• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
CINTA DI ANTARA DUA NASI PADANG

CINTA DI ANTARA DUA NASI PADANG

February 12, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
CINTA DI ANTARA DUA NASI PADANG

CINTA DI ANTARA DUA NASI PADANG

by MABUMI
February 12, 2025
in Komedi
Reading Time: 16 mins read

BAB 1: PERANG RENDANG DI JALAN SATE

Di sebuah jalan kecil bernama Jalan Sate, berdirilah dua rumah makan Padang yang selalu bersaing, yaitu RM Sederhana Banget milik Pak Makmur dan RM Pusako Minang milik Bu Rosma. Kedua rumah makan ini sudah lama beroperasi dan terkenal dengan masakan khas Minangnya yang menggoyang lidah. Namun, ada satu masalah besar: mereka tidak pernah akur.

Pak Makmur dan Bu Rosma sudah bersaing sejak zaman dahulu. Entah siapa yang memulai, tapi setiap hari selalu ada perdebatan kecil di antara mereka. Mulai dari siapa yang punya rendang lebih empuk, siapa yang punya sambal lado lebih pedas, sampai siapa yang lebih dulu membuka rumah makan di daerah itu. Tak hanya mereka, pegawai dan pelanggan setia mereka pun ikut terlibat dalam rivalitas ini.

Perang Dingin di Pagi Hari

Pagi itu, Pak Makmur sedang berdiri di depan warungnya, memperhatikan pegawainya mengangkat dandang besar berisi nasi hangat. Tiba-tiba, dari seberang jalan, terdengar suara nyaring.

“Hei, Makmur! Nasi kau itu kayak hatimu, keras!” seru Bu Rosma sambil menyiram halaman rumah makannya dengan air.

Pak Makmur melipat tangan di dada, membalas dengan suara tak kalah lantang, “Eh, Ros! Sambal lado kau itu lebih cair dari air cuci piring!”

Mereka saling menyindir hampir setiap hari. Bahkan pelanggan yang baru pertama kali datang pasti akan mengira mereka sedang bertengkar serius, padahal bagi pelanggan lama, ini hanya tontonan gratis sebelum makan siang.

Rahasia di Balik Persaingan

Di balik perang kuliner ini, ada satu rahasia yang mereka tidak tahu: anak mereka, Rendi dan Laila, diam-diam saling menyukai.

Rendi, anak Pak Makmur, adalah pemuda tinggi dengan senyum manis yang bekerja di rumah makan ayahnya. Sementara itu, Laila, anak Bu Rosma, adalah gadis ceria yang selalu membantu ibunya di kasir. Mereka sudah sering bertemu di pasar saat membeli bahan makanan dan lama-lama saling tertarik.

Namun, karena tahu orang tua mereka tak pernah akur, mereka menyembunyikan hubungan ini sebaik mungkin. Rendi sering berpura-pura memesan makanan di RM Pusako Minang hanya agar bisa melihat Laila, sementara Laila kadang mengaku sedang mencari inspirasi resep baru, padahal sebenarnya ia hanya ingin mengintip Rendi.

“Gimana kalau suatu hari mereka tahu?” tanya Laila saat mereka bertemu diam-diam di belakang pasar.

“Wah, bisa jadi perang dunia ketiga,” jawab Rendi sambil tertawa.

Laila tersenyum, tapi dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran. Sampai kapan mereka bisa menyembunyikan hubungan ini?

Siasat Nakal Pak Makmur dan Bu Rosma

Persaingan di antara kedua rumah makan semakin memanas saat mereka mendengar gosip bahwa ada seorang food blogger terkenal yang akan datang ke Jalan Sate untuk membuat review makanan.

Pak Makmur langsung membuat strategi jitu: diskon besar-besaran untuk menarik pelanggan. Sementara itu, Bu Rosma tak mau kalah dan memutuskan untuk menambahkan menu baru yang katanya lebih otentik dari rumah makan mana pun.

Pada hari kedatangan sang food blogger, suasana di Jalan Sate berubah menjadi medan perang. Di depan RM Sederhana Banget, terpampang spanduk besar bertuliskan “Diskon 50% untuk Pelanggan yang Bawa Mertua”. Sedangkan di RM Pusako Minang, ada tulisan yang lebih nyeleneh: “Makan Rendang, Dapat Jodoh”.

Para pelanggan yang datang tak bisa menahan tawa melihat strategi kocak ini. Namun, di tengah perang dagang itu, Rendi dan Laila hanya bisa saling bertukar pandang dari kejauhan. Mereka tahu, jika ingin bersama, mereka harus menghadapi lebih dari sekadar perbedaan selera rendang.

Dan di sanalah awal dari kisah mereka—di antara dua nasi Padang yang bersaing, terselip cinta yang diam-diam tumbuh.

a bagian yan diubah?

