• Latest
  • Trending
  • All
  • Movie Review
  • Box Office
  • Trailer
  • Action
  • Romantic
  • Comedy
  • Horror
  • Serial Movie
  • Genre
CINTA YANG TERHALANG RESTU

CINTA YANG TERHALANG RESTU

February 17, 2025
DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025
JEJAK DI PINTU TERLARANG

JEJAK DI PINTU TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

KETIKA WAKTU MENYENTUH HATI

May 17, 2025
TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

TERPERANGKAP DALAM JEBAKAN TAK TERDUGA

May 17, 2025
PELARIAN DALAM KEJARAN

PELARIAN DALAM KEJARAN

May 12, 2025
HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

HIDUP YANG TAK PERNAH BERAKHIR

May 12, 2025
JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

JEJAK – JEJAK DI JALANAN KOTA

May 10, 2025
PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

PERANG DI BALIK KOTA TERKURUNG

May 10, 2025
LUKISAN YANG MENANGIS

LUKISAN YANG MENANGIS

May 10, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
No Result
View All Result
Novel Story
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah
Novel Story
CINTA YANG TERHALANG RESTU

CINTA YANG TERHALANG RESTU

by SAME KADE
February 17, 2025
in Romansa
Reading Time: 31 mins read

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Hari itu, cuaca cerah dengan langit biru yang menyambut pagi dengan penuh semangat. Alia, seorang wanita muda berusia dua puluh tujuh tahun, melangkah masuk ke dalam kafe kecil di sudut jalan, tempat yang sering ia kunjungi untuk sekadar menghabiskan waktu setelah seharian bekerja. Kafe ini selalu memiliki daya tarik tersendiri baginya—atmosfer yang tenang, secangkir kopi yang harum, dan sudut yang nyaman untuk berpikir. Namun, pada hari itu, ada sesuatu yang berbeda.

Alia berjalan menuju meja favoritnya di dekat jendela, yang menghadap ke jalan raya yang sibuk. Ia belum sempat duduk ketika matanya bertemu dengan sosok pria yang duduk di meja seberang. Sosok itu sedang sibuk mengetik di laptopnya, terlihat begitu tenggelam dalam pekerjaannya. Ada sesuatu yang menarik dari cara dia duduk dengan percaya diri dan gerakan tangan yang lincah saat mengetik. Tanpa sengaja, Alia merasa sedikit terpesona oleh ketenangan yang terpancar dari pria itu.

Ia segera melupakan pandangannya, mencoba untuk fokus pada pesan yang baru saja diterimanya dari rekan kerja. Namun, entah mengapa, hatinya terasa gelisah. Pandangannya tak sengaja kembali terarah pada pria itu, yang kali ini sedang menurunkan layar laptopnya. Dia menatap ke luar jendela, seolah merenung.

Perasaan itu kembali—sebuah rasa ingin tahu yang kuat tentang siapa dia. Dari penampilannya, pria itu tampaknya berusia sekitar tiga puluh tahun. Rambutnya gelap dan sedikit berantakan, dengan kacamata tipis yang menambah kesan serius, namun tidak kaku. Alia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan melanjutkan untuk duduk.

Sesaat setelah ia membuka buku yang dibawanya, suara pria itu terdengar. “Permisi, apakah kamu tidak keberatan jika saya duduk di sini? Meja yang saya tuju sudah penuh,” tanya pria itu dengan nada yang cukup sopan.

Alia terkejut, tidak menyangka bahwa pria itu akan berbicara dengannya. “Oh, tidak, tentu saja tidak masalah,” jawab Alia, sedikit gugup. Ia tak pernah membayangkan bahwa pertemuan ini akan terjadi, apalagi di tempat yang seharusnya menjadi ruang pribadinya.

Pria itu tersenyum ringan dan duduk di meja yang sama. Meskipun tidak ada yang mengharuskannya untuk berbicara, suasana yang terbentuk sedikit lebih ringan ketika mereka saling bertukar senyum. Alia kembali melanjutkan bacaannya, namun di dalam hatinya, perasaan aneh itu muncul lagi. Sesekali ia mencuri pandang, mencoba untuk mengamati pria tersebut.

Pria itu ternyata lebih banyak diam. Sesekali ia mengeluarkan suara pelan saat mengetik di laptopnya, terkadang menggeser kacamata dan merapikan rambutnya. Alia merasa sedikit canggung, merasa bahwa ada jarak yang terbentuk di antara mereka meskipun mereka berbagi meja.

Namun, keadaan menjadi sedikit lebih akrab ketika pria itu kembali membuka percakapan. “Kamu sering datang ke sini?” tanyanya, mengalihkan perhatian Alia yang semula tenggelam dalam buku.

Alia tersenyum, merasa sedikit lega. “Ya, hampir setiap pagi. Tempat ini tenang dan kopinya enak,” jawabnya.

Pria itu mengangguk, sepertinya menyetujui pernyataan Alia. “Aku juga suka tempat ini. Cuma, biasanya aku datang lebih siang,” ujarnya dengan nada santai. “Aku Darren, kebetulan hari ini datang lebih awal.”

Nama Darren terdengar familiar di telinga Alia, meskipun ia tidak bisa mengingatnya dari mana. “Alia,” jawabnya singkat sambil menyodorkan tangan untuk berjabat.

Mereka berjabat tangan, dan dalam sekejap, sebuah ikatan tak kasat mata mulai terbentuk di antara keduanya. Percakapan mereka pun berlanjut, dimulai dari topik ringan tentang kesukaan mereka terhadap kopi dan suasana kafe ini. Darren ternyata adalah seorang penulis lepas yang bekerja dari jarak jauh, sering menghabiskan waktunya di kafe-kafe seperti ini. Alia, yang bekerja di bidang pemasaran, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia menikmati percakapan yang terjalin begitu alami, seolah-olah mereka sudah lama saling kenal.

Tak lama setelah itu, percakapan mereka meluas ke topik-topik lain—tentang pekerjaan, kehidupan pribadi, dan impian masing-masing. Darren bercerita bahwa ia baru saja menyelesaikan proyek besar, dan Alia, dengan antusias, berbagi tentang beberapa tantangan yang ia hadapi di tempat kerjanya. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai merasa nyaman satu sama lain, meskipun pertemuan itu hanyalah kebetulan yang tak terduga.

Namun, meskipun percakapan itu terasa menyenangkan, Alia merasa ada sesuatu yang masih mengganjal dalam dirinya. Ia tidak bisa menahan perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar antara mereka, sebuah energi yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan obrolan ringan tentang kopi dan pekerjaan. Mungkin ini hanya perasaan sesaat, pikir Alia, namun entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang lebih mendalam dari pertemuan ini.

Saat waktu berlalu dan kafe semakin ramai, Darren bangkit dari tempat duduknya. “Aku harus pergi sekarang,” ujarnya sambil tersenyum. “Senang bisa ngobrol denganmu, Alia. Semoga kita bisa bertemu lagi.”

Alia hanya mengangguk, sedikit ragu. “Tentu, semoga kita bisa bertemu lagi,” jawabnya, meskipun dalam hati ia merasa ada harapan yang tak bisa dijelaskan.

Darren menghilang dari pandangannya, meninggalkan Alia dengan perasaan aneh yang sulit untuk dipahami. Meskipun baru pertama kali bertemu, Alia merasa seperti ada sesuatu yang besar yang sedang menanti. Mungkin ini hanya kebetulan, namun hatinya berkata lain. Ia merasa bahwa ini bukanlah pertemuan biasa.

Dan di sinilah cerita mereka dimulai. Sebuah pertemuan tak terduga yang akan mengubah hidup keduanya selamanya.*

Bab 2: Ikatan yang Tumbuh

Hari-hari berlalu setelah pertemuan tak terduga itu. Alia sering kali mendapati dirinya memikirkan Darren. Meskipun mereka hanya berbincang ringan di kafe itu, ada sesuatu dalam percakapan mereka yang mengusik hati Alia. Ada kedekatan yang tak biasa, seolah-olah dunia ini sudah menyiapkan mereka untuk bertemu. Namun, dia berusaha mengabaikan perasaan itu, menyibukkan diri dengan pekerjaan dan rutinitas sehari-hari.

Namun, tak bisa dipungkiri, perasaan itu terus tumbuh dalam dirinya. Alia mulai mencari alasan untuk kembali ke kafe itu. Meskipun dia tahu ini agak aneh, tapi setiap kali melangkah masuk ke kafe, hatinya selalu berharap untuk bertemu dengan Darren lagi. Setiap pagi, dia duduk di meja yang sama, memperhatikan pintu masuk, seolah menunggu seseorang yang tak pernah datang.

Pada hari keempat setelah pertemuan mereka, keinginan Alia untuk bertemu Darren akhirnya terwujud. Pagi itu, ketika Alia sedang asyik menatap layar ponselnya, seseorang mengetuk bahunya dari belakang. Ia terkejut dan menoleh.

“Alia,” suara itu terdengar akrab. Alia menoleh dan menemukan Darren berdiri di depannya dengan senyum yang hangat. “Aku kira kamu bakal datang pagi ini.”

Alia tersenyum malu, berusaha menutupi rasa terkejutnya. “Darren, kamu… kamu datang lagi?” tanyanya, sedikit gugup. Meskipun mereka sudah bertemu sebelumnya, Alia merasa canggung, seolah-olah ini adalah awal yang baru, sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan.

