Bab 1: Kematian di Kuil
Pagi itu, suasana di kota Chiang Mai terasa berbeda. Awan kelabu menggantung rendah di langit, menutupi sinar matahari yang biasanya cerah. Suara lonceng kuil terdengar dari kejauhan, mengiringi perjalanan Aroon menuju Wat Phra That Doi Suthep. Kuil yang terletak di kaki Gunung Doi Suthep ini terkenal dengan pemandangannya yang indah dan ketenangannya, tetapi pagi itu, semua itu tampak terbalik.
Aroon, seorang detektif berusia 38 tahun dengan rambut hitam yang mulai memutih di pelipis, melangkah melewati gerbang kuil yang dihiasi ukiran-ukiran kuno. Pikirannya yang biasanya tajam kini terasa kabur, seolah ada sesuatu yang mengganggu dirinya. Beberapa bulan terakhir, ia memilih mengasingkan diri, meresapi kesedihan setelah perpisahan dengan orang yang ia cintai. Namun, sebuah panggilan telepon tengah malam membawa dia kembali ke dunia yang sudah lama ia tinggalkan—sebuah dunia yang dipenuhi misteri dan bahaya.
“Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi, Aroon, tapi ada sesuatu yang sangat salah di sini,” suara petugas polisi yang terdengar cemas di ujung telepon itu masih terngiang di benaknya.
Saat Aroon tiba di tempat kejadian, dia melihat sekelompok polisi dan beberapa biksu berdiri di sekitar area kuil. Udara pagi yang dingin menyelimuti tubuhnya. Dengan langkah tenang, dia mendekati petugas yang berdiri di depan pintu utama kuil.
“Detektif Aroon, ini tempatnya,” ujar petugas muda dengan wajah yang pucat.
Aroon menatapnya sejenak sebelum melangkah masuk. Pandangannya langsung tertuju pada tubuh seorang pria yang terbaring di atas lantai marmer kuil. Pria itu adalah Bhikkhu Somchai, seorang biksu yang dikenal dihormati dan bijaksana di kalangan umat Buddha. Namun, kematiannya bukanlah suatu hal yang wajar. Meskipun tubuhnya tampak tenang, ada bekas-bekas kekerasan yang jelas terlihat di lehernya—seperti ada tangan yang mengerat kuat, meninggalkan tanda lebam yang mengerikan.
“Ini bukan kecelakaan,” gumam Aroon dalam hati. Dia mendekati tubuh itu dengan hati-hati, menghindari noda darah yang sudah mengering. Ada sesuatu yang tidak beres. Somchai bukanlah sosok yang akan mudah terlibat dalam konflik, apalagi hingga berakhir dengan kematian.
“Saya perlu berbicara dengan para biksu,” kata Aroon kepada petugas di sampingnya. “Mereka pasti tahu lebih banyak.”
Di dalam kuil, dia berbicara dengan beberapa biksu yang tampaknya sangat terguncang dengan kejadian ini. Mereka semua mengaku tidak mengetahui apapun yang aneh mengenai Bhikkhu Somchai, kecuali bahwa beberapa minggu terakhir, sang biksu tampak tertekan. Beberapa mengatakan bahwa Bhikkhu Somchai banyak menghabiskan waktu sendiri di dalam ruangan meditasi, jauh dari kehidupan sehari-hari kuil.
“Saya mendengar, sebelum dia meninggal, dia bertemu dengan seseorang di luar kuil,” kata salah seorang biksu yang tampaknya lebih tua. “Namun, siapa orang itu, saya tidak tahu.”
Aroon mencatat hal ini dengan cepat. Pertemuan yang tidak biasa di luar kuil bisa menjadi petunjuk penting. Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah cara para biksu berbicara—ada rasa takut yang jelas tergambar di wajah mereka, seolah mereka menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar kematian seorang biksu.
“Saya ingin memeriksa kamar pribadi Bhikkhu Somchai,” ujar Aroon, sambil berbalik menuju salah satu petugas.
Petugas itu mengangguk dan memimpin Aroon menuju sebuah bangunan kecil di samping kuil. Kamar itu sederhana, dihiasi dengan barang-barang spiritual, seperti patung Buddha dan gulungan sutra. Namun, saat Aroon mengamati lebih dekat, ada sesuatu yang aneh di meja kecil dekat jendela. Sebuah surat. Surat itu tampak setengah terbuka, dengan tulisan tangan yang tidak begitu jelas.
Aroon meraih surat itu, membacanya dengan seksama. Tulisan itu berisi ancaman—sesuatu yang sangat pribadi. “Jika kau terus mencari, maka hidupmu akan berakhir seperti yang lain.” Tulisan itu terasa penuh kebencian dan rasa takut, seperti peringatan yang datang dari seseorang yang sangat tahu sesuatu yang akan terjadi.
Aroon menurunkan surat itu dan menatap keluar jendela. Ada sesuatu yang sangat tidak biasa di balik kematian Bhikkhu Somchai, dan dia merasa, dalam inti dirinya, bahwa kasus ini lebih besar dari yang dia kira. Kematiannya bukan hanya soal pembunuhan seorang biksu, tetapi sesuatu yang lebih dalam—sebuah rahasia yang bisa mengancam banyak orang, bahkan kota ini sendiri.
Dengan hati-hati, Aroon menutup pintu kamar dan kembali ke luar kuil. Pikirannya berputar-putar mencari jawaban, namun satu hal yang jelas—ini bukan hanya pembunuhan biasa. Dan dia harus segera menemukan siapa yang bertanggung jawab sebelum semuanya terlambat.*
Bab 2: Jejak Sang Biksu
Pagi berikutnya, Aroon duduk di kantornya, menatap peta kota Chiang Mai yang terbentang di depannya. Matanya melirik surat yang ditemukan di kamar Bhikkhu Somchai. Sejumlah pertanyaan terus mengusik benaknya: Siapa yang mengancam sang biksu? Apa yang sebenarnya dia cari? Dan mengapa surat itu tampak seperti peringatan yang begitu pribadi, penuh kebencian dan ancaman?