BAB 2: CINTA DI BALIK GULAI OTAK

Pasar tradisional di pagi hari selalu ramai dengan aktivitas pedagang dan pembeli. Bau rempah-rempah bercampur dengan aroma ikan segar, sayur-mayur, dan tentunya daging sapi yang siap diolah menjadi berbagai hidangan lezat.

Di tengah keramaian itu, seorang pemuda tampak berdiri di depan lapak daging sambil mengamati tumpukan daging sapi segar. Dia adalah Rendi, anak Pak Makmur, yang sedang menjalankan tugasnya membeli bahan untuk rumah makan. Di sisi lain, beberapa meter darinya, seorang gadis cantik berjilbab ungu sibuk memilih bumbu dapur. Dia adalah Laila, anak Bu Rosma, yang juga sedang berbelanja untuk rumah makannya.

Mereka berpura-pura tidak saling mengenal di depan orang banyak, meskipun diam-diam saling melirik.

“Eh, Mas Rendi, masih suka beli daging di sini ya?” tiba-tiba seorang ibu-ibu pedagang daging menyapa.

Rendi tersenyum canggung. “Iya, Bu. Daging di sini yang paling segar.”

Dari sudut matanya, dia bisa melihat Laila tersenyum kecil. Gadis itu pura-pura sibuk memilih bawang, padahal sebenarnya mendengar pembicaraan Rendi.

Pertemuan Rahasia di Balik Tumpukan Beras

Setelah memastikan tidak ada orang tua mereka di sekitar pasar, Rendi berjalan mendekati Laila yang sedang memilih cabai merah.

“Lagi nyari cabai atau alasan buat ketemu aku?” goda Rendi pelan.

Laila meliriknya tajam. “Sstt! Jangan berisik. Kalau ketahuan, tamat riwayat kita.”

Rendi tertawa kecil. “Aku cuma bercanda.”

Laila menghela napas. “Gimana kalau orang tua kita tahu? Mereka bisa-bisa menyuruh kita berhenti datang ke pasar, terus kita nggak bisa ketemu lagi.”

Rendi mengangguk. Itu memang menjadi ketakutan terbesar mereka. Orang tua mereka terlalu sibuk bersaing sampai tidak pernah berpikir bahwa dua anak mereka mungkin saja bisa saling menyukai.

“Tenang aja,” kata Rendi, “aku punya ide.”

Laila menatapnya penasaran.

“Kita pura-pura bersikap biasa aja di rumah, tetap bantu rumah makan masing-masing, tapi kalau mau ketemu, kita atur strategi.”

Laila mengernyit. “Strategi apa?”

“Gampang. Misalnya, kalau aku ke pasar pagi-pagi banget, kamu juga harus ke pasar. Kita bisa ngobrol sebentar di sini. Atau kalau ada acara di lingkungan, kita harus cari cara biar bisa ikutan.”

Laila berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Ide yang cukup cerdas. Tapi kamu yakin bisa menahan diri buat nggak ngajak aku makan di rumah makan ayahmu?”

Rendi tertawa. “Wah, kalau itu berat sih. Tapi demi cinta, aku coba.”

Mereka berdua tertawa pelan, sebelum akhirnya kembali berpencar agar tidak menarik perhatian.

Masalah Baru: Gulai Otak yang Meledak

Setibanya di rumah makan masing-masing, Rendi dan Laila kembali ke rutinitas mereka. Namun, hari itu, perang antara dua rumah makan semakin memanas.

Bu Rosma baru saja memperkenalkan menu spesialnya yang katanya akan mengalahkan RM Sederhana Banget: Gulai Otak Minang.

“Ini bukan gulai otak biasa,” kata Bu Rosma dengan bangga kepada para pelanggan. “Ini adalah resep rahasia keluarga kami, dengan bumbu yang lebih kaya dan rasa yang lebih mantap!”

Mendengar kabar itu, Pak Makmur tidak tinggal diam.

“Halah, gulai otak macam apa yang bisa ngalahin resep keluarga kita?” katanya kepada pegawainya. “Besok, kita bikin gulai otak juga, tapi versi yang lebih mantap!”

Dan benar saja, keesokan harinya, RM Sederhana Banget ikut mengeluarkan menu gulai otak mereka sendiri, lengkap dengan spanduk besar bertuliskan: “Gulai Otak Paling Enak? Coba Dulu Baru Bicara!”

Persaingan semakin memanas. Pelanggan yang penasaran akhirnya mencoba kedua rumah makan, membandingkan rasa gulai otak mereka.

“Wah, gulai otaknya RM Pusako Minang memang kental bumbunya, tapi RM Sederhana Banget lebih creamy,” komentar salah satu pelanggan.

“Kalau aku lebih suka yang di RM Sederhana Banget, lebih pedas!” kata pelanggan lain.

Mendengar hal itu, Bu Rosma semakin kesal. “Kalau begitu, kita harus bikin versi yang lebih pedas!”

Pak Makmur juga tak mau kalah. “Besok, kita tambah santan dua kali lipat biar lebih creamy lagi!”

