Prolog:
Di sebuah dunia yang terpisah oleh batasan dimensi, terdapat sebuah gerbang yang terlarang. Gerbang yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia yang jauh lebih gelap dan penuh ancaman. Berabad-abad lamanya, keberadaan gerbang ini disembunyikan, dijaga oleh para penjaga yang bertekad mencegah siapa pun yang mencoba mengungkap kekuatan yang ada di dalamnya.
Namun, kedamaian itu mulai retak. Seorang pemuda bernama Jared, yang awalnya hanya mencari kunci untuk melindungi dunia dari kehancuran, tanpa sengaja terjebak dalam permainan kekuasaan yang lebih besar. Bersama dengan teman lamanya, Rykar, dan sekutu-sekutunya yang penuh rahasia, ia berjuang untuk menghentikan kekuatan gelap yang berusaha menguasai dunia dengan membuka gerbang yang tersembunyi.
Dengan waktu yang semakin sempit, Jared harus memilih antara mengorbankan segalanya untuk menutup gerbang atau melawan kegelapan yang telah menunggu berabad-abad lamanya. Namun, dunia yang mereka kenal mungkin tidak akan pernah sama lagi, bahkan jika mereka berhasil.*
Bab 1: Sang Pemburu di Antara Bayang
Kota Anthelos terletak di persimpangan waktu. Terbungkus kabut malam yang tak pernah hilang, kota ini selalu tampak terjebak dalam satu keadaan—seperti melawan hukum alam. Menurut legenda yang beredar, kota ini pernah terperangkap dalam sebuah kejadian yang aneh dan misterius. Waktu terkunci. Beberapa orang mengatakan bahwa mereka pernah melihat matahari terbit dua kali dalam sehari, sementara yang lainnya berbisik tentang jam yang dapat memperlambat waktu, mempercepatnya, atau bahkan menghentikannya sejenak. Namun, siapa yang tahu kebenarannya?
Di tengah kota yang penuh dengan keraguan itu, hiduplah seorang pemuda bernama Jared. Ia adalah seorang anak yatim piatu yang dibesarkan oleh kakeknya, seorang pengrajin jam yang terkenal di seluruh kota. Kakeknya, yang sudah berusia lanjut dan selalu melupakan segalanya, mengajarkan Jared cara membuat jam-jam yang luar biasa. Meskipun kemampuan itu luar biasa, Jared selalu merasa bahwa hidupnya tak pernah lebih dari sekedar rutinitas yang membosankan.
Hari itu, seperti biasanya, Jared berjalan menyusuri jalanan kota Anthelos yang dipenuhi dengan kabut tebal. Jalanan yang basah oleh hujan semalam menciptakan pantulan bayangan, memberi kesan bahwa waktu benar-benar berhenti, hanya melambat dalam lingkaran yang tak terlihat. Tak ada orang yang berjalan cepat di sini, hanya ada yang berjalan lambat dan yang tetap diam, menunggu sesuatu yang entah kapan datang.
Jared melangkah menuju toko kecil yang dikelola kakeknya. Toko itu penuh dengan jam-jam antik dari berbagai belahan dunia. Beberapa jam terbuat dari logam berkilau, sementara yang lainnya terbuat dari kayu hitam yang tampak seperti sesuatu yang telah dilupakan oleh waktu. Namun, hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Ketika Jared memasuki toko, ia merasakan keheningan yang lebih dalam dari biasanya. Toko itu terasa sepi, tak ada suara detikan jam. Kakeknya, yang biasanya sedang duduk di kursi tua, tampak tak ada di tempatnya.
“Grandpa?” panggil Jared sambil melangkah lebih jauh ke dalam toko. Tak ada jawaban. Sementara itu, rasa cemas mulai merayapi hatinya. Meskipun ia tahu kakeknya sering melupakan banyak hal, ada sesuatu yang sangat aneh hari ini. Tidak ada debu di atas meja, semua jam tertata rapi, bahkan ada satu yang baru dipasang di tengah toko—sebuah jam besar dengan desain yang tak dikenalnya. Jam itu memiliki sebuah batu berwarna biru tua di tengahnya, seperti mata yang menatap lurus ke arah Jared. Ada sesuatu yang membuatnya merasa aneh, seakan jam itu tidak hanya berfungsi untuk menunjukkan waktu, tetapi juga untuk mengikatnya pada sesuatu yang tak dapat ia pahami.
Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar dari sudut ruangan, membuat Jared terlonjak. “Jared, hati-hati dengan jam itu,” kata suara itu, begitu pelan namun penuh peringatan. Jared berbalik dan melihat kakeknya muncul dari balik lemari kayu besar di ujung ruangan. Wajah kakeknya pucat, seakan baru saja melihat sesuatu yang menakutkan. Tangannya gemetar saat menunjuk ke jam besar di tengah ruangan.
“Ini bukan jam biasa,” lanjut kakek dengan suara parau. “Ini adalah Jam Terakhir, dan siapa pun yang memegangnya bisa mengubah arah waktu.”
Jared menatap jam itu dengan penuh kebingungan. “Jam Terakhir? Apa maksud kakek?”
Kakek menghela napas panjang dan duduk di kursi tuanya, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berbicara lebih lanjut. “Jam ini ditemukan oleh leluhur kita ratusan tahun yang lalu. Mereka mengatakan bahwa dengan memutar jarum jam ini, kita bisa membuka gerbang menuju dimensi lain—dimensi yang penuh dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Tapi ada harga yang harus dibayar, Jared. Waktu yang kamu ambil, waktu yang kamu ubah, akan selalu kembali padamu.”