Telinganya menangkap suara pintu terbuka. Petugas polisi yang bertugas di kuil, Chai, masuk dengan wajah serius.
“Detektif, kami menemukan sesuatu yang menarik,” kata Chai, sambil meletakkan sebuah amplop di meja Aroon. “Ini dari catatan kunjungan para biksu. Bhikkhu Somchai baru-baru ini bertemu dengan seseorang, seorang wanita.”
Aroon mengambil amplop itu dan membuka isinya. Di dalamnya terdapat salinan catatan kunjungan yang tercatat secara rinci—dan benar saja, ada satu nama yang menonjol. Seorang wanita muda bernama Naree, yang tercatat mengunjungi Bhikkhu Somchai dua kali dalam seminggu terakhir.
“Apa hubungan wanita ini dengan Bhikkhu Somchai?” tanya Aroon, menyelidik lebih jauh.
“Menurut beberapa biksu di kuil, dia adalah anak dari Prakhan,” jawab Chai. “Seorang pengusaha besar di Chiang Mai, juga anggota masyarakat berpengaruh di sini.”
Aroon terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja diterima. Nama Prakhan sudah tidak asing baginya. Prakhan adalah sosok yang terkenal di kota ini—seorang pengusaha kaya raya yang mengendalikan banyak sektor bisnis penting. Namun, hubungannya dengan Bhikkhu Somchai, seorang biksu yang dikenal sangat religius, adalah sesuatu yang jarang terdengar.
Aroon segera memutuskan untuk menemui Naree. Jika wanita itu terlibat dalam pertemuan dengan Bhikkhu Somchai, mungkin dia tahu sesuatu yang dapat mengungkap misteri kematian sang biksu.
Naree tinggal di sebuah rumah besar, mewah, dengan pemandangan indah menghadap ke lembah pegunungan. Aroon merasa sedikit canggung saat memasuki kediaman tersebut. Sebagai detektif, dia terbiasa berada di lingkungan yang lebih suram dan penuh ketegangan, bukan di tempat seperti ini, yang dihiasi kemewahan dan keanggunan.
Seorang pelayan mengantar Aroon ke ruang tamu yang luas. Tak lama kemudian, Naree muncul—seorang wanita muda dengan wajah yang cantik namun tampak murung. Dia mengenakan gaun putih sederhana, seolah ingin menyembunyikan ketegangan yang jelas terlihat di wajahnya.
“Selamat pagi, Detektif Aroon,” kata Naree, menyambutnya dengan nada tenang, meski Aroon bisa merasakan ada sesuatu yang gelisah di dalam diri wanita itu. “Apa yang bisa saya bantu?”
Aroon duduk di kursi yang disediakan dan mengeluarkan salinan catatan kunjungan Bhikkhu Somchai. “Saya ingin berbicara tentang ayah Anda, Prakhan. Dan pertemuan Anda dengan Bhikkhu Somchai.”
Naree tampak terkejut, tetapi segera menyembunyikan ekspresinya. “Apa hubungan ayah saya dengan kematian Bhikkhu Somchai? Saya tidak tahu apa-apa tentang itu.”
Aroon mengamati setiap gerak-geriknya, mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik kata-katanya. “Saya tahu Anda mengunjungi Bhikkhu Somchai beberapa kali dalam beberapa minggu terakhir. Apa yang sebenarnya Anda bicarakan dengannya?”
Naree terdiam sejenak, seolah berpikir apakah harus berbicara atau tidak. Kemudian, dia menghela napas panjang. “Saya… saya tidak tahu harus mulai dari mana. Bhikkhu Somchai adalah orang yang sangat bijaksana. Saya sering datang untuk meminta nasihatnya tentang hidup saya, tentang apa yang seharusnya saya lakukan. Terkadang, ayah saya… tidak begitu peduli dengan apa yang saya lakukan. Saya merasa lebih nyaman berbicara dengannya.”
Aroon menatapnya, mencoba menangkap setiap kata. “Apa yang membuat Anda mengunjungi Bhikkhu Somchai begitu sering? Apa yang sebenarnya Anda cari darinya?”
Naree terdiam untuk sesaat, wajahnya tampak terguncang. “Saya… saya merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidup saya. Ayah saya terlalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Saya merasa terisolasi. Bhikkhu Somchai memberi saya ketenangan. Namun, pada kunjungan terakhir saya, dia terlihat sangat cemas. Dia memberi saya sebuah pesan—sebuah pesan yang terasa seperti peringatan.”
“Pesan apa?” tanya Aroon, semakin tertarik dengan apa yang akan Naree ungkapkan.
Naree menggigit bibirnya, tampak bingung apakah dia harus melanjutkan atau tidak. “Dia berkata… ‘Ada sesuatu yang gelap datang. Hati-hati dengan orang-orang di sekitarmu.'”
Pernyataan itu membuat Aroon terkejut. “Apa maksudnya dengan itu? Apa yang dia maksud dengan ‘sesuatu yang gelap’?”
Naree hanya menggelengkan kepala, terlihat bingung. “Saya tidak tahu, Detektif. Tapi saya merasa… dia tahu sesuatu yang saya tidak mengerti.”
Aroon mencatat perkataan Naree. Kalimat itu terdengar seperti peringatan dari seseorang yang sudah tahu akan ada bahaya yang mengancam. Aroon merasa bahwa Bhikkhu Somchai telah berusaha untuk memperingatkan Naree—bahwa ada sesuatu yang sangat serius yang sedang terjadi, mungkin terkait dengan ayahnya, Prakhan.
Aroon tidak puas hanya dengan informasi itu. Dia merasa ada lebih banyak lagi yang tersembunyi. Jika Bhikkhu Somchai benar-benar mengetahui sesuatu yang berbahaya, maka ini lebih dari sekadar sebuah pembunuhan. Aroon memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam—baik tentang Prakhan, putrinya, dan segala hubungan mereka dengan dunia bisnis dan kekuasaan di Chiang Mai.
