• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
BAYANGAN TERAKHIR DI KOTA MATI

BAYANGAN TERAKHIR DI KOTA MATI

April 23, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
BAYANGAN TERAKHIR DI KOTA MATI

BAYANGAN TERAKHIR DI KOTA MATI

by SAME KADE
April 23, 2025
in Action
Reading Time: 24 mins read

Bab 1 – Kota Mati

Angin berdesir menyapu puing-puing gedung pencakar langit yang telah lama ditinggalkan. Kota Zerra, yang dulunya pusat teknologi dan peradaban modern, kini menjadi monumen bisu dari kegagalan manusia. Kabut tipis bergelantung di antara bangunan yang hangus dan jalanan retak. Tak ada kehidupan. Tak ada suara, selain desiran angin dan gelegak alat-alat listrik yang rusak.

Di tengah reruntuhan itu, Raka, pria berusia tiga puluhan dengan bekas luka panjang di pelipis kirinya, melangkah mantap. Ia mengenakan jaket hitam lapis kevlar dan membawa tas ransel besar di punggung. Di pinggangnya tergantung senjata api, lengkap dengan peluru cadangan. Wajahnya keras, matanya waspada, seakan setiap bayangan adalah ancaman.

“Selamat datang kembali ke neraka,” gumamnya, menatap papan nama kota yang nyaris runtuh.

Raka bukan orang biasa. Ia mantan tentara bayaran yang kini bekerja sebagai pelacak dan pengambil barang-barang penting untuk klien-klien rahasia. Kali ini, misinya adalah menyusup ke Kota Zerra untuk mengambil *chip data* dari laboratorium utama pemerintahan lama—sebuah pusat penelitian yang katanya menyimpan rahasia kehancuran kota ini.

Di tengah langkahnya, ia berhenti. Suara logam bergemerincing memantul dari lorong di sisi kanan. Raka segera merunduk, menarik senjatanya. Tak ada apa pun. Hanya kaleng kosong yang terbawa angin. Tapi ia tahu lebih baik dari siapa pun: di Kota Mati, keheningan adalah jebakan, dan suara kecil bisa jadi peringatan akan datangnya maut.

Raka melanjutkan perjalanan menuju sektor pusat. Jalannya melalui gang-gang sempit, reruntuhan kendaraan lapuk, dan sisa-sisa kehidupan yang membusuk bersama waktu—mainan anak-anak, meja makan terbalik, coretan di dinding: “Kami tidak pernah diminta untuk ini.”

Semakin dalam ia masuk, sinyal komunikasinya melemah. Peta digital yang ia pegang mulai bergetar, lalu mati total. Tapi Raka hafal arah. Ia pernah berada di sini—lima tahun lalu—saat kota ini mulai dibumihanguskan oleh “Protokol Hening”, penghapusan paksa atas seluruh populasi kota demi menutupi proyek militer eksperimental yang bocor.

Tiba-tiba, suara derit pelan terdengar di atasnya. Raka mendongak. Sebuah siluet bergerak cepat melintasi atap. Terlalu cepat untuk manusia biasa.

“Bukan cuma aku yang masih hidup di sini,” bisiknya.

Ia segera mempercepat langkah, menyusup ke bangunan tua yang dulunya pusat perbelanjaan. Dari balik rak-rak yang berkarat dan lantai berdebu, ia mendirikan perkemahan kecil. Nyalakan pemanas portabel, pasang sensor gerak.

Tepat sebelum menutup mata, ia mencatat satu hal dalam buku kecilnya:
“Seseorang – atau sesuatu – sedang membuntuti. Harus tetap waspada. Data belum ditemukan. Kota ini masih hidup… dan penuh rahasia.”

Lampu kecil di sisinya berkedip merah—sensor mendeteksi gerakan di lantai atas.

Bab 2 – Jejak Bayangan

Pagi tak pernah benar-benar datang di Kota Zerra. Kabut tebal dan langit abu-abu membuat waktu seakan berhenti. Raka terbangun dari tidur ringan yang penuh kegelisahan. Ia mengecek alat pemindai gerak—masih berkedip merah. Sepanjang malam, sesuatu bergerak di sekitarnya… tapi tak pernah cukup dekat untuk terlihat.

Raka memutuskan untuk menyelidiki.

Ia naik ke lantai dua bangunan tua itu, pistol di tangan, langkah perlahan tapi mantap. Debu mengambang setiap kali ia menginjak lantai kayu lapuk. Sesekali, ia berhenti mendengarkan. Nafasnya tertahan.

Tiba-tiba… “krak!”
Suara kecil di ujung lorong. Raka segera berjongkok, mengarahkan senjatanya.

Namun, yang ia temukan hanyalah selembar kain kumal tergantung dari ventilasi rusak… dan bekas kaki kecil di debu.

“Anak-anak?” gumamnya, tak percaya.

Raka mengikuti jejak itu yang berbelok ke arah tangga darurat dan mengarah keluar bangunan. Jejaknya ringan, berlari, kadang menyeret. Tapi yang paling mengganggu adalah: jejak itu baru. Masih segar.

Saat ia melangkah keluar, pandangannya terpaku pada sebuah mural besar di dinding seberang jalan. Gambar seorang pria tanpa wajah dengan latar kobaran api, dicat dengan darah kering dan tulisan besar:
“Bayangan Terakhir akan datang.”

Di bawah mural itu—bekas tangan kecil yang digoreskan, seperti tanda seseorang mencoba menyampaikan pesan… atau permintaan tolong.

Raka menyipitkan mata. Nalurinya berteriak. Ia segera merunduk ke belakang mobil terbakar ketika **suara langkah cepat** terdengar di atap bangunan di seberangnya. Suara gesekan logam. Lalu—diam lagi.

Dia melihat siluet… sosok berpakaian compang-camping, berlari lincah di atas reruntuhan. Gerakannya cepat, hampir tidak wajar. Lalu menghilang di balik tembok.

Raka mengejar.

Ia melintasi puing-puing dan menyusup ke gang sempit, napasnya teratur meski adrenalinnya naik. Tapi jejak itu menghilang. Tak ada suara, tak ada sosok.

Di tengah kebingungan, ia menemukan sesuatu yang jauh lebih penting: Lencana lama pasukan elit yang ia kenal betul—karena dulunya ia juga bagian dari mereka. Lencana itu tertinggal di antara tumpukan sampah dan kabel listrik mati. Di baliknya, terdapat kode yang ditulis dengan tangan:
“02-B, Dinding Barat – Jangan Percaya Siapa pun.”

Saat Raka hendak menyimpan lencana itu, dari balik reruntuhan, seseorang muncul…
seorang gadis remaja dengan pisau kecil di tangannya, siap menyerang.

“Jangan bergerak, atau aku tusuk tenggorokanmu!” bentak gadis itu.

Raka hanya mengangkat tangan pelan, memerhatikan wajahnya yang penuh debu dan ketakutan… namun matanya tajam. Seorang penyintas.

Bab ditutup dengan ketegangan antara dua orang asing yang saling menodong… di kota yang sudah lama kehilangan arti “kepercayaan”.

Bab 3 – Sang Pemandu

“Jangan bergerak!”
Suara gadis itu terdengar mantap meski jemarinya gemetar. Pisau kecil di tangannya bergetar saat diarahkan ke leher Raka. Di balik debu dan bekas luka di wajahnya, terlihat keteguhan yang tidak biasa dimiliki anak seusianya.

Raka tak bereaksi cepat. Matanya mengamati. Gadis itu kurus, pakaiannya lusuh, tapi caranya berdiri menunjukkan bahwa dia bukan hanya bertahan hidup… dia terlatih untuk itu.

“Kalau kau ingin membunuhku, sudah dari tadi bisa,” kata Raka pelan, tenang. “Tapi kau masih ragu. Itu berarti kita bisa bicara.”

