• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

February 27, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

CINTA YANG TERLARANG DITENGAH WAKTU

by SAME KADE
February 27, 2025
in Romansa
Reading Time: 18 mins read

Bab 1: Perjalanan ke Masa Lalu

Ayla menatap kembali artefak kecil yang baru saja ia temukan di dalam tanah. Sebuah benda berbentuk cincin perak, yang meskipun usang, tetap memancarkan cahaya lembut yang aneh. Cincin itu tidak seperti artefak lainnya yang sering ia temui—sepertinya lebih dari sekadar peninggalan kuno. Ayla merasakan sebuah dorongan untuk memegangnya lebih dekat, dan begitu ia menyentuh permukaannya, seakan seluruh dunia di sekitarnya mulai memudar.

Tangannya bergetar, dan ia mencoba menarik tangan itu, tetapi terasa seperti cincin tersebut terikat dengan dirinya, mengirimkan gelombang energi yang semakin kuat. Terjadi ledakan cahaya yang membutakan matanya, dan dalam hitungan detik, dunia di sekitarnya menghilang.

Ketika matanya terbuka kembali, pemandangan yang dilihatnya bukanlah pemandangan yang biasa ia kenal. Ayla terguncang. Ia berdiri di tengah lapangan luas yang dikelilingi oleh rumah-rumah kayu beratap jerami, dengan langit yang tampak lebih cerah dan sinar matahari yang lebih hangat. Tidak ada gedung pencakar langit, tidak ada kendaraan modern. Sebuah desa kuno, penuh dengan kehidupan yang sederhana.

Ayla melangkah mundur, berusaha mengumpulkan kembali pikirannya. “Apa yang terjadi?” gumamnya. Matanya memindai sekeliling, dan saat itu dia menyadari satu hal—dia bukan lagi berada di zaman sekarang.

“Lihat, ada orang baru!” suara seorang anak kecil terdengar dari jauh, membuat Ayla menoleh. Seorang gadis kecil berlari menuju ke arahnya, matanya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu.

“Maaf, aku tidak tahu bagaimana… aku bisa berada di sini,” kata Ayla dengan suara gemetar. “Apa yang terjadi?”

“Ini adalah desa kami, Nona. Apakah Anda seorang pelancong?” tanya anak itu dengan polos. Ia berpakaian seperti anak-anak zaman dahulu—dengan gaun panjang dan sepatu kayu, sangat berbeda dengan pakaian Ayla yang modern.

Ayla menggelengkan kepalanya, bingung. “Aku… aku bukan pelancong. Aku—“ kata-katanya terputus ketika dia mencoba merasakan sesuatu yang lebih. Kejanggalan yang ada semakin terasa saat dia memeriksa tangan dan pakaiannya. Bahkan pakaian yang dikenakannya terasa asing.

Sementara Ayla merenung, anak itu terus menatapnya dengan rasa ingin tahu yang besar. “Apakah Nona terluka? Kami bisa membawamu ke rumah petani untuk beristirahat, jika kau mau.”

“Tidak, aku baik-baik saja,” jawab Ayla dengan cepat, tetapi matanya tidak bisa berhenti memeriksa sekelilingnya. Ada sesuatu yang sangat berbeda—sesuatu yang terasa asing dan kuno. Ayla berusaha keras untuk memahami, tetapi setiap detik yang berlalu hanya membuatnya semakin bingung.

Anak kecil itu tersenyum lebar. “Kalau begitu, ikutlah kami ke desa. Mungkin Anda akan merasa lebih baik di sana.”

Dengan perasaan cemas namun penasaran, Ayla mengikuti anak tersebut menuju desa. Setiap langkah yang diambilnya semakin membuatnya merasa terperangkap dalam waktu yang tak bisa dijelaskan. Ia tahu, ia harus mencari cara untuk kembali, namun bagaimana mungkin dia bisa kembali jika semuanya terasa begitu nyata? Jika ini semua nyata, bagaimana ia bisa berpindah waktu begitu saja?

Saat mereka sampai di desa, Ayla disambut oleh orang-orang yang tampaknya tidak terkejut dengan kedatangannya. Mereka semua berpakaian seperti orang-orang dari zaman dulu, bahkan berjalan dengan langkah yang begitu tenang, seolah-olah dunia mereka tidak mengenal teknologi modern. Beberapa orang menatap Ayla dengan rasa ingin tahu, tapi tidak ada yang tampak terkejut atau khawatir. Seolah-olah kedatangannya adalah hal yang biasa saja.

Di tengah kerumunan itu, mata Ayla tertumbuk pada seorang pria yang berdiri lebih jauh. Tubuhnya tegap, mengenakan pakaian gelap yang tampak tidak biasa bagi orang-orang desa yang lain. Namun, ada sesuatu dalam cara pria itu menatapnya—sebuah pandangan yang tajam, penuh misteri dan pemahaman yang tak terucapkan. Sejenak, dunia di sekitar Ayla seakan berhenti berputar.

“Apa yang kamu lihat?” suara pria itu mengalun pelan. Ayla merasa seolah-olah kata-katanya mengalir langsung ke pikirannya. Meskipun pria itu berbicara dengan suara rendah, ada ketegasan yang tak terbantahkan di dalamnya.