Sebelum meninggalkan rumah mewah itu, Aroon menatap Naree satu kali lagi. “Jika Anda tahu sesuatu lebih lanjut, tolong beri tahu saya. Ini mungkin lebih besar dari yang Anda kira.”*
Bab 3: Kota yang Terbagi
Chiang Mai, meskipun terkenal dengan keindahan alamnya dan kekayaan budaya, memiliki sisi gelap yang jarang terlihat oleh para turis yang datang hanya untuk menikmati keindahan pagoda atau pasar malam. Aroon tahu betul bahwa kota ini, seperti banyak kota besar lainnya, terbagi menjadi dua dunia—dunia yang terlihat dan dunia yang tersembunyi. Dunia yang terlihat adalah kota yang damai, penuh kedamaian spiritual dan pesona tradisional. Namun, dunia yang tersembunyi adalah kota yang dipenuhi dengan kekuasaan yang tidak terlihat, ketidakadilan, dan perjuangan antara mereka yang memiliki semuanya dan mereka yang tidak.
Aroon, meskipun sudah lama menghindar dari dunia itu, kini terpaksa kembali. Penyidikan kematian Bhikkhu Somchai membawanya langsung ke pusat kekuasaan di kota ini—dunia para elit dan pengusaha besar, di mana keputusan mereka dapat mempengaruhi ribuan hidup. Dunia yang dikuasai oleh Prakhan.
Sore itu, Aroon menuju ke kantor pusat Prakhan Group, perusahaan besar yang dimiliki oleh Prakhan, orang yang diduga memiliki hubungan dengan kematian Bhikkhu Somchai. Prakhan adalah seorang pengusaha yang sukses, tetapi di balik citra resminya sebagai dermawan dan pelindung kota, ada sesuatu yang lebih gelap. Aroon sudah lama mendengar desas-desus tentang Prakhan—tentang cara dia mengendalikan hampir setiap bisnis besar di Chiang Mai, dari pariwisata hingga distribusi barang-barang mewah. Namun, Aroon belum pernah bertemu langsung dengan pria itu. Kali ini, dia harus melakukannya.
Prakhan Group terletak di gedung pencakar langit yang megah di pusat kota, menghadap ke sungai Ping yang berkilau di bawah sinar matahari terbenam. Aroon masuk ke dalam lobi gedung yang elegan, dikelilingi oleh pelayan dan staf yang tampak sempurna. Semua orang di sini seolah terperangkap dalam rutinitas mereka, tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar. Namun, Aroon merasakan ketegangan yang tebal di udara—seperti ada sesuatu yang sedang dipertaruhkan, sesuatu yang sangat besar.
“Detektif Aroon,” suara berat itu terdengar dari belakangnya, dan Aroon menoleh. Di hadapannya berdiri Prakhan, seorang pria berusia sekitar 50-an, dengan rambut hitam yang hampir seluruhnya memutih, mengenakan jas mahal yang terlihat sangat rapi. Wajahnya menunjukkan sedikit senyum, tetapi matanya penuh dengan perhitungan.
“Terima kasih telah meluangkan waktu, Detektif,” lanjut Prakhan, menyapa Aroon dengan nada formal namun penuh pengaruh. “Apa yang bisa saya bantu?”
Aroon menatap pria itu dengan hati-hati, membaca ekspresinya. “Saya di sini untuk menyelidiki kematian Bhikkhu Somchai,” jawab Aroon tanpa basa-basi. “Saya ingin tahu lebih banyak tentang hubungan Anda dengan almarhum.”
Prakhan terlihat terkejut, tetapi hanya untuk sesaat. “Bhikkhu Somchai? Saya tidak pernah tahu dia terlibat dalam hal-hal yang melibatkan saya atau bisnis saya. Kami hanya beberapa kali berinteraksi di kuil, seperti orang kebanyakan.”
Aroon mengamati responsnya, kemudian berkata, “Saya tahu Anda baru-baru ini terlibat dalam beberapa kegiatan amal di kuil itu. Tetapi saya juga mendengar bahwa Anda memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Bhikkhu Somchai, terutama mengenai beberapa keputusan penting yang dia buat. Ada yang mengatakan Anda berdua sempat berselisih.”
Prakhan tertawa ringan, tetapi ada ketegangan di wajahnya. “Saya rasa Anda sudah mendengar banyak desas-desus, Detektif. Saya percaya Anda paham betul bagaimana dunia ini berfungsi—bisnis kadang memerlukan keputusan yang tidak selalu disukai semua orang. Tetapi saya tidak tahu menahu tentang kematian biksu itu. Saya rasa Anda harus melanjutkan penyelidikan Anda.”
Aroon tidak puas dengan jawaban itu. “Saya harus pergi ke kuil untuk memeriksa lebih lanjut, tapi saya juga ingin tahu lebih banyak tentang bisnis Anda, terutama di sektor pariwisata dan pembangunan. Apakah ada sesuatu yang sedang Anda rencanakan yang melibatkan Bhikkhu Somchai?”
Wajah Prakhan berubah dingin seketika. “Saya rasa Anda terlalu jauh, Detektif. Kami tidak ada hubungannya.” Tanpa menunggu tanggapan, Prakhan melangkah mundur. “Sekali lagi, jika ada yang bisa saya bantu, Anda tahu di mana saya berada.”
Aroon berdiri, tidak terganggu dengan sikap dingin Prakhan. “Saya akan melanjutkan penyelidikan, Tuan Prakhan. Terima kasih atas waktunya.”
Prakhan hanya mengangguk tanpa banyak bicara, sementara Aroon berjalan keluar dari kantor dengan pikiran yang semakin kacau. Ada sesuatu yang sangat tidak beres dengan respons Prakhan. Kenapa dia begitu gugup begitu namanya disebutkan dalam konteks kematian Bhikkhu Somchai? Aroon merasa bahwa kebenaran yang tersembunyi di balik pembunuhan ini berhubungan erat dengan kekuasaan Prakhan di kota ini, dan mungkin juga ada lebih banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini.
