hilang?” katanya dengan suara parau, seakan-akan mengeluarkan kata-kata itu dengan paksaan.
Arka terdiam sejenak, merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria ini. “Apa maksudmu? Kamu tahu tentang jejak ini?” tanya Arka, menunjukkan goresan di batu besar itu.
Pria itu hanya menatapnya dalam diam, lalu perlahan menggelengkan kepala. “Jejak itu bukan untuk dicari, anak muda. Kalian yang datang untuk mencari akan dipermainkan oleh hutan ini.” Suaranya rendah dan penuh amaran.
Arka merasa tenggorokannya tercekat. “Siapa kamu? Apa yang terjadi di sini?” tanya Arka dengan rasa penasaran yang semakin besar, mencoba untuk menggali lebih dalam.
Pria itu menghela napas panjang dan menatap Arka dengan tatapan yang lebih lembut, seolah mengenali sesuatu dalam dirinya. “Aku pernah tahu, dulu… apa yang terjadi di sini. Tapi lebih baik kalian tak tahu. Hutan ini tak bisa dipercaya, dan jejak yang hilang itu adalah awal dari kesulitan.” Tanpa menjelaskan lebih lanjut, pria itu berbalik dan melangkah pergi.
Arka berdiri terpaku, kata-kata pria itu bergema dalam pikirannya. Ada yang salah di hutan ini. Sesuatu yang jauh lebih gelap dan berbahaya dari sekadar misteri biasa. Dan Arka tahu, dia baru saja mengambil langkah pertama dalam menggali rahasia yang lebih besar, yang akan mengubah segalanya.*
Bab 4: Bayangan di Tengah Malam
Malam itu begitu sunyi. Angin yang biasanya berhembus lembut kini seakan berhenti bergerak. Suasana di desa semakin terasa mencekam, dan Arka merasakannya dengan jelas. Setelah percakapan singkat dengan pria misterius di hutan, Arka kembali ke penginapannya dengan hati yang dipenuhi tanya. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ini? Mengapa setiap kali ia mencoba menggali lebih dalam, semakin banyak hal yang tampak disembunyikan?
Tepat setelah makan malam, Arka memutuskan untuk tidak beristirahat. Ia harus terus mencari, harus mengungkap lebih banyak lagi tentang kematian Lia dan misteri di balik desa ini. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan meskipun jalanan desa terlihat sepi, Arka merasa bahwa saat itu adalah waktu yang tepat untuk melanjutkan penyelidikannya. Terlebih lagi, malam purnama yang menyinari desa memberikan pencahayaan yang cukup untuk menjelajahi area sekitar tanpa harus bergantung pada lampu senter.
Tanpa suara, Arka keluar dari kamar penginapan dan berjalan pelan melewati jalan-jalan kecil yang gelap. Desa ini seolah berubah di bawah cahaya bulan. Bangunan-bangunan tua yang sebelumnya terlihat ramah kini tampak lebih suram, dengan bayangan panjang yang terbentuk dari cahaya bulan yang terhalang oleh pohon-pohon besar. Arka memutuskan untuk mengarah ke hutan lagi. Mungkin, di malam yang begitu sunyi ini, dia bisa menemukan sesuatu yang lebih jelas, sesuatu yang hilang di siang hari.
Langkah kaki Arka menyusuri jalan setapak yang mengarah ke hutan. Tiba-tiba, sebuah suara keras memecah kesunyian malam. Suara itu datang dari arah hutan. Sebuah benda terjatuh, disusul dengan suara berderak seperti ranting yang patah. Arka terhenti. Ada sesuatu yang tidak beres. Ketika ia mendekati sumber suara, matanya menangkap bayangan yang bergerak cepat di antara pepohonan. Bayangan itu tampaknya tidak terlihat seperti hewan liar atau manusia biasa. Gerakannya terlalu cepat, dan ada sesuatu yang membuatnya tampak lebih mengerikan.
Arka menahan napas, berusaha menenangkan dirinya. “Jangan panik,” bisiknya pada diri sendiri. Tapi, meskipun ia berusaha tenang, rasa takut tetap saja melanda. Ia terus melangkah maju, mencoba untuk melacak arah dari bayangan tersebut. Ada sesuatu yang sangat aneh, sesuatu yang sangat mencurigakan. Keringat dingin mulai merembes di dahi Arka. Matanya terus mencari, berusaha melihat lebih jelas.