Gadis itu menatap tajam, namun akhirnya menurunkan pisau pelan-pelan.

“Siapa kamu?” tanyanya curiga.
“Orang yang nyasar ke kota mati,” jawab Raka singkat. “Dan sepertinya kau tahu jalan lebih baik dariku.”

Hening sesaat.

“Namaku Ayla,” katanya akhirnya. “Dan kota ini bukan tempat untuk orang bodoh yang nyasar sendirian.”

Di sebuah tempat tersembunyi di bawah tanah, Ayla membawa Raka ke sebuah bunker kecil yang ia buat sendiri dari sisa-sisa perlengkapan militer dan elektronik bekas. Di dalamnya terdapat peta kota usang dengan coretan-coretan merah: rute aman, zona bahaya, dan tanda tanya besar di beberapa lokasi—termasuk “Lab Omega”, tempat tujuan Raka.

Raka terkejut melihat seberapa banyak informasi yang dimiliki Ayla. Anak ini tidak hanya bertahan, tapi menguasai wilayah. Ia tahu kapan harus pindah tempat, bagaimana menghindari patroli Suku Bayangan, bahkan bisa memperbaiki radio tua untuk menangkap sinyal dari luar.

Ayla akhirnya mengaku:
“Aku lahir di kota ini. Dulu orang tuaku ilmuwan di Omega. Mereka meninggal saat protokol karantina dimulai. Aku selamat karena… kakakku membawa aku kabur.”
“Kakakmu?”
“Dia bagian dari eksperimen. Sekarang aku mencarinya.”

Raka melihat kesamaan. Ayla punya misi. Seperti dirinya.

“Kau bantu aku cari kakakku,” kata Ayla tiba-tiba, “dan aku bantu kau masuk ke Omega.”
“Dan kalau aku menolak?”
“Kau akan mati sebelum mencapai setengah jalan ke sana.”

Raka tertawa kecil. Ia menyukai keberanian anak ini. “Kesepakatan.”

Malam itu, Raka mempelajari peta yang diberikan Ayla. Mereka menyusun rencana untuk menuju Distrik Barat—melewati terowongan bawah tanah bekas jalur evakuasi. Ayla memperingatkan:
“Di bawah sana… bukan cuma tikus yang tinggal.”

Sementara mereka bersiap, di tempat lain, kamera pengintai tua menyala. Sosok tak dikenal menatap layar—melihat Raka dan Ayla bersama.

“Target bergerak ke zona merah. Waktu kita hampir habis.”

Seseorang sedang mengawasi mereka.
Dan mereka baru saja masuk ke permainan yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.

Bab 4 – Terowongan Gelap

Raka dan Ayla berdiri di hadapan sebuah lubang besar yang tertutup puing beton dan besi berkarat. Di balik reruntuhan itu terdapat mulut terowongan bawah tanah yang dulunya digunakan sebagai jalur evakuasi darurat. Kini, tempat itu dikenal sebagai “Perut Kota”—jalur gelap yang menjadi sarang makhluk dan entitas yang bahkan penduduk Kota Zerra dulu enggan membicarakannya.

“Kita masuk lewat sini?” tanya Raka sambil menyipitkan mata.
“Kalau mau jalan pintas ke Distrik Barat dan Lab Omega, ya. Tapi cepat. Mereka bisa mencium suara gerakan,” jawab Ayla sembari membuka pintu baja dengan paksa menggunakan kartu akses tua dan kabel rakitan.

Mereka melangkah masuk, cahaya senter menjadi satu-satunya panduan di kegelapan pekat.

Langkah mereka bergema. Di sepanjang dinding terowongan, terdapat coretan-coretan tua: tanda-tanda evakuasi, pesan-pesan terakhir, dan… cap tangan berlumur darah dengan angka-angka acak di sekelilingnya. Raka berhenti sejenak memperhatikan.

“Ini kode,” bisiknya. “Sandi militer. Seseorang dari pasukanku pernah menulis seperti ini.”

“Mungkin masih ada yang hidup,” kata Ayla, pelan.

Mereka melanjutkan perjalanan, namun suasana berubah. Udara menjadi lembab dan berbau menyengat. Di kejauhan, suara besi diseret, gemerisik rantai… lalu desisan pelan.

“Berhenti,” bisik Ayla tiba-tiba.

Dari balik sudut lorong, muncul makhluk humanoid berkulit pucat dan bermata putih. Gerakannya seperti manusia yang patah semua tulangnya—tidak stabil, namun sangat cepat. Makhluk itu adalah hasil eksperimen gagal dari proyek bio-enhancement militer: dikenal sebagai “Bayangan Tumbang”—mutan yang kehilangan identitas dan hidup hanya untuk memburu.

Raka menarik senjatanya, tapi Ayla menahan.

“Jangan bunyi. Mereka bereaksi pada suara, bukan cahaya.”

Mereka berdua mundur perlahan. Tapi sebuah kaleng jatuh dari tas Raka. “TING!”

Makhluk itu menjerit—suara melengking yang menggema sampai ujung terowongan. Tak hanya satu… dari celah-celah terowongan lain, tiga, lima, tujuh makhluk serupa bermunculan.

“LARI!” teriak Ayla.

Aksi kejar-kejaran dimulai. Raka dan Ayla berlari menembus terowongan sempit, melompati kabel, menendang pintu-pintu kecil, dan menembakkan suar untuk membingungkan para pengejar. Di satu titik, mereka memutuskan untuk bersembunyi di ruang kontrol listrik tua.

Raka mengunci pintu dan memasang bom mini di pegangan. Makhluk-makhluk itu mencoba menerobos, mencakar, menggeram.

“Kita gak bisa di sini lama,” kata Ayla terengah. “Kalau mereka panggil lebih banyak—”

“DORR!!” Bom meledak, menghamburkan serpihan pintu dan membakar makhluk terdepan. Yang lainnya mundur sementara waktu.

Raka memanfaatkan momen itu untuk membuka saluran ventilasi kecil. Mereka merangkak masuk, sempit, pengap, tapi aman.

Setelah beberapa menit, mereka keluar di lorong sisi barat. Ayla menghela napas.
“Kita hampir sampai. Lab Omega tinggal satu level lagi di atas.”

Namun saat mereka berdua mulai naik tangga besi yang berkarat, sebuah suara berat menggema dari pengeras suara rusak di dinding terowongan:

“Raka… aku tahu kau di sana.”
“Lima tahun lalu kau lari. Kali ini, kau harus hadapi apa yang kau tinggalkan.”

Raka mematung. Itu suara yang tak ia dengar sejak peristiwa Protokol Hening.

“Itu… Letnan Vargo,” bisiknya. “Dia seharusnya sudah mati bersama kota ini.”

Ayla menatapnya, bingung dan takut.

“Kau punya banyak cerita yang belum kau bagi.”

ab 5 – Musuh Dalam Bayangan

Tangga menuju lantai atas terasa lebih berat dari biasanya. Setiap langkah yang Raka ambil seolah menarik kenangan kelam dari masa lalu yang selama ini ia coba kubur. Suara Letnan Vargo yang barusan terdengar melalui pengeras suara menandakan satu hal: masa lalu belum selesai dengannya.

Di ujung tangga, Ayla membuka pintu menuju lorong sempit yang diterangi cahaya lampu darurat berwarna merah. Dinding-dindingnya penuh dengan bekas peluru dan tanda perlawanan—sebuah sisa dari pertempuran yang pernah terjadi di dalam kompleks Lab Omega.

“Kau mengenalnya?” tanya Ayla, mata masih menyisir setiap sudut lorong.

“Vargo adalah komandanku dulu. Dia… seharusnya mati saat aku dan timku mengevakuasi lab ini,” jawab Raka lirih. “Tapi kalau dia masih hidup, berarti ada yang jauh lebih besar terjadi di sini.”