Jared merasa jantungnya berdebar lebih cepat. “Kakek, apa yang kamu katakan itu…?”
Kakek menatapnya dengan mata yang penuh kekhawatiran. “Aku tidak tahu mengapa jam ini kembali muncul, tapi ada satu hal yang pasti. Mereka yang mencari kekuatan waktu akan membayar harga yang tak bisa mereka bayangkan.”
Jared merasa seolah ada sesuatu yang mengekang pernapasannya. Mungkin itu hanya ketakutannya, atau mungkin memang jam itu yang membuatnya merasa begitu terhimpit. Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, kakeknya berdiri dengan cepat dan menggenggam tangan Jared. “Jared, jangan biarkan dirimu tergoda. Ada lebih banyak yang bisa kau perdebatkan di dunia ini selain mengubah waktu.”
Namun, pada saat yang sama, sebuah kilatan cahaya biru yang kuat keluar dari dalam jam. Jared merasakan tubuhnya tertarik, seperti ditarik oleh magnet yang tak tampak. Sebelum ia bisa merespons, tubuhnya terhisap oleh cahaya itu, dan kakeknya hanya bisa memandang dengan ketakutan yang semakin dalam.
Saat Jared terjatuh ke tanah, ia merasa seolah berada di tengah kegelapan total. Suasana yang menyelimutinya sangat berbeda dari dunia yang ia kenal. Tak ada suara, tak ada cahaya, hanya kegelapan yang melingkupi setiap inci tubuhnya. Namun, dalam kegelapan itu, ia mendengar suara. Suara seperti desiran angin yang tak ada di dunia ini—suara yang berasal dari jauh, sangat jauh. Dalam kebingungannya, Jared mencoba mencari arah, namun kegelapan itu tampaknya tak mau memberinya petunjuk.
Beberapa detik kemudian, sebuah bayangan muncul di hadapannya. Bayangan itu mulai tampak lebih jelas, seolah-olah tubuhnya terbentuk oleh cahaya yang sangat tipis. “Kamu telah membuka gerbang,” kata bayangan itu dengan suara yang dalam dan penuh misteri. “Kamu tidak bisa kembali ke dunia asalmu, kecuali jika kamu menemukan kunci untuk menutupnya.”
Jared terdiam, tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia mengerti bahwa apa yang baru saja terjadi bukanlah sesuatu yang biasa. Ia terjebak di dunia yang tak dikenalnya, dunia yang entah bagaimana terhubung dengan jam yang baru saja ia temukan. Di sini, waktu bukanlah sekadar angka pada jam, melainkan sebuah entitas yang bisa mengubah segalanya.
Bayangan itu bergerak lebih dekat, dan Jared merasakan getaran aneh di seluruh tubuhnya. “Apa yang harus aku lakukan?” tanyanya, suaranya tercekat. “Bagaimana caranya keluar dari sini?”
Bayangan itu hanya tersenyum. “Cari kunci waktumu, pemuda. Hanya dengan menemukannya, kamu bisa menutup gerbang ini—dan dengan itu, kamu akan menentukan nasib dunia ini.”
Dengan satu langkah, bayangan itu menghilang, meninggalkan Jared dengan pertanyaan yang tak terjawab. Dunia baru ini penuh dengan misteri, dan satu hal yang pasti—waktu kini berada di tangan Jared. Tapi apakah ia siap menanggung beban yang datang bersamanya?*
Bab 2: Kota yang Terbelah
Jared terbangun di tengah kegelapan, tubuhnya terasa berat dan letih. Ia tidak tahu berapa lama telah terjatuh dalam ketidaksadaran, namun yang ia tahu adalah, ketika ia membuka matanya, dunia di sekelilingnya terasa sangat asing. Tanah di bawahnya basah, dingin, dan berwarna kelabu, seakan-akan segala kehidupan telah terhapus dari dunia ini. Ia mencoba berdiri, namun pusing dan rasa terhimpit yang luar biasa membuatnya hampir terjatuh lagi.
Rasa mual yang tajam di tenggorokannya mengingatkannya pada apa yang baru saja terjadi. Jam itu, gerbang, dan kekuatan yang menghempaskannya ke dalam kegelapan. Jared meraba sekelilingnya, namun yang ia temui hanyalah kabut tebal yang menyelimuti, menutupi pandangannya sejauh beberapa langkah saja. Sesuatu tentang kabut itu sangat mencurigakan—seakan-akan kabut itu tidak hanya menghalangi pandangan, tetapi juga mengubah realitas yang ada di dalamnya.
“Ini bukan dunia yang aku kenal,” gumam Jared pelan, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bergerak.
Ketika ia mulai berjalan, langkahnya terasa seperti melawan gravitasi. Setiap langkah seolah menekannya lebih dalam ke tanah, memberi sensasi bahwa dunia ini adalah sebuah ilusi. Namun, ia tahu ia tidak punya pilihan. Apa pun yang terjadi, ia harus melanjutkan. Saat itulah ia mendengar suara, suara yang samar, namun jelas terdengar di antara kabut tebal.
“Jared… kamu akhirnya bangun.”
Jared menoleh ke arah suara itu dan melihat sosok yang familiar, meskipun tampaknya bukan pada tempatnya. Kakeknya, yang seharusnya berada di dunia yang ia kenal, kini tampak berdiri di hadapannya, namun berbeda. Wajah kakeknya terlihat lebih tua dari sebelumnya, dan aura di sekitarnya terasa… tidak manusiawi.