Setelah pertemuan itu, Aroon merasa semakin yakin bahwa dia tidak bisa hanya bergantung pada informasi yang diterimanya dari pihak berwenang atau para biksu di kuil. Dia harus menggali lebih dalam ke dalam dunia Prakhan—dan ini akan membawanya pada konflik yang lebih besar, yang tak hanya melibatkan pembunuhan, tetapi juga ketegangan politik dan kekuasaan yang tersembunyi di balik kehidupan sosial kota.
Chiang Mai, kota yang tampak damai dan penuh dengan tradisi, sebenarnya terbagi menjadi dua dunia yang sangat berbeda. Satu dunia penuh dengan kemewahan, kekuasaan, dan kebohongan, sementara dunia lainnya penuh dengan orang-orang yang terpinggirkan, mereka yang hidup di bawah bayang-bayang keserakahan dan ketidakadilan. Aroon harus berjuang untuk menemukan jalan di antara keduanya, karena jika dia tidak berhati-hati, dia bisa terperangkap dalam keduanya.*
Bab 4: Sang Wanita Misterius
Aroon berjalan menyusuri jalan sempit yang mengarah ke daerah yang lebih tua di Chiang Mai. Udara terasa lebih berat, dipenuhi dengan aroma makanan jalanan dan bau asap dari penjaja yang berkumpul di sudut-sudut jalan. Kota ini, yang terlihat begitu modern dan teratur di pusatnya, mulai menunjukkan sisi yang lebih tradisional dan lebih mengerikan. Sisi yang sering dihindari oleh orang-orang kaya dan berkuasa.
Setelah pertemuannya yang tegang dengan Prakhan, Aroon merasa semakin yakin bahwa ada banyak hal yang tidak terlihat, dan semakin banyak orang yang terlibat dalam pembunuhan Bhikkhu Somchai. Ada satu nama yang muncul berulang kali dalam penyelidikannya: Naree, putri dari Prakhan. Namun, Aroon merasa bahwa ada satu lagi yang lebih misterius yang harus ia telusuri—wanita yang dilihat oleh beberapa biksu di kuil, yang disebut-sebut datang beberapa kali menemui Bhikkhu Somchai. Wanita ini tampaknya memiliki hubungan yang lebih dalam dengan kejadian-kejadian yang mengelilingi kematian sang biksu.
Petunjuk pertama datang dari salah satu biksu yang lebih tua di Wat Phra That Doi Suthep, yang menyebutkan seorang wanita muda dengan pakaian gelap, yang datang membawa aura misterius. Wanita itu tidak hanya dikenal oleh Bhikkhu Somchai, tetapi juga memiliki kehadiran yang cukup mencolok di kalangan beberapa orang terkemuka di Chiang Mai. Sayangnya, para biksu itu enggan memberikan informasi lebih lanjut, seolah mereka takut untuk berbicara lebih banyak tentang wanita tersebut.
Aroon kini berada di sebuah kedai kopi kecil di sudut kota. Ia telah mendapat informasi dari seorang informan yang cukup kredibel bahwa wanita itu sering terlihat di sini, sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah Naree. Di kedai ini, rumor beredar bahwa sang wanita misterius sering mengunjungi dengan wajah tertutup, berbicara sedikit, tetapi selalu menarik perhatian banyak orang yang berada di sekitar.
Aroon duduk di pojok ruangan, matanya terus melacak setiap gerakan yang ada. Tak lama kemudian, pintu kedai kopi terbuka, dan seorang wanita dengan pakaian serba hitam masuk. Wajahnya tertutup oleh pelipisan hijab yang rapat, membuatnya hampir tak terlihat. Dia berjalan perlahan, seolah dia sudah terbiasa menghindari perhatian orang lain. Namun, ada sesuatu dalam cara dia bergerak, dalam aura yang dia bawa, yang membuat Aroon merasa tertarik dan waspada pada saat yang sama.
Wanita itu memilih tempat duduk di dekat jendela, tidak jauh dari tempat Aroon duduk. Aroon mengamati setiap gerakan wanita itu dengan hati-hati, mencoba menangkap apapun yang bisa memberi petunjuk lebih lanjut. Kemudian, tanpa diduga, wanita itu menoleh ke arahnya. Matanya yang tajam menatap Aroon dalam diam, seolah dia tahu bahwa Aroon telah mengamati gerak-geriknya. Ada ketegangan di udara, seperti sebuah permainan yang sudah dimulai sejak lama.
Aroon memutuskan untuk bertindak. Dengan tenang, ia bangkit dari tempat duduknya dan mendekati wanita tersebut. “Boleh saya duduk?” tanyanya dengan suara rendah, mencoba menembus kebekuan di antara mereka.
Wanita itu memandangnya sejenak, lalu mengangguk. “Silakan,” jawabnya pelan, suara yang terkesan dingin namun penuh dengan perhitungan.
Aroon duduk di depan wanita itu, tidak langsung berbicara. Ia menunggu beberapa saat, mencoba membaca suasana. “Saya mendengar banyak tentang Anda,” kata Aroon akhirnya, memulai percakapan. “Tentang pertemuan Anda dengan Bhikkhu Somchai.”
Wanita itu tidak terkejut dengan pertanyaan tersebut. Dia justru tampak sudah menunggu hal ini. “Anda pasti Detektif Aroon, bukan?” jawabnya dengan suara yang datar. “Saya sudah mendengar tentang Anda. Tentu, saya tahu Anda akan datang mencari saya suatu saat nanti.”
Aroon menatapnya tajam, terkejut dengan ketenangan wanita itu. “Siapa Anda?” tanyanya langsung. “Dan apa yang sebenarnya terjadi antara Anda dan Bhikkhu Somchai?”