Saat mereka berjalan lebih dalam, Ayla menemukan ruangan dengan logo GENCORE—perusahaan riset biologis militer yang dahulu membiayai eksperimen manusia di Kota Zerra. Ruangan itu berisi rekaman-rekaman lama, file eksperimen, dan peta yang menunjukkan bagian bawah Omega yang tidak pernah terdaftar dalam dokumen publik: Ruang Bayangan.

“Tempat itu… bukan hanya laboratorium,” ujar Raka, membaca dokumen. “Tempat itu digunakan untuk menyembunyikan subjek eksperimen kelas-X. Termasuk—”

Suara derit pintu mendadak memecah keheningan. Raka reflek mengangkat senjata. Sosok berjubah gelap muncul di ambang pintu. Wajahnya tertutup topeng tak dikenal. Ia tidak berbicara. Hanya mengangkat tangan kanan yang tertanam senjata biologis—sebuah hasil modifikasi dari teknologi GENCORE.

“AYLA, TIARAP!”

Tembakan senyap dilepaskan. Raka dan Ayla berlindung di balik meja logam, lalu membalas tembakan. Tapi yang mereka lawan bukan manusia biasa. Sosok itu bergerak cepat, nyaris tak terlihat dalam bayangan, dan menyerang dengan presisi militer.

“Ini bukan mutan biasa,” geram Raka sambil menahan napas. “Ini… Unit Bayangan.”

Unit Bayangan adalah tentara elit hasil eksperimen yang mampu berasimilasi dengan kegelapan. Mereka tak memiliki identitas, dikendalikan sepenuhnya oleh sinyal neural dari pusat Omega. Mereka dulunya manusia. Sekarang? Hanya mesin pembunuh tanpa emosi.

Pertempuran berlangsung brutal. Ayla menggunakan jebakan listrik rakitannya untuk memperlambat lawan, sementara Raka menyusun strategi untuk menjatuhkan musuh yang terus menghilang di antara sudut ruangan.

Akhirnya, dengan kombinasi tembakan presisi ke panel kontrol dan ledakan kecil, Unit Bayangan itu roboh. Saat topengnya terbuka karena ledakan, Ayla menatap kosong.

“Itu… kakakku.”

Tubuh itu memang tidak utuh seperti dulu, tapi ukiran nama kecil “RAEL” di leher menunjukkan siapa dia. Kakak Ayla telah dijadikan bagian dari proyek gelap militer yang disebut **“Bayangan Hidup”**—tentara eksperimen yang digunakan untuk operasi rahasia di luar etika manusia.

Ayla jatuh terduduk.
“Mereka mencuci otaknya. Dia bahkan tak mengenaliku…”

Raka menatap Rael yang kini diam, lalu melihat Ayla.
“Ini bukan salahmu. Tapi kau berhak tahu kebenarannya. Dan ini baru permulaan.”

Suara tawa berat terdengar lagi dari pengeras suara.

“Kau mulai mengerti, Raka. Semua yang terjadi, adalah karena keputusan yang kau ambil lima tahun lalu.”

“Datanglah ke Ruang Bayangan, dan buktikan kalau kau lebih dari sekadar bayangan pengecut.”

Raka mengepalkan tinju. Ia tahu… untuk mengakhiri ini semua, mereka harus masuk lebih dalam ke inti dari semua rahasia. Tempat di mana semuanya bermula.

Bab 6 – Proyek Omega

Lorong-lorong menuju pusat Lab Omega semakin dingin dan sunyi. Cahaya lampu darurat mulai redup, digantikan dengan pantulan sinar biru dari kabel-kabel plasma yang menyala di sepanjang dinding. Di balik pintu baja berlapis tiga, Raka dan Ayla akhirnya tiba di lokasi yang selama ini hanya disebut dalam bisik-bisik pasukan: Ruang Inti Proyek Omega.

“Ini… tempat semuanya dimulai,” gumam Raka pelan.
“Dan mungkin tempat semuanya berakhir,” sahut Ayla sambil menggenggam erat senjatanya.

Ruang itu menyerupai ruang kendali stasiun luar angkasa—dipenuhi panel digital, tabung eksperimen, dan tangki berisi cairan biru pekat. Di tengah ruangan, berdiri sebuah pod vertikal raksasa yang memuat tubuh-tubuh manusia terendam, setengah hidup, setengah mesin. Di salah satu layar, muncul logo yang sudah lama dihapus dari semua dokumen resmi: GENCORE OMEGA INITIATIVE.

Rekaman Rahasia

Ayla menyalakan panel data kuno yang masih bisa dibuka. Rekaman holografik muncul. Di sana, tampak seorang ilmuwan muda—dr. Alma Rishan, ibu dari Ayla, sedang melakukan pengujian pada subjek eksperimen.

“Subjek 07 menunjukkan kemampuan adaptasi dengan teknologi biomimetik. Namun ada penurunan stabilitas mental…”
“Kita harus menghentikan ini—Vargo tidak lagi menguji… ia mempersenjatai mereka.”

Raka menatap layar dengan rahang mengeras.
“Ibumu tahu ini salah. Tapi proyek ini sudah dikendalikan militer.”

“Vargo memutarbalikkan semuanya,” gumam Ayla lirih. “Ia mengorbankan ayahku, kakakku… dan ibu juga.”

Mereka menemukan catatan bahwa Proyek Omega adalah rencana akhir pertahanan Kota Zerra: menciptakan pasukan super yang bisa hidup dan bertarung bahkan setelah kematian. Namun eksperimen itu gagal—bukan karena sains, tapi karena manusia di baliknya kehilangan akal sehat.

Vargo, yang kala itu masih Letnan Kolonel, mengambil alih proyek dan mulai menciptakan prajurit tanpa jiwa: Bayangan Omega.

Konfrontasi Pertama

Tiba-tiba, sistem lab menyala otomatis. Pintu-pintu geser terbuka sendiri. Suara Vargo muncul lagi, kali ini dalam bentuk hologram yang menampakkan wajahnya yang kini sudah setengah cybernetic.

“Kalian akhirnya sampai. Selamat, Raka… kau kembali ke rumahmu.”
“Apa yang kau lakukan ini bukan demi keselamatan. Ini obsesi!” balas Raka.
“Kau menyebutnya obsesi. Aku menyebutnya evolusi,” kata Vargo.

Dari belakang ruang utama, muncul empat Bayangan Omega, masing-masing dengan kemampuan unik: kecepatan luar biasa, kamuflase total, manipulasi medan elektromagnetik, dan satu yang tak terlihat oleh sensor biasa—hanya bisa dirasakan oleh insting.

Pertarungan pun pecah.

Ayla menjatuhkan musuh kamuflase dengan alat pelacak suara jantung yang dibuat dari peralatan lab tua. Raka bertarung brutal dengan Bayangan elektromagnetik, menggunakan medan konduktor untuk membalikkan gelombang mereka.

Namun, musuh yang tak terlihat mulai menyerang dari arah yang tak terduga. Ayla hampir terkena serangan fatal, tapi Raka mendorongnya, dan terkena sabetan di lengannya.

“Kita harus aktifkan sistem pembersihan!” teriak Ayla.

Mereka menuju panel kontrol pusat. Dengan kombinasi kode dari memori masa lalu Raka dan akses biometrik Ayla, sistem pertahanan Omega diaktifkan.

Cahaya plasma menyapu ruangan. Satu per satu Bayangan Omega terbakar oleh suhu ekstrem. Hanya satu yang berhasil kabur—kemungkinan mata-mata Vargo.

“Dia masih mengendalikannya dari luar,” kata Raka. “Dia tidak di sini. Dia menonton.”

“Lalu kita serang tempat dia bersembunyi,” ucap Ayla, tegas.