“Kakek?” Jared mencoba memanggilnya, namun suara itu terasa keluar dengan kekuatan yang tak seharusnya ia miliki. Kakek itu menatapnya, namun matanya kosong, seakan-akan dia bukan orang yang pernah dikenalnya.
“Kamu telah membuka gerbang,” suara kakeknya tergetar, namun kali ini tidak ada kehangatan yang biasa ia rasakan dari kata-kata tersebut. “Dunia ini bukanlah tempat bagi manusia seperti dirimu.”
Jared merasakan ketakutan merayapi dirinya. “Kakek, apa yang terjadi? Apa ini?”
Kakek itu menggeleng pelan, suaranya berubah menjadi lebih rendah dan penuh dengan penyesalan. “Kamu membawa dirimu ke dalam dunia yang lebih berbahaya daripada yang kamu bayangkan. Gerbang itu bukan hanya pintu untuk membuka dimensi, tetapi juga jembatan yang menghubungkan dua dunia yang terpisah—dunia manusia dan dunia kegelapan. Dan sekarang, kamu berada di tengah-tengahnya.”
Kakeknya melangkah mundur, semakin jauh dari Jared, hingga akhirnya menghilang ke dalam kabut. Jared hanya bisa berdiri terpaku, kebingungan, dan dipenuhi oleh perasaan hampa. Ia tidak tahu bagaimana harus bertindak. Keberadaan jam itu, gerbang, dan kata-kata kakeknya semuanya saling bertautan, membentuk benang-benang misteri yang hanya membuatnya semakin bingung.
Akhirnya, dengan langkah hati-hati, Jared melanjutkan perjalanan, mencoba mengatasi perasaan cemas yang terus mencekiknya. Tidak lama kemudian, kabut itu mulai mereda, dan di hadapannya terbentang sebuah kota yang asing—kota yang sangat mirip dengan kota Anthelos, namun dengan nuansa yang jauh lebih suram dan terdistorsi. Bangunan-bangunan yang seharusnya terlihat kokoh kini tampak rusak, sebagian runtuh, sementara yang lainnya berdiri tegak dengan keheningan yang mencekam. Di jalanan, tidak ada seorang pun yang terlihat. Semua terasa terhenti dalam keheningan yang menyesakkan.
Jared melangkah lebih jauh, perasaan asing dan takut semakin membalut dirinya. Ia melihat di kejauhan sebuah lampu jalan yang redup, nyalaannya tampak tak biasa, seolah berasal dari dunia lain. Ketika ia mendekat, ia menyadari sesuatu yang lebih aneh. Pada lampu itu, ada tulisan yang terukir dengan goresan halus: “Jangan percaya pada bayangan.”
Jared berhenti sejenak. Ia mencoba memikirkan arti dari kata-kata itu. Siapa yang menulisnya? Mengapa kalimat itu begitu menggantung di tengah kota yang kosong ini? Namun, ia tidak sempat bertanya lebih jauh, karena tiba-tiba, ia merasakan kehadiran seseorang yang mendekat dari belakang.
“Seseorang… datang,” suara itu terdengar lagi, dan kali ini, ia lebih jelas, lebih nyata. Jared menoleh dengan cepat dan melihat seorang wanita yang berdiri di sana. Wanita itu tampak mengenakan jubah hitam yang panjang, dan wajahnya tersembunyi di balik tudung. Hanya matanya yang terlihat—matanya yang bersinar dengan warna perak cerah, seperti bulan yang memancarkan cahaya dingin di tengah malam.
“Apa yang terjadi di sini?” tanya Jared, berusaha menjaga ketenangannya meskipun hatinya berdebar. “Dimana aku?”
Wanita itu tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap Jared dengan tatapan tajam, seolah sedang menilai apakah dia layak untuk diberi penjelasan. Setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, wanita itu akhirnya membuka mulut.
“Kamu berada di antara dua dunia,” katanya dengan suara serak. “Anthelos yang kamu kenal bukanlah tempat yang seharusnya ada. Kota ini adalah dunia paralel, tempat di mana waktu terhenti dan keabadian ada, tetapi dengan harga yang sangat mahal.”
Jared merasa semakin bingung. “Paralel? Apa maksudmu?”
Wanita itu menghela napas, seolah berpikir apakah ia harus melanjutkan penjelasannya. “Kamu tidak tahu apa yang telah kamu lakukan, bukan? Kamu membuka gerbang yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia kegelapan. Dan sekarang, dimensi ini terancam terhapus jika kamu tidak menemukan kunci untuk menutupnya.”
Jared merasa semakin cemas. “Bagaimana aku bisa menutupnya? Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan!”
Wanita itu mengamati Jared dengan tatapan tajam. “Kamu bukan orang sembarangan. Kamu adalah salah satu dari mereka—yang memiliki darah yang bisa menyeimbangkan kedua dunia ini. Tapi untuk melakukannya, kamu harus menemukan kunci yang tersembunyi di tempat yang paling berbahaya.”
“Di mana kunci itu?” Jared bertanya, hampir tak sabar.
Wanita itu memandang ke arah langit yang gelap, lalu dengan suara rendah berkata, “Di hati kegelapan itu sendiri.”
Jared terdiam, mencoba menyusun kata-kata. “Siapa kamu? Apa yang harus aku lakukan?”