“Ya, aku ingin mencoba datang lebih pagi, dan ternyata kamu sudah di sini.” Darren duduk di meja yang sama, tanpa rasa ragu, seolah-olah mereka sudah terbiasa untuk berbagi ruang bersama.

Percakapan mereka dimulai dengan pembicaraan ringan—tentang cuaca, pekerjaan, dan sedikit humor. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai berbicara lebih dalam. Darren bercerita tentang masa kecilnya di sebuah desa kecil, tentang bagaimana ia meninggalkan rumah untuk mengejar impian menjadi penulis. Alia mendengarkan dengan penuh perhatian, terpesona oleh cara Darren menggambarkan hidupnya, bagaimana ia mampu bertahan dengan segala tantangan yang dihadapi.

“Aku selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupku,” kata Darren sambil menyesap kopinya. “Tapi, saat aku menemukan passionku, aku merasa seakan menemukan diriku sendiri.”

Alia terdiam sejenak, merenungkan kata-kata itu. “Terkadang aku merasa begitu, seperti hidupku penuh dengan rutinitas, tanpa benar-benar menemukan apa yang aku inginkan. Aku bekerja, pulang, tidur, dan kembali bekerja lagi. Rasanya seperti siklus yang tak pernah berakhir,” jawabnya, matanya teralihkan ke luar jendela, mencoba memahami apa yang baru saja ia katakan.

Darren menatapnya dengan penuh perhatian, seolah menyadari perasaan yang terkubur dalam hati Alia. “Kamu pernah berpikir untuk melakukan sesuatu yang benar-benar kamu cintai?” tanya Darren, suaranya lembut namun penuh makna.

Alia terdiam. Sejujurnya, dia jarang berpikir tentang itu. Kehidupannya lebih sering dipenuhi oleh kewajiban dan tanggung jawab, bukan tentang mengejar impian atau kebahagiaan pribadi. “Mungkin aku harus mulai memikirkannya,” jawabnya dengan senyum tipis.

Percakapan mereka berlanjut lebih dalam, dan ikatan yang tidak terlihat mulai terbentuk di antara mereka. Setiap kata yang keluar dari mulut Darren terasa begitu dekat dengan hati Alia. Ia merasa nyaman berbicara dengannya, seolah-olah sudah mengenalnya lama. Mereka mulai membahas topik-topik pribadi, tentang hal-hal yang sering kali dihindari oleh orang lain. Alia merasa, meskipun baru mengenal Darren, mereka sudah memiliki koneksi yang tak bisa dijelaskan.

Seiring pertemuan-pertemuan berikutnya, kedekatan mereka semakin terasa. Alia mulai merasa bahwa Darren bukan hanya seseorang yang dia temui di kafe, melainkan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Mereka mulai bertukar cerita tentang kehidupan pribadi masing-masing. Darren, yang awalnya tampak misterius dan sedikit tertutup, mulai membuka diri. Ia menceritakan tentang hubungan keluarganya yang kompleks, tentang bagaimana ia kehilangan sosok ayah yang sangat ia kagumi ketika masih muda, dan bagaimana ia berjuang untuk menjadi seperti yang ia impikan meskipun banyak rintangan.

Alia mendengarkan dengan penuh perhatian, terkadang memberinya saran, terkadang hanya diam, merasakan emosi yang meluap di dalam hatinya. Meskipun Alia belum sepenuhnya membuka hatinya tentang masa lalunya, ia merasa nyaman berbagi dengan Darren. Ada sesuatu tentang Darren yang membuatnya merasa tidak perlu menjaga jarak.

Mereka juga mulai bertemu di luar kafe—untuk makan malam atau sekadar jalan-jalan di taman. Setiap pertemuan itu terasa semakin intens, dan ikatan yang tumbuh di antara mereka semakin kuat. Alia tidak bisa lagi mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya. Ia merasa nyaman, dilindungi, dan, lebih dari itu, ia merasa dihargai.

Namun, meskipun kedekatan mereka semakin terasa, Alia tidak bisa menghindari kenyataan bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang membayangi hubungan mereka. Sesuatu yang tidak bisa mereka hindari—perbedaan latar belakang, keluarga, dan impian hidup. Satu hal yang menghalangi mereka untuk lebih dekat, yaitu kenyataan bahwa keluarganya sudah mengatur jalannya hidup Alia. Ia telah dijodohkan dengan seseorang yang sudah dikenalkan sejak kecil. Keluarganya memiliki rencana besar untuknya, rencana yang tidak bisa ia tolak.

Alia berusaha mengabaikan perasaan itu, tapi semakin hari, ia semakin merasa terjebak dalam dilema antara mengikuti jalan yang sudah ditentukan atau memilih jalan hatinya sendiri. Cinta yang tumbuh di antara dirinya dan Darren semakin sulit untuk disangkal, namun di sisi lain, ia tahu ada sesuatu yang jauh lebih besar yang harus dipertimbangkan—restu dari keluarganya.

Dan dengan begitu, mereka terus melangkah, tak tahu apa yang akan terjadi di depan. Namun satu hal yang pasti, ikatan yang tumbuh antara Alia dan Darren sudah tak bisa lagi dipatahkan.*

Bab 3: Cinta yang Dikhawatirkan

Alia duduk di meja kerjanya, mata terpaku pada layar komputer. Meski fisiknya berada di kantor, pikirannya jauh. Hari-hari ini terasa semakin berat baginya. Hubungannya dengan Darren semakin mendalam, namun bayang-bayang kekhawatiran selalu menyertai setiap langkahnya. Cinta yang tumbuh begitu indah, namun rasanya seperti terhalang oleh dinding yang tinggi dan tak bisa ia daki.

Keluarganya, terutama ibunya, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran. Meskipun Alia selalu berusaha menghindari topik ini, ia tahu bahwa perasaan ibu terhadap hubungannya dengan Darren jauh dari positif. Ia merasa seperti terjepit di antara dua dunia: satu yang ingin ia pilih, dan satu yang sudah ditentukan untuknya.

Pagi itu, Alia kembali menerima telepon dari ibunya, dan seiring dengan pembicaraan mereka, rasa cemas itu semakin mendalam. “Alia, aku ingin kita bicara serius. Ibu mendengar kabar tentang kamu dan pria itu, Darren, dari teman-teman ibu. Kamu tahu, keluargamu sudah menjodohkan kamu dengan Andre. Itu bukan sesuatu yang bisa kamu abaikan begitu saja,” ujar suara ibu di ujung telepon.

Alia menghela napas dalam-dalam. Ia bisa merasakan kekhawatiran dan tekanan yang terkandung dalam kata-kata ibunya. “Ibu, aku tahu apa yang ibu maksud, tapi… aku benar-benar merasa nyaman dengan Darren. Dia bukan orang yang sembarangan. Kami memiliki ikatan yang kuat, dan aku ingin ini berlanjut,” jawab Alia dengan nada yang lebih lembut, mencoba menenangkan ibunya.

Tapi ibunya tak segera merespons. Alia bisa mendengar suara desahan panjang dari sana. “Alia, kamu tidak bisa melawan takdir. Kamu tahu bahwa keluarga kita sudah merencanakan segalanya untukmu. Andre adalah pilihan yang tepat, bukan hanya untukmu, tetapi juga untuk keluarga kita. Mengapa kamu harus melibatkan diri dengan orang yang belum jelas masa depannya?”

Kata-kata itu seperti tamparan yang keras bagi Alia. Ia tahu bahwa ibunya selalu mengutamakan keamanan dan stabilitas, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi keluarga mereka. Darren, meskipun baik, bukanlah pilihan yang diinginkan oleh ibunya. Alia merasa terhimpit, seperti ada jurang yang memisahkan dua dunia yang seharusnya bisa bersatu.

Setelah telepon itu berakhir, Alia merasa semakin tertekan. Cinta yang selama ini tumbuh antara dirinya dan Darren kini terasa seperti beban yang tak dapat ia pikul seorang diri. Ia mencintainya, itu jelas. Namun, bagaimana bisa ia memilih seseorang yang keluarganya tidak setujui? Bagaimana bisa ia mengejar kebahagiaan pribadinya sementara ia tahu bahwa itu akan membuat orang yang ia cintai, ibunya, kecewa?

Perasaan ini mengusik Alia sepanjang hari. Sesampainya di rumah, ia mencoba untuk berbicara dengan Darren. Namun, meskipun mereka sudah semakin dekat, Alia merasa ada jarak yang tak terucapkan. Mereka duduk di taman kota, di bawah sinar rembulan yang temaram, namun meskipun kehadiran Darren begitu menenangkan, Alia tidak bisa mengabaikan kecemasan yang menghantuinya.

“Darren, aku harus bicara tentang sesuatu yang penting,” kata Alia dengan suara pelan, mencoba mencari cara untuk memulai pembicaraan yang sulit.

Darren menatapnya dengan mata penuh perhatian, seolah mengetahui bahwa sesuatu yang berat sedang mengganggu pikiran Alia. “Apa yang ingin kamu bicarakan? Kamu tampak khawatir,” jawabnya lembut, menyentuh tangan Alia yang terletak di meja di depan mereka.

Alia menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian. “Darren, aku… aku merasa semakin tertekan dengan hubungan kita. Keluargaku… mereka tidak setuju dengan kita. Ibu… ibu bahkan menyebutkan Andre lagi, dan aku tahu dia ingin aku menikah dengannya. Itu sudah ditentukan sejak dulu. Aku… aku merasa seperti aku mengkhianati mereka jika terus bersama denganmu.”