Temuan Terakhir

Sebelum keluar, Ayla menemukan satu pod yang belum aktif. Di dalamnya—sosok perempuan tua dengan wajah yang mirip dengannya.

“Itu… Ibu.”
“Dia masih hidup,” kata Raka. “Atau… ditahan dalam status tidur panjang.”

Mereka tak punya waktu membangunkannya sekarang. Tapi Ayla bersumpah akan kembali.

Bab 7 – Pengkhianatan

Langit Kota Zerra tampak kehitaman saat badai debu menyapu reruntuhan. Dari kejauhan, siluet Menara Eclipse—markas terakhir Vargo—berdiri menjulang seperti tombak besi yang menantang langit. Raka dan Ayla, ditemani oleh mantan anggota pasukan bayangan bernama Drei, bersiap menembus pertahanan terakhir.

Drei adalah rekan lama Raka, selamat dari pembantaian lima tahun lalu. Ia ditemukan Ayla saat menyusuri lorong-lorong bawah Omega dan mengaku ingin membalas dendam pada Vargo karena menjadikannya kelinci percobaan.

“Kita hanya punya satu kesempatan. Aku tahu rute rahasia ke dalam menara,” ujar Drei, menatap peta hologram.
“Jika kau berkhianat, aku sendiri yang akan menghabisimu,” balas Raka datar.

Tapi mereka semua tahu: dalam perang bayangan, kepercayaan adalah mata uang paling mahal.

Misi Menyusup

Ketiganya menyusup lewat jalur saluran udara bawah tanah yang mengarah langsung ke sektor inti Menara Eclipse. Sepanjang jalan, mereka bertemu dengan jejak kehancuran—tubuh-tubuh prajurit bayangan yang gagal dalam proses integrasi, dan ruangan yang dipenuhi sisa eksperimen.

Di sebuah ruang observasi, Ayla menemukan ruang kendali neural,  tempat semua Bayangan Omega dikendalikan lewat sinyal otak buatan.
“Vargo tak hanya menciptakan tentara,” ucap Ayla ngeri. “Dia menciptakan jaringan kesadaran kolektif. Ini… seperti neraka digital.”

“Dan kita akan membakarnya sampai ke akar,” ujar Raka dingin.

Mereka memulai proses sabotase sistem. Tapi saat sistem mulai meledak, alarm berbunyi. Gerbang otomatis menutup. Drei menatap mereka—senyumnya berubah dingin.

“Maaf, kawan… Tapi aku juga hanya ingin hidup.”

Drei menekan tombol di lengan bajunya. Gas beracun keluar dari ventilasi. Ia membuka masker dan menatap Raka.
“Vargo menjanjikan kebebasan. Hidup di luar kota ini. Aku… tidak ingin mati di kota mati.”

“Kau menjual jiwa demi napas palsu,” desis Raka.

Pertarungan sengit pun terjadi. Ayla melawan dua prajurit cybernetic yang dibawa Drei. Raka dan Drei bertarung satu lawan satu, brutal, seperti masa lalu yang kembali hidup.

Drei menggunakan senjata energi berbasis bayangan yang bisa menyerap cahaya sekitar. Tapi Raka memanfaatkan celah: dia melempar granat cahaya ke langit-langit dan menembakkan peluru keras ke dada Drei saat silau menyilaukan pandangan musuh.

“Kau lupa… aku yang melatihmu.”

Drei roboh, sekarat, menatap Raka dengan mata penuh penyesalan.

“Aku cuma… ingin bebas…”

“Kau bebas sekarang,” jawab Raka, menutup matanya untuk terakhir kalinya.

Kebenaran Terungkap

Dengan jalur pengkhianatan terbuka, Raka dan Ayla mencapai ruang observasi pusat. Di sana, mereka menemukan data mentah: Vargo telah menduplikasi kesadaran manusia ke dalam sistem Bayangan—dan salah satunya adalah Rael, kakak Ayla. Tapi tidak hanya itu…

“Raka… nama ini… ini dirimu.”
“Apa maksudmu?”

Ternyata, Raka pernah disuntikkan versi awal dari sistem neural Vargo—itulah sebabnya dia bisa melacak gerakan Bayangan, dan kadang mendengar bisikan dalam pikirannya. Ia adalah kunci terakhir untuk mematikan semua pasukan Bayangan.

“Itulah mengapa Vargo tidak membunuhmu lima tahun lalu. Dia butuhmu hidup,” gumam Ayla.

Raka menggenggam erat pedang hitam milik Drei.
“Kalau begitu, mari kita temui dia. Dan akhiri semuanya.”

Bab 8 – Perang di Zona Merah

Zona Merah adalah jantung Kota Zerra yang telah lama menjadi wilayah terlarang. Bekas markas pertahanan utama yang kini berubah menjadi ladang kematian, dikelilingi oleh runtuhan bangunan, medan magnet tak stabil, dan sisa-sisa teknologi eksperimental yang sudah kehilangan kendali. Tempat ini menjadi medan pertempuran terakhir antara pasukan Raka dan pasukan Bayangan Omega yang dikendalikan oleh Vargo.

Setelah kematian Drei dan pengkhianatannya terbongkar, Raka dan Ayla menyebarkan data dari Laboratorium Omega ke jaringan penyintas. Pesan mereka tersebar, dan para mantan pejuang, tentara yang selamat, serta para penolak eksperimen Omega mulai berkumpul. Untuk pertama kalinya sejak Kota Mati jatuh, perlawanan bersatu kembali.

“Kita tak lagi bertempur demi balas dendam,” ujar Raka di depan pasukan kecilnya. “Kita bertempur untuk mencegah masa depan lebih gelap dari masa lalu.”

Persiapan Perang

Sementara Ayla dan unit teknis menyabotase jalur komunikasi Bayangan, Raka membagi pasukan ke dalam tiga tim:
– Tim Phantom: pasukan cepat, menyerang dari sisi timur.
– Tim Ember: penembak jitu dan pendobrak, dari sisi barat.
– Tim Inti: Raka dan Ayla, langsung menuju pusat menara kendali neural.

Di atas reruntuhan Kota Zerra, drone-drone tua disulap menjadi senjata udara. Tank lapis baja bekas pun diperbaiki seadanya. Para pejuang tahu mereka tidak akan bisa menang dalam jumlah—tapi mereka bertaruh pada kejutan dan semangat terakhir.

Serangan Dimulai

Saat malam menyelimuti kota, langit terbakar merah akibat ledakan awal dari drone pengalih perhatian. Pasukan Raka menyerbu dari segala arah. Pertarungan terjadi di gedung-gedung roboh, lorong-lorong bawah tanah, hingga jembatan layang yang menggantung rapuh.

Bayangan Omega muncul seperti hantu. Cepat, brutal, dan tidak kenal ampun. Mereka tak hanya kuat secara fisik, tapi juga saling terhubung secara mental. Jika satu tahu posisi musuh, semua tahu.

Tapi Ayla telah menyiapkan pemutus gelombang neural—sebuah alat yang mampu mengacaukan koordinasi antar-Bayangan.

“Lepaskan sekarang!” teriak Ayla dari pusat komando darurat.

Seketika itu, Bayangan yang tadinya menyerang dengan taktik sempurna mulai bergerak kacau. Itu cukup untuk membuka celah.

Raka memimpin langsung ke arah gerbang utama Menara Eclipse, bertarung habis-habisan dengan unit elite Bayangan. Salah satu dari mereka, Varra, adalah Bayangan versi eksperimen dari Letnan Tua yang dulu melatih Raka—sekarang hanya sisa program tempur tanpa emosi.

Pertarungan mereka brutal dan personal. Raka nyaris kehilangan nyawanya, tapi berhasil mengaktifkan medan penekan sinyal di tubuh Varra, membuat sang Bayangan lumpuh dan meledak karena overload sistem internal.