Ayla tersentak, dan hampir tidak menyadari bahwa dia menatapnya terlalu lama. “Aku… tidak tahu. Aku hanya… merasa aku sedang berada di tempat yang salah.”

Pria itu tetap diam, matanya tidak pernah lepas dari Ayla, dan ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Ayla merasa cemas. Apakah dia tahu sesuatu tentang perjalanan waktu yang baru saja terjadi? Tentang bagaimana dia bisa berada di sana, di waktu yang bukan miliknya?

“Siapa kamu?” pria itu akhirnya bertanya, suaranya tetap penuh misteri.

Ayla membuka mulutnya untuk menjawab, namun kata-kata tak kunjung keluar. Sebuah perasaan aneh menyelimuti dirinya, seakan dia bukan hanya berada di tempat yang salah, tetapi juga di waktu yang tidak seharusnya. Tiba-tiba, dia menyadari bahwa tidak hanya tempat yang asing, tetapi juga dirinya sendiri yang tidak lagi berada di dunia yang dia kenal.

Dengan langkah perlahan, pria itu mendekat, dan Ayla merasakan sebuah ketegangan yang semakin tumbuh di antara mereka. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah dia akan menemukan cara untuk kembali? Atau, mungkin, justru terjebak selamanya di masa lalu yang penuh rahasia ini**

Bab 2: Keterikatan di Waktu yang Berbeda

Hari-hari pertama di desa itu terasa seperti mimpi yang aneh bagi Ayla. Meskipun ia sudah berusaha keras untuk mencari cara pulang, tidak ada jawaban yang memadai. Artefak yang ia temukan—sebuah cincin perak kecil dengan ukiran rumit—terus memancarkan energi yang aneh, namun tidak ada seorang pun di desa yang tampaknya tahu apa itu atau bagaimana cara menggunakannya. Ayla merasa seolah-olah dia terjebak dalam waktu yang berbeda, lebih jauh dari rumahnya daripada yang bisa ia bayangkan.

Setiap pagi, Ayla bangun dengan perasaan cemas, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, meski ada kekhawatiran yang membelenggu dirinya, ada juga perasaan lain yang menggelora—perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Seiring berjalannya waktu, ia semakin merasa terhubung dengan desa itu, dengan orang-orangnya, meskipun ia tahu bahwa ini bukan tempat atau waktu yang seharusnya ia tinggali.

Namun, ada satu hal yang paling sulit untuk ia hindari—pria itu. Alaric, pemuda dengan mata yang penuh misteri itu. Setiap kali Ayla bertemu dengannya, rasanya seperti dunia mereka berdua terhubung dengan cara yang tak terlihat. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, namun tatapan mereka seolah berbicara lebih dalam daripada yang bisa dijelaskan dengan bahasa.

Pada suatu sore yang cerah, setelah berhari-hari berusaha mencari tahu lebih banyak tentang artefak itu, Ayla memutuskan untuk berjalan-jalan ke tepi sungai. Ia merasa sedikit lebih tenang di sana, jauh dari hiruk-pikuk desa, hanya suara air yang mengalir dan suara angin yang berdesir di antara pepohonan.

Namun, ketika ia duduk di batu besar di tepi sungai, tiba-tiba Alaric muncul dari balik pohon. Wajahnya tampak serius, meski ada kilau tertentu di matanya, yang membuat Ayla merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.

“Ayla,” suara Alaric menyentuh telinganya dengan lembut, namun penuh ketegasan. “Kau tidak bisa terus bersembunyi seperti ini. Ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita pahami yang sedang terjadi.”

Ayla menatapnya bingung. “Apa maksudmu? Aku hanya ingin kembali ke rumahku. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa berada di sini.”

Alaric duduk di sampingnya, jaraknya cukup dekat untuk membuat Ayla merasa sedikit cemas. Namun, ada ketenangan dalam sikapnya yang aneh, seolah-olah ia sudah tahu segalanya yang terjadi. “Aku tahu,” jawabnya pelan. “Aku tahu apa yang kau rasakan, Ayla. Kau terjebak di antara dua dunia, dan aku juga merasakannya.”

“Apa yang kau maksud?” tanya Ayla, tidak bisa menahan rasa ingin tahu yang semakin mendalam.

“Cincin itu,” jawab Alaric sambil menatap tangan Ayla yang masih memegang artefak itu dengan erat. “Cincin itu adalah kunci untuk membuka gerbang antara dunia kita dan dunia yang kau kenal. Aku tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya, tapi aku tahu satu hal: Keterikatan yang kau rasakan, bukan hanya tentang waktu. Itu lebih dari itu. Ini tentang takdir.”

Ayla merasa kata-kata Alaric menggema di dalam dirinya. Takdir? Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang terus berkembang menjadi kenyataan. “Takdir?” Ayla menatap cincin itu, menyadari bahwa kata-kata Alaric mungkin memiliki arti yang lebih dalam dari yang ia kira.

“Iya,” kata Alaric, menatapnya dengan intensitas yang tidak dapat dijelaskan. “Takdir kita berdua sepertinya terhubung. Aku merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar waktu yang memisahkan kita. Ada hubungan yang lebih dalam antara dirimu dan aku, Ayla.”

