Bab 1: Pertemuan Tak Terduga
Rina duduk di sudut ruangan galeri, menatap lukisan-lukisan yang terpampang di dinding. Pemandangan yang indah, warna-warna yang penuh makna, dan bentuk-bentuk yang kadang sulit dipahami. Sebagai seorang kurator seni, ini adalah pekerjaan yang selalu dinikmatinya. Tapi, ada sesuatu yang berbeda tentang galeri ini, sesuatu yang membuatnya merasa sedikit cemas. Mungkin itu suasana kota kecil yang terasa begitu sunyi, atau mungkin itu hal-hal aneh yang selalu ia dengar dari para pekerja galeri tentang kejadian-kejadian misterius yang pernah terjadi di sini.
Sudah hampir dua minggu sejak Rina memulai pekerjaannya di galeri seni itu. Awalnya, ia merasa senang bisa mendapatkan pekerjaan impiannya di tempat yang begitu terkenal. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa tak nyaman itu semakin mengganggunya. Sering kali, ia mendengar desas-desus tentang hilangnya seorang seniman terkenal yang pernah bekerja di galeri ini bertahun-tahun lalu. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi padanya, tetapi semua orang sepakat bahwa ada sesuatu yang mencurigakan di balik kepergiannya.
Suatu hari, saat Rina sedang mengatur koleksi lukisan terbaru, seseorang masuk ke dalam galeri. Langkah kaki itu terdengar jelas di atas lantai kayu yang berderak. Rina mengalihkan pandangannya ke pintu masuk, dan di sana berdiri seorang pria muda dengan wajah serius. Pria itu mengenakan jas hitam dan celana panjang yang tampak sempurna. Wajahnya tampak biasa saja, namun ada sesuatu yang menarik di matanya, mata yang penuh rahasia.
“Selamat siang,” ujar pria itu, suaranya tenang namun tegas.
Rina tersenyum, meskipun ada sedikit rasa cemas yang muncul. “Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?”
Pria itu melangkah masuk, matanya berkeliling sejenak mengamati galeri. “Saya hanya melihat-lihat,” jawabnya singkat.
Rina mengangguk, mencoba untuk tetap sopan. “Tentu saja, silakan. Jika ada yang perlu ditanyakan, saya di sini.”
Pria itu hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ia bergerak ke arah lukisan terbesar di tengah ruangan, sebuah karya yang sangat terkenal dan dihargai oleh banyak kolektor seni. Rina mengamatinya dari kejauhan, penasaran dengan siapa pria ini sebenarnya. Tidak ada yang datang ke galeri ini hanya untuk melihat-lihat begitu saja. Semua pengunjung selalu memiliki alasan, entah itu untuk membeli lukisan atau sekadar mencari inspirasi.
Pria itu berdiri di depan lukisan itu untuk beberapa saat, seolah-olah merenungkan setiap detailnya. Rina merasa ada sesuatu yang aneh tentang cara pria itu melihat lukisan tersebut, seakan-akan dia bukan hanya seorang pecinta seni biasa. Tiba-tiba, pria itu menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis.
“Lukisan ini… cukup misterius,” ucapnya dengan suara yang lebih lembut daripada sebelumnya.
Rina merasa sedikit terkejut. “Misterius?” tanyanya, berusaha untuk terdengar santai. “Banyak orang yang berpikir bahwa lukisan ini mengandung makna yang dalam, namun tidak mudah untuk memahaminya.”
Pria itu mengangguk pelan. “Saya rasa, terkadang yang paling sulit dipahami adalah yang paling sederhana,” jawabnya, seolah-olah berbicara tentang sesuatu yang lebih dari sekadar seni.
Rina menatapnya, mencoba menangkap makna kata-katanya. Namun, pria itu tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Rina merasa ada sesuatu yang aneh dalam percakapan ini, seakan-akan ada lapisan-lapisan tersembunyi dalam setiap kata yang diucapkan.
Sementara Rina masih berdiri di tempatnya, pria itu berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia menghilang begitu saja. Rina menatap pintu yang tertutup perlahan, bingung dan sedikit terkejut. Siapa sebenarnya pria itu? Mengapa dia merasa begitu familiar, meskipun mereka baru saja bertemu?