Tepat saat mereka hampir mencapai ruang kendali neural pusat, sistem pertahanan terakhir aktif. Jaringan laser plasma melindungi menara, dan hanya satu jalur yang bisa dilalui—jalur tengah yang sudah hancur sebagian.

Ayla menawarkan diri untuk menahan sisa pasukan dan membuka jalan bagi Raka.

“Kalau kita gagal, dunia akan menjadi seperti Zerra.”
“Kita tak boleh gagal,” jawab Ayla, lalu memeluk Raka singkat. “Selesaikan ini.”

Raka pun maju sendirian ke jantung jaringan neural Bayangan. Di dalamnya—bertemu dengan hologram Vargo yang kini telah melepaskan tubuhnya dan sepenuhnya menjadi kesadaran digital abadi.

Raka akhirnya melihat inti sistem neural: sebuah bola raksasa mengambang, dikelilingi oleh ribuan data otak manusia—korban Proyek Omega yang kini terperangkap dalam jaringan.

“Satu langkahmu bisa membunuh ribuan pikiran yang masih hidup,” kata Vargo.
“Itu harga dari kebebasan,” jawab Raka.

Bab 9 – Bayangan Terakhir

Raka berdiri di hadapan bola data yang memancarkan cahaya biru redup, di dalamnya ribuan pikiran manusia terperangkap dalam bentuk holografis. Suara-suara mereka berbisik di telinganya, suara kebingungannya terasa seperti angin yang menggema di ruang hampa. **Vargo**, sekarang hanya kesadaran digital, muncul di hadapannya dalam bentuk wajahnya yang terdistorsi.

“Kau tak akan bisa menghapus apa yang sudah terjadi, Raka,” suara Vargo bergema, penuh keangkuhan. “Kau bukan lagi manusia, kau adalah bagian dari sistem ini. Bahkan sekarang, kau tak lebih dari bagian terakhir dari proyek yang telah aku rencanakan sejak lama.”

Raka menggenggam pedangnya lebih erat. Setiap kata dari Vargo menggali rasa sakit yang tak pernah hilang—kenangan kelam dari masa lalu yang selalu mengejarnya. Namun, di balik rasa sakit itu, ada tekad yang semakin kuat. Ia tidak hanya melawan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh manusia yang terjebak dalam jaringan ini.

“Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan mereka, Vargo,” jawab Raka dengan suara yang lebih tegas. “Mereka adalah orang-orang yang kau hancurkan, dan aku akan menghancurkanmu untuk mereka.”

Dengan satu langkah cepat, Raka menyarangkan perangkat penghancur ke inti bola data. Ledakan elektromagnetik dari perangkat itu seharusnya merusak struktur inti, namun Vargo, dengan kesadaran digitalnya, dengan cepat berusaha menahannya. Sinyal mental Vargo bergerak cepat, berusaha merasuki pikiran Raka, menembus pertahanan fisik dan mentalnya.

“Kau pikir aku hanya akan diam saat kau mencoba menghancurkan ciptaanku?” suara Vargo mengalir ke dalam benak Raka, mencoba menguasai pikirannya.

Tapi Raka sudah siap. Ia mengaktifkan alat perlindungan mental yang dipasang sebelumnya, yang membuatnya tidak terpengaruh oleh godaan Vargo. Raka tahu, jika dia jatuh ke dalam perangkap ini, maka seluruh perjuangan mereka akan sia-sia.

“Aku bukan bagian dari ciptaanmu, Vargo. Aku lebih dari sekadar alat. Aku adalah penghancur dari segala yang kau bangun,” ujar Raka dengan penuh keyakinan.

Pertarungan mereka kini melampaui batas fisik. Di dalam pikiran Raka, dimensi digital berubah menjadi medan perang yang luas. Bayangan Omega yang diciptakan oleh Vargo muncul sebagai tentara holografis, menyerbu dari segala penjuru. Raka, dengan kemampuan bertarung yang luar biasa, menghadapi mereka satu per satu, memusnahkan setiap Bayangan yang muncul.

Di tengah pertempuran itu, Ayla yang berada di luar sistem melihat hasil dari upaya mereka. Jaringan sudah mulai berantakan, tetapi waktu yang tersisa semakin sedikit. Jika Raka gagal menghancurkan inti, seluruh dunia akan masuk ke dalam kendali Vargo—dunia yang diliputi oleh sistem totaliter yang tak terbayangkan.

Raka tahu waktunya hampir habis. Inti neural itu semakin sulit dijangkau, dan meski dirinya terus bertarung dengan Bayangan, tubuhnya mulai lelah. Suara-suara yang berbisik kini semakin keras, mereka adalah para korban eksperimen Omega yang telah hilang jiwanya.

“Tolong… kami tidak bisa kembali… tolong…” bisikan itu datang dari segala arah.

Di tengah kebingungannya, Raka tiba-tiba menyadari sesuatu: dia bisa mendengar suara kakaknya Ayla. Itu adalah satu-satunya suara yang masih bisa dikenali, suara yang memberinya harapan.

“Raka… aku di sini… Kau bisa menghentikan semua ini… dengan satu pilihan.”

Ayla, yang berada di dunia nyata, mencoba menghubungi Raka secara mental, menggunakan alat yang telah dia buat untuk menghubungkan keduanya.

“Raka, ingat tujuanmu! Kamu harus memutuskan sistem ini, meski itu artinya mengorbankan dirimu.”

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Raka memutuskan untuk bertindak. Vargo, yang menyadari apa yang akan dilakukan Raka, berusaha mengendalikan pikirannya lagi.

“Kau tak akan bisa, Raka. Ini adalah akhir dari segala yang kau kenal.”

Namun, Raka akhirnya menemukan kekuatan terakhir dalam dirinya. Ia mengaktifkan mekanisme pemutus utama, memecah inti sistem yang terhubung dengan kesadaran digital. Dalam sekejap, seluruh jaringan Bayangan hancur, menghancurkan kesadaran digital Vargo selamanya.

Pengorbanan yang Membebaskan

Saat Raka menekan tombol terakhir, sistem Omega meledak dalam cahaya yang menyilaukan. Bayangan Omega yang terhubung dalam jaringan itu juga mulai menghilang satu per satu, hingga akhirnya, dunia yang sebelumnya terperangkap dalam cengkraman sistem mulai pulih.

Ayla, yang berada di luar, merasakan sebuah kelegaan besar. Namun, ia tahu bahwa pertempuran ini telah mengorbankan banyak hal. Raka berhasil menghancurkan Bayangan Terakhir, tetapi pertanyaannya adalah, apakah mereka akan pernah bisa kembali ke kehidupan normal? Dan apakah pengorbanan itu cukup untuk menghapus jejak kelam dari masa lalu mereka?

Keputusan Akhir

Raka berdiri di tengah reruntuhan digital, melihat bahwa dunia akhirnya bebas dari cengkeraman Vargo. Namun, ia juga tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Ada banyak yang harus dibangun kembali—baik kota maupun hati yang terluka.

“Kami tidak menang karena kami kuat… Kami menang karena kami bertahan,” kata Raka, dengan suara yang penuh kesedihan dan kebanggaan.

Bab 10 – Pilihan

Setelah kehancuran Omega, Kota Zerra, yang dulu dipenuhi dengan reruntuhan dan ketakutan, kini mulai tampak seperti tempat yang layak untuk dibangun kembali. Namun, meski sistem Bayangan telah hancur, bayangan dari masa lalu tetap membayangi setiap langkah Raka dan Ayla. Kini, mereka menghadapi pilihan yang lebih berat dari sebelumnya: apakah mereka bisa benar-benar membebaskan dunia ini, ataukah masa lalu yang kelam akan terus memburu mereka?