Ayla merasa jantungnya berdegup lebih cepat, dan dalam sekejap, dunia sekitarnya seakan menghilang. Kata-kata Alaric terasa begitu nyata, dan meskipun ia ingin menyangkalnya, ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa ia hindari. Perasaan yang tumbuh di antara mereka semakin kuat—sebuah hubungan yang melampaui sekadar pertemuan tak sengaja di tengah dunia yang berbeda ini.

“Kau tidak tahu apa yang terjadi padaku, kan?” tanya Ayla, mencoba memahami perasaannya sendiri. “Aku merasa terjebak, Alaric. Aku ingin kembali. Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan di sini.”

Alaric mengangguk perlahan. “Aku mengerti. Tapi jangan lupakan satu hal: di dunia ini, waktu bukanlah satu-satunya yang mengikat kita. Ada hal lain yang lebih kuat dari itu.”

Ayla memandang Alaric dengan mata yang penuh kebingungan. “Apa itu?”

“Kita,” jawab Alaric, suara rendah namun penuh arti. “Kita berdua. Takdir kita sudah terjalin, Ayla. Mungkin kau tidak menyadarinya sekarang, tapi aku yakin—hubungan kita lebih dari sekadar kebetulan.”

Ayla menatapnya dengan perasaan yang campur aduk. Ia ingin menepis kata-kata Alaric, ingin meyakinkan dirinya bahwa semuanya hanya mimpi. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang menentang itu—perasaan yang tidak bisa dijelaskan, perasaan yang semakin kuat setiap kali mereka berdekatan.

Hari-hari berikutnya, Ayla semakin terikat dengan desa dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi di sisi lain, ia semakin merasa terperangkap dalam perasaan yang sulit dipahami. Ketika ia bersama Alaric, dunia terasa seperti milik mereka berdua. Namun, di luar itu, ada kebimbangan yang tak bisa ia hindari. Ia ingin kembali, tetapi bagian dari dirinya merasa enggan untuk meninggalkan dunia yang begitu indah dan penuh dengan misteri ini.

Malam itu, setelah matahari terbenam dan seluruh desa tampak tenang, Ayla kembali ke rumah petani tempat ia menginap. Dalam hati, ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Terlebih lagi, semakin dalam keterikatannya dengan Alaric, semakin jelas bahwa pulang bukanlah pilihan yang sederhana lagi.

Ayla menghela napas, menatap langit malam yang penuh bintang. Mungkin takdir, seperti yang dikatakan Alaric, memang punya cara tersendiri untuk.**

Bab 3: Cinta yang Terlarang

Hari-hari di desa itu berlalu dengan cara yang tidak bisa dijelaskan Ayla. Meski ia merasa semakin terikat dengan kehidupan di sini, ada bagian dalam dirinya yang terus menerus bertanya-tanya tentang cara ia bisa kembali ke dunia asalnya. Namun, sesuatu yang lebih kuat mulai tumbuh dalam dirinya—sesuatu yang tak bisa ia hindari, bahkan jika ia ingin.

Cinta.

Cinta yang tumbuh begitu diam-diam dan perlahan antara dirinya dan Alaric, pemuda misterius yang selalu membuat hatinya berdebar setiap kali mereka bertemu. Ada sesuatu dalam tatapan mata Alaric yang membuat Ayla merasa seolah-olah mereka telah mengenal satu sama lain sejak lama, meskipun kenyataannya mereka baru saja bertemu beberapa minggu yang lalu.

Setiap percakapan mereka penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan, setiap sentuhan yang tidak disengaja membuat Ayla merasa seakan-akan dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Namun, meskipun perasaan itu semakin kuat, Ayla tahu satu hal yang jelas—hubungan mereka adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi. Mereka berasal dari dua dunia yang berbeda, dan itu membuat cinta mereka terlarang.

Pada suatu sore yang cerah, ketika matahari mulai merendah di ufuk barat, Ayla dan Alaric berjalan bersama menuju hutan di luar desa. Mereka tidak berbicara banyak, hanya berjalan berdampingan, dengan langkah kaki mereka yang seirama di atas tanah berdebu. Alaric tampaknya ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Begitu pula dengan Ayla, meskipun hatinya penuh dengan pertanyaan.

“Ayla,” suara Alaric akhirnya memecah keheningan. “Kau tahu, meskipun aku ingin sekali melihatmu bahagia, aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa kita berasal dari dunia yang berbeda.”

Ayla berhenti berjalan, dan matanya bertemu dengan mata Alaric. “Aku tahu,” jawabnya pelan, mencoba menahan rasa sakit yang muncul di dadanya. “Aku tahu ini tidak mungkin. Aku tidak bisa tinggal di sini selamanya. Aku harus kembali.”

Alaric menghela napas, langkahnya terhenti beberapa langkah di depan Ayla. “Aku ingin kau tetap di sini, Ayla. Aku ingin kita bisa bersama. Tapi dunia ini… kita berdua… kita tidak akan pernah bisa bersama jika orang-orang tahu.”