Sementara kedua orang tua mereka sibuk perang rasa, Rendi dan Laila hanya bisa saling bertatap dari kejauhan, menahan tawa melihat kelakuan orang tua mereka yang lebih dramatis dari sinetron.

Janji di Bawah Lampu Jalan

Malam harinya, setelah semua pelanggan pulang dan rumah makan mulai sepi, Rendi dan Laila bertemu lagi di gang kecil dekat rumah mereka.

“Orang tua kita makin aneh aja,” kata Rendi sambil tertawa kecil.

Laila menghela napas. “Iya. Aku sampai bingung, mereka ini lebih sayang sama makanan atau lebih sayang sama kita?”

Rendi menatap Laila dalam-dalam. “Tapi aku nggak peduli. Yang penting, kita tetap bisa ketemu.”

Laila tersenyum kecil. “Iya. Tapi kamu janji ya, jangan sampai kita ketahuan.”

Rendi mengangguk. “Janji.”

Di bawah lampu jalan yang temaram, mereka saling tersenyum. Meskipun berada di tengah perang rendang dan gulai otak, cinta mereka tetap tumbuh diam-diam, menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari persembunyian.

Namun, mereka tidak sadar bahwa ada seseorang yang mengintip mereka dari jauh—seseorang yang bisa saja membuat rahasia mereka terbongkar lebih cepat dari yang mereka bayangkan.

BAB 3: SAMBAL BALADO DAN DILEMA JODOH

Malam itu, di bawah temaram lampu jalan, Rendi dan Laila saling tersenyum, menikmati momen langka mereka tanpa harus sembunyi-sembunyi. Namun, mereka tidak sadar bahwa ada seseorang yang mengintip mereka dari balik gerobak pisang goreng yang terparkir di ujung gang.

Sosok itu adalah Mang Ujang, tukang pisang goreng langganan warga sekitar. Dengan mata melotot dan mulut sedikit menganga, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya: anak Pak Makmur dan anak Bu Rosma sedang bermesraan!

Sebagai warga yang sudah bertahun-tahun melihat rivalitas dua rumah makan Padang itu, Mang Ujang paham betul betapa buruknya hubungan mereka. Dan kini, dua pewarisnya malah jatuh cinta?

“Wah, kalau ini sampai ketahuan, bisa perang dunia ketiga,” gumamnya sambil mengunyah pisang gorengnya sendiri.

Mang Ujang Bocor Mulut

Keesokan paginya, seperti biasa, Mang Ujang berkeliling menjajakan pisang gorengnya. Namun, kali ini ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Saat dia mampir ke RM Sederhana Banget, Pak Makmur menyambutnya dengan ramah. “Pagi, Ujang! Pisang goreng satu, teh manis satu, kayak biasa.”

Mang Ujang mengangguk, tapi matanya celingak-celinguk, ragu apakah dia harus berbicara atau tidak. Setelah duduk sebentar dan menyeruput teh manisnya, akhirnya dia tak tahan juga.

“Eh, Pak Makmur… saya mau tanya sesuatu, boleh?”

Pak Makmur mengangkat alis. “Tanya apa?”

Mang Ujang mendekat, menurunkan suaranya. “Pak… kalau misalnya ada sesuatu yang Bapak nggak mau denger, tapi penting, gimana?”

Pak Makmur mengernyit. “Kalau penting, ya kasih tahu aja!”

Mang Ujang menarik napas panjang, lalu berbisik, “Saya semalam lihat Rendi dan Laila di gang belakang, Pak… Mereka berdua… sepertinya pacaran.”

BRUKK!!

Gelas teh manis di tangan Pak Makmur hampir jatuh ke lantai. Mata laki-laki itu membelalak. “APA?! Anakku sama anak si Rosma?!!”

Seisi warung langsung menoleh. Beberapa pelanggan mulai berbisik-bisik, penasaran dengan berita heboh ini.

Pak Makmur berdiri dengan wajah merah padam. “Mana Rendi?! Panggil dia ke sini sekarang juga!”

Laila dan Rendi dalam Masalah

Sementara itu, di RM Pusako Minang, suasana juga tak kalah heboh. Entah bagaimana, kabar tentang Rendi dan Laila sudah menyebar ke telinga Bu Rosma dalam hitungan menit.

“Laila! Betul kamu pacaran sama anak si Makmur?!” bentak Bu Rosma dengan tangan berkacak pinggang.

Laila yang sedang memotong cabai balado langsung terbatuk kaget. “Hah?! Siapa yang bilang, Bu?”

“Jangan pura-pura, Laila! Tadi ada pelanggan yang cerita kalau mereka dengar dari Mang Ujang!”

Laila menghela napas dalam. Dalam hatinya, dia ingin mencari Mang Ujang dan menaburkan sambal balado ke pisang gorengnya.