Wanita itu menyeringai samar, dan dalam sekejap, tubuhnya lenyap, seperti ditelan kabut. “Jawaban ada di dalam dirimu, pemuda. Kamu harus memilih… dunia mana yang akan kamu pilih untuk diselamatkan.”
Jared terperangkap dalam ketidakpastian. Dunia yang dikenalnya kini sudah berubah—terbelah antara kegelapan dan cahaya, dan kini ia harus membuat pilihan yang akan menentukan nasib dua dunia yang saling bergantung satu sama lain.
Dengan hati yang dipenuhi kebingungan dan ketakutan, Jared melangkah ke depan, memasuki kota yang kini tampak lebih suram daripada sebelumnya. Waktunya untuk memulai perjalanan baru dimulai—perjalanan untuk menemukan kunci dan menutup gerbang yang telah dibuka. Namun, Jared tahu bahwa ia tidak sendirian. Keputusan yang ia ambil akan membawa dampak tak hanya pada dirinya, tetapi pada seluruh dunia.*
Bab 3: Pengkhianatan dalam Kegelapan
Jared terus berjalan melalui kota yang tampak terperangkap dalam kebekuan waktu. Setiap sudutnya terasa menyendiri dan misterius, seakan-akan dunia ini diciptakan untuk menekan dan membingungkan siapa pun yang memasuki wilayah ini. Kabut yang menyelimuti jalanan semakin tebal, membuat setiap langkahnya menjadi lebih berat. Namun, ia tidak bisa berhenti—ada sesuatu yang lebih besar dari dirinya yang harus ia hadapi, sesuatu yang mengancam eksistensi kedua dunia, dunia manusia dan dunia yang kini terhubung dengan dunia kegelapan.
Selama berhari-hari ia berjalan, tanpa arah yang jelas, hanya diiringi dengan bayangan-bayangan gelap yang muncul dan menghilang. Entah karena kelelahan, rasa takut, atau kenyataan bahwa ia terjebak dalam dunia yang bukan miliknya, Jared merasa ada kekuatan yang terus mengamatinya. Sesekali, ia melihat makhluk-makhluk bayangan yang bergerak dengan cepat, tubuh mereka terbuat dari kegelapan yang memancar, menandakan bahwa mereka bukanlah bagian dari dunia manusia.
Pada suatu malam, saat kabut semakin pekat dan udara semakin dingin, Jared tiba di sebuah bangunan yang tampak berbeda dari yang lainnya. Bangunan itu sangat besar, dengan pintu-pintu kayu yang terkunci rapat dan jendela-jendela yang buram oleh debu dan waktu. Ada aura yang berat di sekitar bangunan ini, seolah tempat ini menyimpan rahasia yang lebih gelap daripada kota itu sendiri. Namun, perasaan aneh itu justru mendorong Jared untuk masuk. Ia tidak tahu mengapa, tetapi entah kenapa ia merasa bahwa jawaban atas teka-teki ini ada di dalam bangunan tersebut.
Ketika ia mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, ia mendengar suara dari belakangnya. Suara yang sangat familiar.
“Jared, kau akhirnya sampai juga.”
Jared berbalik dengan cepat. Sosok itu tampak keluar dari bayangan kabut yang semakin tebal. Wanita yang ia temui sebelumnya—wanita yang mengenakan jubah hitam dan matanya yang berwarna perak—berdiri di sana, memandanginya dengan tatapan yang penuh arti.
“Apa yang kamu inginkan dari aku?” tanya Jared, hatinya berdebar. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul setiap kali wanita itu muncul di hadapannya.
Wanita itu tersenyum tipis. “Aku di sini untuk membantumu, Jared. Kau harus memahami satu hal: perjalananmu menuju kunci tidak akan mudah. Tidak hanya makhluk-makhluk kegelapan yang mengincarmu, tetapi juga mereka yang berpura-pura menjadi teman.”
Jared mengerutkan dahi. “Maksudmu?”
Wanita itu tidak langsung menjawab. Dia berjalan lebih dekat, langkahnya tenang dan penuh keyakinan. “Ada banyak kekuatan di dunia ini, Jared. Dan setiap kekuatan itu memiliki tujuannya sendiri. Ketika kamu terjebak di antara dua dunia, banyak yang akan mencoba memanfaatkanmu. Mereka yang menginginkan kekuasaan dari gerbang ini tidak akan ragu untuk mengorbankan siapa pun yang ada di jalan mereka.”
Mendengar kata-kata itu, hati Jared mulai dipenuhi oleh kecurigaan. “Apakah kamu sedang mengatakan bahwa ada orang yang menginginkan gerbang ini dibuka?”
Wanita itu mengangguk perlahan. “Bukan hanya menginginkan dibuka, tapi mereka juga ingin menguasainya. Dan kamu, Jared, adalah salah satu orang yang bisa mengendalikan gerbang ini. Mereka yang menginginkan kekuasaan dunia ini akan berusaha mengejar dan menghancurkanmu, bahkan jika mereka harus berpura-pura menjadi teman.”
Jared merasa terguncang. Hatinya dipenuhi rasa cemas dan kebingungannya semakin dalam. Ia sudah cukup terjebak dalam dunia yang penuh misteri dan bahaya. Namun, apa yang baru saja dikatakan wanita itu membuatnya merasa semakin terpojok. Di dunia yang penuh dengan makhluk kegelapan dan kekuatan yang mengendalikan waktu, siapa yang bisa ia percayai?