Kehidupan Baru yang Terkoyak

Kota yang dulu dikenal sebagai Kota Mati kini menjadi tempat yang penuh harapan. Meskipun sistem Bayangan telah dihancurkan, dan para penyintas mulai membangun kembali peradaban mereka, banyak orang yang masih terluka oleh eksperimen dan perang yang telah berlangsung. Beberapa orang yang dulu terperangkap dalam jaringan neural Bayangan Omega, yang akhirnya dibebaskan, masih terombang-ambing antara realitas dan ilusi, tak bisa lepas dari trauma digital yang mereka alami.

Raka dan Ayla—bersama kelompok kecil yang selamat—menghadapi keraguan dan ketakutan yang datang dari masyarakat yang baru dibentuk. Bukan hanya ancaman fisik yang mereka hadapi, tetapi juga perpecahan di dalam hati setiap orang yang menginginkan masa depan yang lebih baik, namun terjebak dalam masa lalu yang selalu menghantui.

Serangan dari Dalam

Sementara Raka dan Ayla mencoba untuk menyatukan kembali Kota Zerra, mereka menemukan kenyataan pahit: tidak semua orang senang dengan kebebasan baru ini. Sebagian penyintas yang telah bebas dari Bayangan Omega merasa bahwa mereka masih membutuhkan struktur yang lebih ketat dan terorganisir—mereka ingin membangun kembali sistem yang lebih kuat, bahkan jika itu berarti mengulang kesalahan yang sama.

Di antara mereka muncul seorang pemimpin baru yang dikenal dengan nama Alaric—seorang mantan perwira militer yang tidak hanya terlibat dalam Proyek Omega, tetapi juga memiliki agenda tersembunyi. Ia percaya bahwa hanya dengan kekuatan yang lebih besar, mereka bisa menghindari kehancuran yang lebih buruk di masa depan.

Alaric mulai menggalang pasukan yang terdiri dari mantan tentara Omega dan kelompok-kelompok yang merasa bahwa sistem baru ini terlalu lemah untuk bertahan hidup. Mereka percaya bahwa meskipun Bayangan telah runtuh, masih ada kekuatan yang harus dikendalikan agar peradaban baru ini tetap bertahan.

Perang Ideologi

Raka menghadapi dilema yang berat. Di satu sisi, dia ingin membangun dunia yang bebas dari kekuasaan jahat dan otoritarian. Di sisi lain, Alaric mulai meyakinkan sebagian besar rakyat bahwa kekuasaan yang terpusat adalah satu-satunya cara untuk menghindari kekacauan yang lebih besar. Mereka berpendapat bahwa tanpa aturan yang keras, dunia ini akan kembali jatuh ke dalam kehancuran yang lebih parah.

Sementara itu, Ayla berusaha mencari cara untuk menyatukan kedua belah pihak. Ia percaya bahwa perdamaian sejati hanya bisa terwujud jika mereka saling bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih adil—tanpa kekerasan, tanpa penguasaan, dan tanpa manipulasi.

Namun, perbedaan ideologi ini tak bisa begitu saja dipadamkan. Ketegangan semakin meningkat, dan bentrokan semakin tidak terhindarkan.

Pilihan Terakhir Raka

Ketika perang fisik mulai meletus antara kedua kelompok yang berseberangan, Raka dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Alaric menawarkan sebuah kesepakatan—menggabungkan kekuatan mereka untuk membangun kembali dunia dengan cara yang lebih tegas dan terstruktur, dengan harapan bisa mencegah ancaman baru yang muncul di horizon.

“Jika kita tidak bertindak dengan tegas, semuanya akan runtuh lagi. Aku tahu kamu tak ingin melihat kota ini jatuh lagi, Raka. Bergabunglah denganku, dan kita akan membangun kekuatan yang tak tergoyahkan,” kata Alaric dengan suara yang penuh keyakinan.

Namun, Ayla tidak setuju. Ia melihat bahwa jalan kekuasaan yang ditawarkan Alaric hanya akan menumbuhkan siklus kekerasan baru. Mereka berdua tahu bahwa perdamaian bukanlah sesuatu yang bisa dibangun di atas dasar pemerintahan yang keras dan penuh kontrol. Ayla berpendapat bahwa mereka harus mencari jalan tengah yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

“Jangan biarkan mereka membuatmu percaya bahwa kekuasaan adalah satu-satunya solusi, Raka,” kata Ayla, penuh keprihatinan. “Kita bisa mencari jalan lain, yang lebih baik untuk semua.”

Kehilangan yang Terpaksa

Keputusan semakin mendekat. Raka harus memutuskan apakah ia akan bergabung dengan Alaric dan menggunakan kekuasaan untuk memastikan stabilitas yang keras, ataukah ia akan melawan dan berjuang untuk membangun dunia yang lebih adil meskipun harus berhadapan dengan ancaman yang lebih besar.

Dalam keputusan terakhirnya, Raka tahu bahwa ia tak bisa membiarkan sejarah terulang kembali. Dalam sebuah pertempuran besar yang terjadi di tengah reruntuhan Kota Zerra, ia memilih untuk melawan. Ayla, yang mendukung keputusan Raka, ikut bertempur bersamanya, tetapi mereka tahu ini akan menjadi perang terakhir mereka.

Di tengah pertempuran itu, Raka dan Alaric bertemu dalam duel yang sangat personal. Alaric menyerang dengan segala kekuatannya, meyakinkan Raka bahwa hanya dengan kekuasaanlah mereka bisa menghindari kehancuran total.

Namun, dengan tekad yang teguh, Raka akhirnya berhasil mengalahkan Alaric dalam pertarungan sengit, menghancurkan harapan untuk kembali ke sistem otoriter yang dipimpinnya.

Akhir yang Menggantung

Saat pertempuran berakhir, Raka dan Ayla berdiri di tengah-tengah kota yang masih porak-poranda, memandang masa depan yang tidak pasti. Meskipun mereka berhasil menggulingkan ideologi yang ingin menguasai dunia, mereka tahu bahwa perjuangan ini masih jauh dari selesai.

Raka, yang kini menjadi simbol perjuangan dan kebebasan, harus menghadapi kenyataan bahwa membangun dunia baru tidak akan mudah. Namun, dengan tekad dan keberanian, ia percaya bahwa mereka bisa menciptakan masa depan yang lebih baik.

“Ini belum selesai, Ayla. Tapi kita telah membuat langkah pertama yang benar. Kini, kita harus memastikan bahwa pilihan kita tidak sia-sia,” kata Raka, sambil memandang matahari terbenam di balik puing-puing kota.

Bab 11 – Jalan Keluar

Setelah pertempuran terakhir yang mengguncang Kota Zerra, dunia yang dulu hancur kini terhampar di depan mata. Tapi meskipun Raka dan Ayla berhasil menggulingkan kekuasaan yang menindas, tantangan terbesar mereka belum berakhir. Kota yang porak-poranda membutuhkan lebih dari sekadar tekad—mereka membutuhkan jalan keluar dari kegelapan yang sudah mengakar kuat.

Keadaan yang Makin Memanas

Raka dan Ayla berdiri di tengah reruntuhan kota, memandang tanah yang hancur, simbol dari harapan yang telah terkoyak. Meski pertempuran telah berakhir dan musuh terbesar mereka, Alaric, telah jatuh, dunia ini masih dipenuhi dengan kesedihan dan ketidakpastian.

Para penyintas kota yang selamat dari Bayangan Omega kini berada di ambang kebingungan. Tanpa pemimpin yang kuat, mereka terpecah antara mereka yang menginginkan perubahan radikal dan mereka yang ingin mempertahankan sedikit stabilitas yang tersisa. Sementara itu, kelompok-kelompok kecil yang berusaha menyelamatkan diri mulai berisiko mengancam masa depan yang baru terbentuk.