Hari-hari berikutnya, pria itu datang kembali ke galeri beberapa kali. Setiap kali datang, ia hanya mengamati lukisan yang sama dan tidak banyak berbicara dengan Rina. Rina merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya setiap kali pria itu datang. Namun, rasa penasaranlah yang membuatnya selalu memperhatikannya dari kejauhan. Siapa pria itu? Apa yang membuatnya begitu tertarik dengan galeri ini?
Suatu sore, saat galeri sudah hampir tutup, pria itu datang lagi. Kali ini, Rina memutuskan untuk mendekatinya. “Selamat sore, Tuan,” sapanya dengan hati-hati.
Pria itu menoleh dan tersenyum tipis. “Selamat sore,” jawabnya, seolah sudah menunggu kedatangan Rina.
Rina merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria ini, seperti ada ikatan tak terucapkan antara mereka berdua. “Boleh saya tanya, apakah Anda tertarik untuk membeli lukisan ini?” tanya Rina, berusaha untuk mengajak percakapan yang lebih personal.
Pria itu menatap lukisan itu dengan serius, lalu mengalihkan pandangannya ke Rina. “Sebenarnya, saya lebih tertarik pada cerita di balik lukisan ini,” jawabnya pelan.
Rina terdiam sejenak. “Cerita?” tanyanya, bingung.
Pria itu mengangguk, matanya masih terpaku pada lukisan. “Setiap karya seni memiliki cerita yang ingin disampaikan, tetapi terkadang, cerita itu hanya bisa ditemukan oleh orang-orang yang tahu cara melihatnya dengan benar.”
Rina merasa semakin penasaran. “Apakah Anda seorang pengkritik seni?” tanyanya.
Pria itu tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepala. “Tidak, saya bukan pengkritik seni. Saya hanya seorang pengamat,” jawabnya, seolah itu sudah cukup menjelaskan segalanya.
Sebelum Rina sempat bertanya lebih lanjut, pria itu berpaling dan mulai berjalan menuju pintu keluar. “Saya harus pergi sekarang,” katanya tanpa menoleh. “Terima kasih untuk waktunya.”
Rina berdiri di tempatnya, terperangah. Ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuatnya merasa bingung, sekaligus tertarik. Kenapa ia merasa seolah-olah pria itu menyembunyikan sesuatu yang besar? Dan mengapa pertemuan-pertemuan singkat mereka selalu membawa rasa penasaran yang semakin dalam?
Saat pria itu menghilang di balik pintu, Rina memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, perasaan tak nyaman yang ia rasakan semakin kuat. Galeri ini bukan hanya tempat kerja baginya, tapi juga tempat di mana misteri seakan menggantung di udara.
Hari itu, Rina tidak tahu bahwa pertemuannya dengan pria itu baru saja mengarah pada sebuah perjalanan yang akan mengubah hidupnya selamanya. Sebuah perjalanan yang penuh dengan rahasia, cinta, dan pengkhianatan.
Bab 1 ini mengawali kisah Rina yang bertemu dengan pria misterius, Dito, yang hadir di galeri seni tempat Rina bekerja. Ada perasaan aneh yang mengelilingi pertemuan mereka, dan dari sini, kisah misteri mulai terungkap.*
Bab 2: Bayang-Bayang Masa Lalu
Hari-hari di galeri seni itu terus berlalu dengan penuh keheningan. Rina menjalani rutinitas hariannya dengan tenang, tetapi pikiran tentang pria misterius itu—Dito—terus menghantuinya. Setiap kali dia datang ke galeri, Rina merasa ada perasaan yang membekas dalam dirinya, sebuah rasa ingin tahu yang tak terpuaskan. Namun, Dito selalu menjaga jarak, hanya berbicara tentang seni tanpa pernah mengungkapkan dirinya lebih jauh. Ada sesuatu yang tak terungkap, dan Rina merasa sangat tertarik untuk mengungkapnya.