“Tapi bagaimana aku tahu siapa yang benar-benar bisa dipercaya?” tanya Jared dengan suara yang hampir terputus. “Bagaimana aku bisa tahu bahwa kamu tidak akan berkhianat padaku?”
Wanita itu diam sejenak, seolah-olah merenungkan pertanyaan itu. Matanya yang berkilau dengan warna perak memancarkan kilatan yang tajam. “Terkadang, kita harus mengandalkan naluri kita, Jared. Meskipun dunia ini penuh dengan kebohongan dan tipu daya, ada saatnya kita harus memilih untuk mempercayai seseorang.”
Jared memandangnya dengan ragu, namun ia tahu satu hal: ia tidak punya pilihan lain. Ia harus terus bergerak, meskipun ketidakpastian terus menggelayuti langkah-langkahnya. Dengan satu tarikan napas panjang, ia berkata, “Aku tidak punya waktu untuk bermain-main dengan kata-kata. Aku perlu menemukan kunci itu dan menutup gerbang sebelum semuanya terlambat.”
Wanita itu tersenyum, wajahnya tetap tenang meskipun keadaan semakin tegang. “Aku tahu. Itu sebabnya aku akan membantumu.”
Dengan itu, wanita itu melangkah mundur sedikit dan menggerakkan tangannya ke udara. Sebuah simbol bercahaya muncul di depan Jared, mengelilinginya dengan cahaya yang begitu terang hingga membuat matanya hampir sulit untuk terbuka. “Ikuti simbol ini, Jared. Itu akan membimbingmu ke tempat yang seharusnya kamu tuju. Namun hati-hati, karena tidak semua yang terlihat sebagai petunjuk itu adalah kebenaran.”
Tanpa memberi waktu bagi Jared untuk bertanya lebih lanjut, wanita itu menghilang kembali ke dalam kabut, meninggalkan hanya cahaya yang perlahan menghilang dari pandangannya. Jared mengangkat kepalanya, matanya mengikuti jejak simbol bercahaya itu yang terukir di udara. Ia merasa kebingungannya semakin dalam, namun ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya petunjuk yang bisa ia ikuti.
Dengan langkah yang mantap, ia mengikuti simbol itu, berjalan menuju tempat yang ia rasa akan menjadi ujung dari pencariannya—tempat yang ia yakini mengarah pada kunci yang bisa menutup gerbang kegelapan.
Namun, jalan yang ditempuh tidak semudah yang ia bayangkan. Setiap langkah yang diambilnya semakin penuh dengan bayangan dan ilusi. Semakin ia mendekat, semakin jelas bahwa ada yang mengikuti. Sesekali, ia melihat gerakan di ujung jalan, sosok-sosok yang hanya tampak sekelebat, namun cukup untuk membuat darahnya mendidih.
Saat ia mencapai sebuah persimpangan, Jared merasa ada sesuatu yang tidak beres. Bayangan-bayangan yang mengikuti semakin mendekat, dan dalam kegelapan itu, ia mendengar suara yang sudah tidak asing lagi.
“Jared…”
Suara itu terdengar begitu dekat. Jared menoleh dengan cepat, dan untuk sekejap ia melihat wanita itu kembali muncul dari kegelapan. Namun, ada yang berbeda—sebuah senyum licik menghiasi wajahnya.
“Jadi kamu tahu, kan, bahwa aku hanya menginginkan satu hal,” katanya dengan nada yang lebih tajam daripada sebelumnya. “Aku tidak pernah berniat membantu. Kunci itu adalah milikku, dan sekarang aku akan mengambilnya darimu.”
Jared terkejut. “Apa? Kamu… kamu berkhianat?”
Wanita itu tertawa ringan, lalu melangkah mendekat. “Kamu sangat naif, Jared. Tidak ada yang bisa dipercayai di dunia ini. Kunci itu adalah kekuatan yang lebih besar dari apa pun yang bisa kamu bayangkan. Dan sekarang, waktunya bagiku untuk menguasainya.”
Jared merasa perasaan pengkhianatan meresap dalam dirinya. Ia telah dipermainkan, digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Semua yang telah ia percayai selama ini—wanita itu, kata-katanya—ternyata hanyalah jebakan. Dalam kegelapan yang menyelimuti, Jared menyadari bahwa ia harus bertarung untuk hidupnya, dan untuk menghindari dunia yang lebih gelap dari yang pernah ia bayangkan.*
Bab 4: Dalam Cengkeraman Kegelapan
Jared berdiri tertegun, matanya tak dapat mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Wanita yang selama ini ia anggap sebagai sekutu, yang telah memberikan petunjuk dan bantuan, kini mengungkapkan niatnya yang sebenarnya. Pengkhianatan itu menusuk hati Jared seperti belati tajam. Wanita itu, yang seharusnya membantunya, ternyata adalah musuh yang bersembunyi di balik topeng kebaikan.
Dengan gerakan cepat, Jared menarik tubuhnya mundur, berusaha memberi jarak antara dirinya dan wanita yang kini tampak lebih seperti makhluk dari kegelapan. Tawa licik wanita itu semakin jelas, menggema di sekeliling mereka, seakan-akan datang dari segala arah. Jared tahu bahwa ia berada di ujung tanduk. Setiap gerakan, setiap keputusan, bisa berarti hidup atau mati.