Darren terdiam sejenak. Wajahnya yang biasanya ceria kini terkulai, menyiratkan kesedihan yang mendalam. “Alia, aku mengerti bahwa keluargamu penting bagimu. Dan aku tidak ingin menjadi orang yang membuatmu harus memilih di antara kami,” ujarnya dengan suara pelan. “Tapi aku tidak bisa berpura-pura bahwa perasaanku terhadapmu itu tidak ada. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mencintaimu.”

Alia merasa hatinya seolah teriris mendengar kata-kata Darren. Ia tahu bahwa perasaan Darren adalah hal yang tulus, namun apa yang harus ia pilih? Ia sudah menjalin hubungan yang dalam dengan Darren, tetapi ia juga tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa keluarganya adalah bagian penting dari hidupnya, dan restu mereka sangat berharga.

“Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Darren. Aku tidak ingin mengecewakanmu, tapi aku juga tidak ingin mengecewakan keluargaku. Mereka sudah merencanakan semuanya untukku. Apa yang harus aku pilih?” tanya Alia dengan nada yang penuh keraguan, matanya mulai berkaca-kaca.

Darren menggenggam tangannya lebih erat. “Alia, aku tidak bisa memberi tahu kamu apa yang harus dilakukan. Itu pilihanmu. Tapi, apapun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kamu bahagia.”

Mendengar kata-kata itu, Alia merasa semakin bingung. Ia tahu bahwa Darren mencintainya dengan tulus, namun ia juga mencintai keluarganya, dan mereka memiliki harapan besar untuk masa depannya. Ia terjebak dalam situasi yang membuat hatinya hancur, terombang-ambing antara cinta yang ia rasakan dan kewajiban yang harus ia penuhi.

Di malam yang sunyi itu, mereka duduk bersama tanpa banyak kata-kata. Hanya kebisuan yang menyelimuti, penuh dengan kekhawatiran dan perasaan yang tak terucapkan. Cinta yang tumbuh di antara mereka kini terasa begitu rumit, penuh dengan kecemasan yang sulit diatasi.

Alia tahu, meskipun perasaan mereka kuat, ada kekuatan lain yang lebih besar yang bisa menghalangi segalanya. Cinta yang mereka miliki kini terancam oleh pilihan-pilihan sulit yang harus dihadapi Alia. Ia tak bisa lagi menutup mata terhadap kenyataan bahwa ia mungkin harus memilih antara cinta dan keluarga, antara kebahagiaan pribadi dan kewajiban yang sudah lama ditanamkan dalam dirinya.

Cinta yang ia rasakan kini tidak hanya menjadi sebuah perasaan yang membahagiakan, tetapi juga sebuah beban yang sulit dipikul. Dan saat itu, Alia tahu bahwa perjalanan cinta mereka tidak akan semudah yang ia bayangkan.*

Bab 4: Terhalang Restu

Alia terbangun di pagi hari dengan perasaan yang tak menentu. Pikirannya masih terjebak pada pertemuan malam itu dengan Darren, dan kata-kata yang sempat terlontar di antara mereka. Rasanya, walaupun mereka telah berbicara terbuka, kenyataan tentang keluarga dan restu tetap menggelayuti hatinya. Di satu sisi, ia tahu betapa besar perasaannya kepada Darren, namun di sisi lain, ia juga merasakan beban yang sangat berat karena tidak bisa memenuhi harapan ibunya.

Hari itu, seperti hari-hari lainnya, Alia berangkat kerja dengan langkah gontai. Ia mencoba menyibukkan diri di kantor, namun bayangan ibunya dan kata-kata yang semalam mengalir kembali ke pikirannya. Restu, begitu penting dalam hidupnya. Meskipun ia sudah dewasa dan mampu mengambil keputusan sendiri, ia tak bisa mengabaikan rasa tanggung jawab terhadap keluarga. Hubungannya dengan Darren yang berkembang pesat kini terasa seperti sebuah benang tipis yang terancam putus, hanya karena satu hal: restu.

Sesampainya di kantor, Alia langsung disapa oleh Maya, teman sekantornya, yang tahu betul bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. “Hei, kamu kelihatan lelah. Ada masalah?” tanya Maya dengan nada yang penuh perhatian. Alia tersenyum tipis, berusaha menutupi kecemasan di wajahnya. “Tidak ada apa-apa. Hanya sedikit lelah saja,” jawabnya cepat.

Namun, Maya bisa melihat ada yang tidak beres. “Alia, kamu tahu aku bisa membaca raut wajahmu. Jika ada masalah, aku ada di sini untuk mendengarkan,” ujar Maya dengan lembut.

Alia menarik napas dalam-dalam dan akhirnya memutuskan untuk berbicara. “Aku… aku bingung, Maya. Cinta yang aku rasakan pada Darren begitu nyata. Tapi keluarga… terutama ibuku, tidak setuju dengan hubungan kami. Dia ingin aku bersama Andre, pria yang sudah dijodohkan denganku sejak lama. Aku tidak tahu bagaimana cara melangkah maju. Setiap kali aku ingin memikirkan Darren, aku merasa ada dinding yang menghalangi aku untuk bebas memilih.”

Maya menatap Alia dengan serius, memahami kedalaman perasaan yang sedang dirasakannya. “Kamu tahu, Alia, hidup itu tentang memilih. Dan kadang, keputusan yang kita buat akan menyakiti orang lain. Tapi, kamu juga harus ingat, hidupmu adalah milikmu sendiri. Keluargamu mungkin tidak sepenuhnya mengerti, tetapi itu tidak berarti mereka benar. Kamu yang paling tahu apa yang terbaik untuk dirimu.”

Alia mengangguk pelan, meskipun kata-kata Maya terasa menenangkan, namun ia tetap merasakan kecemasan di dalam hatinya. Ia memandang ke luar jendela, merenung tentang nasib yang menantinya. Bagaimana mungkin ia bisa melepaskan Darren, seseorang yang selama ini memberikan kebahagiaan padanya, hanya demi memenuhi harapan orang tua yang terasa begitu jauh dari hati?

Setelah beberapa jam berlalu, Alia akhirnya menerima pesan dari ibunya. Di dalam pesan itu, ibunya meminta agar mereka bertemu sore ini untuk membicarakan masalah serius. Alia tahu bahwa ini adalah percakapan yang tidak bisa ia hindari lagi. Ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang, ketakutan mulai merayapi setiap sudut pikirannya. Ia sadar, pertemuan ini bisa menjadi titik balik dalam hidupnya—di mana ia harus memilih antara mengikuti kata hati atau mengikuti kehendak keluarga.

Sore hari, Alia menemui ibunya di rumah. Rumah yang selama ini menjadi tempat di mana ia merasa nyaman, kini terasa begitu asing dan berat. Ibunya sudah menunggunya di ruang tamu, matanya memancarkan harapan, namun juga keprihatinan. “Alia, ibu tahu kamu sedang menghadapi dilema. Ibu tidak ingin kamu merasa tertekan, tapi Andre adalah pilihan yang tepat untukmu. Dia bisa memberikan segala yang kamu butuhkan—kestabilan, keluarga yang baik, dan masa depan yang jelas.”

Alia duduk di hadapan ibunya dengan hati yang bergejolak. “Ibu, aku tahu Andre adalah pilihan yang baik. Tapi aku… aku mencintai Darren. Dia berbeda, ibu. Aku merasa hidupku lebih berarti saat bersamanya.”

Ibunya menatapnya dengan tatapan serius, seolah mencari tahu apakah Alia benar-benar yakin dengan apa yang ia katakan. “Alia, aku sudah mengenalmu sejak kecil. Kamu selalu berpikir rasional, selalu mempertimbangkan masa depan. Kenapa kali ini kamu lebih memilih mengikuti perasaanmu, yang bisa membuat hidupmu semakin sulit?”

Alia menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hampir menetes. “Aku… aku tidak bisa membohongi perasaanku, Bu. Cinta itu tidak bisa dipaksakan, dan aku merasa ini adalah jalan yang benar untukku.”

Namun, ibunya tetap teguh pada pendiriannya. “Alia, hidupmu bukan hanya tentang dirimu. Itu juga tentang keluarga, tentang tradisi, dan tentang menjaga kehormatan. Kau tahu betul apa yang diinginkan keluarga kita. Andre adalah orang yang tepat, dia sudah cocok dengan kita.”

Kata-kata ibunya seperti pisau yang menusuk langsung ke jantung Alia. Ia merasa seperti terjepit di antara dua dunia yang tak bisa disatukan. Di satu sisi, ia mencintai Darren, tetapi di sisi lain, ia tahu betapa pentingnya restu ibunya. Ia takut jika ia memilih Darren, maka ia akan kehilangan hubungan yang begitu dekat dengan keluarganya.

“Apakah ini berarti aku harus memilih antara keluarga dan cinta, Bu?” tanya Alia dengan suara serak, suaranya hampir tak terdengar.

Ibunya menunduk sejenak, seolah mempertimbangkan jawaban terbaik. “Aku tidak ingin kamu merasa terpaksa, Alia. Tapi, kamu harus mengerti bahwa hidup ini penuh dengan pilihan-pilihan sulit. Tidak semua hal bisa dipilih dengan mengikuti perasaan saja.”

Alia menundukkan kepalanya, merenungkan kata-kata ibunya. Setiap kata terasa berat, setiap harapan terasa terberat di pundaknya. Ia tahu bahwa ini adalah ujian besar dalam hidupnya—dan ia harus memilih. Cinta yang tulus dengan Darren atau restu keluarga yang selama ini ia hormati.