Hutan itu terasa semakin gelap, seolah menelan cahaya bulan yang semula cerah. Di tengah kekelaman itu, Arka tiba-tiba merasa ada mata yang mengamatinya. Sesuatu yang tak tampak tapi bisa dirasakannya, seperti ada yang mengawasi setiap gerakannya. Ia berhenti dan berdiri diam, mendengarkan. Jantungnya berdebar keras, dan ia bisa mendengar napasnya yang berat. Tidak ada suara lain, hanya angin yang berhembus lembut di antara dedaunan.
Tiba-tiba, bayangan itu muncul lagi. Kali ini, lebih jelas. Sebuah sosok hitam yang melintas begitu cepat di antara pepohonan, seakan melayang. Arka menahan napas, mencoba untuk tetap fokus. Ia mengumpulkan keberanian dan mengikuti bayangan itu. Namun, semakin ia mendekat, semakin sosok itu menghilang ke dalam kegelapan hutan.
“Siapa itu?” Arka berbisik, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ia melangkah lagi, lebih hati-hati. Hutan ini terasa lebih asing dari sebelumnya, lebih gelap, dan penuh dengan keheningan yang mencekam. Tiba-tiba, dari kejauhan, ia mendengar suara langkah kaki yang berat, seolah seseorang sedang berjalan menuju arah yang sama dengannya. Arka menoleh, tetapi tidak ada apa-apa di belakangnya. Tidak ada seorang pun.
Suaranya semakin mendekat. Arka merasa seperti ada seseorang yang mengikuti jejaknya. Jantungnya berdetak semakin cepat, tubuhnya terasa kaku, dan napasnya semakin tercekat. Perlahan, Arka terus bergerak, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh rasa takut yang semakin besar. Namun, suara langkah itu semakin nyata, semakin dekat, dan tak bisa diabaikan.
Di tengah kegelapan malam, tiba-tiba sesuatu yang berat menghantam pohon besar di dekat Arka. Suara itu begitu keras sehingga membuat tubuhnya terlonjak kaget. Ia menoleh, dan di hadapannya, tampak bayangan hitam yang bergerak dengan kecepatan luar biasa. Itu bukan manusia. Itu bukan makhluk yang bisa dijelaskan dengan logika.
Arka terpaku. Bayangan itu semakin mendekat, bergerak dengan cara yang tidak bisa dijelaskan. Ia bisa merasakan hawa dingin yang datang bersama dengan sosok itu. Perlahan, bayangan itu mendekat hingga hanya beberapa meter darinya, dan dalam sekejap, sosok itu menghilang begitu saja, menguap seperti asap. Keheningan kembali menguasai hutan yang sepi. Arka hanya bisa berdiri terdiam, mencerna apa yang baru saja terjadi.
Selama beberapa menit, Arka tidak bisa bergerak. Tangan dan kakinya terasa kaku, napasnya tercekat, dan pikirannya bercampur aduk. Ada banyak hal yang tidak ia mengerti, banyak hal yang sepertinya sudah tersembunyi begitu lama di balik kegelapan ini. Ia merasakan seakan ada sesuatu yang sangat besar dan gelap yang menguasai tempat ini, dan ia baru saja menyentuh ujung dari misteri itu.
Akhirnya, Arka mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya. Tanpa berfikir panjang, ia berbalik dan berjalan menjauhi tempat itu. Namun, saat ia melangkah, sebuah suara bisikan terdengar begitu jelas di telinganya, seolah berasal dari dalam hutan yang sangat dekat.
“Jangan pergi… belum waktunya.”
Arka terkejut, seakan ada kekuatan tak terlihat yang menghalanginya untuk pergi lebih jauh. Suara itu semakin memudar, tetapi bayangan yang sempat dilihat Arka tetap membekas dalam ingatannya. Hutan ini, desa ini, semua itu seakan menyimpan rahasia yang lebih besar dari yang bisa ia bayangkan.