Wanita itu terdiam sejenak, seolah berpikir. Matanya menyapu sekeliling kedai kopi dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang mengawasi mereka. “Saya hanya seorang yang tahu terlalu banyak,” katanya akhirnya, dengan nada yang penuh dengan rahasia. “Terlalu banyak hal yang terjadi di kota ini, Detektif. Saya tidak tahu apakah Anda siap untuk mendengarnya.”
Aroon merasa ada sesuatu yang mendalam dalam kata-katanya, sebuah peringatan tersembunyi. “Apakah Anda tahu siapa yang membunuh Bhikkhu Somchai?”
Wanita itu tersenyum tipis, senyum yang hampir tidak terlihat. “Kematian Bhikkhu Somchai bukan hanya soal satu orang, Detektif. Ini tentang sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang sudah lama tertutup rapat, sesuatu yang tidak bisa dibongkar begitu saja.”
Aroon menundukkan kepala, mencerna kata-kata itu. “Anda tidak memberikan jawaban yang jelas. Siapa Anda sebenarnya? Dan apa hubungan Anda dengan semuanya ini?”
Wanita itu menatap Aroon dengan mata tajam. “Saya seorang pengamat. Dan saya tahu lebih banyak daripada yang Anda kira. Tapi, Detektif… Anda harus hati-hati. Ada banyak orang yang menginginkan kebenaran ini tetap terkubur.”
Tanpa menunggu Aroon menjawab, wanita itu berdiri dan berjalan keluar dari kedai kopi. Aroon duduk terpaku, memikirkan setiap kata yang baru saja diucapkannya. Wanita itu tahu lebih banyak tentang Bhikkhu Somchai, dan dia jelas terlibat dalam sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang bisa mengubah banyak hal di Chiang Mai.
Dengan hati yang penuh pertanyaan, Aroon tahu bahwa ia harus mencari lebih dalam. Sang wanita misterius jelas memiliki kunci untuk membuka rahasia kematian Bhikkhu Somchai, tetapi apakah dia akan bisa mendapatkan jawaban yang dia cari, ataukah akan semakin terjerat dalam permainan berbahaya ini.*
Bab 5: Bayangan di Balik Kegelapan
Keheningan malam di Chiang Mai terasa berbeda malam itu. Aroon berjalan menuruni jalanan yang gelap, diiringi oleh suara langkah sepatu yang memecah kesunyian. Hati Aroon penuh dengan rasa penasaran yang tak terjawab, dan keberanian yang semakin menguat untuk mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik kematian Bhikkhu Somchai.
Setelah pertemuannya dengan wanita misterius di kedai kopi, Aroon tahu bahwa jalan menuju kebenaran tidak akan mudah. Kata-kata wanita itu menggema di benaknya: “Ada banyak orang yang menginginkan kebenaran ini tetap terkubur.” Itu bukan sekadar peringatan—itu adalah ancaman. Namun, Aroon tidak bisa mundur sekarang. Terlalu banyak yang telah terungkap, dan ia merasa ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang mengintai di balik pembunuhan sang biksu.
Malam itu, Aroon memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia kembali ke kuil, tempat di mana semuanya bermula. Wat Phra That Doi Suthep, dengan keindahan yang menenangkan, ternyata juga menyimpan banyak rahasia. Aroon telah menanyakan banyak hal kepada para biksu di sana, namun selalu ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Wajah mereka selalu menunjukkan rasa takut yang samar, seolah mereka tahu lebih banyak tentang kematian Bhikkhu Somchai, namun tidak berani mengungkapkan semuanya.
Setibanya di kaki bukit, Aroon memarkirkan mobilnya di tempat yang sepi, jauh dari pandangan orang. Ia berjalan melewati jalan setapak yang menanjak, menuju kuil yang berada di atas bukit. Udara di sini terasa lebih dingin dan kental dengan aroma dupa dan bunga. Namun, malam itu, ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang tidak wajar.
Aroon memasuki kuil dengan hati-hati. Lampu-lampu redup menerangi jalan, dan bayangannya yang panjang tampak seperti sosok yang terputus-putus di dinding. Setiap langkah Aroon diiringi oleh rasa waspada yang semakin mendalam. Ia merasakan bahwa malam itu, sesuatu akan terjadi—sesuatu yang akan mengubah arah penyelidikannya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Aroon berbalik cepat, hanya untuk melihat seorang biksu tua muncul dari bayang-bayang. Wajahnya penuh kerutan, dan matanya menyiratkan banyak hal yang telah dilihatnya. Biksu itu mendekat dengan perlahan.
“Detektif Aroon,” kata biksu itu dengan suara lembut namun penuh misteri. “Anda tidak seharusnya berada di sini pada malam ini.”
Aroon menatapnya dengan serius. “Saya mencari kebenaran, Biksu. Saya tahu Bhikkhu Somchai tidak mati karena kecelakaan. Ada sesuatu yang lebih gelap di balik semua ini, dan saya harus mengetahuinya.”
Biksu itu menghela napas panjang, seolah beban berat menimpa hatinya. “Anda mencari sesuatu yang tidak bisa Anda temukan di sini, Detektif. Ada bayangan yang menyelimuti tempat ini, bayangan yang sudah lama menunggu untuk keluar. Bhikkhu Somchai tahu lebih banyak daripada yang Anda kira.”
Aroon mendekat, berharap bisa menggali lebih dalam. “Apa yang dia tahu? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
Biksu itu memandangnya dengan tatapan kosong. “Dia tahu tentang orang-orang yang bermain dengan kegelapan. Mereka yang mengendalikan kota ini dari balik bayang-bayang. Mereka yang memiliki kekuasaan lebih dari yang Anda bayangkan. Bhikkhu Somchai berusaha untuk memperingatkan mereka semua. Tapi dia terlalu lemah, terlalu murni. Mereka tidak bisa membiarkan seseorang seperti dia menggoyahkan kekuasaan mereka.”