“Kamu sangat naif, Jared,” kata wanita itu dengan nada dingin. “Kamu terlalu mempercayai kata-kata kosong. Dunia ini tidak mengenal kebaikan, hanya kekuasaan dan pengorbanan. Gerbang itu bukan untuk kamu tutup. Itu adalah jalan yang harus dibuka, dan hanya aku yang bisa menguasainya.”
Jared merasakan ketakutan yang mendalam, namun ia berusaha untuk tidak membiarkan rasa takut itu menguasai dirinya. Ia tahu bahwa jika ia tidak bergerak sekarang, jika ia tidak menemukan cara untuk melarikan diri atau melawan, semuanya akan berakhir. Tetapi ada satu hal yang masih mengganggu pikirannya—kenapa wanita ini, yang begitu kuat dan cerdas, membutuhkan dirinya untuk membuka gerbang itu? Apa yang sebenarnya ia cari?
“Apa yang kamu inginkan dari gerbang itu?” tanya Jared, berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik suaranya yang tegas.
Wanita itu tersenyum tipis. Senyum itu tidak lagi terlihat ramah, melainkan penuh dengan ketamakan dan ambisi. “Kekuasaan, Jared. Apa lagi yang bisa aku inginkan? Dengan kekuatan yang terkandung dalam gerbang itu, aku bisa menguasai dunia ini dan dimensi lainnya. Dan kamu,” dia melangkah lebih dekat, suara melengkingnya semakin mengancam, “adalah alat yang akan membantuku meraihnya.”
Jared merasa dirinya tersudut. Ia harus berpikir cepat. Dalam situasi seperti ini, pertanyaan besar yang terbersit di benaknya adalah apakah wanita itu benar-benar memiliki kekuatan yang ia klaim, atau apakah ia bisa menggunakan taktik lain untuk menghadapi ancaman ini. Sesuatu dalam dirinya, entah apa, menuntunnya untuk bertindak sebelum terlambat.
Dengan kecepatan yang tak terduga, Jared melangkah mundur lebih jauh dan menyentuh pedang di pinggangnya. Tentu saja, pedang itu hanyalah senjata biasa, tidak cukup untuk mengalahkan seorang makhluk seperti wanita di hadapannya. Namun, dalam sekejap, ia memiliki ide yang mungkin bisa memberi sedikit peluang. Ia harus mencari cara untuk memanfaatkan kebingungannya, atau setidaknya menghindari pertarungan langsung.
Wanita itu, melihat gerakan Jared, tertawa mengejek. “Kamu ingin melawanku dengan itu? Jangan bodoh, anak muda. Kau hanya akan memperpanjang penderitaanmu.”
Namun, saat wanita itu hendak melangkah lebih dekat lagi, tiba-tiba sebuah suara keras menggema di udara. Sebuah ledakan besar, yang bukan berasal dari senjata atau pertarungan fisik, meluluhlantakkan kabut di sekitar mereka. Seketika, kegelapan yang menyelimuti mulai menghilang, dan tempat itu mulai berubah. Suara gemuruh itu terdengar seperti sesuatu yang sangat besar, sesuatu yang datang dari jauh, mengguncang tanah tempat mereka berdiri.
Wanita itu tampak terkejut, sedikit terombang-ambing oleh kekuatan yang tak terduga ini. “Apa itu?” serunya dengan ekspresi yang mulai panik.
Jared juga merasakan kekuatan yang membekap mereka. Tanah di bawahnya bergetar, dan kabut yang menutupi kota itu seolah-olah mulai menghilang, terbawa oleh badai yang datang entah dari mana. Suara itu semakin kuat, dan dengan setiap detikan, kota yang mereka berdiri di dalamnya seolah semakin terancam. Ini bukan hanya soal dirinya lagi, bukan hanya soal wanita ini. Sesuatu yang jauh lebih besar sedang terjadi.
“Kita harus pergi!” teriak wanita itu, matanya memancarkan kecemasan yang jarang terlihat sebelumnya.
Jared tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia tahu satu hal—wanita itu bukan satu-satunya ancaman di dunia ini. Jika ledakan dan guncangan ini berasal dari kekuatan yang jauh lebih besar, mereka berdua—musuh dan sekutu yang baru saja terungkap—harus mencari cara untuk bertahan hidup, atau mereka akan terperangkap dalam kekacauan yang lebih besar.
Wanita itu berbalik dan berlari, meninggalkan Jared yang masih dalam keadaan bingung. Tapi sebelum ia bisa mengambil langkah lebih lanjut, ia mendengar suara lain—suara yang berasal dari belakang, suara yang membawa aura yang sangat berbeda. Seseorang sedang mendekat.
“Jared!” suara itu terdengar jelas di telinganya. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik dan melihat sosok yang lebih familier dari sebelumnya. Seorang pria muda, mengenakan pelindung tubuh, dan wajah yang penuh dengan luka dan keletihan. Itu adalah Rykar, temannya yang pernah ia kenal—seseorang yang berasal dari dunia yang ia tinggalkan.
“Rykar? Apa yang kamu lakukan di sini?” Jared berlari mendekat, mencoba mencari jawaban atas kehadiran temannya di dunia yang begitu jauh dari kenyataan.
Rykar tampak kelelahan, namun matanya penuh dengan keputusasaan. “Aku tahu kamu akan terjebak di sini, Jared. Aku datang untuk menolongmu.” Wajahnya menunjukkan bahwa ia tahu lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi daripada yang Jared bisa pahami. “Kita tidak bisa berlama-lama. Ini lebih buruk dari yang kamu kira.”
“Dari mana kamu tahu?” tanya Jared, masih kebingungan dengan segala yang terjadi.