Ayla merasa ada sesuatu yang berat dalam suara Alaric. Seperti ada hal yang ingin ia katakan, namun terhalang oleh sesuatu yang lebih besar dari mereka berdua. “Kau tidak perlu mengatakan itu,” kata Ayla dengan suara hampir tak terdengar. “Aku tahu cinta kita tidak mungkin. Tapi bagaimana mungkin aku tidak merasakannya? Setiap kali aku dekat denganmu, hatiku merasa seperti melayang. Tapi aku juga tahu bahwa kita tidak bisa saling memiliki.”

Alaric menoleh, dan untuk pertama kalinya, Ayla melihat kepedihan yang nyata di mata pria itu. “Aku sudah lama tahu ini, Ayla. Cinta kita terlarang. Masyarakat ini tidak akan pernah menerima hubungan seperti ini. Aku bukan hanya seorang bangsawan, aku adalah seorang yang dikutuk—keturunan dari keluarga yang jatuh dalam kehancuran. Mereka akan membunuh kita jika tahu kita bersama.”

Ayla merasa sebuah dinding besar terbentuk di antara mereka, dinding yang tak bisa ditembus oleh perasaan apa pun. “Apa maksudmu? Kenapa itu begitu penting? Kenapa kita harus takut dengan apa yang orang lain pikirkan?” Ayla merasa marah, dan perasaan itu terlepas begitu saja. “Kita adalah dua manusia yang saling mencintai. Itu seharusnya cukup!”

Tapi Alaric menundukkan kepalanya, seolah ia merasa benar-benar hancur. “Kau tidak mengerti, Ayla. Statusku, sejarah keluargaku, semuanya mengikat kita dalam takdir yang kelam. Jika kita bersama, mereka akan menganggap itu sebagai pengkhianatan yang lebih besar daripada apapun. Kita tidak hanya akan dihukum, kita akan dihancurkan.”

Ayla terdiam, perasaan campur aduk melanda dirinya. “Jadi, apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita berhenti begitu saja, karena dunia tidak bisa menerima kita?”

Alaric mengangkat wajahnya, dan kali ini tatapannya penuh dengan tekad. “Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan, Ayla. Aku hanya tahu satu hal—aku tidak bisa kehilanganmu. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan kita berdua terjebak dalam sesuatu yang tak terhindarkan. Jika kita terus bersama, itu akan membawa kehancuran bagi kita berdua.”

Ayla merasakan perasaan yang begitu dalam saat mendengar kata-kata itu. Seolah-olah dunia mereka memang tidak dirancang untuk bersatu. Apa yang mereka miliki hanyalah mimpi yang akan hancur jika diteruskan. Namun, ada satu hal yang lebih kuat daripada segalanya—perasaan yang tumbuh antara mereka berdua.

“Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Alaric,” kata Ayla dengan suara penuh keraguan. “Aku ingin tetap bersamamu, tetapi aku tahu kita tidak bisa.”

Alaric mendekat, langkahnya mantap, dan ia meraih tangan Ayla dengan lembut. “Aku juga ingin tetap bersamamu, Ayla. Tapi cinta kita adalah sebuah dosa di mata dunia ini. Kita bisa berusaha melawannya, tapi aku tak tahu apakah itu akan berhasil. Yang aku tahu hanya satu: aku mencintaimu.”

Kata-kata itu menggema dalam hati Ayla. Itu adalah kenyataan yang tidak bisa ia hindari. Cinta mereka adalah cinta yang terlarang, yang tak mungkin dipahami oleh orang-orang di sekitar mereka. Namun, meskipun kenyataan itu begitu keras, perasaan mereka tak bisa dipadamkan.

Dengan hati yang berat, Ayla menatap Alaric untuk terakhir kalinya dengan tatapan penuh cinta dan kesedihan. Mereka berdua tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Namun, satu hal yang pasti—meskipun dunia tidak mendukung mereka, cinta ini adalah sesuatu yang tak bisa mereka lupakan.

Dan meskipun mereka tahu bahwa cinta mereka adalah cinta yang terlarang, Ayla dan Alaric tetap memutuskan untuk bertarung melawan dunia yang menghalangi mereka. Meskipun jalan mereka penuh dengan tantangan dan bahaya, mereka tahu bahwa cinta mereka akan selalu ada, tak peduli apa yang terjadi.

mereka. Namun, apakah ia siap untuk menerima takdir itu*

Bab 4: Keputusan Berat

Malam itu, angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dari hutan yang tak jauh dari desa. Ayla duduk di depan api unggun yang menyala redup, matanya tertuju pada bara api yang perlahan memudar. Pikiran dan hatinya penuh dengan kebingungan, terombang-ambing di antara keinginan untuk melanjutkan hidupnya di dunia yang asing ini dan rasa rindu yang mendalam terhadap rumahnya yang jauh. Keputusan yang harus ia ambil semakin terasa semakin mendalam—dan semakin sulit.

Alya merasakan beratnya beban di pundaknya, meskipun tubuhnya tampak tenang. Ia telah beberapa kali berpikir tentang masa depan yang harus dipilihnya. Di satu sisi, ada Alaric—pria yang begitu dia cintai, yang meskipun berasal dari dunia yang berbeda, membuat hatinya merasa hidup kembali. Cinta mereka terasa kuat, tak tergoyahkan oleh apapun, namun kenyataannya, cinta itu tak dapat mengalahkan segala batasan yang ada. Sementara di sisi lain, ada rumahnya, dunia yang ia kenal, yang entah bagaimana kini terasa semakin jauh dan tak terjangkau.