Bu Rosma duduk di bangku kayu, mengelus dada. “Aduh, Laila, Laila… dari semua laki-laki di dunia ini, kenapa harus anaknya Makmur? Apa kamu nggak lihat gimana persaingan kita selama ini?”

Laila menunduk. “Bu, aku nggak bisa milih jatuh cinta sama siapa…”

“Tapi kamu bisa milih buat nggak cari masalah!” bentak Bu Rosma.

Di saat yang sama, di RM Sederhana Banget, Rendi juga menghadapi interogasi serupa dari ayahnya.

“Kamu itu anak laki-laki satu-satunya! Masa depan warung kita ada di tanganmu!” gerutu Pak Makmur.

“Aku cuma pacaran, Yah, bukan mau merger rumah makan,” jawab Rendi santai.

Pak Makmur makin kesal. “Pacaran itu awalnya santai, nanti tiba-tiba kamu minta nikah! Habis itu apa? Aku harus jualan bareng sama si Rosma?! Tidak akan terjadi!!”

Strategi Orang Tua: Mencarikan Jodoh Lain

Pak Makmur dan Bu Rosma sama-sama sepakat: satu-satunya cara untuk mengakhiri drama ini adalah menjodohkan anak mereka dengan orang lain.

Pak Makmur sudah punya rencana sendiri. Dia memanggil salah satu pelanggan setianya, Pak Burhan, seorang pengusaha sukses yang punya anak perempuan bernama Sinta.

“Sinta itu cantik, sopan, pinter masak, dan yang paling penting, bapaknya bukan Rosma!” ujar Pak Makmur penuh keyakinan. “Besok kita atur pertemuan dengan Rendi.”

Di sisi lain, Bu Rosma juga tidak tinggal diam. Dia sudah lama mengincar Fadil, anak dari keluarga sahabatnya yang katanya calon dokter sukses.

“Bayangkan, Laila! Kalau kamu nikah sama Fadil, nanti kita punya menantu dokter. Bisa dapat diskon kalau berobat!” bujuk Bu Rosma.

Laila hanya bisa mengelus dada. “Bu, aku nggak sakit, kenapa udah mikirin diskon dokter?”

“Tetap aja! Kesehatan itu investasi!”

Mereka berdua tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hitungan hari, mereka akan dipaksa bertemu dengan calon pasangan pilihan orang tua mereka.

Namun, Rendi dan Laila tidak akan menyerah begitu saja. Jika orang tua mereka berstrategi, maka mereka juga harus menyusun rencana sendiri untuk menggagalkan perjodohan ini.

BAB 4: DRAMA DI LOMBA MAKAN NASI PADANG

Hari Minggu yang cerah di Jalan Sate berubah menjadi lautan manusia. Spanduk besar terbentang di tengah jalan, bertuliskan:

“Lomba Makan Nasi Padang Tercepat! Hadiah Uang Tunai dan Setahun Makan Gratis!”

Acara ini selalu dinanti setiap tahun, di mana para penggemar nasi Padang berlomba-lomba menghabiskan sepiring besar nasi lengkap dengan rendang, gulai otak, ayam pop, dan sambal balado dalam waktu tercepat.

Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda.

Pak Makmur dan Bu Rosma, yang biasanya hanya jadi sponsor lomba ini, kini ikut bertaruh harga diri.

“Siapa pun yang menang, rumah makannya yang paling enak!” seru Pak Makmur.

“Tunggu aja, Makmur! Masakan Pusako Minang lebih mantap. Lihat aja nanti!” balas Bu Rosma.

Orang-orang bersorak, senang melihat rivalitas dua pemilik rumah makan ini semakin memanas. Tapi di tengah keramaian, Rendi dan Laila hanya bisa saling pandang dengan cemas.

Bukan soal lombanya, tapi tentang rencana perjodohan yang semakin dekat.

Strategi Menggagalkan Perjodohan

Beberapa hari sebelumnya, setelah mendengar bahwa mereka akan dijodohkan, Rendi dan Laila bertemu diam-diam di warung kopi Mang Ujang.

“Kita harus cari cara biar orang tua kita sadar kalau perjodohan ini ide buruk,” kata Rendi sambil menyeruput kopi.

“Tapi gimana? Orang tua kita keras kepala,” jawab Laila.

Rendi berpikir sejenak, lalu tersenyum licik. “Kita bikin kekacauan di acara lomba makan nasi Padang!”

Laila mengernyit. “Maksudnya?”

“Orang tua kita terlalu sibuk bertengkar. Kita manfaatkan itu untuk mempermalukan mereka di depan umum, supaya mereka sadar kalau persaingan mereka keterlaluan.”

Laila mulai tersenyum. “Aku suka idemu.”

Hari Perlombaan: Kekacauan Dimulai

Lomba dimulai dengan penuh semangat. Para peserta duduk di kursi masing-masing, siap melahap nasi Padang dalam waktu tercepat.