Rykar menarik Jared menuju sebuah lorong yang tersembunyi di balik reruntuhan bangunan. “Aku datang ke sini untuk mencari kunci juga, Jared. Tapi ada yang lebih besar dari itu. Kunci itu bukan hanya alat untuk membuka gerbang, tetapi juga untuk mengendalikan dimensi—dan siapa pun yang menguasainya bisa memanipulasi dunia seperti yang mereka inginkan. Bahkan lebih buruk, ada kelompok yang telah lama bersembunyi, yang ingin menggunakan gerbang ini untuk menyatukan dunia yang kita kenal dengan dunia kegelapan.”
Jared merasa berat dada mendengar penjelasan itu. “Siapa mereka?”
Rykar menghela napas, seolah berat untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak ingin ia percayai. “Kelompok itu adalah para penjaga gerbang—para pengkhianat dari dunia kita. Mereka adalah bagian dari organisasi yang telah menunggu waktu yang tepat untuk membuka gerbang ini. Dan sekarang, kita berada di ambang kehancuran.”
Jared merasa dunia di sekitarnya berputar. Ia baru saja mulai memahami betapa besar ancaman yang dihadapinya. Ternyata, wanita itu bukan satu-satunya yang menginginkan kekuatan dari gerbang. Ada kelompok lain, yang jauh lebih kuat, yang telah menunggu kesempatan ini. Dan mereka semua menginginkan sesuatu yang sangat berbahaya—penguasaan atas dua dunia yang sekarang saling terhubung.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Jared, matanya tajam menatap Rykar.
Rykar mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke depan. “Kita harus menghentikan mereka sebelum mereka berhasil membuka gerbang sepenuhnya. Kita tidak punya banyak waktu.”
Jared merasakan ketegangan semakin memuncak di dalam dirinya. Ia tahu, pertempuran yang sesungguhnya baru saja dimulai, dan kali ini, bukan hanya dirinya yang akan bertarung—seluruh dunia berada di garis depan.*
Bab 5: Titik Terakhir
Kehadiran Rykar memberi harapan bagi Jared, meskipun ketidakpastian masih menyelimuti mereka. Dunia yang kini mereka pijaki terasa semakin rapuh, setiap detik seperti menyimpan ancaman yang bisa merobek dimensi menjadi serpihan-serpihan kecil. Apa yang dimulai sebagai perjalanan untuk mencari kunci gerbang kini berubah menjadi pertaruhan hidup dan mati. Kunci itu bukan hanya soal kekuasaan, tetapi lebih kepada keseimbangan antara dua dunia yang bisa hancur hanya dengan satu langkah yang salah.
Mereka berlari menyusuri lorong-lorong yang semakin gelap, melewati ruang yang nyaris tidak dapat dilihat, seolah-olah ruang itu sengaja dirancang untuk mematikan semangat siapa pun yang memasuki. Kegelapan di sekitar mereka tak ubahnya seperti selubung yang siap menelan mereka kapan saja. Hati Jared berdebar keras, namun ia menahan diri, berusaha tetap fokus. Ia tahu, semakin lama mereka terlambat, semakin besar kemungkinan dunia ini akan dihancurkan oleh para penjaga gerbang.
“Ada satu tempat yang harus kita tuju,” kata Rykar sambil memimpin jalan. “Tempat itu adalah pusat dari semua ini—di sana, kita bisa menghentikan proses pembukaan gerbang dan memutuskan aliran kekuatan yang mengalir melalui dunia ini.”
Jared mengangguk, meskipun dalam pikirannya banyak pertanyaan yang belum terjawab. “Dan apa yang akan terjadi pada kita setelah itu?” tanya Jared, mencoba menggali lebih banyak informasi.
Rykar berhenti sejenak, menatap Jared dengan tatapan yang penuh makna. “Kita tidak tahu. Apa yang kita lakukan mungkin akan mengubah segalanya. Setelah ini, dunia yang kita kenal bisa berubah. Tapi kita tidak punya pilihan. Jika gerbang ini dibuka, maka tidak hanya kita yang akan hancur, tetapi semuanya—baik manusia maupun makhluk dari dimensi kegelapan.”
Jared merasakan beban yang lebih berat dari sebelumnya. Dalam satu langkah mereka, seluruh dunia bisa berakhir. Tidak ada lagi ruang untuk keraguan atau penyesalan. Mereka harus bertindak, dan mereka harus melakukannya sekarang.
Setelah beberapa menit berjalan melalui lorong sempit yang mengarah ke kedalaman yang lebih gelap, mereka tiba di sebuah pintu besar yang terbuat dari logam hitam. Pintu itu tampak biasa, namun energi yang dipancarkan darinya terasa sangat kuat—seperti ada kekuatan yang terkurung di dalamnya, menunggu untuk dilepaskan.
“Ini dia,” ujar Rykar dengan suara rendah. “Pintu ini mengarah ke ruang pusat. Di sanalah para penjaga gerbang bersembunyi, dan di sanalah kunci dari semuanya berada. Jika kita bisa menghentikan mereka sebelum gerbang itu terbuka sepenuhnya, kita mungkin bisa menyelamatkan kedua dunia.”
Jared mengangguk, merasakan aliran adrenalin mengalir dalam dirinya. Ia tahu ini adalah titik terakhir—baik mereka berhasil atau semuanya akan berakhir dalam kehancuran. Dengan satu gerakan cepat, Rykar membuka pintu itu, dan mereka memasuki ruang yang luas. Ruangan itu penuh dengan energi yang menggema, seakan-akan setiap sudutnya dipenuhi dengan bayangan yang hidup, siap untuk bergerak.