Aroon merasa ketegangan semakin memuncak. “Siapa mereka? Siapa yang membunuh Bhikkhu Somchai?”
Biksu itu tidak menjawab segera. Matanya melirik ke sekitar, memastikan tidak ada orang yang mendengarkan mereka. “Mereka adalah bayangan, Detektif. Orang-orang yang beroperasi di bawah tanah, yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Mereka mengendalikan setiap keputusan yang diambil di kota ini, dan mereka tidak akan membiarkan siapapun yang menghalangi jalan mereka.”
Aroon merasa darahnya berdesir. “Apa maksud Anda dengan bayangan? Dan bagaimana Bhikkhu Somchai terlibat?”
Biksu itu menggelengkan kepala. “Saya tidak bisa memberi tahu Anda lebih banyak, Detektif. Anda tidak tahu seberapa berbahaya mereka. Jika Anda terus melangkah lebih jauh, Anda akan terperangkap dalam kegelapan ini juga.”
Namun sebelum Aroon sempat berbicara lebih lanjut, biksu itu berbalik dan berjalan cepat meninggalkannya. Aroon berdiri terdiam, hatinya dipenuhi dengan kegelisahan yang semakin mendalam. Apa yang baru saja dikatakan biksu itu? Bayangan yang mengendalikan kota… Aroon tahu bahwa dia hanya mendapatkan potongan kecil dari kebenaran yang lebih besar. Tetapi satu hal yang pasti—seseorang berusaha untuk menjaga kegelapan ini tetap tersembunyi, dan Bhikkhu Somchai mungkin telah mengetahui lebih banyak daripada yang pernah Aroon bayangkan.
Dengan tekad yang semakin kuat, Aroon memutuskan untuk kembali ke tempat yang lebih gelap, lebih berbahaya—tempat-tempat di mana kekuasaan gelap itu bersembunyi. Ia harus terus menggali, menggali lebih dalam, meskipun itu berarti ia akan semakin terperangkap dalam dunia yang tak terlihat ini.
Di luar kuil, Aroon menatap langit malam yang berbintang. Namun, di balik kecantikan langit malam itu, ia merasa bahwa bayangan yang diceritakan biksu itu mulai bergerak, mengintai dari kejauhan. Dunia yang selama ini ia ketahui kini tampak semakin kabur, terbungkus dalam kabut kegelapan yang tak terpecahkan.*
Bab 6: Pengkhianat
Pagi di Chiang Mai terasa panas, dengan matahari yang semakin tinggi di atas bukit-bukit yang mengelilingi kota. Aroon merasa tubuhnya lelah setelah semalam menjelajah kegelapan kuil, namun pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Setiap informasi baru yang ia temukan, setiap petunjuk yang ia gali, semakin memperlihatkan satu hal: ada seseorang di dekatnya yang terlibat dalam misteri ini—seseorang yang selama ini ia percayai.
Aroon menelusuri catatan dan dokumen yang ia kumpulkan. Nama Bhikkhu Somchai selalu muncul, bersama dengan nama-nama penting di kota ini—pengusaha, politisi, dan anggota keluarga Prakhan. Namun, ada satu nama yang menarik perhatian Aroon: Naree, putri dari Prakhan. Beberapa informasi yang Aroon peroleh menunjukkan bahwa Naree dan Bhikkhu Somchai memiliki hubungan yang lebih erat daripada yang diperkirakan. Keduanya terlibat dalam beberapa kegiatan amal, namun ada desas-desus bahwa hubungan mereka lebih dari sekadar hubungan spiritual.
Aroon merasa ada yang tidak beres. Apa yang sebenarnya terjadi antara Naree dan Bhikkhu Somchai? Dan mengapa, setelah kematian biksu itu, Naree tidak pernah memberikan pernyataan atau datang untuk memberi penghormatan di kuil?
Penyelidikan membawa Aroon ke rumah Prakhan, yang megah dan terisolasi dari keramaian kota. Aroon tahu ini adalah langkah besar, namun ia merasa sudah terlalu jauh terlibat dalam permainan ini untuk mundur. Ia memutuskan untuk menyusuri rumah tersebut, berusaha mencari tahu apakah ada petunjuk yang bisa menghubungkan Naree dengan pembunuhan itu.
Ketika Aroon mendekati gerbang utama rumah Prakhan, sebuah mobil hitam melintas, dan matanya langsung tertuju pada sosok di dalamnya—Naree. Wanita itu terlihat berbeda dari sebelumnya, lebih serius, lebih tertutup. Aroon mengamatinya dengan tajam, merasa ada sesuatu yang terpendam dalam dirinya. Tanpa berpikir panjang, ia mengikuti mobil itu hingga tiba di sebuah kedai teh di pusat kota.
Naree turun dari mobil dan masuk ke kedai, tidak sadar bahwa Aroon mengikuti jejaknya dari kejauhan. Aroon menyembunyikan dirinya di balik sebuah sudut, memperhatikan setiap gerakan Naree dengan penuh perhatian. Wanita itu duduk di meja dekat jendela dan mulai berbicara dengan seorang pria yang mengenakan jas gelap, wajahnya sulit dikenali.
Aroon merasa ketegangan yang aneh menyelimuti ruangan itu. Naree dan pria itu berbicara dengan serius, meskipun suara mereka sangat rendah sehingga sulit untuk mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun, Aroon bisa menangkap beberapa kata yang terucap. “Kita harus cepat, mereka mulai mencurigai kita.” Kata-kata itu mengirimkan getaran dingin ke seluruh tubuh Aroon.
Tanpa berpikir panjang, Aroon memutuskan untuk mendekat. Ia bergerak dengan hati-hati, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Namun, saat ia hampir sampai ke meja Naree, tiba-tiba pria itu berbalik dan menatapnya dengan tajam. Ada kekhawatiran dalam tatapan pria itu, seolah-olah dia telah menyadari bahwa Aroon mengawasi mereka.