Dengan hati yang terluka, Alia menatap ibunya. “Aku tidak tahu apa yang harus aku pilih, Bu. Aku tidak ingin mengecewakanmu, tetapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku. Aku… aku hanya ingin kamu memahami aku.”

Ibunya hanya menghela napas panjang. “Ibu memahami perasaanmu, Alia. Tapi dunia ini tidak selalu tentang perasaan. Ada banyak hal lain yang harus dipertimbangkan.”

Malam itu, Alia pulang ke rumah dengan perasaan yang semakin berat. Keputusan yang ia hadapi kini semakin jelas, namun semakin sulit untuk dijalani. Ia mencintai Darren dengan sepenuh hati, namun restu ibunya adalah hal yang sangat berharga baginya. Kini, ia terjebak dalam dilema yang tak terpecahkan, di mana hati dan kewajiban saling bertabrakan. Cinta yang ia rasakan kini terasa terhalang oleh kenyataan yang begitu keras dan tak bisa dihindari.

Apakah ia akan memilih mengikuti kata hati, ataukah ia akan memilih jalan yang lebih aman, sesuai dengan harapan keluarganya? Perjalanan hidupnya kini berada di persimpangan, dan ia harus mengambil keputusan yang akan menentukan arah hidupnya selamanya.*

Bab 5: Menghadapi Tantangan

Hari-hari setelah pertemuan dengan ibunya terasa semakin berat bagi Alia. Setiap kali ia bertemu Darren, hatinya dipenuhi kegelisahan, namun ia juga merasa bahwa kehadiran pria itu memberikan kedamaian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, saat ia kembali ke rumah, bayang-bayang perbincangan dengan ibunya kembali menghantui pikirannya. Ia merasa terjebak di antara dua dunia: dunia yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan bersama Darren, serta dunia yang penuh dengan harapan dan tradisi keluarga yang telah tertanam dalam dirinya sejak kecil.

Alia mencoba untuk menjalani hari-harinya seperti biasa, namun kenyataan bahwa ia harus memilih antara keluarga dan cinta terus mengganggunya. Setiap kali ibunya menelepon atau mengirim pesan, Alia merasa hatinya semakin terhimpit. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya, tetapi ia juga tidak ingin mengorbankan kebahagiaan yang telah ia temukan bersama Darren.

Satu minggu setelah pertemuan itu, Alia akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Darren. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe kecil yang mereka sukai, tempat yang selalu memberi mereka rasa nyaman dan kehangatan dalam setiap pertemuan. Begitu Darren melihatnya, ia langsung menghampiri dengan senyuman yang hangat. Namun, senyum itu tampak sedikit dipaksakan di wajah Alia.

“Alia, ada apa? Kau tampak berbeda,” ujar Darren dengan nada yang penuh perhatian. Alia hanya tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan perasaan yang sedang menggelora dalam dirinya. “Aku hanya sedikit lelah, mungkin karena pekerjaan,” jawabnya cepat, berusaha menghindari pertanyaan yang lebih dalam.

Darren memandangnya dengan cermat. “Kau tahu, aku bisa melihat ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu. Apa itu tentang keluarga? Tentang ibumu?” tanyanya dengan nada lembut. Alia terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kegelisahannya.

“Aku… aku merasa seperti hidupku sedang terjepit di antara dua pilihan yang sulit, Darren. Aku mencintaimu, itu tidak bisa aku pungkiri. Tapi, keluargaku, terutama ibuku, tidak setuju dengan hubungan kita. Mereka menginginkanku bersama Andre, pria yang sudah dijodohkan untukku. Aku merasa seperti aku harus memilih antara kamu dan keluargaku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan,” ujar Alia dengan suara yang nyaris pecah.

Darren menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami perasaan Alia. “Aku mengerti, Alia. Itu bukan hal yang mudah untukmu. Tapi aku ingin kau tahu, aku siap untuk berjuang demi kita. Kita bisa menghadapi semua ini bersama. Aku tahu kita bisa melewati tantangan ini.”

Mata Alia berkaca-kaca. Kata-kata Darren terasa menenangkan, namun di dalam hatinya, ia masih merasa bimbang. “Aku takut, Darren. Aku takut jika aku memilih kamu, aku akan kehilangan ibu, dan aku tidak ingin itu terjadi. Aku tidak tahu bagaimana cara meyakinkan mereka bahwa kita bisa bahagia bersama. Aku tidak ingin membuat semuanya lebih buruk.”

Darren mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Alia dengan lembut. “Kau tidak perlu takut, Alia. Aku akan mendukungmu apapun yang terjadi. Tapi aku juga ingin kamu tahu, aku tidak ingin kau hidup dalam kebingungan seperti ini. Kita harus menghadapi kenyataan, dan kita harus berbicara dengan jujur kepada keluargamu. Mungkin itu bisa memberikan kejelasan untukmu, dan aku yakin ibumu akan memahami jika kamu menjelaskan perasaanmu dengan tulus.”

Alia menundukkan kepala, berpikir sejenak. “Aku tahu, Darren. Tapi bagaimana jika ibuku tetap menentang? Bagaimana jika semuanya jadi lebih buruk setelah itu?” tanyanya, suaranya mulai bergetar.

Darren mengangkat dagu Alia dengan lembut, memaksanya untuk menatap matanya. “Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak berusaha. Aku yakin, jika kita benar-benar saling mencintai, kita akan bisa menghadapi segala rintangan. Kita harus berani mengambil langkah itu, Alia.”

Alia menghela napas panjang. Ia merasa ada kenyamanan yang datang dari kata-kata Darren, namun ia juga tahu bahwa keputusan yang akan diambilnya tidak akan mudah. Ia tidak ingin melukai keluarganya, tetapi di sisi lain, ia merasa tidak bisa mengabaikan perasaannya terhadap Darren yang semakin mendalam.

“Baiklah, aku akan berbicara dengan ibuku. Aku akan mencoba menjelaskan semuanya dengan sejujur-jujurnya,” kata Alia akhirnya, meskipun dengan perasaan campur aduk. Darren tersenyum, wajahnya terlihat penuh harapan. “Aku akan menunggu, Alia. Aku tahu itu tidak akan mudah, tetapi aku percaya kita bisa melalui semua ini bersama.”

Hari-hari berikutnya menjadi penuh ketegangan bagi Alia. Setiap kali ia bertemu dengan ibunya, ia merasa ada dinding yang tak terlihat di antara mereka. Ibunya tetap bersikeras bahwa Andre adalah pilihan terbaik untuk masa depannya. Namun, Alia tidak bisa lagi menahan perasaannya. Ia tahu bahwa ia harus berbicara dari hati ke hati dengan ibunya, tidak ada lagi cara untuk menghindar.

Akhirnya, di suatu sore yang cerah, Alia memutuskan untuk berbicara dengan ibunya secara terbuka. Ia mengajak ibunya duduk di ruang tamu, tempat yang biasa mereka habiskan waktu bersama. Ibunya menatapnya dengan penuh perhatian, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda di wajah Alia. Ada tekad yang terlihat jelas.

“Bu, aku ingin bicara dengan jujur. Aku tahu ibu menginginkan yang terbaik untukku, dan aku menghargai setiap pengorbanan ibu. Tapi aku juga harus mengatakan sesuatu yang penting. Aku mencintai Darren. Dan aku tidak bisa hanya memilih Andre hanya karena ibu menginginkannya. Aku tidak ingin hidupku hanya untuk memenuhi harapan orang lain. Aku ingin hidup yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan, Bu,” ujar Alia dengan suara yang tegas, meskipun ada gemetar di dalam hatinya.

Ibunya terdiam sejenak, menatap Alia dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada keheningan yang panjang di antara mereka, seolah waktu terhenti. Alia merasa jantungnya berdetak begitu kencang, takut jika ibunya marah atau merasa terluka. Namun, setelah beberapa saat, ibunya akhirnya membuka mulut.

“Alia, aku selalu ingin yang terbaik untukmu. Aku tahu betapa besar perasaanmu terhadap Darren. Tapi aku juga khawatir, anakku. Aku khawatir jika kamu terlalu terburu-buru. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tidak terluka, bahwa kamu tidak akan menyesal nantinya.”

Alia merasa sedikit lega. Ia tahu, meskipun ibunya belum memberikan restu, namun ada sedikit pemahaman yang muncul. Ia berharap, dengan waktu dan kejujuran, ibunya akan mulai melihat bahwa cintanya kepada Darren bukanlah keputusan yang dibuat tanpa pertimbangan.

“Terima kasih, Bu. Aku hanya ingin ibu tahu, apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintai ibu dan menghargai segala yang telah ibu lakukan untukku. Aku hanya berharap ibu bisa menerima perasaanku,” jawab Alia dengan suara yang pelan namun penuh makna.

Pertemuan itu mengakhiri perdebatan panjang yang selama ini mengganggu pikirannya. Meskipun belum ada keputusan pasti, Alia merasa sedikit lebih ringan. Ia tahu, tantangan yang dihadapinya belum selesai, namun ia siap untuk terus berjuang demi cinta yang ia yakini.*

Bab 6: Pengorbanan yang Menuntut Keputusan

Alia duduk di tepi jendela kamar, matanya menatap jauh ke luar, namun pikirannya terasa terperangkap dalam sebuah kebingungan yang tak kunjung reda. Malam itu, langit cerah dengan bintang yang bersinar terang, namun hati Alia begitu gelap dengan segala pertanyaan dan keraguan. Ia tahu, setelah percakapan dengan ibunya, semuanya tidak akan pernah sama lagi. Meskipun ibunya belum memberikan restu, Alia merasakan sebuah beban berat yang terus menekan dirinya, menuntut keputusan yang lebih tegas, lebih pasti.