Di sisi kiri, ada perwakilan dari RM Sederhana Banget yang memakai kaus merah. Di sisi kanan, tim dari RM Pusako Minang memakai kaus hijau.

Dan di tengah semua itu, ada Rendi dan Laila, yang diam-diam ikut lomba sebagai peserta.

Saat lomba dimulai, peserta langsung menyendok nasi dan lauk secepat mungkin. Penonton bersorak mendukung rumah makan favorit mereka. Tapi tak ada yang menyadari bahwa Rendi dan Laila punya rencana lain.

Aksi Sabotase Konyol

Saat semua orang sibuk makan, Rendi tiba-tiba pura-pura tersedak.

“UHUK! UHUK! Tolong! Sambalnya terlalu pedas!!” teriaknya dramatis.

Seorang panitia panik dan berlari menghampiri. “Air! Cepat kasih air!”

Tapi sebelum air datang, Laila juga mulai bertingkah. Dia berdiri dan memegangi perutnya.

“Aduh… aku nggak kuat… nasi Padangnya enak banget, sampai aku mau pingsan!” katanya sambil pura-pura lemas.

Penonton mulai heboh. Beberapa orang maju membantu, tapi di saat yang sama, Mang Ujang berteriak dari belakang.

“WOY!! ADA TIKUS DI MEJA!!”

Sontak semua orang berteriak. Lomba makan berubah menjadi kekacauan total. Piring-piring terbalik, orang-orang meloncat dari kursi, dan beberapa peserta bahkan berlari keluar arena sambil membawa piring mereka.

Pak Makmur dan Bu Rosma yang tadinya duduk santai langsung panik.

“Apa-apaan ini?!” seru Pak Makmur.

“Mana tikusnya?!” tambah Bu Rosma.

Namun, saat mereka mencari tikus yang dimaksud, Mang Ujang malah tertawa.

“HAHAHA! Tikusnya cuma tikus bayangan, Bu. Saya cuma ngetes!” katanya sambil terkikik.

Bu Rosma melotot. “MANG UJANG!!!”

Tapi sebelum bisa marah lebih jauh, dia dan Pak Makmur melihat sesuatu yang lebih mengejutkan: Rendi dan Laila berdiri di tengah panggung lomba, berpegangan tangan.

Pengakuan Cinta di Tengah Kericuhan

Pak Makmur menunjuk Rendi. “Kamu ngapain di sana?! Kenapa pegangan tangan sama anaknya Rosma?!”

Bu Rosma juga melotot. “Laila! Lepaskan tangan itu sekarang juga!”

Tapi Rendi malah menarik napas dalam, lalu berbicara lantang, cukup keras untuk didengar semua orang.

“Ayah, Ibu, kami sudah pacaran sejak lama! Kami sayang satu sama lain!”

Penonton terdiam. Lalu…

“WOOOOO!!!”

Sorakan memenuhi udara. Beberapa orang bertepuk tangan, beberapa lainnya tertawa, sementara beberapa pelanggan tetap dua rumah makan itu langsung berbisik-bisik.

Pak Makmur dan Bu Rosma tampak syok.

“Apa?!” seru mereka bersamaan.

Laila menatap ibunya. “Kami nggak mau dijodohkan dengan siapa pun. Kami hanya ingin kalian berhenti bertengkar dan sadar kalau persaingan kalian itu sudah terlalu jauh.”

Pak Makmur dan Bu Rosma saling pandang. Untuk pertama kalinya, mereka terlihat kebingungan.

Seorang pelanggan tua, yang sudah lama langganan di kedua rumah makan, tiba-tiba berdiri dan berbicara.

“Pak Makmur, Bu Rosma… mungkin ini saatnya kalian berdamai.”

Yang lain ikut menimpali.

“Iya! Kami suka dua-duanya, tapi kalau kalian terus berantem, kami malah bingung mau makan di mana!”

Pak Makmur menggaruk kepalanya. “Tapi… rendang saya lebih enak.”

Bu Rosma menyipitkan mata. “Kamu bilang apa?”

Orang-orang mulai tertawa.

Rendi dan Laila saling menatap dan tersenyum. Meskipun rencana mereka berantakan, setidaknya satu hal berhasil

BAB 5: DAMAI ATAU PERANG LAGI?

Setelah pengakuan cinta Rendi dan Laila di tengah lomba makan nasi Padang yang kacau balau, suasana mendadak canggung. Semua orang menunggu reaksi dari Pak Makmur dan Bu Rosma, dua pemilik rumah makan yang sudah bersaing bertahun-tahun.

Pak Makmur tampak berkacak pinggang dengan ekspresi bingung, sementara Bu Rosma masih melipat tangan di dada, seakan mencoba memahami situasi.

“Jadi… kalian sudah pacaran?” tanya Pak Makmur akhirnya, menatap Rendi penuh selidik.

Rendi mengangguk mantap. “Iya, Yah. Dan kami serius.”