Dengan gemetar, Arka mempercepat langkahnya kembali ke desa. Meskipun ia merasa ada sesuatu yang mengikutinya, ia tahu bahwa malam itu adalah awal dari perjalanan yang akan membawa dia pada jawaban yang lebih gelap dan berbahaya.*
Bab 5: Rahasia Keluarga Tua
Pagi itu, kabut tebal masih meliputi desa yang sunyi. Arka merasa semakin cemas, seperti ada tekanan yang semakin berat setiap kali ia mencoba mendalami misteri yang tersembunyi di balik desa ini. Setiap langkah yang ia ambil membawa dia lebih dekat pada sesuatu yang tak bisa dihindari, dan semakin banyak pertanyaan yang muncul, semakin sedikit jawaban yang ia temukan. Setelah kejadian malam itu, Arka memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam mengenai keluarga Tua, yang menurut beberapa penduduk desa, memiliki keterkaitan dengan banyak kejadian aneh yang terjadi di lembah ini.
Keluarga Tua dikenal sebagai salah satu keluarga yang paling dihormati di desa. Mereka adalah pemilik tanah terbesar di sekitar lembah dan memiliki rumah besar yang tampak seperti sebuah kastil tua yang terletak di bagian ujung desa. Beberapa orang mengatakan bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang hal-hal mistis dan bahkan dianggap sebagai penjaga tradisi yang telah ada sejak lama. Namun, ada juga yang berbisik bahwa mereka menyembunyikan banyak hal gelap dan berbahaya.
Arka, yang mulai merasa curiga, memutuskan untuk mengunjungi rumah keluarga Tua. Ia tahu bahwa jika ada yang bisa menjawab banyak pertanyaannya, itu adalah keluarga yang telah ada di desa ini sejak zaman dulu. Namun, ia juga tahu bahwa tidak akan mudah untuk bisa mendekati mereka, terutama setelah mendengar cerita tentang bagaimana keluarga itu menjaga jarak dari penduduk lain dan jarang berinteraksi dengan siapa pun.
Sambil berdoa agar tidak menimbulkan kecurigaan, Arka melangkah menuju rumah besar yang terpencil itu. Rumah itu berdiri megah, dikelilingi oleh pagar tinggi dan gerbang besi yang besar, yang tampaknya sudah lama tidak dibuka. Seiring langkahnya mendekat, Arka merasakan suasana yang semakin berat, seperti ada sesuatu yang menekan dadanya, membuatnya semakin tidak nyaman.
Ia memutuskan untuk berhenti di depan gerbang dan mengamati rumah itu dari kejauhan. Tak lama, ia melihat sosok seorang pria tua yang keluar dari rumah besar. Pria itu tampaknya sangat tua, dengan rambut putih panjang yang menutupi sebagian wajahnya. Namun, meskipun usianya sudah sangat lanjut, pria itu masih tampak kuat dan tegap, seakan tidak terpengaruh oleh waktu.
Arka mencoba untuk tidak terlihat mencolok dan tetap bersembunyi di balik beberapa semak yang tumbuh di dekat pagar. Ia ingin mendekati pria itu untuk berbicara, tetapi ia tahu bahwa akan sangat sulit untuk mendapatkan informasi jika pria itu merasa curiga.
Sambil mengamati, Arka mencatat setiap detail dari rumah itu. Rumah keluarga Tua tampak sangat berbeda dibandingkan rumah-rumah lain di desa. Dindingnya terbuat dari batu besar yang dipoles halus, dan atapnya ditutupi dengan sirap kayu yang sudah tua. Tanaman merambat tumbuh di sekitar dinding rumah, memberi kesan angker. Namun, ada sesuatu yang tidak biasa tentang tempat ini, sebuah aura misterius yang menyelimuti setiap sudut bangunannya.
Tiba-tiba, Arka mendengar langkah kaki di belakangnya. Ia terkejut dan cepat-cepat bersembunyi di balik pohon. Ketika ia mengintip, ia melihat seorang wanita muda yang berjalan menuju rumah keluarga Tua. Wanita itu tampak sangat berbeda dengan penduduk desa lainnya. Rambutnya hitam pekat, panjang dan tergerai bebas, dan wajahnya sangat cantik namun tampak misterius. Ia mengenakan pakaian yang sangat berbeda, tampaknya dari bahan sutra halus yang jarang terlihat di desa ini.
Arka merasa curiga. Siapa wanita ini? Mengapa ia tampak begitu berbeda? Mengapa ia menuju rumah keluarga Tua?