Darren, di sisi lain, tampak sabar menunggu, seolah tahu bahwa Alia sedang bergulat dengan pikirannya. Mereka telah berbicara banyak, berjanji untuk tetap bersama, namun situasinya tidak semudah itu. Alia tahu, untuk melanjutkan hubungan mereka, ada banyak hal yang harus ia pertaruhkan. Ada keluarganya yang mencintainya, ada tradisi yang selama ini ia hormati, dan ada impian-impian yang ia takutkan akan hancur begitu saja jika ia memilih untuk mengikuti kata hatinya.

Namun, semakin lama ia merenung, semakin jelas bagi Alia bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa dibatasi oleh harapan orang lain. Cinta bukan hanya soal kebahagiaan sesaat, tetapi tentang komitmen, tentang keberanian untuk menghadapi segala rintangan yang ada. Darren telah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa, dan meskipun ibunya masih merasa khawatir, Alia tahu ia tidak bisa lagi bersembunyi dari kenyataan. Ia harus memilih: apakah ia akan mengikuti jejak ibunya dan memilih jalan yang sudah ditentukan, atau apakah ia akan memperjuangkan cinta yang selama ini ia rasakan bersama Darren.

Satu bulan berlalu sejak pertemuannya dengan ibunya, dan Alia semakin merasa tertekan dengan situasi ini. Darren terus berusaha memberinya ruang untuk berpikir, tapi ia juga tahu bahwa waktunya semakin sempit. Darren, meskipun sabar, tidak bisa selamanya menunggu tanpa kepastian. Setiap kali mereka bertemu, ada keraguan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah Alia. Ia tampak cemas, bahkan saat mereka berbicara, matanya sering kali menunduk, seolah mencari keberanian untuk mengungkapkan kata-kata yang selama ini ia pendam.

“Alia, aku tahu ini berat, dan aku tidak ingin memaksamu. Tapi aku juga tidak ingin kita terus hidup dalam ketidakpastian seperti ini. Aku ingin kau tahu bahwa aku bersedia berjuang untuk kita, berjuang untuk masa depan kita. Tapi aku juga butuh kejelasan,” kata Darren pada suatu sore yang cerah, saat mereka sedang berjalan di taman kota. Udara segar dan angin sepoi-sepoi tidak mampu menghilangkan ketegangan yang ada di antara mereka.

Alia menunduk, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Hatinya terasa sakit, tetapi ia tahu bahwa Darren berhak untuk tahu apa yang ada di pikirannya. “Aku tahu, Darren. Aku benar-benar tahu betapa sulitnya ini untuk kita berdua. Tetapi, aku juga tidak ingin mengambil keputusan yang bisa merusak segalanya. Ibu… ibu tidak setuju dengan kita. Aku takut jika aku memilihmu, aku akan kehilangan mereka, terutama ibuku. Dia sudah merencanakan semuanya untukku. Andre… dia pria yang sudah dijodohkan untukku sejak kecil,” ujar Alia dengan suara pelan namun penuh ketegasan.

Darren memegang tangan Alia dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan. “Aku mengerti, Alia. Tetapi aku juga tahu bahwa hidup kita bukanlah tentang apa yang direncanakan orang lain. Hidup kita adalah tentang pilihan yang kita buat, dan aku ingin kau tahu, aku ingin berjalan bersamamu, apapun yang terjadi. Jika itu berarti aku harus melawan segala rintangan, aku siap. Aku hanya ingin kau membuat keputusan yang benar untuk dirimu sendiri, bukan karena aku atau karena tekanan dari luar.”

Alia menatap mata Darren, mencoba membaca perasaan yang ada di dalamnya. Cinta Darren begitu tulus, begitu murni, tetapi Alia juga tahu bahwa setiap hubungan membutuhkan pengorbanan. Apakah ia siap untuk membuat pengorbanan besar itu? Menghadapi ibu yang mungkin tidak akan memaafkannya, mengorbankan hubungan yang telah lama ia bangun dengan keluarganya, hanya demi mengikuti kata hati?

“Kau benar, Darren,” Alia akhirnya berkata, suaranya terdengar lebih tegas. “Ini adalah keputusan yang harus aku buat sendiri. Aku tidak bisa terus hidup dalam kebimbangan ini. Aku tahu, aku harus memilih apa yang terbaik untuk masa depanku. Tapi… aku tidak tahu apakah aku bisa kehilangan keluarga, terutama ibu. Ibu adalah segalanya bagiku, Darren.”

Darren mengangguk, meskipun jelas terlihat ada kepedihan di matanya. “Aku mengerti, Alia. Aku hanya ingin kau bahagia. Itu yang paling penting bagi aku.”

Namun, meskipun kata-kata Darren begitu menyentuh hati Alia, ia tahu bahwa hidupnya akan semakin sulit jika ia terus menunda-nunda keputusan ini. Setiap malam ia terbangun dengan perasaan berat di dada, bertanya-tanya apakah ia membuat pilihan yang salah. Ia tidak bisa lagi menghindari kenyataan bahwa jalan yang ia pilih akan mengubah segalanya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya.

Alia tahu, pengorbanan itu tidak mudah. Ia harus memilih antara mengejar kebahagiaan bersama Darren atau mempertahankan keharmonisan dengan keluarganya. Setiap keputusan yang diambil akan membawa dampak yang besar, dan Alia merasa terjebak di antara dua dunia yang saling bertentangan. Tetapi pada akhirnya, ia juga menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak akan pernah datang tanpa usaha, tanpa kesediaan untuk menghadapi tantangan yang ada.

Keputusan itu datang di suatu malam yang sunyi, ketika Alia duduk sendirian di ruang tamu rumahnya, merenung dalam kesendirian. Ia merasa seperti sebuah beban yang telah menguat dalam dirinya akhirnya mengarah pada titik terang. Ia memutuskan untuk berbicara lagi dengan ibunya. Kali ini, ia tidak ingin hanya mengungkapkan perasaan, tetapi juga ingin menunjukkan keberaniannya untuk membuat keputusan yang ia rasa benar.

Alia tahu, jalan yang akan ia pilih tidak akan mudah, dan mungkin akan ada banyak rintangan yang harus ia hadapi. Tetapi satu hal yang ia yakini, ia harus hidup untuk dirinya sendiri, untuk cinta yang ia pilih. Pengorbanan terbesar adalah memilih untuk mengikuti hati, meskipun itu berarti melawan tradisi, harapan orang lain, dan ketakutan yang selama ini mengikatnya.

Malam itu, Alia merasa lebih siap. Ia tahu, apapun yang akan terjadi, ia tidak bisa lagi mundur. Cinta memerlukan pengorbanan, dan Alia siap untuk menghadapi tantangan itu, dengan segala keberanian yang ia miliki.*

Bab 7: Cinta yang Teruji

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan meskipun keputusan Alia telah diambil, kenyataan masih tetap menghantui. Meskipun ia telah berbicara dengan ibunya, meskipun ia telah menjelaskan segalanya, ada ketegangan yang tidak bisa disembunyikan. Ibunya, yang selama ini menjadi panutan dan sumber kekuatannya, masih belum bisa menerima keputusan Alia untuk bersama Darren. Setiap pertemuan mereka, setiap percakapan, terasa seperti ujian yang semakin menguji kekuatan hati Alia. Namun di sisi lain, Darren selalu ada, memberikan dukungan yang tulus dan tanpa syarat.

Cinta Alia kepada Darren tidak pernah berubah, meskipun banyak yang mencoba menggoyahkan keyakinannya. Ketegangan antara dirinya dan ibunya semakin terasa, tetapi Alia tahu bahwa tidak ada jalan yang mudah untuk meraih kebahagiaan. Setiap kali ia merasakan keraguan, ia hanya perlu melihat mata Darren yang penuh pengertian dan kesabaran. Tetapi kini, ia merasakan bahwa cinta mereka sedang diuji lebih dari sebelumnya. Meskipun cinta itu kuat, apakah cukup kuat untuk mengatasi segala halangan yang ada di hadapan mereka?

Alia dan Darren memutuskan untuk terus bertahan, meskipun dunia mereka seperti terpecah dua. Darren tidak lagi hanya menjadi pria yang mencintainya, tetapi juga menjadi sahabat sejati yang memahami betapa berat beban yang harus ia pikul. Mereka menjalani hubungan ini dengan penuh kesabaran dan rasa hormat terhadap satu sama lain. Namun, meskipun begitu, rasa cemas selalu ada di dalam diri Alia. Ia tahu bahwa keputusan untuk bersama Darren bukanlah hal yang mudah, dan meskipun ia sudah mengatakannya, ia tetap merasa takut kehilangan apa yang selama ini telah ia perjuangkan.

Alia berusaha untuk tetap menjalani hidup dengan normal, tetapi setiap kali ia bertemu dengan keluarganya, ia merasakan jarak yang semakin besar di antara mereka. Ibunya masih belum bisa menerima Darren, bahkan ia merasa semakin terisolasi dari keluarganya. Ayahnya, meskipun lebih menerima, juga tidak bisa mengabaikan perasaan ibunya. Hal ini membuat Alia merasa terjebak di antara dua dunia yang saling bertentangan. Namun, semakin ia berpikir, semakin ia menyadari bahwa untuk mencintai Darren, ia harus siap untuk menghadapi segala konsekuensi yang datang.