Ayla, yang melihat kebingungan ini, merasa semakin yakin bahwa jalan keluar dari masalah ini harus dimulai dengan menciptakan kesatuan di tengah perpecahan yang ada. Ia percaya bahwa solusi tidak hanya terletak pada pemulihan fisik kota, tetapi juga dalam penyembuhan mental dan emosional para penyintas.

Mencari Jalan Keluar yang Berbeda

Raka, meski merasakan kelelahan setelah bertarung habis-habisan, tahu bahwa mereka harus melangkah lebih jauh. Kota Zerra, meski hancur, adalah tempat di mana banyak masa depan akan terbentuk. Namun, untuk menyatukan kembali rakyat yang tersisa, mereka perlu jalan keluar dari bayang-bayang masa lalu yang menekan mereka.

Mereka mulai membangun komunikasi antara kelompok-kelompok yang terpisah. Raka dan Ayla mengorganisir pertemuan besar untuk merencanakan masa depan baru. Mereka mengajak pemimpin lokal, pahlawan-pahlawan kecil yang sebelumnya berjuang untuk bertahan hidup, dan beberapa penyintas Bayangan Omega yang berhasil selamat.

Dalam pertemuan itu, Raka berdiri sebagai simbol harapan, berbicara dengan penuh keyakinan.

“Kita tidak bisa lagi bertahan dalam ketakutan dan trauma masa lalu. Kita harus berdiri bersama untuk menciptakan dunia yang adil—dunia di mana setiap suara dihargai, dan setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup dalam damai,” kata Raka dengan lantang, meyakinkan semua orang.

Namun, meskipun banyak yang setuju dengan ide ini, ada sebagian yang menentang. Mereka merasa bahwa kepemimpinan yang lemah akan mengarah pada kehancuran lebih lanjut. Mereka menginginkan keamanan dan kekuatan untuk melindungi mereka dari ancaman yang masih ada, baik dari kelompok luar yang menginginkan kekuasaan, maupun dari ancaman yang lebih besar yang belum mereka pahami sepenuhnya.

Konfrontasi Baru

Saat ketegangan meningkat di antara para penyintas, Raka dan Ayla menyadari bahwa masalah besar lainnya mengintai mereka. Dari jauh, sebuah kelompok misterius yang dikenal dengan nama Syndicate mulai bergerak. Mereka adalah sebuah organisasi yang terbentuk dari para mantan tentara Omega dan kelompok-kelompok yang terbuang dari masyarakat. Meskipun tak terlalu besar, mereka sangat terorganisir dan memiliki senjata serta teknolog yang cukup untuk menumbangkan Kota Zerra yang baru terbentuk.

Syndicate ini dipimpin oleh seorang pria bernama Kern, yang dulu menjadi bagian dari Proyek Omega. Ia memiliki rahasia besar: ia tahu persis bagaimana cara mengaktifkan kembali sebagian kecil dari Bayangan Omega yang masih tersembunyi di jaringan bawah tanah kota.

Raka dan Ayla segera menyadari bahwa mereka tidak hanya harus menghadapi ancaman internal, tetapi juga eksternal yang datang dari kelompok yang sangat berbahaya ini.

“Kita harus bertindak cepat, sebelum mereka memanfaatkan kekuatan lama yang masih tersembunyi,” kata Ayla, cemas dengan apa yang mereka temukan.

Jalan Keluar: Strategi Pertahanan

Raka, dengan bantuan Ayla dan beberapa pemimpin lokal yang berani, mulai menyusun strategi untuk menghadapi Syndicate. Mereka tahu bahwa jika kelompok itu berhasil mengakses kembali teknologi Bayangan Omega, mereka akan mengembalikan kekuasaan yang menindas yang hampir mereka hancurkan.

Dengan waktu yang semakin sempit, Raka memutuskan untuk memimpin serangan ke markas utama Syndicate. Mereka mengetahui bahwa tempat tersebut terletak di terowongan bawah tanah yang tersembunyi di jantung kota, yang pernah menjadi pusat riset Bayangan Omega. Di sana, mereka yakin bahwa Syndicate menyimpan sebagian besar perangkat yang dapat membangkitkan kembali kekuatan lama.

Raka, Ayla, dan sekelompok pahlawan baru yang mereka bentuk—beberapa mantan prajurit Omega yang telah diselamatkan—bersiap untuk menyerbu markas Syndicate. Namun, mereka juga menyadari bahwa pertempuran kali ini bukan hanya soal menghancurkan musuh, tetapi juga tentang menemukan jalan keluar dari perpecahan yang ada. Mereka harus menjaga agar rakyat kota tetap bersatu, bahkan ketika pertempuran besar mengancam.

Pertempuran di Bawah Tanah

Raka dan Ayla memimpin kelompoknya ke dalam Terowongan gelap, berhadapan dengan ancaman yang lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan. Mereka harus melewati labirin berbahaya yang penuh dengan perangkap canggih dan pasukan yang terlatih. Ketegangan memuncak ketika mereka menemukan diri mereka terpojok di sebuah ruang besar yang penuh dengan Teknologi Omega yang telah ditinggalkan.

Di sinilah mereka bertemu dengan Kern, yang telah menunggu mereka. Pemimpin Syndicate itu mengungkapkan tujuannya—bahwa ia ingin mengembalikan Bayangan Omega untuk menciptakan keamanan yang sempurna. Dengan suara yang penuh ambisi, Kern berkata:

“Dunia ini akan selalu kacau, Raka. Jika kau ingin membangun sesuatu yang lebih baik, kita butuh kontrol. Dan hanya Bayangan yang bisa memberikan itu.”

Namun, Raka menanggapi dengan ketegasan:

“Tidak, Kern. Kita sudah melihat betapa menghancurkannya sistem itu. Jalan keluar bukanlah kekuasaan, melainkan kebebasan.”

Perang besar pun terjadi di bawah tanah, dengan teknologi Omega yang berbahaya di tengahnya. Raka dan Ayla berjuang sekuat tenaga untuk menghancurkan mesin yang bisa menghidupkan kembali Bayangan Omega.

Pilihan Terakhir

Di tengah kekacauan, Raka mengetahui bahwa untuk mengakhiri ancaman ini, mereka harus menghancurkan sumber kekuatan Omega yang ada di dalam sistem terowongan. Namun, keputusan itu juga berisiko. Jika mereka gagal, Kern akan mendapatkan kendali penuh atas kota dan Kekuatan Bayangan akan kembali menguasai dunia.

Dengan rasa tanggung jawab yang besar, Raka memilih untuk mengorbankan diri** untuk menghancurkan inti Omega, meledakkan mesin yang bisa menghidupkan kembali sistem tersebut.

Namun, dalam momen terakhir, Ayla berhasil meyakinkan Raka untuk tidak mengorbankan dirinya. Mereka menemukan jalan keluar dengan menghancurkan inti Omega bersama-sama, memastikan bahwa Bayangan Omega tidak akan pernah kembali.

Bab 12 – Kebenaran yang Tersisa

Setelah penghancuran Bayangan Omega dan kemenangan atas Syndicate, Raka dan Ayla kembali ke permukaan kota, menyaksikan matahari terbit untuk pertama kalinya setelah berhari-hari dalam kegelapan. Namun, meski dunia mereka perlahan-lahan pulih, sebuah perasaan yang tak bisa dihindari menghantui mereka: kebenaran yang tersisa—sebuah kebenaran yang tersembunyi dalam bayang-bayang masa lalu yang gelap.

Jejak yang Tertinggal

Kota Zerra mulai menata diri, memulihkan kerusakan fisik dan sosial yang ditinggalkan oleh peperangan besar. Namun, di tengah semua upaya itu, Raka dan Ayla merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Setelah menghancurkan Bayangan Omega dan mencegah kebangkitan sistem tirani, mereka mengira bahwa kemenangan mereka adalah akhir dari segala masalah. Namun, ketika kota mulai membangun kembali struktur baru, semakin banyak pecahan yang terlihat.