Setelah beberapa saat, Arka memutuskan untuk mengikuti wanita itu dengan hati-hati, berharap bisa mendapatkan petunjuk lebih lanjut. Wanita itu berjalan perlahan menuju pintu utama rumah besar dan mengetuknya dengan cara yang sangat khas, seolah sudah terbiasa melakukannya.
Begitu pintu terbuka, Arka hanya bisa melihat sekilas bahwa wanita itu disambut oleh pria tua yang tadi ia lihat. Mereka berbicara dalam bisikan, sehingga Arka tidak bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas, namun dari gerak-gerik mereka, Arka bisa merasakan ada sesuatu yang sangat penting sedang dibicarakan.
Arka merasa semakin penasaran. Ia tahu bahwa ada rahasia besar yang disembunyikan oleh keluarga Tua, dan wanita itu tampaknya tahu lebih banyak dari yang terlihat. Arka memutuskan untuk tidak langsung pergi dan tetap mengamati, berharap bisa menemukan petunjuk yang lebih jelas.
Setelah beberapa saat, wanita itu keluar lagi dari rumah dan berjalan kembali ke arah desa. Namun, kali ini, Arka memutuskan untuk mendekatinya. Ia harus tahu siapa dia dan apa hubungannya dengan keluarga Tua.
Dengan hati-hati, Arka mengikuti wanita itu dari belakang. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang sunyi, jauh dari pandangan orang lain. Ketika mereka mencapai ujung desa, wanita itu berhenti dan menoleh. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya, suaranya rendah dan tegas.
Arka terkejut, namun ia tidak menyerah. “Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang keluarga Tua,” jawabnya, berusaha terdengar tenang meskipun hatinya berdebar hebat.
Wanita itu menatapnya dalam-dalam, seakan mencoba membaca niatnya. Setelah beberapa detik, ia akhirnya berkata, “Keluarga Tua memiliki banyak rahasia. Mereka menjaga desa ini dan mengurus banyak hal yang tidak bisa kau pahami. Tapi, jika kau ingin tahu lebih banyak, hati-hati. Tidak semua yang ada di sini bisa diterima oleh orang luar.”
Dengan cepat, wanita itu melangkah pergi, meninggalkan Arka yang masih tertegun di tempatnya. Kata-kata itu menggema dalam pikirannya. Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik keluarga Tua? Dan mengapa wanita itu memperingatkannya?
Arka merasa seperti ada banyak lapisan misteri yang belum terungkap. Ia tahu bahwa ia harus menggali lebih dalam. Namun, semakin banyak ia mencari, semakin gelap dan berbahaya jalannya. Sebuah perasaan tidak nyaman menghinggapinya—mungkin ia telah masuk terlalu jauh ke dalam dunia yang tidak seharusnya ia sentuh.
Malam itu, saat ia kembali ke penginapan, Arka tahu bahwa ia harus berhati-hati. Setiap langkah yang diambilnya di desa ini semakin membawanya lebih dekat pada sebuah kebenaran yang akan mengubah segalanya.*
Bab 6: Pengkhianatan yang Terungkap
Malam itu, udara di lembah terasa semakin dingin. Angin malam yang menusuk tulang menggerakkan dedaunan yang berguguran, menciptakan suara seperti bisikan halus yang tak dapat dimengerti. Arka duduk termenung di meja kamar penginapannya, memandangi tumpukan catatan yang telah ia kumpulkan selama beberapa hari terakhir. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui: Mengapa keluarga Tua begitu menjaga rahasia? Apa yang sebenarnya terjadi di balik lembah yang terpencil ini?
Semuanya berawal dari kejadian aneh yang terjadi semalam, setelah ia berbicara dengan wanita misterius yang ternyata bernama Dinda. Wanita itu tampaknya tahu lebih banyak daripada yang ia katakan, dan Arka merasa ada sesuatu yang sangat penting yang disembunyikan darinya. Apa yang lebih mengejutkan, saat Dinda pergi, ia memberikan sebuah pesan yang tidak bisa diabaikan: “Hati-hati dengan mereka yang terlihat tidak bersalah.” Pesan itu terngiang-ngiang di telinganya, seakan memperingatkan bahwa ada pengkhianatan yang lebih besar yang akan segera terungkap.