Pada suatu malam, saat mereka bertemu di sebuah kafe, Darren bisa melihat perubahan dalam diri Alia. Mata Alia tampak lebih kosong dari biasanya, dan ada kesedihan yang tersembunyi di balik senyum yang ia tunjukkan. Darren meraih tangan Alia dengan lembut, menyentuhnya dengan penuh perhatian. “Kau terlihat cemas, Alia. Apa yang mengganggumu?” tanya Darren, suaranya penuh kelembutan. Alia menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya sebelum akhirnya berbicara.

“Aku merasa… terperangkap, Darren. Ibuku masih tidak menerima kita. Aku ingin sekali semuanya berjalan dengan lancar, tetapi rasanya semakin sulit. Setiap kali aku bertemu dengannya, ada perasaan bersalah yang terus mengganggu. Aku takut jika aku terus memilihmu, aku akan kehilangan mereka selamanya,” ujar Alia dengan suara yang mulai bergetar. Ia tahu bahwa kata-katanya mungkin terdengar ragu, tetapi ini adalah kenyataan yang harus ia hadapi.

Darren menatapnya dengan penuh pengertian, mencoba memberi ruang bagi Alia untuk berbicara lebih lanjut. “Aku mengerti, Alia. Tetapi kau harus tahu bahwa apa yang kita miliki adalah sesuatu yang berharga. Cinta ini bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan mudah. Aku tidak ingin kau merasa terbebani dengan pilihanmu. Aku ingin kita bersama karena itu yang kau inginkan, bukan karena apa yang orang lain harapkan.”

Alia menundukkan kepala, merasakan berat di dadanya. Ia tahu bahwa Darren benar. Cinta mereka memang berharga, tetapi kebahagiaan itu bukan hanya tentang mereka berdua. Ia merasa ada beban yang harus ia lepas, dan ia tahu bahwa untuk itu, ia harus menghadapinya secara langsung. Ibunya, meskipun mencintainya, sering kali terlalu mengatur hidupnya. Alia merasa seolah-olah ia hidup untuk memenuhi harapan orang lain, bukan untuk dirinya sendiri.

“Aku tidak tahu, Darren. Aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri. Aku ingin mencintaimu dengan bebas, tetapi aku juga tidak ingin mengecewakan ibuku. Bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku membuat kesalahan yang tidak bisa aku perbaiki?” tanya Alia dengan suara rendah.

Darren menggenggam tangan Alia lebih erat, memberikan dukungan yang ia butuhkan. “Alia, aku tidak akan pernah meminta kau untuk memilih antara aku dan keluargamu. Itu adalah keputusan yang harus kau buat sendiri. Tetapi aku ingin kau tahu bahwa apapun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu. Cinta kita tidak terikat oleh restu atau persetujuan orang lain. Cinta kita adalah pilihan yang datang dari hati kita sendiri.”

Alia terdiam, merenung atas kata-kata Darren. Ia merasa seolah-olah ada beban yang perlahan-lahan menghilang dari dirinya. Ia tidak perlu memilih antara cinta dan keluarga. Ia hanya perlu memilih untuk hidup dengan jujur terhadap dirinya sendiri. Terkadang, dalam cinta, ada pengorbanan yang harus dilakukan. Namun, ia sadar bahwa hidupnya bukanlah untuk menyenangkan orang lain, tetapi untuk menemukan kebahagiaan sejati, yang hanya bisa ia temukan dengan mengikuti kata hatinya.

Keesokan harinya, Alia memutuskan untuk mengunjungi ibunya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa lagi hidup dalam ketakutan dan kebimbangan. Cinta yang ia miliki bersama Darren telah mengajarkan banyak hal padanya, salah satunya adalah keberanian untuk menghadapi kenyataan. Ia harus berbicara dengan ibunya secara terbuka, menyatakan perasaannya, dan berharap bahwa meskipun tidak ada jaminan, cinta mereka dapat mengatasi semua perbedaan.

Di hadapan ibunya, Alia mengungkapkan apa yang selama ini ia simpan dalam hati. “Ibu, aku tahu ini sulit, tapi aku mencintai Darren. Aku tahu dia bukan seperti yang ibu harapkan, tetapi aku berharap ibu bisa memahami bahwa aku bahagia bersamanya. Aku tidak ingin kehilangan keluargaku, tetapi aku juga tidak bisa hidup tanpa cinta ini. Aku memohon ibu untuk memberi kesempatan pada kita.”

Ibunya terdiam sejenak, wajahnya menunjukkan kesan ragu dan bingung. Namun, setelah beberapa saat, ia berbicara dengan lembut. “Aku tahu kau sudah dewasa, Alia. Dan aku tidak ingin kau hidup dengan penyesalan. Jika Darren benar-benar membuatmu bahagia, aku akan mencoba untuk mengerti. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, seperti yang selalu aku inginkan.”

Perasaan lega mengalir dalam diri Alia. Meskipun tidak sepenuhnya menerima, ibunya akhirnya memberikan kesempatan bagi mereka. Ini adalah kemenangan kecil, namun berarti besar bagi Alia dan Darren. Cinta mereka telah diuji, namun mereka berhasil melaluinya, dan mereka tahu bahwa apapun yang terjadi, cinta ini akan terus tumbuh dan kuat, meskipun banyak rintangan yang harus mereka hadapi bersama.*

Bab 8: Keputusan yang Membebaskan

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan meskipun tantangan yang dihadapi Alia dan Darren semakin berat, mereka tetap berdiri bersama. Cinta yang mereka jalin seakan menjadi pengikat yang tak tergoyahkan, meskipun dunia luar seakan memberikan banyak halangan. Namun, di dalam hati mereka berdua, ada satu keyakinan yang tak bisa dipatahkan—bahwa cinta ini adalah pilihan mereka, dan mereka berhak untuk memperjuangkannya.

Namun, meskipun cinta itu begitu kuat, tak bisa dipungkiri bahwa jalan menuju kebahagiaan tak selalu mulus. Alia merasa seolah-olah hidupnya adalah sebuah persimpangan yang besar, dengan dua pilihan yang sangat berat untuk diambil. Cinta dan keluarga. Keduanya memiliki tempat yang sangat dalam di hatinya, namun ada saatnya ketika seseorang harus membuat keputusan besar. Dan saat itu, Alia tahu, telah tiba.

Darren, meskipun sangat mencintai Alia, memahami beban yang dipikul oleh kekasihnya. Ia tak ingin Alia merasa terjebak di antara dirinya dan keluarganya. Darren tahu bahwa meskipun ia ingin Alia memilih dirinya, ia tak ingin memaksakan apapun. Ia menghargai setiap keputusan yang diambil oleh Alia, karena ia tahu bahwa itu adalah pilihan yang datang dari hati Alia yang sejati.

Satu malam, setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan ibunya, Alia duduk sendirian di balkon apartemennya, menatap langit yang tampak gelap namun penuh dengan bintang-bintang yang berkilau. Ia merasa kesepian, tetapi juga penuh dengan rasa harap. Dalam hatinya, ia tahu bahwa keputusan yang akan ia buat kali ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya, tetapi juga orang-orang yang ia cintai. Ibunya, yang selalu menjadi tempatnya mencari perlindungan, namun juga tempat yang membuatnya merasa tertekan. Darren, yang selalu ada di sisinya, namun juga menjadi bagian dari tantangan yang harus ia hadapi. Keluarganya, yang ia cintai dengan sepenuh hati, namun juga menjadi penghalang yang membuatnya merasa tidak bisa sepenuhnya bebas.

“Apakah aku membuat keputusan yang benar?” Alia bergumam pada dirinya sendiri, suara hatinya penuh dengan kebimbangan. “Apa yang akan terjadi jika aku memilih cinta ini? Apa yang akan terjadi jika aku memilih untuk tetap tinggal di dunia keluargaku, di dunia yang telah membentukku selama ini?”

Seiring waktu berlalu, Alia menyadari bahwa tidak ada jawaban yang pasti. Namun, ada satu hal yang ia tahu dengan pasti—ia tidak bisa hidup dalam kebingungannya selamanya. Ia harus memilih. Pilihan itu harus datang dari hatinya, tanpa pengaruh siapapun. Ia harus memilih untuk bahagia, meskipun itu berarti ia harus berani menghadapi kenyataan yang sulit.

Pagi itu, Alia merasa berat, namun hatinya sudah mantap. Ia harus berbicara dengan ibunya. Keputusan ini harus diambil, dan meskipun ia tahu itu akan menghancurkan hati ibunya, Alia merasa bahwa itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa hidup dengan jujur. Di hadapan ibunya, Alia menyusun kata-kata dengan hati-hati, berharap bahwa ia dapat menyampaikan segalanya tanpa menyebabkan keretakan yang lebih dalam.

“Ibu,” Alia mulai, suaranya penuh keraguan. “Aku sudah lama berpikir tentang apa yang terjadi antara kita, antara aku dan Darren. Aku tahu ibu tidak setuju dengan hubungan ini. Aku tahu ibu merasa bahwa ini bukan jalan yang tepat untukku. Tetapi aku harus jujur, Ibu. Aku mencintainya. Cinta ini bukanlah sesuatu yang bisa aku paksakan, tapi ini adalah pilihan yang aku buat dengan hati yang tulus. Dan aku tidak bisa terus hidup dalam kebimbangan ini. Aku harus membuat keputusan untuk diriku sendiri.”