Suara langkah kaki yang mendekat mengalihkan Ayla dari lamunannya. Alaric muncul dari bayang-bayang pepohonan, wajahnya tampak serius, seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. Meskipun mereka sering berbicara dalam bisikan di malam-malam sebelumnya, kali ini ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.

“Ayla,” suara Alaric terdengar dalam, penuh rasa khawatir. “Aku tahu kita belum berbicara tentang ini, tapi aku merasa kita tidak bisa terus seperti ini. Waktu semakin mendesak.”

Ayla mengangkat kepala dan menatap Alaric dengan tatapan kosong, berusaha menenangkan pikirannya yang kian ruwet. “Apa yang harus kita lakukan, Alaric? Apa yang bisa kita lakukan jika dunia kita tidak akan pernah bisa bersatu?” tanya Ayla, suaranya bergetar. “Aku merasa terjebak. Jika aku terus tinggal di sini, aku akan kehilangan segalanya. Tapi jika aku pulang, aku harus meninggalkanmu.”

Alaric duduk di sampingnya, menatap api dengan mata yang penuh pemikiran. “Kita berdua tahu apa yang akan terjadi jika kau memilih untuk tetap tinggal, Ayla. Ini bukan hanya tentang kita, ini tentang keselamatanmu juga. Orang-orang di desa ini… mereka tidak akan memahami hubungan kita. Mereka akan menilai kita dengan cara yang berbeda. Kita berdua akan berada dalam bahaya besar.”

Ayla merasa hatinya tercekik. Kata-kata Alaric seperti pisau yang menembus jantungnya. Ia tahu bahwa apa yang dikatakannya adalah kenyataan yang tak bisa dihindari. Namun, di sisi lain, perasaan yang tumbuh antara mereka terasa begitu murni. Apakah ia harus melepaskan itu semua demi keselamatan, demi kembali ke dunia yang penuh dengan kejelasan, meskipun tanpa Alaric di sisinya?

“Dan jika aku memilih untuk pulang, apa yang akan terjadi pada kita?” Ayla bertanya, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku tidak peduli padamu. Aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku tidak merasa hancur setiap kali aku memikirkan kita yang tidak bisa bersama.”

Alaric menarik napas panjang, lalu memandang Ayla dengan tatapan yang penuh cinta dan ketegasan. “Aku tahu. Aku tahu betul apa yang kita rasakan. Tapi kita harus realistis. Aku tidak ingin melihatmu terluka, Ayla. Jika kita terus bersama, kita akan membuat hidup kita lebih berbahaya. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi padamu.”

Ayla menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis. Setiap detik yang berlalu terasa semakin berat. Keputusan ini bukan hanya tentang dirinya atau Alaric—ini tentang masa depan mereka, tentang segala sesuatu yang bisa mereka hadapi bersama atau yang harus mereka tinggalkan. Tapi ia tahu, semakin lama ia tinggal di sini, semakin sulit untuk melepaskan Alaric dan dunia yang telah menyambutnya.

“Aku tidak tahu apa yang harus aku pilih,” kata Ayla dengan suara penuh ketidakpastian. “Jika aku kembali, aku akan kehilanganmu. Tapi jika aku tetap tinggal, aku akan kehilangan diriku sendiri.”

Alaric memegang tangan Ayla dengan lembut, meremasnya seolah memberi kekuatan. “Ayla, aku tidak bisa memilih untukmu. Aku hanya bisa memberitahumu satu hal: Aku akan selalu mencintaimu. Keputusan ini bukanlah tentang kita, tapi tentang apa yang terbaik untukmu. Apa yang akan membuatmu bahagia dan aman. Aku ingin melihatmu hidup, tidak dalam ketakutan.”

Ayla merasakan hangatnya sentuhan Alaric di tangannya, dan sekejap itu, dunia seakan berhenti berputar. Semua perasaan yang ia pendam, semua keraguan, rasa takut, dan rindu terurai dalam diri. Cinta yang mereka miliki, meskipun terlarang, tetaplah cinta yang murni. Tapi cinta itu juga membutuhkan pengorbanan.

Setelah beberapa saat hening, Ayla akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Alaric dengan tatapan yang penuh dengan keputusan yang berat. “Aku… aku ingin memilihmu, Alaric,” ucapnya perlahan, bibirnya bergetar. “Aku ingin memilih untuk tinggal bersama kamu. Tapi aku tidak bisa melupakan dunia tempat aku berasal. Aku tidak bisa meninggalkan semuanya begitu saja.”

Alaric menatapnya dengan tatapan penuh pengertian. “Aku tahu, Ayla. Aku tahu keputusan ini sangat sulit. Tapi jangan lupa, cinta kita akan selalu ada di sini, bahkan jika kita terpisah. Tidak ada yang bisa mengubah itu.”

Ayla mengangguk perlahan, meskipun hatinya terasa hancur. Ia tahu bahwa apapun yang dipilihnya, akan ada bagian dari dirinya yang harus dikorbankan. Ia tidak bisa terus hidup dengan ketakutan akan masa depan yang tak pasti, namun ia juga tidak bisa melepaskan Alaric begitu saja.