Pagi itu, Arka memutuskan untuk menemui seorang penduduk desa yang sudah cukup tua, Pak Tono. Ia dikenal sebagai orang yang tahu banyak tentang sejarah desa dan segala macam kejadian yang pernah terjadi di lembah ini. Meskipun sudah berusia lanjut, Pak Tono masih memiliki daya ingat yang luar biasa dan selalu ingin berbagi cerita dengan siapa pun yang tertarik. Arka berharap Pak Tono bisa memberinya petunjuk lebih jauh mengenai keluarga Tua dan rahasia yang melingkupi mereka.
Ketika Arka tiba di rumah Pak Tono, suasana di dalam rumah itu terasa hangat meskipun cuaca di luar masih dingin. Pak Tono menyambutnya dengan senyuman ramah, namun Arka bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda di mata tua itu, seolah-olah ia tahu lebih banyak dari yang ia ungkapkan.
“Selamat pagi, Nak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Pak Tono dengan lembut, tapi matanya tampak tajam, seakan sudah menilai maksud kedatangan Arka.
“Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan, Pak Tono,” jawab Arka, mencoba untuk tetap tenang. “Tentang keluarga Tua dan sejarah desa ini. Saya rasa ada banyak hal yang saya tidak tahu, dan saya perlu pemahaman lebih tentang mereka.”
Pak Tono duduk di kursi kayu tua, menarik nafas dalam-dalam. “Ah, keluarga Tua…” Ia terdiam sejenak, seperti mempertimbangkan sesuatu yang tidak ingin ia katakan. “Mereka bukan keluarga biasa, Nak. Mereka sudah ada di sini sejak sebelum kita semua lahir. Sejak zaman nenek moyang kita, mereka memegang peranan penting. Namun, jangan salah sangka. Di balik semua kehormatan yang mereka dapatkan, ada hal-hal yang lebih gelap yang mereka sembunyikan.”
Arka mendekat, mendengarkan dengan seksama. “Apa yang mereka sembunyikan, Pak?”
Pak Tono menatap Arka dengan tajam, lalu menundukkan kepalanya. “Ada yang menyebutnya sebagai kutukan, ada yang bilang itu adalah dosa lama yang tidak bisa ditebus. Namun yang pasti, keluarga Tua tidaklah semurni yang kita lihat di luar. Mereka terlibat dalam banyak peristiwa aneh yang terjadi di desa ini. Banyak orang yang hilang, tapi tidak ada yang berani berbicara. Hanya sedikit yang tahu kenyataan sesungguhnya.”
Arka merasa seakan ada sesuatu yang mengganjal di hati. “Apakah ada hubungannya dengan kematian yang terjadi di desa ini? Seperti yang saya dengar… tentang korban yang hilang dan kembali dengan cara yang tak wajar?”
Pak Tono menghela napas panjang, matanya tampak berkaca-kaca. “Ada sesuatu yang lebih mengerikan dari itu. Kematian itu bukan hanya kebetulan. Mereka terlibat dalam ritual-ritual yang sudah berlangsung sejak berabad-abad. Dan ketika seseorang mati, mereka tidak benar-benar mati. Mereka menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, sebuah kekuatan yang menguasai lembah ini.”
“Jadi, keluarga Tua yang mengendalikan semua ini?” tanya Arka, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang ia dapatkan.
“Tidak sepenuhnya,” jawab Pak Tono dengan suara serak. “Ada seseorang di dalam keluarga Tua yang berkhianat. Ia bekerja sama dengan kekuatan gelap yang berada di bawah lembah ini. Mereka yang dulu menjaga desa kini justru menjadi ancaman bagi semua orang. Dan pengkhianatan itu baru terungkap beberapa tahun yang lalu.”
Arka terkejut. “Pengkhianatan? Siapa yang berkhianat?”
Pak Tono menatap Arka, seakan memperingatkannya untuk berhati-hati. “Itu adalah rahasia yang hanya bisa diketahui oleh mereka yang berani mencari kebenaran. Tapi aku akan memberitahumu satu hal, Nak. Orang itu adalah orang yang paling dekat dengan keluarga Tua. Ia adalah darah mereka sendiri. Dan ketika pengkhianatan itu terungkap, seluruh desa ini akan hancur.”
Arka merasakan perasaan cemas yang menyelimutinya. “Apa yang harus saya lakukan?”