Aroon segera berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan mengambil tempat duduk di meja lain. Hatinya berdebar kencang, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. Beberapa menit berlalu, dan Aroon mendengar percakapan yang semakin serius antara Naree dan pria tersebut. “Kita tidak bisa lagi menghindar,” pria itu berkata. “Jika mereka tahu bahwa Anda ada di sini, semuanya akan hancur.”
Naree menunduk, seolah berpikir sejenak, sebelum akhirnya menjawab dengan suara rendah namun penuh tekad, “Saya tahu. Tapi tidak ada pilihan lain. Bhikkhu Somchai terlalu banyak tahu, dan kita tidak bisa membiarkan dia menggagalkan rencana kita.”
Aroon merasa seperti ada sesuatu yang mencengkeram hatinya. Kata-kata Naree itu jelas mengindikasikan keterlibatannya dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari yang ia duga. Keterlibatannya dengan Bhikkhu Somchai bukan sekadar hubungan baik antar biksu dan umat. Itu lebih dari itu. Dan kini, wanita itu, yang selama ini tampak begitu lemah lembut, ternyata terlibat dalam konspirasi besar yang melibatkan pembunuhan.
Setelah beberapa saat, Naree dan pria itu berdiri dan meninggalkan kedai. Aroon memutuskan untuk mengikuti mereka, semakin yakin bahwa ia telah menemukan titik balik dalam penyelidikannya. Namun, ia tahu bahwa saat ini bukan waktu untuk bertindak terburu-buru. Ia harus merencanakan langkah selanjutnya dengan hati-hati.
Aroon kembali ke mobilnya dan menyalakan mesin, merencanakan untuk mengunjungi beberapa tempat yang mungkin terhubung dengan percakapan yang baru saja ia dengar. Namun, saat ia menghidupkan lampu mobil, matanya menangkap sebuah bayangan yang bergerak cepat di belakangnya. Sebelum ia sempat berpikir lebih lanjut, sebuah suara keras menghentikan pikirannya.
“Detektif Aroon, Anda terlalu jauh!” teriak suara dari belakang. Aroon berbalik, hanya untuk menemukan dirinya dihadapkan oleh seorang pria yang mengenalnya—Rung, seorang mantan rekan di kepolisian Chiang Mai, yang kini bekerja sebagai pengawal pribadi untuk Prakhan.
Aroon menatap Rung dengan tajam. “Apa yang Anda lakukan di sini, Rung?” tanyanya, nada suaranya penuh dengan kecurigaan.
Rung menghela napas, wajahnya serius. “Saya seharusnya tahu Anda akan datang mencari kebenaran, Detektif. Tapi ini sudah terlalu jauh. Ada beberapa hal yang tidak bisa Anda ungkapkan.”
Aroon merasa ketegangan yang mendalam. “Jadi, Anda terlibat, bukan? Anda bagian dari semuanya ini.”
Rung tidak menjawab, hanya menatap Aroon dengan tatapan yang seolah memberitahunya bahwa ia telah memilih pihak yang salah. “Terlalu banyak orang yang terlibat, Aroon,” kata Rung dengan suara rendah. “Dan Anda akan menjadi penghalang terakhir bagi mereka yang berkuasa. Jika Anda melangkah lebih jauh, Anda akan menjadi bagian dari masalah ini—dan saya tidak akan bisa melindungi Anda.”
Aroon merasa seperti dunia di sekelilingnya berputar. Rung, seseorang yang selama ini ia anggap sahabat, ternyata adalah bagian dari permainan kotor ini. Kini, pengkhianatan yang ia rasakan bukan hanya datang dari orang luar, tetapi juga dari dalam lingkarannya sendiri. Rung adalah bagian dari bayangan yang mencoba menutup kebenaran.
Namun, meskipun rasa pengkhianatan itu menembus jantungnya, Aroon tahu satu hal: dia tidak bisa berhenti sekarang. Kebenaran tentang Bhikkhu Somchai, dan apa yang tersembunyi di balik kematiannya, harus terungkap. Meskipun itu berarti berhadapan dengan pengkhianat di dalam barisan sendiri.*
Bab 7: Pengungkapan Kebenaran
Langit Chiang Mai yang kelabu memberikan rasa dingin yang menyelimuti tubuh Aroon. Setelah berhari-hari menggali, memecahkan petunjuk, dan menghadapi bahaya yang tak terduga, ia merasa kini berada di titik paling penting dalam penyelidikannya. Kebenaran tentang kematian Bhikkhu Somchai, yang sudah lama tertutup rapat, akhirnya akan terungkap. Namun, ada satu hal yang Aroon tahu pasti—tidak ada jalan yang mudah untuk mengungkap kebenaran ini.
Aroon berdiri di depan pintu besar rumah Prakhan, tempat semua jawaban yang dia cari akan terungkap. Setelah konfrontasi dengan Rung, pengkhianatan yang mengejutkan, dan percakapan dengan Naree yang mengungkap banyak hal, Aroon merasa semakin yakin bahwa keluarga Prakhan adalah pusat dari misteri ini. Namun, ia juga tahu bahwa semakin dekat ia dengan kebenaran, semakin besar risiko yang ia hadapi.
Prakhan, sebagai tokoh berkuasa di Chiang Mai, jelas terlibat dalam sebuah jaringan besar yang tidak hanya mengendalikan bisnis, tetapi juga memiliki kendali atas keputusan-keputusan penting di kota ini. Bhikkhu Somchai, yang mencoba menghalangi jalan mereka dengan mengungkap kebenaran tentang kegiatan gelap mereka, harus dibungkam. Dan Naree—putri satu-satunya dari Prakhan—terlihat lebih dalam terlibat daripada yang ia duga sebelumnya. Semua petunjuk kini mengarah pada satu titik: keluarga Prakhan.