Ibunya menatap Alia dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ada keheningan yang panjang di antara mereka, sementara hati Alia berdebar kencang, menunggu reaksi yang datang. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut ibunya, hanya tatapan yang dalam dan penuh perasaan. Akhirnya, setelah beberapa lama, ibunya berbicara dengan suara yang pelan, tetapi penuh makna.

“Aku tahu kau mencintainya, Alia. Aku tahu itu. Tapi, kau harus mengerti, sebagai ibu, aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku takut kau akan terluka. Aku takut kau akan memilih sesuatu yang salah. Tapi aku juga tahu, aku tidak bisa menghalangi hatimu selamanya. Kau harus mengikuti jalanmu sendiri, meskipun itu berarti kita harus berpisah dalam cara kita melihat hidup ini.”

Air mata mulai menggenang di mata Alia, namun ia tahu bahwa ini adalah saat yang penting. Ia tahu bahwa keputusan yang ia buat adalah langkah besar dalam hidupnya, langkah yang akan membebaskan dirinya dari rasa takut yang selama ini menguasai hatinya. “Ibu, aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu. Dan aku berharap suatu saat nanti, kau akan memahami keputusan ini. Tapi aku harus hidup untuk diriku sendiri, untuk cinta ini.”

Ibunya terdiam sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Aku mengerti, Alia. Aku tidak bisa memaksamu untuk memilih apa yang aku inginkan. Semua yang aku lakukan selama ini adalah untuk melindungimu. Tetapi aku akan menerima keputusanmu. Aku akan mencoba untuk memahami, meskipun itu tidak mudah.”

Mendengar kata-kata itu, hati Alia terasa lega. Ia tahu bahwa ibunya masih mencintainya, meskipun ia tidak sepenuhnya setuju dengan jalan yang ia pilih. Ini adalah langkah pertama menuju kebebasan, dan meskipun perjalanan ke depan masih penuh dengan tantangan, Alia merasa bahwa ia telah mengambil keputusan yang benar.

Setelah percakapan yang emosional itu, Alia langsung menghubungi Darren. Ia ingin berbicara dengannya, memberitahunya bahwa ia telah membuat keputusan besar, keputusan yang akan mengubah hidup mereka berdua. Saat Darren datang, Alia menatapnya dengan penuh keyakinan. “Darren, aku sudah memutuskan. Aku memilihmu. Aku memilih cinta ini. Tidak ada lagi keraguan. Aku siap menghadapi segala halangan yang akan datang.”

Darren tersenyum, senyum yang penuh kelegaan dan kebahagiaan. “Alia, aku akan selalu mendukungmu. Aku akan selalu ada di sisimu, apapun yang terjadi.”

Alia merasa seolah-olah sebuah beban besar telah terangkat dari pundaknya. Keputusan ini, meskipun sulit, adalah keputusan yang membebaskan. Ia tahu bahwa cinta yang mereka miliki adalah cinta yang layak diperjuangkan, dan dengan tekad yang kuat, mereka siap melangkah ke depan, bersama-sama, menghadapi masa depan yang penuh harapan dan tantangan.*

Bab 9: Membangun Masa Depan Bersama

Setelah melalui perjalanan yang penuh dengan rintangan dan pengorbanan, Alia dan Darren akhirnya menemukan kebahagiaan yang sejati. Meskipun banyak tantangan yang menghadang, mereka berdua selalu berusaha untuk tetap berjalan berdampingan, menguatkan satu sama lain, dan menatap masa depan yang cerah bersama. Namun, membangun masa depan bukanlah hal yang mudah, dan mereka tahu bahwa mereka harus berjuang lebih keras untuk memastikan bahwa cinta mereka terus berkembang dan bertahan dalam menghadapi segala halangan.

Hari itu, pagi yang cerah membawa semangat baru bagi mereka berdua. Setelah berbulan-bulan melewati masa penuh kecemasan dan ketegangan, Alia dan Darren merasa bahwa mereka akhirnya bisa merasakan sedikit ketenangan. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, mereka menyadari bahwa mereka ingin melangkah ke arah yang lebih serius dalam hubungan mereka. Mereka tidak hanya ingin mencintai, tetapi juga membangun hidup bersama.

“Darren,” kata Alia, suaranya penuh harap dan semangat, saat mereka duduk bersama di taman yang tenang. “Aku ingin berbicara tentang masa depan kita. Aku ingin kita merencanakan hidup bersama, membangun sesuatu yang lebih besar dari sekadar cinta kita. Aku tahu kita telah melalui banyak hal, tetapi aku yakin kita bisa lebih kuat jika kita saling mendukung.”

Darren menatap Alia dengan senyum lembut. Ia merasakan kegelisahan di hati kekasihnya, namun ia tahu betul bahwa ini adalah saat yang tepat untuk melangkah lebih jauh. “Aku juga berpikir tentang hal yang sama, Alia. Selama ini, kita sudah saling belajar banyak tentang arti kehidupan, tentang arti cinta dan pengorbanan. Aku ingin kita membangun sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan, sesuatu yang akan kita banggakan bersama.”

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati ketenangan pagi yang menghampiri mereka. Suara angin yang berbisik di antara daun-daun pohon, dan udara segar yang mengisi paru-paru, membuat mereka merasa seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua. Namun, mereka tahu bahwa ketenangan ini tidak akan berlangsung selamanya. Mereka harus segera membuat keputusan besar mengenai langkah berikutnya.

“Bagaimana kalau kita mulai merencanakan masa depan kita dengan lebih serius?” Alia bertanya, matanya penuh harapan. “Kita bisa mulai dengan perencanaan keuangan, apakah kita ingin membeli rumah bersama, atau mungkin mulai merintis sebuah usaha kecil yang bisa kita bangun bersama?”

Darren terdiam sejenak, memikirkan setiap kata yang Alia ucapkan. Membangun masa depan bersama bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan tergesa-gesa. Mereka harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan hati-hati. Namun, satu hal yang pasti, ia ingin bersama Alia, apapun yang terjadi.

“Aku setuju,” jawab Darren, suaranya mantap. “Aku juga ingin kita merencanakan segalanya dengan baik. Aku ingin kita punya rumah kita sendiri, tempat yang bisa kita sebut rumah, tempat di mana kita bisa beristirahat dan menikmati hidup bersama. Aku juga berpikir untuk memulai bisnis bersama. Aku tahu itu tidak mudah, tetapi jika kita berdua bekerja keras, kita pasti bisa mewujudkannya.”

Alia tersenyum mendengar jawaban Darren. Mereka berdua tahu bahwa hidup yang mereka impikan tidak akan terwujud dalam semalam. Tetapi, jika mereka terus bekerja keras dan saling mendukung, mereka percaya bahwa semuanya akan menjadi mungkin.

Selama beberapa minggu ke depan, Alia dan Darren bekerja keras untuk merencanakan masa depan mereka. Mereka mulai dengan mencari informasi tentang rumah yang mereka impikan, mencari tahu tentang pembiayaan rumah, dan mempelajari berbagai kemungkinan untuk memulai usaha bersama. Setiap langkah yang mereka ambil penuh dengan harapan dan semangat, meskipun terkadang mereka merasa kelelahan. Namun, setiap kali mereka merasa lelah, mereka tahu bahwa mereka melakukannya untuk masa depan mereka bersama.

Suatu hari, saat mereka sedang duduk di sebuah kafe kecil, mereka berbicara lebih dalam tentang masa depan mereka. Alia menatap Darren dengan tatapan yang penuh keyakinan. “Darren, aku tahu kita tidak punya banyak uang sekarang, tetapi aku percaya kita bisa mulai dari hal kecil. Kita bisa memulai usaha kecil-kecilan dulu, dan seiring berjalannya waktu, kita bisa mengembangkannya. Yang penting, kita tetap berjalan bersama, saling mendukung dan tidak pernah menyerah.”

Darren memegang tangan Alia dengan erat. “Aku juga percaya itu, Alia. Mungkin kita tidak memiliki banyak, tetapi kita memiliki satu sama lain. Dan itu adalah hal yang paling berharga yang kita miliki. Aku akan bekerja keras untuk kita, aku akan berjuang untuk masa depan kita. Kita akan menghadapinya bersama, apapun yang terjadi.”

Dengan kata-kata itu, mereka merasa lebih dekat dari sebelumnya. Meskipun hidup tidak selalu menawarkan kemudahan, Alia dan Darren tahu bahwa selama mereka bersama, mereka dapat menghadapinya dengan kekuatan cinta dan tekad yang mereka miliki. Mereka yakin bahwa mereka akan selalu saling mendukung, melewati setiap tantangan, dan mencapai impian mereka bersama.

Tak lama kemudian, usaha kecil yang mereka impikan mulai terwujud. Mereka memulai sebuah toko online yang menjual barang-barang kerajinan tangan yang dibuat oleh para pengrajin lokal. Meskipun awalnya terasa sulit, mereka terus bekerja keras dan berinovasi. Mereka belajar dari setiap kegagalan, dan semakin lama semakin menguasai dunia bisnis. Setiap pencapaian kecil yang mereka raih membawa mereka lebih dekat kepada tujuan mereka, yaitu menciptakan kehidupan yang bahagia dan mandiri bersama.