Pak Tono menatapnya dengan serius. “Kamu harus mencari tahu siapa orang itu, dan mengungkap rahasia yang selama ini disembunyikan. Tapi ingat, semakin dekat kamu dengan kebenaran, semakin besar bahaya yang mengintaimu.”
Setelah percakapan itu, Arka keluar dari rumah Pak Tono dengan kepala penuh pertanyaan. Ia tahu bahwa langkahnya kini semakin berat, tetapi ia tidak bisa mundur. Desakan rasa ingin tahu, serta keinginan untuk membongkar kebenaran, membuatnya tidak bisa lagi mengabaikan kenyataan. Ia harus mengetahui siapa yang berkhianat, dan apa yang sebenarnya terjadi di balik semua kejadian aneh yang menimpa desa ini.
Langkah Arka terasa semakin pasti ketika ia berjalan kembali ke penginapan. Ia menyadari bahwa rahasia yang tersembunyi di balik keluarga Tua adalah kunci dari semua misteri ini. Namun, ia juga tahu bahwa pengkhianatan yang terungkap tidak hanya akan mengguncang dunia keluarga Tua, tetapi juga akan mengguncang seluruh desa yang telah lama berada dalam bayang-bayang kegelapan.*
Bab 7: Terungkapnya Kebenaran
Malam itu, langit di atas lembah terlihat berbeda. Bintang-bintang yang biasanya tersembunyi oleh kabut tebal kini terlihat jelas, seolah memperlihatkan jalan bagi mereka yang berani mencari kebenaran. Angin yang semula tenang kini berhembus kencang, menggoyang pepohonan yang semakin rapuh. Suara dedaunan yang bergesekan menjadi pengingat bahwa perubahan besar sedang terjadi, sebuah perubahan yang telah lama tertunda.
Arka berjalan dengan langkah mantap menuju pusat desa. Di dalam hatinya, ia merasa sebuah ketegangan yang luar biasa. Ia tahu bahwa saat ini adalah titik terpenting dalam pencariannya. Segala informasi yang ia kumpulkan, baik dari Pak Tono, Dinda, maupun penduduk desa lainnya, kini menyatu dalam sebuah gambaran yang lebih jelas: keluarga Tua, dengan semua kuasa dan sejarah kelamnya, telah menyembunyikan sebuah kebenaran yang mengancam bukan hanya mereka, tetapi seluruh desa ini.
Setelah beberapa hari mencari, Arka akhirnya berhasil mendapatkan petunjuk yang mengarah pada sebuah bangunan tua yang terletak di ujung desa. Bangunan itu tak terlihat mencolok dari luar, bahkan bisa dibilang terlupakan oleh sebagian besar orang. Namun, Arka tahu bahwa di sanalah kunci dari semua misteri ini berada. Di dalam bangunan itu, rahasia keluarga Tua yang selama ini tersembunyi akan terungkap. Di situlah juga ia akan menemukan siapa yang telah berkhianat, dan mengapa pengkhianatan itu harus disembunyikan.
Sesampainya di depan pintu bangunan itu, Arka merasa detak jantungnya berdegup kencang. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum memasuki tempat yang akan mengubah hidupnya selamanya. Begitu pintu terbuka, aroma lama yang menyengat menyerbu indera penciumannya. Semua di dalamnya terasa sunyi, hanya suara langkah kakinya yang menggema di dinding-dinding kayu yang lapuk.
Bangunan itu ternyata adalah sebuah rumah tua yang dulu pernah menjadi tempat tinggal keluarga Tua sebelum mereka berpindah ke rumah yang lebih besar dan megah. Di ruangan utama, ada sebuah meja besar yang dipenuhi dengan buku-buku tua dan dokumen-dokumen yang tampak sudah tidak terurus lagi. Arka berjalan perlahan, menyusuri ruangan itu, matanya tak henti-henti mengamati setiap sudut, mencari sesuatu yang bisa mengungkapkan misteri.
Matanya berhenti pada sebuah buku besar yang terletak di atas meja. Tanpa ragu, Arka membuka halaman pertama. Buku itu berisi catatan sejarah keluarga Tua yang tampaknya ditulis dengan tangan sendiri oleh salah satu anggota keluarga. Halaman-halaman berikutnya mengungkapkan kisah yang sangat mengerikan: keluarga Tua, yang selama ini dihormati dan dijunjung tinggi, ternyata memiliki hubungan dengan kekuatan gelap yang berasal dari dalam lembah ini.