Laila ikut menimpali. “Kami sudah lama ingin memberi tahu, tapi kami takut kalian bakal marah dan melarang kami bertemu.”

Bu Rosma menghela napas panjang. “Ya jelas marah! Kalian itu seperti minyak dan air. Rumah makan kita sudah bersaing dari dulu. Masa pewarisnya malah mau bersatu?”

Pak Makmur mengangguk. “Betul! Ini sama aja kayak gulai otak dicampur dengan soto Betawi. Nggak nyambung!”

Orang-orang yang menonton malah tertawa.

“Pak, Bu,” kata Rendi lebih serius, “kenapa kita nggak bisa berdamai? Kalian itu sebenarnya punya pelanggan yang sama. Kenapa harus terus bersaing seperti ini?”

Bu Rosma menyipitkan mata. “Kalau begitu, kenapa nggak kamu aja yang pindah kerja ke rumah makan Ibu?”

Pak Makmur langsung bereaksi. “Eh, jangan main curi anak! Kalau gitu, Laila aja yang kerja di rumah makan saya!”

Laila menggeleng. “Bukan itu maksud kami. Kami ingin kalian berdamai, bukan malah saling rebutan.”

Pak Makmur dan Bu Rosma masih terlihat ragu. Rivalitas mereka sudah berlangsung lama, dan mengakhirinya tentu bukan hal mudah.

Namun, sebelum mereka bisa menjawab, tiba-tiba ada suara dari penonton.

Saran Tak Terduga dari Pelanggan Setia

Seorang pelanggan tua bernama Pak Darman, yang sudah puluhan tahun langganan di kedua rumah makan, maju ke depan dan berbicara.

“Pak Makmur, Bu Rosma,” katanya sambil tersenyum bijak. “Kenapa kalian nggak coba kerja sama?”

Semua orang menoleh ke arah Pak Darman, termasuk dua pemilik rumah makan yang sedang berseteru itu.

Bu Rosma mendengus. “Kerja sama? Maksudnya gimana?”

Pak Darman tersenyum santai. “Lihatlah, rumah makan kalian berdua sama-sama enak. RM Sederhana Banget terkenal dengan rendang dan gulainya yang creamy, sementara RM Pusako Minang terkenal dengan sambal baladonya yang pedas nendang. Coba bayangkan kalau dua hal ini digabung?”

Pak Makmur dan Bu Rosma tampak berpikir keras.

Pelanggan lain ikut menimpali. “Iya! Kalau ada rumah makan yang bisa jual rendang seenak RM Sederhana Banget dan sambal balado sekeren RM Pusako Minang, saya pasti bakal makan di sana tiap hari!”

Yang lain pun ikut mengangguk setuju.

Pak Makmur menggaruk kepalanya. “Hmm… jadi maksud kalian, kami harus gabung jadi satu rumah makan?”

Bu Rosma masih terlihat skeptis. “Tapi… itu artinya kita harus berhenti bersaing.”

Laila tersenyum. “Bu, Ayah… apa nggak capek terus-terusan berantem?”

Pak Makmur dan Bu Rosma saling berpandangan. Mereka berdua jelas masih gengsi untuk mengakui bahwa mereka lelah bertengkar setiap hari.

Tapi sebelum mereka bisa menjawab, tiba-tiba ada kejadian tak terduga.

Kejutan dari Pesaing Baru

Dari kejauhan, seorang pria berbadan besar dengan kumis tebal berjalan mendekat. Dia mengenakan kemeja batik dan celana hitam longgar, tampak percaya diri seperti seorang pebisnis sukses.

“Maaf, saya mengganggu,” katanya dengan suara berat. “Nama saya Pak Johan, pemilik restoran Padang baru di kota ini, RM Minang Rasa.”

Orang-orang langsung berbisik-bisik.

Pak Johan tersenyum lebar. “Saya sudah lama mengamati persaingan RM Sederhana Banget dan RM Pusako Minang. Dan saya pikir… ini saatnya pemain baru masuk ke lapangan.”

Pak Makmur menyipitkan mata. “Maksudmu?”

“Saya baru saja membuka restoran dengan konsep all-you-can-eat nasi Padang,” ujar Pak Johan bangga. “Semua menu ada di sini, mulai dari rendang, gulai otak, dendeng batokok, hingga sambal balado yang bikin lidah terbakar. Dan yang lebih penting, pelanggan bisa makan sepuasnya dengan harga tetap.”

Pak Johan mengeluarkan brosur dan menunjukkannya ke orang-orang.

“Murah, enak, dan porsinya bebas. Kira-kira, mana yang lebih menarik? Restoran yang masih sibuk bertengkar, atau restoran yang memberikan pengalaman makan paling menguntungkan?”

Pak Makmur dan Bu Rosma langsung membeku.

Orang-orang mulai berbisik-bisik, dan beberapa pelanggan tampak tertarik dengan konsep baru itu.

Rendi menelan ludah. “Wah, ini masalah besar.”