Di tengah kesibukan mereka, Alia dan Darren tetap menjaga hubungan mereka dengan baik. Mereka selalu meluangkan waktu untuk saling mendengarkan dan mendukung satu sama lain. Meskipun kehidupan mereka semakin sibuk, mereka tahu bahwa cinta mereka adalah fondasi yang tak tergoyahkan dalam setiap keputusan yang mereka ambil.

Seiring berjalannya waktu, usaha mereka semakin berkembang. Mereka mulai membeli rumah impian mereka, tempat di mana mereka bisa membangun kehidupan baru bersama. Setiap ruang dalam rumah itu dipenuhi dengan kenangan dan harapan, dan mereka tahu bahwa mereka telah mencapai titik yang sangat jauh dari perjalanan yang mereka mulai bersama. Mereka telah membangun masa depan mereka, bukan hanya dengan harapan dan impian, tetapi dengan kerja keras, pengorbanan, dan cinta yang tulus.

Alia dan Darren menyadari bahwa membangun masa depan bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi jika dilakukan bersama, dengan komitmen dan saling mendukung, semua tantangan akan terasa lebih ringan. Mereka telah membuktikan bahwa cinta, ketika diperjuangkan dengan sepenuh hati, bisa menjadi kekuatan yang tak terbendung, yang mampu menghadapi segala halangan dan mewujudkan impian.*

Epilog: Cinta yang Tak Terhalang Lagi

Waktu terus berjalan, dan hidup seringkali membawa Alia dan Darren ke titik-titik yang tak terduga. Mereka telah melalui berbagai cobaan bersama, mulai dari tantangan keluarga yang memisahkan mereka, hingga perjuangan keras untuk meraih impian dan membangun masa depan. Namun, satu hal yang tidak pernah berubah adalah cinta mereka, yang tetap kokoh meskipun segala halangan mencoba meruntuhkannya.

Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, Alia dan Darren berdiri di tepi sebuah perjalanan baru—sebuah perjalanan yang mereka jalani bersama dengan tekad dan keyakinan yang lebih besar dari sebelumnya. Cinta mereka, yang dulunya terhalang oleh restu dan berbagai kekhawatiran, kini berkembang dengan indah, tanpa ada lagi yang bisa menghalanginya. Segala rasa ragu dan ketakutan yang pernah ada telah sirna, digantikan oleh kepercayaan dan keyakinan bahwa mereka telah menemukan tempat mereka di dunia ini, satu sama lain.

Malam itu, di sebuah balkon rumah mereka yang sederhana namun nyaman, Alia dan Darren duduk berdampingan. Di bawah langit yang cerah, mereka bisa melihat kota yang penuh dengan kehidupan. Lampu-lampu kota yang berkelip menjadi saksi bisu perjalanan panjang mereka. Tangan mereka saling menggenggam erat, seolah tak ingin melepaskan satu sama lain.

“Darren,” kata Alia dengan suara lembut, meskipun matanya terfokus pada pemandangan di depan. “Kau ingat pertama kali kita bertemu? Betapa banyak rintangan yang harus kita hadapi untuk sampai di sini?”

Darren tersenyum, memandang Alia dengan tatapan penuh kasih. “Tentu saja, aku ingat. Setiap langkah yang kita ambil, setiap keputusan yang kita buat, semuanya membentuk kita seperti sekarang. Aku tak pernah membayangkan bahwa kita akan sampai sejauh ini, tapi aku bersyukur kita tidak menyerah.”

Alia menunduk, sejenak merenung. “Dulu, aku merasa segala sesuatu begitu sulit. Cinta kita terhalang oleh banyak hal—keluarga, perbedaan, bahkan ketakutan akan masa depan. Tapi kini, aku merasa seperti dunia ini hanya milik kita. Tidak ada yang bisa memisahkan kita lagi.”

Darren meraih wajah Alia, menatapnya dengan penuh kehangatan. “Alia, dulu aku takut kita tidak akan pernah bisa bersama. Aku merasa setiap langkah kita selalu dihadapkan pada dinding yang tak bisa kita lewati. Tapi sekarang aku tahu, cinta kita bukanlah sesuatu yang bisa dihentikan. Kita telah membuktikan bahwa jika kita mau berjuang, tidak ada yang terlalu besar untuk kita hadapi.”

Keduanya terdiam sejenak, menikmati kenyataan bahwa mereka akhirnya berada di tempat yang mereka impikan. Dari berbagai rintangan dan konflik yang pernah menghantui hubungan mereka, mereka akhirnya menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang mereka cari. Cinta mereka, yang pernah terasa terhalang begitu banyak hal, kini mengalir bebas dan tak terbendung.

Seiring waktu, hidup mereka semakin berkembang. Bisnis yang mereka bangun bersama tumbuh pesat, menjadi simbol dari kerja keras dan ketekunan mereka. Rumah yang mereka impikan kini menjadi tempat yang penuh dengan tawa dan kenangan indah. Mereka tidak hanya membangun sebuah rumah fisik, tetapi juga membangun sebuah kehidupan yang penuh cinta dan kebahagiaan. Mimpi-mimpi yang dulunya tampak jauh dan tak terjangkau, kini menjadi kenyataan yang mereka nikmati setiap hari.

Di sisi lain, hubungan mereka dengan keluarga juga semakin baik. Semua yang dulu tampak seperti benteng yang kokoh dan tak bisa diterobos, kini mulai meleleh. Keluarga Alia dan Darren, yang dulu penuh dengan kekhawatiran dan ketidaksetujuan, kini bisa menerima dan mendukung hubungan mereka. Perlahan, mereka mulai memahami bahwa cinta sejati tidak selalu datang dalam bentuk yang mereka bayangkan. Cinta tidak mengenal batas, tidak mengenal perbedaan, dan yang terpenting, cinta adalah tentang memilih satu sama lain meskipun dunia di sekitar mereka tampak tidak mendukung.

Namun, Alia dan Darren tahu bahwa cinta sejati bukanlah sesuatu yang datang tanpa usaha. Mereka terus menjaga hubungan mereka dengan penuh kasih dan perhatian. Mereka mengerti bahwa meskipun mereka telah mengatasi banyak hal, tantangan baru mungkin akan datang di masa depan. Namun, mereka sudah siap untuk itu. Karena mereka tahu bahwa apapun yang datang, mereka akan selalu menghadapinya bersama.

Alia menggenggam tangan Darren dengan lebih erat. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan. Tapi aku tahu satu hal, kita tidak akan pernah berpisah lagi. Kita akan terus berjalan bersama, melewati apapun yang datang.”

Darren mengangguk, wajahnya dipenuhi rasa syukur. “Aku berjanji, Alia. Kita akan selalu bersama. Tidak ada yang bisa menghalangi kita lagi. Kita telah melewati semua ujian ini, dan aku yakin kita bisa menghadapi masa depan apapun itu. Cinta kita adalah segalanya, dan aku akan selalu berjuang untukmu.”

Malam itu, di bawah langit yang dipenuhi bintang, Alia dan Darren merasakan kedamaian yang begitu dalam. Mereka telah menemukan kedamaian dalam cinta mereka yang sejati, dan kini mereka siap untuk melangkah ke masa depan bersama. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi mereka, tidak ada lagi yang bisa merusak ikatan yang telah mereka bangun. Cinta mereka adalah sebuah kisah yang indah, yang tidak hanya bertahan dalam menghadapi rintangan, tetapi juga tumbuh dan berkembang seiring waktu.

Cinta mereka adalah cinta yang tak terhalang lagi. Mereka telah melewati segala halangan, dan kini mereka tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan selalu menemukan jalan kembali satu sama lain. Karena cinta, pada akhirnya, adalah kekuatan yang tak terbatas, yang tidak mengenal waktu, tempat, atau keadaan. Cinta yang tulus, yang diperjuangkan, akan selalu menemukan cara untuk bertahan—untuk tumbuh, untuk berkembang, dan untuk memberikan kebahagiaan yang sejati.***

———–THE END———-

 

 

Source: AGUSTINA RAMADHANI
Tags: #CintaTerhalangRestu #DramaRomance #CintaDanKeluarga #KisahCinta #KeputusanBesar #CintaYangBerjuang #PertaruhanCinta
Previous Post

STARTEGI KABUR DARI UNDANGAN MANTAN

Next Post

CINTA MELINTASI ALAM

Next Post
CINTA MELINTASI ALAM

CINTA MELINTASI ALAM

CINTA ANTARA KITA

CINTA ANTARA KITA

SIAL TERNYATA KU JATUH CINTA SAMA TETANGGA

SIAL TERNYATA KU JATUH CINTA SAMA TETANGGA

MOVIE REVIEW

No Content Available

RECENT MOVIE

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025
GERBANG DUNIA TERLARANG

GERBANG DUNIA TERLARANG

May 17, 2025
KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

KETIKA MALAM MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

May 17, 2025

Tentang Kami

NovelStory.id adalah platform media online yang menghadirkan beragam cerita menarik seperti dalam novel dan drama, dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan yang berkualitas dan penuh imajinasi. Kami percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati, menginspirasi, dan membawa pembaca ke dunia yang penuh keajaiban.

Recent News

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

DI BAWAH BAYANG KERAJAAN

May 17, 2025
SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

SAAT HUJAN JATUH DI HATIMU

May 17, 2025

Follow Us

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 https://novelstory.id

No Result
View All Result
  • Romansa
  • Fantasi
  • Drama Kehidupan
  • Misteri & Thriller
  • Fiksi Ilmiah
  • Komedi
  • Horor
  • Sejarah

© 2025 https://novelstory.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In