Raka merasakan kegelisahan yang semakin dalam. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka yang terlibat dalam Proyek Omega—kebenaran yang jauh lebih gelap daripada yang mereka bayangkan.

“Ayla,” kata Raka dengan nada serius, “Aku merasa ada yang belum selesai. Ada sesuatu yang lebih besar daripada yang kita perangi di bawah tanah. Sesuatu yang tidak terlihat oleh banyak orang.”

Ayla yang sudah terbiasa dengan insting Raka mengangguk pelan. Mereka tahu, meski mereka berhasil menghancurkan sebagian besar sistem kekuasaan, ada sesuatu yang lebih dalam yang harus mereka cari.

Mencari Kebenaran

Raka dan Ayla memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh jejak-jejak yang tertinggal dari Proyek Omega. Mereka mulai menggali dokumentasi lama, berusaha mencari dokumen rahasia, dan menemui beberapa mantan ilmuwan dan pejabat tinggi yang terlibat dalam proyek tersebut.

Beberapa dari mereka berhasil diselamatkan selama perang dan kini tinggal di bagian kota yang lebih aman. Salah satunya adalah Dr. Lena Arnov, seorang ilmuwan yang dulu bekerja di pusat riset Omega. Lena memiliki informasi yang sangat penting, namun ia enggan berbicara karena takut akan keselamatannya.

Raka dan Ayla mendatangi Lena di rumahnya, sebuah tempat yang jauh dari keramaian kota. Setelah berbicara dengan lembut, Lena akhirnya membuka mulut.

“Ada sesuatu yang lebih dari sekadar senjata dan teknologi di Omega. Proyek ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan tentara, tetapi juga untuk mengendalikan pikiran manusia,” kata Lena dengan suara parau.

Lena menjelaskan bahwa Bayangan Omega adalah hanya bagian dari eksperimen lebih besar. Mereka yang terlibat dalam proyek itu sebenarnya mencari cara untuk mengendalikan emosi dan pikiran manusia. Dengan kemampuan untuk membaca dan memanipulasi pikiran, mereka ingin menciptakan dunia yang benar-benar terkontrol, di mana tidak ada tempat untuk perlawanan atau keinginan bebas.

Namun, ada satu rahasia lebih besar yang harus diungkapkan Lena.

“Ada satu individu yang memegang kunci dari semua ini. Dia ada di luar sana, Raka. Dia bukan hanya pemimpin Omega, tapi juga salah satu pencipta dari semua ini. Dia masih hidup, dan dia belum berhenti,” ungkap Lena dengan mata penuh ketakutan.

Raka dan Ayla semakin terjerumus dalam jaringan rahasia yang lebih luas dan lebih gelap daripada yang mereka kira. Kebenaran yang tersisa kini menjadi fokus utama mereka. Mereka tidak hanya berhadapan dengan sisa-sisa Proyek Omega, tetapi juga dengan seseorang yang memiliki rencana jauh lebih besar untuk dunia ini.

Mengungkap Jejak

Dr. Lena memberikan petunjuk penting: nama orang yang mereka cari adalah Marek Volkov,  seorang ilmuwan jenius yang memimpin pengembangan teknologi Bayangan Omega. Volkov adalah sosok yang misterius dan penuh ambisi, yang selama ini bersembunyi jauh dari perhatian publik.

Raka dan Ayla menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu. Mereka harus menemukan Volkov sebelum dia memulai eksperimen-eksperimen yang bisa mengubah dunia. Lena memberikan sebuah peta kuno,  yang mengarah ke lokasi tersembunyi di dalam pegunungan, sebuah tempat yang telah lama terlupakan.

Tempat itu disebut Laboratorium Rawa, sebuah fasilitas yang tidak terdaftar di catatan resmi dan telah lama ditinggalkan, atau begitu yang mereka kira.

Perjalanan Menuju Kebenaran

Raka dan Ayla memimpin tim kecil berisi para penyintas dan mantan pejuang Omega untuk melakukan perjalanan berbahaya ke Laboratorium Rawa. Mereka melewati medan yang penuh dengan hutan lebat dan kawasan pegunungan yang berbahaya. Di tengah perjalanan, mereka dihadang oleh sisa-sisa kelompok yang loyal pada Marek Volkov—kelompok yang dikenal dengan nama The Black Dawn. Mereka adalah sekelompok elit yang dilatih untuk menjaga dan melindungi setiap rahasia terkait Proyek Omega.

Namun, Raka dan Ayla tidak gentar. Mereka tahu bahwa kebenaran yang tersisa harus diungkap, dan hanya dengan menghentikan Volkov mereka bisa benar-benar menghancurkan sistem yang telah lama menindas umat manusia.

Pertempuran Akhir

Ketika mereka mencapai Laboratorium Rawa, mereka disambut oleh pertahanan yang sangat kuat. Sistem keamanan canggih, perangkap yang mematikan, dan pasukan yang sangat terlatih siap menghadapi siapa saja yang berani mendekati tempat itu. Namun, setelah melewati serangkaian pertempuran sengit, Raka dan Ayla berhasil mencapai ruang utama laboratorium, tempat Marek Volkov berada.

Di sana, mereka menemukan Volkov, yang ternyata sudah sangat tua, namun masih memiliki kontrol penuh atas teknologi canggih yang ia ciptakan. Volkov mengungkapkan tujuannya yang lebih gelap—dia tidak hanya ingin mengendalikan dunia, tetapi ia juga ingin mengubah kehidupan manusia menjadi sesuatu yang lebih terstruktur dan terkendali, menghapus segala bentuk kebebasan pribadi.

“Keberadaan manusia selalu kacau, Raka. Dengan kekuatan yang aku ciptakan, kita akan mengakhiri semua ketidakpastian. Semua akan terkontrol, dan dunia akan menjadi sempurna,” ujar Volkov dengan nada penuh keyakinan.

Namun, Raka dan Ayla tahu bahwa mereka tidak bisa membiarkan itu terjadi. Dengan pertempuran terakhir yang sengit, mereka akhirnya mengalahkan Volkov dan menghancurkan sumber daya teknologi yang selama ini digunakan untuk memanipulasi pikiran.

Kebenaran yang Terungkap

Setelah pertempuran berakhir dan Volkov tak lagi mengancam dunia, Raka dan Ayla berdiri di tengah reruntuhan laboratorium. Mereka menyadari bahwa meskipun mereka berhasil mengungkapkan kebenaran yang tersisa,  jalan mereka masih jauh dari selesai.

Kota Zerra membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyembuhkan luka-luka yang ditinggalkan oleh Proyek Omega. Namun, mereka tahu bahwa dengan keberanian dan kerja sama, mereka bisa membangun dunia yang lebih baik, tanpa perlu takut akan bayang-bayang kekuasaan yang menindas.

Kebenaran tentang Proyek Omega telah terungkap, dan meskipun dunia mereka hancur, ada secercah harapan untuk masa depan yang lebih adil.

———THE END——–

Tags: AksiPertempuranBayanganTerakhirKebenaranTersisaKeberanianMelawanTiranKotaMatiMarekVolkovPerjuanganKemerdekaanProyekOmega
Previous Post

KAMAR 13: TEMPAT TERLARANG

Next Post

JEJAK SUNYI DI UJUNG LORONG

Next Post
JEJAK SUNYI DI UJUNG LORONG

JEJAK SUNYI DI UJUNG LORONG

BAYANGAN DI TENGAH KABUT

BAYANGAN DI TENGAH KABUT

JEJAK DARAH DI PADANG NERAKA

JEJAK DARAH DI PADANG NERAKA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In