Laila mengangguk. “Kalau kita terus bertengkar, kita bisa kalah sama restoran baru ini.”

Keputusan Besar: Bersatu atau Hancur?

Pak Makmur menghela napas panjang. Dia menatap Bu Rosma, lalu menatap Rendi dan Laila yang masih berdiri di tengah keramaian.

Mereka sudah lama bertarung. Sudah puluhan tahun mereka bersaing, saling menjelekkan, saling menjatuhkan. Tapi sekarang, ada ancaman nyata yang bisa mengalahkan mereka berdua sekaligus.

Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir, Pak Makmur bicara.

“Baiklah. Mungkin sudah waktunya kita berhenti bertengkar.”

Bu Rosma mengangkat alis. “Maksudmu?”

“Kita gabungkan dua rumah makan ini,” lanjut Pak Makmur. “Aku tetap pegang rendang dan gulai, kamu tetap pegang sambal balado dan ayam pop. Kita kerja sama. Jadi satu restoran besar.”

Semua orang terkejut.

Bu Rosma melipat tangan, tampak berpikir keras. Lalu akhirnya, dia mengangguk pelan. “Hmph. Baiklah. Aku setuju.”

Sorakan langsung pecah di antara para pelanggan.

“WOOO!!! AKHIRNYA DAMAI!!!”

Rendi dan Laila saling tersenyum bahagia.

Pak Johan yang melihat situasi ini hanya bisa tersenyum tipis. “Hmm… menarik. Kita lihat siapa yang lebih unggul nanti.”

Dan dengan begitu, sesuatu yang tidak pernah diduga terjadi: Dua rumah makan yang selama ini bersaing akhirnya bergabung menjadi satu.

BAB 6: RESTORAN PADANG TANPA PERANG

Seminggu setelah keputusan besar dibuat, RM Sederhana Banget dan RM Pusako Minang resmi bergabung menjadi satu restoran baru: RM Sederhana Pusako.

Spanduk besar terpasang di depan restoran, bertuliskan:

“Kini Bersatu! RM Sederhana Pusako – Rendang Legendaris & Sambal Balado Paling Nendang!”

Suasana restoran hari itu luar biasa ramai. Pelanggan lama dan baru berdatangan, penasaran ingin mencoba perpaduan dua rumah makan legendaris ini. Di dapur, Bu Rosma dan Pak Makmur sibuk mengawasi jalannya operasional, sementara Rendi dan Laila sibuk mengantar pesanan.

Namun, ada satu masalah besar: kerja sama antara dua keluarga ini tidak berjalan semulus yang diharapkan.

Ketegangan di Dapur

Meskipun mereka sudah sepakat untuk bersatu, Pak Makmur dan Bu Rosma masih sering berdebat tentang urusan dapur.

Contohnya pagi itu, saat Bu Rosma melihat rendang yang baru saja dimasak oleh tim dapur Pak Makmur.

“Kenapa rendangnya lebih cair? Gulai rendang itu harus lebih kental! Ini kebanyakan santan!” protes Bu Rosma.

Pak Makmur mendengus. “Ini bukan gulai rendang, ini rendang asli Padang! Kamu aja yang kebiasaan bikin versi yang lebih kering.”

“Kering itu lebih enak!”

“Basah itu lebih lezat!”

Di sisi lain dapur, Laila dan Rendi saling bertukar pandang sambil menghela napas.

“Lihat, kan? Udah gabung juga masih aja berantem,” gumam Laila.

Rendi mengangguk. “Kayaknya mereka masih belum benar-benar berubah.”

Sementara itu, di ruang kasir, muncul masalah baru.

Pelanggan Bingung dengan Menu Baru

Sejak restoran bersatu, mereka mencoba menggabungkan menu dari dua rumah makan. Namun, ini malah membuat pelanggan bingung.

Seorang pelanggan tetap RM Pusako Minang mengeluh, “Kok harga rendangnya naik? Biasanya nggak semahal ini!”

Pelanggan dari RM Sederhana Banget ikut menimpali, “Dan kenapa sambal baladonya lebih pedas dari biasanya? Dulu nggak sepedas ini!”

Keluhan mulai berdatangan. Ada yang merasa porsinya lebih kecil, ada yang kaget dengan perubahan rasa, dan ada juga yang bingung harus memesan di mana karena mereka terbiasa dengan sistem lama.

Melihat situasi ini, Rendi dan Laila tahu mereka harus melakukan sesuatu sebelum semuanya berantakan.

Strategi Damai dari Rendi dan Laila

Malam itu, setelah restoran tutup, Rendi dan Laila mengumpulkan seluruh keluarga dan karyawan untuk rapat darurat.

“Begini,” kata Rendi, “aku dan Laila sadar kalau kita nggak bisa langsung mengubah segalanya begitu saja. Kita harus pelan-pelan menyesuaikan diri.”