Pagi itu, Aroon memutuskan untuk bertemu dengan Naree, untuk terakhir kalinya. Ia tahu bahwa wanita itu memiliki kunci untuk membuka semua rahasia ini. Namun, kali ini Aroon tidak hanya datang untuk bertanya, tetapi untuk mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik pembunuhan Bhikkhu Somchai dan jaringan gelap yang beroperasi di kota ini.
Naree duduk di ruang tamu rumah Prakhan, wajahnya tak lagi penuh dengan ketenangan yang biasa. Di balik tatapan matanya yang dingin, Aroon bisa merasakan kegelisahan. Ia tahu bahwa Naree sadar bahwa ia sudah berada di ujung penyelidikan.
“Anda tahu apa yang saya cari, Naree,” kata Aroon, suaranya tegas. “Saya tahu Anda terlibat dalam kematian Bhikkhu Somchai. Tapi lebih dari itu, saya tahu bahwa keluarga Anda memainkan peran yang jauh lebih besar dalam semua ini.”
Naree menatap Aroon, tidak terkejut dengan tuduhan tersebut. Justru, ia seperti sudah menunggu saat ini tiba. “Jika Anda sudah begitu yakin, Detektif, apa yang Anda harapkan dari saya?” jawab Naree dengan suara datar, tanpa rasa takut.
Aroon memandangnya tajam. “Saya berharap Anda memberi penjelasan. Saya berharap Anda mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Bhikkhu Somchai harus mati? Apa yang begitu penting sehingga Anda harus mengorbankannya?”
Naree menghela napas, matanya terpejam sesaat. Ketegangan di udara semakin terasa. “Bhikkhu Somchai tahu lebih banyak daripada yang seharusnya. Dia mengetahui jaringan yang ada di belakang kota ini—jaringan yang mengendalikan politik, bisnis, bahkan kehidupan sosial di Chiang Mai. Ayah saya, Prakhan, bukanlah orang yang hanya mengelola bisnis. Dia terlibat dalam hal-hal yang lebih gelap.”
Aroon terkejut. “Anda berbicara tentang apa?”
Naree menatapnya, suaranya mulai lebih tenang, lebih rendah. “Ayah saya dan beberapa orang terkemuka lainnya terlibat dalam perdagangan narkoba, korupsi, dan bahkan manipulasi pemilu. Semua keputusan besar di kota ini, dari pembangunan hingga kebijakan, dikendalikan oleh mereka di balik layar. Bhikkhu Somchai mengetahui itu, dan dia mulai mengancam untuk membongkar semuanya.”
Aroon merasa gemetar. Semua yang selama ini ia curigai kini terungkap di hadapannya. “Jadi, Anda membunuhnya? Untuk melindungi bisnis ayah Anda?”
Naree menunduk, seolah berat mengungkapkan kebenaran yang sudah lama tersembunyi. “Saya tidak ingin melakukannya. Saya tahu apa yang ayah saya lakukan salah, tapi saya terjebak. Bhikkhu Somchai sangat peduli dengan kebenaran, dan dia mulai berbicara kepada beberapa orang yang berkuasa, mencoba menghentikan bisnis gelap ayah saya. Jika dia melanjutkan itu, kami semua akan terancam. Saya… saya tidak punya pilihan lain.”
Aroon mendengarkan dengan hati yang berat. Kebenaran yang baru saja diungkapkan Naree membuat semuanya semakin jelas—tapi juga semakin sulit untuk diterima. Seorang wanita yang selama ini ia lihat penuh keanggunan dan kelembutan ternyata terjebak dalam dunia yang penuh kekejaman. Dia adalah bagian dari sistem yang telah menghancurkan banyak orang demi kekuasaan dan uang.
“Jadi, Anda ikut campur dalam pembunuhan itu?” tanya Aroon, tidak bisa menahan perasaan campur aduknya.
Naree menatap Aroon, matanya penuh dengan rasa sesal. “Saya tidak membunuhnya secara langsung. Tapi saya membantu menutupinya. Saya memberi tahu orang-orang yang bisa menghilangkan bukti-bukti yang ada. Saya membiarkan semuanya terjadi.”
Aroon merasa mual, bukan hanya karena pengakuan itu, tetapi juga karena ia menyadari bahwa kebenaran yang ia cari telah mengubah segalanya. Ia tidak hanya menangkap seorang pembunuh, tetapi ia juga mengungkap sebuah sistem yang menggerogoti dasar moral kota ini. “Dan keluarga Anda?” Aroon bertanya, “Apa yang akan terjadi pada mereka sekarang?”
Naree menunduk, tampak bingung. “Ayah saya tidak akan pernah dibiarkan jatuh begitu saja. Tapi saya sudah tidak bisa terlibat lagi. Saya… saya harus keluar dari semua ini, Aroon.”
Aroon menghela napas, matanya mengamati Naree dengan penuh perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa kebenaran ini tidak akan memberikan keadilan bagi banyak orang, termasuk Bhikkhu Somchai. Namun, setidaknya, dengan mengungkapnya, ia bisa menghentikan siklus kejahatan yang sudah lama berlangsung.
Di luar rumah, suara sirene terdengar semakin dekat. Aroon tahu bahwa waktunya hampir habis. Segera setelah percakapan ini, ia akan membawa kebenaran ini ke pihak berwenang. Tapi apa yang akan terjadi pada keluarga Prakhan dan semua orang yang terlibat dalam konspirasi ini, itu adalah sebuah cerita yang akan berlanjut.
Aroon menatap Naree sekali lagi. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi padamu setelah ini. Tapi saya tahu satu hal, Naree—kebenaran selalu menemukan jalannya, meskipun itu terlambat.”
Dengan itu, Aroon berbalik dan berjalan keluar dari rumah Prakhan. Matahari sudah mulai tenggelam di balik gunung, menciptakan bayangan panjang yang menyelimuti kota. Namun, bagi Aroon, bayangan itu tidak hanya menggambarkan kegelapan—tetapi juga harapan bahwa suatu saat, kebenaran yang telah terungkap akan membawa perubahan.***
————-THE END —————