Ternyata, desa ini dibangun di atas tanah yang sangat berbahaya, sebuah tanah yang telah lama dipenuhi dengan energi jahat. Tanah itu dikendalikan oleh entitas yang tak terlihat oleh mata manusia, dan keluarga Tua adalah penjaga sekaligus pengendali kekuatan tersebut. Mereka telah mengikat perjanjian dengan kekuatan gelap itu sejak zaman nenek moyang mereka, yang memungkinkan mereka memiliki kekuatan dan kemakmuran yang luar biasa. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi: jiwa-jiwa tak bersalah harus menjadi korban untuk menjaga keseimbangan.
Arka membaca dengan cepat, tubuhnya gemetar saat ia menyadari betapa besar pengaruh keluarga Tua dalam menjaga rahasia ini. Tidak hanya itu, ia juga menemukan nama orang yang berkhianat: Bram, salah satu anggota keluarga Tua yang sangat dekat dengan pemimpin keluarga. Bram telah melanggar perjanjian dengan kekuatan gelap tersebut dan mencoba mengungkapkan kebenaran kepada dunia luar. Sebagai akibatnya, kekuatan gelap itu mulai merasuki desa, menimbulkan kekacauan dan kematian yang tak terhitung jumlahnya.
Namun, pengkhianatan itu tidak dibiarkan begitu saja. Bram diburu oleh keluarganya sendiri, dan akhirnya dibunuh secara kejam untuk mencegahnya mengungkapkan rahasia itu kepada orang lain. Tapi meskipun tubuhnya telah terkubur, roh Bram tidak pernah benar-benar mati. Ia menjadi bayangan yang menghantui desa, dan setiap kali seseorang mendekati kebenaran, bayangannya akan muncul untuk menghalangi.
Dengan tangan gemetar, Arka melanjutkan membaca. Ia menemukan petunjuk mengenai tempat di mana Bram disembunyikan setelah kematiannya. Ternyata, Bram tidak hanya dibunuh, tetapi juga dijadikan bagian dari ritual gelap yang diadakan oleh keluarga Tua untuk mengikat kekuatan itu agar tetap ada. Arka tahu bahwa ia harus menemukan tempat itu dan menghancurkan sumber kekuatan gelap yang telah menguasai desa selama ini.
Ketika ia melangkah keluar dari rumah tua itu, sebuah suara samar terdengar di belakangnya. “Kamu sudah tahu lebih dari yang seharusnya, Arka,” suara itu berkata, penuh dengan ancaman. Arka segera menoleh dan melihat Dinda berdiri di sana, wajahnya kini tidak lagi terlihat ramah. Mata Dinda memancarkan kekuatan yang tak bisa disangkal.
“Dinda… Apa yang kamu lakukan di sini?” Arka bertanya, suaranya tegang.
Dinda tersenyum dingin. “Aku sudah tahu kamu akan sampai ke sini, Arka. Semua yang kamu temukan hanyalah sebagian dari kebenaran. Tidak ada yang bisa menghentikan apa yang sudah dimulai.”
Sekarang Arka tahu bahwa Dinda, yang ia anggap sebagai sekutu, ternyata memiliki agenda sendiri. Dinda bukanlah sekadar penduduk biasa. Ia adalah bagian dari keluarga Tua yang selama ini menyembunyikan rahasia mengerikan ini. Dinda adalah pengkhianat yang sebenarnya, dan ia bekerja sama dengan kekuatan gelap untuk memastikan kekuatan keluarga Tua tetap hidup.
Namun, meskipun Arka tahu bahwa ancaman dari Dinda dan keluarga Tua semakin besar, ia tidak bisa mundur. Dengan segala pengetahuan yang ia miliki, Arka memutuskan untuk mengungkapkan kebenaran ini kepada seluruh desa, meskipun ia harus menghadapi bahaya yang mengancam hidupnya. Tidak ada yang bisa menghentikan langkahnya sekarang.
Kebenaran telah terungkap, dan saatnya untuk mengakhiri kutukan yang telah melanda desa ini.***
———–THE END———