Laila mengangguk. “Kami punya ide. Daripada semua menu dicampur jadi satu, gimana kalau kita tetap pertahankan beberapa menu khas dari masing-masing restoran?”

Pak Makmur dan Bu Rosma tampak berpikir.

“Misalnya,” lanjut Laila, “pelanggan tetap bisa pesan rendang versi Pak Makmur dan versi Ibu. Kita kasih label ‘rendang basah’ dan ‘rendang kering’, biar mereka bisa pilih sesuai selera.”

“Kita juga bisa kasih pilihan level pedas untuk sambal balado,” tambah Rendi. “Biar pelanggan yang nggak kuat pedas tetap bisa menikmati.”

Pak Makmur dan Bu Rosma saling pandang. Awalnya, mereka ingin berdebat lagi, tapi akhirnya mereka sadar bahwa ini adalah solusi terbaik.

Pak Makmur mendesah. “Baiklah. Aku setuju.”

Bu Rosma melipat tangan. “Ya udah, aku juga setuju.”

Sorakan kecil terdengar dari para karyawan. Untuk pertama kalinya, keputusan bisa dibuat tanpa perdebatan panjang.

Grand Opening Kedua: Restoran dengan Dua Cita Rasa

Seminggu setelah rapat itu, RM Sederhana Pusako mengadakan grand opening kedua, kali ini dengan menu yang lebih jelas dan sistem yang lebih rapi.

Di bagian depan restoran, mereka memasang papan menu besar:

  • Rendang Basah ala Pak Makmur
  • Rendang Kering ala Bu Rosma
  • Ayam Pop + Sambal Balado Pedas Level 1-5
  • Gulai Otak & Dendeng Batokok Favorit Pelanggan

Hari itu, pelanggan kembali berdatangan. Mereka senang karena bisa menikmati menu favorit mereka seperti dulu, tapi dengan tambahan variasi yang lebih menarik.

Seorang pelanggan lama berkata, “Nah, ini baru bener! Bisa pilih rendang sesuai selera. Saya suka yang kering, tapi istri saya suka yang basah. Jadi nggak perlu ribut lagi!”

Yang lain ikut setuju.

Sementara itu, di dapur, meskipun Pak Makmur dan Bu Rosma masih sering beradu pendapat, kali ini mereka lebih bisa bekerja sama.

Kejutan Manis untuk Rendi dan Laila

Di tengah kesibukan restoran, tiba-tiba Pak Makmur dan Bu Rosma memanggil Rendi dan Laila ke ruang belakang.

“Ada apa, Yah? Bu?” tanya Laila.

Bu Rosma tersenyum tipis, sesuatu yang jarang terjadi. “Kami sudah lama berpikir… dan kami sadar kalau kalian berdua sudah banyak membantu restoran ini.”

Pak Makmur mengangguk. “Jadi, kami sudah sepakat. Mulai sekarang, kalian berdua akan ikut mengelola restoran ini bersama kami.”

Rendi dan Laila melongo.

“Serius?” tanya Rendi.

Pak Makmur tertawa. “Serius. Kami nggak akan selamanya di sini. Kalian berdua adalah masa depan restoran ini.”

Laila menatap ibunya. “Jadi… kalian sudah benar-benar menerima hubungan kami?”

Bu Rosma mendesah, lalu tersenyum kecil. “Iya, iya. Selama Rendi bisa menjaga kamu dan nggak bikin masalah, aku nggak keberatan.”

Rendi dan Laila saling berpandangan, lalu tersenyum lebar.

Akhirnya, setelah segala drama, pertengkaran, dan kekacauan, cinta mereka mendapatkan restu.

Akhir yang Bahagia (Dengan Sedikit Perdebatan, Tentu Saja)

Meski restoran sudah bersatu, ada satu hal yang tidak pernah berubah:

Pak Makmur dan Bu Rosma tetap suka berdebat.

“Kenapa harga rendang naik lagi?” protes Bu Rosma.

“Karena harga daging naik, Ros! Masa kamu nggak tahu?” sahut Pak Makmur.

“Kamu aja yang belanjanya boros!”

“Boros gimana? Ini udah paling hemat!”

Rendi dan Laila hanya bisa tertawa melihat orang tua mereka yang masih suka bertengkar, tapi kini dengan cara yang lebih sehat.

Meski restoran ini dulunya lahir dari persaingan, sekarang mereka tahu bahwa kerja sama jauh lebih menguntungkan daripada permusuhan.

Dan yang terpenting, Rendi dan Laila akhirnya bisa mencintai satu sama lain tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi.

—————————-THE END———————

 

 

Source: Gustian Bintang
Tags: cintaperjuangan
Previous Post

percakapan telepon yang aneh

Next Post

TERTAWA DI BALIK KACA JENDELA

Next Post
TERTAWA DI BALIK KACA JENDELA

TERTAWA DI BALIK KACA JENDELA

PUSING PUSING ASMARA

DI ANTARA DUA WAKTU

DI ANTARA DUA WAKTU

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In