Dengan mata yang penuh tekad, Ayla akhirnya berkata, “Aku akan kembali. Aku akan pulang ke rumahku. Tapi aku tidak akan pernah melupakanmu, Alaric. Cinta kita, meskipun tidak mungkin, akan selalu ada.”

Alaric menarik Ayla ke dalam pelukannya, memeluknya erat, seolah tidak ingin melepaskan sosok yang begitu berarti baginya. “Apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu, Ayla. Apapun keputusan yang kau ambil, aku akan selalu ada di sini untukmu.”

Malam itu, dalam pelukan Alaric, Ayla merasa bahwa keputusan besar yang harus ia buat bukan hanya tentang memilih antara dua dunia, tetapi tentang bagaimana ia bisa menjalani hidup dengan cinta dan keberanian, meskipun harus menghadapi kenyataan yang pahit.*

Bab 5: Perjuangan Menjaga Rahasia

Pagi itu, udara di desa terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun matahari sudah tinggi di langit. Ayla berjalan perlahan menuju ladang petani tempat ia menginap, matanya menatap tanah berdebu di bawah kakinya. Setiap langkah terasa lebih berat dari yang seharusnya. Keputusan untuk kembali ke dunia asalnya telah diambil, tapi ada satu hal yang tak bisa ia hindari—penyesalan. Ia harus berpura-pura. Pura-pura bahwa ia tidak merasa apa-apa terhadap Alaric, pura-pura bahwa hubungan mereka yang terlarang itu tidak pernah terjadi.

Setiap hari, ia berusaha menekan perasaannya, menahan setiap emosi yang mengguncang dirinya. Itu tidak mudah. Setiap kali ia bertemu Alaric, tatapan mata mereka bertemu, dan perasaan yang mereka bagi begitu kuat sehingga ia hampir merasa tak bisa bernapas. Namun, Ayla tahu apa yang harus dilakukan. Mereka tidak bisa terus berada dalam dunia yang penuh bahaya ini. Mereka tidak bisa terus mempertaruhkan segalanya hanya untuk cinta yang seharusnya tidak ada.

Tapi menjaga rahasia itu semakin sulit. Alaric, yang seharusnya menjauh darinya, malah semakin mendekat. Setiap kali mereka bertemu, baik di pasar, di tengah desa, atau di tempat-tempat yang lebih tersembunyi, ada sesuatu yang tak bisa disembunyikan. Mereka berdua tahu betul apa yang mereka rasakan, namun mereka juga tahu bahwa jika hubungan ini terbongkar, keduanya akan dihancurkan.

Suatu sore, ketika Ayla sedang membantu seorang petani merawat tanaman di ladang, ia mendengar suara langkah kaki yang familiar. Dengan cepat, ia menoleh dan melihat Alaric berjalan mendekat. Wajahnya tampak tenang, namun Ayla bisa melihat kegelisahan di matanya.

“Ayla,” suara Alaric terdengar dalam, penuh kehangatan yang mencoba disembunyikan. “Kau baik-baik saja?”

Ayla menunduk, berusaha menghindari tatapan mata yang penuh perhatian itu. “Aku baik-baik saja,” jawabnya singkat, mencoba terdengar biasa saja, meskipun hatinya bergejolak. “Kenapa kau datang kemari?”

Alaric berhenti di depannya, sedikit ragu, namun akhirnya ia berkata, “Aku hanya ingin melihatmu. Aku tahu kita tidak bisa bertemu seperti ini, tapi aku khawatir. Aku tidak ingin kau merasa terasing.”

Kata-kata itu seperti sembilu yang menusuk hati Ayla. Ia tahu bahwa Alaric merasa sama—cinta yang tak bisa mereka tunjukkan, hubungan yang mereka coba sembunyikan. Namun, mereka tidak bisa terus seperti ini. Ayla menarik napas panjang, menatap Alaric dengan mata yang penuh keputusasaan.

“Kita tidak bisa terus seperti ini,” kata Ayla dengan suara rendah. “Aku harus pergi, Alaric. Aku harus kembali ke dunia tempat aku berasal. Aku tidak bisa terus bertahan di sini, hidup dalam kebohongan dan rahasia.”

Alaric mengerutkan kening, langkahnya sedikit mundur, seolah terkejut dengan kata-kata Ayla. “Apa yang kau maksud? Kau sudah memutuskan?”

Ayla menunduk, merasakan berat yang semakin mengendap di dadanya. “Aku sudah memutuskan. Ini tidak hanya tentang kita, Alaric. Ini tentang keselamatan kita. Kita tidak bisa terus bertahan hidup seperti ini, terjebak dalam cinta yang terlarang.”

Alaric tampak diam, seakan kata-kata Ayla menusuk jauh ke dalam hatinya. “Aku tahu,” katanya akhirnya, suara hampir tak terdengar. “Aku tahu ini berat, Ayla. Tapi jika kau pergi, kita harus tetap menjaga jarak. Dunia ini… dunia kita… kita tidak bisa membiarkan siapa pun tahu tentang kita.”

Ayla mengangguk perlahan, perasaan sesak di dadanya semakin membesar. “Aku tahu. Aku tidak ingin menghancurkan hidup kita, tapi ini bukan dunia yang seharusnya kita hidup di dalamnya. Kita bukan bagian dari sini, Alaric. Kita datang dari dunia yang berbeda.”