Di tengah ruangan, tampak sebuah altar besar, dengan simbol-simbol kuno yang bersinar dalam kegelapan. Di atas altar, sebuah bola cahaya yang berputar perlahan memancarkan kilau yang menakjubkan, namun ada sesuatu yang gelap di dalamnya—sesuatu yang mengancam. Di sekitar altar, berdiri beberapa sosok yang mengenakan jubah hitam, wajah mereka tersembunyi oleh topeng, namun aura mereka begitu kuat dan penuh dengan kekuatan yang tak terbayangkan.
Mereka adalah para penjaga gerbang—para pengkhianat yang telah lama menunggu kesempatan ini. Jared bisa merasakan ancaman yang semakin dekat, rasa takut dan ketegangan yang begitu kuat melingkupi mereka. Namun, tidak ada jalan mundur. Ini adalah saatnya untuk bertindak.
“Jared, Rykar,” suara seorang penjaga gerbang terdengar dari belakang mereka. “Kalian terlambat. Gerbang ini sudah hampir terbuka. Tidak ada yang bisa menghentikan kami.”
Sosok itu melangkah maju, mengangkat tangannya, dan seketika bola cahaya di altar mulai berputar lebih cepat, mengeluarkan cahaya yang semakin menyilaukan. Suara gemuruh yang menakutkan terdengar dari kedalaman altar, menandakan bahwa gerbang itu semakin mendekat untuk terbuka. Dunia ini, yang sudah rapuh, kini semakin berada di ambang kehancuran.
“Tidak! Ini belum berakhir!” teriak Jared, berlari menuju altar sambil menggenggam pedangnya erat-erat. “Kami akan menghentikan kalian!”
Rykar, yang sudah siap dengan pergerakan berikutnya, melangkah ke sisi Jared, keduanya siap untuk bertempur melawan para penjaga yang menghalangi mereka. Tiba-tiba, penjaga gerbang yang pertama melangkah maju, menghantamkan tangannya ke udara, menciptakan gelombang energi yang begitu kuat. Jared terlempar mundur, merasa tubuhnya dihantam oleh kekuatan yang luar biasa. Namun ia tak menyerah, bangkit dengan cepat, dan mengarahkan pedangnya ke penjaga tersebut.
Dalam sekejap, pertempuran pun dimulai.
Jared dan Rykar bertarung dengan gigih, melawan penjaga gerbang yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dari mereka. Setiap gerakan terasa berat, dan setiap serangan dijawab dengan serangan yang lebih kuat. Namun mereka tidak mundur. Tidak ada ruang untuk menyerah. Ini adalah ujung dari perjalanan mereka, dan mereka harus bertahan.
Sementara itu, bola cahaya di altar semakin cepat berputar, energi yang dikeluarkan dari altar semakin tak terkendali. Di satu sisi, Jared bisa merasakan energi itu mulai merembes ke dalam dirinya, mencoba untuk mengendalikan tubuhnya. Namun, ia menahan diri, berfokus pada serangannya, berusaha agar dirinya tetap sadar.
Rykar, yang tampaknya lebih berpengalaman dalam pertempuran seperti ini, memberikan perlawanan yang lebih hebat. Dengan setiap gerakan, ia menghindari serangan dan membalas dengan kecepatan luar biasa, memukul salah satu penjaga yang lebih kuat. Meskipun demikian, mereka berdua tahu bahwa mereka harus segera menghentikan bola cahaya di altar sebelum semuanya terlambat.
Akhirnya, dalam sebuah momen yang penuh ketegangan, Jared berhasil mendekati altar, menyelipkan dirinya di antara para penjaga yang kini mulai kelelahan. Dengan satu serangan terakhir, ia menghantamkan pedangnya ke bola cahaya, mengarah ke inti kekuatan yang menggerakkannya.
Seketika, bola cahaya itu meledak dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Energi yang mengalir dari altar menghancurkan sekelilingnya, dan ruangan itu dipenuhi dengan cahaya yang tak tertahankan. Jared merasakan tubuhnya seakan terlempar ke udara, namun dengan sekuat tenaga ia tetap bertahan, menggenggam erat pedangnya.
Ketika cahaya itu mulai mereda, Jared membuka matanya perlahan. Ruangan itu kini hening, tidak ada lagi penjaga gerbang yang berdiri, dan altar yang dulu bercahaya kini tampak kosong. Semua yang ada di sana, termasuk kekuatan yang mengancam, telah hancur bersama dengan bola cahaya itu.
Rykar berdiri di sampingnya, menghela napas panjang. “Kita berhasil, Jared. Kita berhasil menghentikan mereka.”
Jared menatapnya, merasa kelelahan yang luar biasa. “Tapi apa yang akan terjadi sekarang?” tanyanya, meskipun ia tahu jawabannya—setelah pertempuran ini, dunia yang mereka kenal tidak akan pernah sama lagi.
Namun, sebelum Rykar bisa menjawab, suara gemuruh terdengar dari jauh. Gerbang itu telah terbuka, dan suara dari dimensi kegelapan mulai terdengar dengan jelas, seolah ingin merobek segala yang ada. Dunia ini masih belum aman, dan mereka harus siap untuk menghadapi lebih banyak lagi.***
……………………..THE END……………………