Alaric menatapnya dengan mata yang penuh ketegasan. “Tidak peduli dari mana kita berasal, Ayla, aku akan selalu ada untukmu. Tapi kita harus berhati-hati. Kita harus menjaga rahasia ini. Jika orang-orang mengetahui tentang kita, kita akan berisiko kehilangan segalanya.”

Ayla merasa berat hati, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa terus melawan kenyataan. Rahasia yang mereka simpan bukan hanya tentang cinta mereka, tapi juga tentang keselamatan mereka. Di dunia yang penuh ketidakpastian ini, mereka harus berhati-hati dengan setiap langkah yang diambil.

Hari-hari berikutnya, Ayla berusaha untuk menjaga jarak dengan Alaric, meskipun hatinya terasa hancur setiap kali mereka saling bertemu. Setiap kali ia melihatnya, ada perasaan yang begitu kuat yang menghubungkan mereka, tetapi Ayla tahu, lebih dari sebelumnya, bahwa mereka harus memendam semuanya.

Namun, menjaga rahasia itu ternyata jauh lebih sulit dari yang Ayla kira. Ketika malam tiba dan semua orang di desa tertidur, Ayla sering terbangun dengan rasa cemas yang menghinggapi hatinya. Ia tahu bahwa suatu hari, rahasia mereka akan terungkap, dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika itu terjadi. Tetapi apa yang bisa ia lakukan selain terus menyembunyikan perasaannya, terus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja?

Alaric pun merasakan hal yang sama. Mereka berdua tahu betul bahwa cinta mereka tidak bisa diterima di dunia ini. Mereka terjebak dalam hubungan yang tak bisa mereka ungkapkan kepada siapa pun, dan setiap tatapan, setiap senyuman yang mereka berikan satu sama lain semakin berat untuk disembunyikan. Namun, mereka tetap bertahan, menyimpan rahasia mereka dengan hati yang hancur, berharap bahwa waktu akan memberikan jawaban, meskipun mereka tahu bahwa waktu juga bisa menjadi musuh yang paling berbahaya.

Pada akhirnya, perjuangan menjaga rahasia ini bukan hanya tentang melindungi diri mereka sendiri. Itu juga tentang melindungi orang-orang yang mereka cintai, tentang mempertahankan cinta yang, meskipun terlarang, tetap bertahan dalam hati mereka, meskipun dunia di sekitar mereka semakin rapuh.***

 

Bab 6: Pengkhianat dan Penantian

Hari-hari di desa itu semakin terasa semakin lama dan berat bagi Ayla. Meskipun ia mencoba menutupi perasaannya dengan senyuman dan sikap biasa, hatinya tak bisa bohong. Setiap malam, perasaan rindu pada Alaric mengisi kepalanya, membawanya ke dalam dunia khayalan yang tak bisa ia wujudkan. Namun, dalam diam, Ayla juga tahu satu hal yang tak bisa ia lupakan—bahwa mereka tidak bisa hidup seperti ini selamanya.

Keputusan untuk kembali ke dunia asalnya, yang semula terasa seperti pilihan yang tepat, kini berubah menjadi sebuah penantian yang tak berujung. Dunia yang pernah ia kenal itu kini terasa jauh, seperti bayangan yang semakin memudar. Ia tidak bisa kembali sepenuhnya, tidak bisa meninggalkan segalanya begitu saja, tetapi ia juga tidak bisa terus berada di dunia yang penuh dengan rahasia ini.

Namun, keadaan berubah pada suatu sore yang cerah. Ayla sedang berjalan menyusuri jalan setapak menuju ladang, pikirannya masih melayang pada kata-kata terakhir yang diucapkan Alaric, saat seorang pemuda datang mendekatinya dengan wajah yang tampak cemas. Matanya gelisah, dan tatapannya terfokus pada Ayla seolah ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

“Ayla, aku perlu memberitahumu sesuatu,” kata pemuda itu, suara serak dan terburu-buru. “Ada yang harus kau ketahui.”

Ayla menghentikan langkahnya, mengerutkan kening. “Ada apa? Apa yang terjadi?”

Pemuda itu tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya berkata dengan suara lebih rendah, “Ada orang yang tahu tentang hubunganmu dengan Alaric.”

Ayla terdiam. Hati dan pikirannya berputar cepat. “Apa maksudmu? Siapa yang tahu?”

Pemuda itu menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada yang mendengar. “Ada beberapa orang di desa yang mulai curiga. Mereka melihat kalian sering bertemu di tempat-tempat yang seharusnya tidak seharusnya ada orang lain. Dan baru-baru ini, seseorang yang dekat dengan keluarga Alaric mulai mencurigai kalian.”

Sebuah ketakutan menyelimuti Ayla. Apa yang seharusnya mereka lakukan jika hubungan mereka terungkap? Mereka berdua akan berada dalam bahaya. Keluarga Alaric yang sudah terpecah dan dihancurkan oleh masa lalu mereka, serta para pemuka desa yang memiliki kekuasaan besar, pasti tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja. Ayla tahu ini adalah masalah yang sangat serius. Jika orang-orang mengetahui hubungan mereka, bukan hanya Alaric yang akan terancam, tetapi juga dirinya.

“Siapa yang memberitahumu ini?” tanya Ayla dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Pemuda itu menunduk, wajahnya penuh ketegangan. “Aku tidak bisa mengatakan siapa. Tapi aku ingin kau tahu, ada seseorang yang berusaha membongkar rahasia ini. Seseorang yang bisa saja mengkhianatimu.”

Seseorang yang mengkhianati mereka. Kata-kata itu seperti petir yang menyambar. Ayla merasa tubuhnya melemas, dan semua perasaan yang telah ia pendam selama ini seakan meledak menjadi kecemasan yang tak bisa ia tahan lagi. Tidak hanya mereka yang harus berhati-hati, tetapi dunia di sekitar mereka juga semakin berbahaya.

“Bagaimana kita bisa mencegah ini?” tanya Ayla, suaranya bergetar.

Pemuda itu menatapnya dengan serius. “Kau harus berhati-hati, Ayla. Semua orang tidak bisa dipercaya. Aku hanya bisa memberitahumu bahwa ada seseorang yang memiliki niat buruk terhadap Alaric. Dan jika rahasia ini sampai tersebar, itu akan berakibat buruk bagi kalian berdua.”

Malam itu, Ayla kembali merenung, duduk sendirian di dekat api unggun, memikirkan kata-kata pemuda itu. Siapa yang bisa mengkhianati mereka? Siapa yang bisa begitu tega merusak apa yang telah mereka bangun, meskipun itu hanya sebuah rahasia yang rapuh? Ketika rasa takut dan kecemasan menyelimuti hatinya, hanya satu hal yang jelas di pikirannya—bahwa mereka harus berhati-hati dan berjuang untuk menjaga rahasia ini agar tetap aman.

Beberapa hari berlalu tanpa kejadian besar, tetapi Ayla tidak bisa menghapus kecemasan yang terus mengganggu pikirannya. Setiap kali ia bertemu Alaric, matanya mencari-cari sesuatu yang tidak biasa. Ada perasaan yang mencurigakan, tetapi ia tidak tahu harus mencari apa.

Suatu malam, ketika Ayla sedang berjalan menuju rumah tempat ia tinggal, ia mendengar suara langkah kaki yang datang dari belakang. Ia berbalik, dan melihat Alaric berjalan mendekat dengan wajah serius. Alaric tidak berbicara langsung, hanya berjalan berdampingan dengan Ayla dalam keheningan, keduanya saling merasakan ketegangan di udara.

“Ayla,” kata Alaric akhirnya, suaranya rendah dan hati-hati. “Ada sesuatu yang harus kita bicarakan.”

Ayla menatapnya dengan penuh perhatian. “Apa itu?”

Alaric menarik napas dalam-dalam. “Aku merasa ada yang tidak beres. Seseorang di desa mulai bertanya-tanya tentang kita. Aku merasa kita tidak bisa terus bersembunyi seperti ini. Kita harus berhati-hati.”

Ayla merasa jantungnya berdegup kencang. “Aku tahu. Aku baru saja mendengar kabar yang sama. Ada seseorang yang ingin mengungkapkan semuanya.”

Wajah Alaric tampak tegang, dan matanya menyiratkan rasa khawatir yang mendalam. “Kita tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak ingin ada yang terluka. Tapi jika rahasia ini terbongkar, kita semua akan dalam bahaya.”

Ayla merasakan berat yang mengendap di dadanya. Mereka tidak bisa melarikan diri dari kenyataan ini. Setiap langkah yang mereka ambil seakan semakin mendekatkan mereka pada kehancuran. Tidak ada lagi tempat yang aman, tidak ada lagi tempat di mana mereka bisa bersembunyi.

“Tapi apa yang bisa kita lakukan?” tanya Ayla, suaranya penuh penantian. “Kita tidak bisa lari selamanya.”

Alaric memandang Ayla dengan tatapan penuh tekad. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi satu hal yang pasti, kita harus siap menghadapi apapun yang datang.”

Dengan kata-kata itu, Ayla merasakan harapan yang kembali tumbuh di dalam dirinya. Meskipun mereka terjebak dalam rahasia yang berbahaya, Ayla tahu bahwa apapun yang terjadi, ia dan Alaric akan menghadapi segala kemungkinan bersama. Cinta mereka mungkin terlarang, tetapi dalam hati mereka, ada harapan yang tidak akan padam. Penantian ini mungkin akan penuh dengan rasa takut, namun Ayla percaya bahwa, bersama Alaric, mereka akan menemukan jalan untuk bertahan, meskipun dunia berusaha menghalangi mereka.*****

————–THE END—————–

Source: AGUSTINA RAMADHANI
Tags: #RomansaFantasi #CintaAbadi #PertempuranDuaDunia #Pengkhianatan #CintaYangMengalahkanSegalanya
Previous Post

DI BAWAH LANGIT YANG SAMA

Next Post

DUA DIBAGI DUA

Next Post

DUA DIBAGI DUA

CINTA DI ANTARA KATA-KATA

CINTA DI ANTARA KATA-KATA

HARMONI DI ANTARA DUA DUNIA

HARMONI DI ANTARA DUA DUNIA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In