Hari itu, setelah beberapa kali Dito datang ke galeri, Rina memutuskan untuk bertindak. Dia ingin tahu lebih banyak tentang pria itu, sesuatu yang lebih dari sekadar pengamat seni yang datang secara acak. Dito selalu memilih lukisan yang sama, karya yang sangat terkenal, dan setiap kali berdiri di depannya, dia tampak tenggelam dalam pikirannya, seolah-olah mencari sesuatu yang hilang.
Rina memutuskan untuk menggali lebih dalam. Dia mulai bertanya pada rekan-rekannya di galeri tentang Dito. Beberapa dari mereka tampaknya mengenal pria itu, tetapi tidak banyak yang bisa memberi informasi. Hanya seorang wanita yang lebih tua, Ibu Maya, yang tampaknya tahu lebih banyak.
“Dito? Oh, dia sering datang ke sini,” kata Ibu Maya dengan suara parau. “Tapi… dia bukan pengunjung biasa. Sering kali, dia datang hanya untuk berdiri di depan lukisan itu tanpa berbicara dengan siapa pun.”
Rina mengangguk, mendengarkan dengan seksama. “Apakah Anda tahu siapa dia sebenarnya? Apa yang membuatnya begitu tertarik pada lukisan itu?”
Ibu Maya memiringkan kepalanya, matanya jauh seakan memikirkan sesuatu yang dalam. “Saya tidak tahu pasti, Rina. Tapi ada sesuatu yang aneh tentang dia. Dulu, saya mendengar beberapa cerita, tapi saya rasa Anda tidak akan ingin tahu.”
Rina terkejut dengan jawaban itu. “Cerita? Cerita apa, Ibu?”
Ibu Maya melihat sekeliling seolah memastikan tak ada orang lain yang mendengarkan. “Ada cerita tentang seorang seniman yang hilang bertahun-tahun yang lalu. Dito… katanya terlibat dalam pencarian seniman itu. Tapi jangan terlalu penasaran, itu semua hanya rumor.”
Rina terdiam, merasa ada benang merah yang menghubungkan semuanya. Pencarian seniman yang hilang… apakah itu mungkin berhubungan dengan lukisan yang Dito lihat begitu sering? Rina merasa sebuah perasaan aneh mulai merayapi dirinya. Ada rasa takut yang samar, tetapi juga rasa penasaran yang sangat kuat.
Sejak hari itu, Rina mulai mengamati Dito dengan lebih seksama. Dia datang lebih sering, kadang-kadang hanya untuk melihat lukisan yang sama berulang kali, kadang berbicara dengan dirinya sendiri, seakan mencari jawaban di antara kanvas dan warna-warna itu. Rina merasa ada sesuatu yang lebih besar yang menghubungkan Dito dengan galeri ini. Tapi dia tidak tahu apa itu. Dan ketika mereka berbicara, Dito selalu sangat tertutup tentang dirinya.
Suatu sore, Rina memutuskan untuk mengundang Dito untuk duduk dan berbincang. Galeri hampir kosong, hanya ada beberapa pengunjung lain yang sedang melihat-lihat karya seni. Rina mendekati Dito dengan hati-hati, berusaha untuk tidak menunjukkan ketegangan yang tiba-tiba muncul.
“Dito, apakah Anda ingin duduk sebentar? Saya ingin bertanya sesuatu,” ujar Rina, mencoba membuka percakapan.
Dito menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis, senyum yang tampak sedikit canggung. “Tentu, Rina,” jawabnya, tanpa banyak bertanya.
Mereka duduk di salah satu kursi dekat jendela, dengan pemandangan taman kota yang indah. Matahari sore memberi cahaya lembut, namun di dalam galeri itu terasa sepi dan penuh misteri. Rina menarik napas dalam-dalam sebelum memulai percakapan.
“Saya penasaran, Dito. Mengapa Anda begitu tertarik dengan lukisan itu? Apa yang Anda cari di sana?” tanyanya.
Dito terdiam sejenak, matanya kembali mengarah pada lukisan besar itu. “Lukisan ini… memiliki banyak lapisan,” jawabnya, nadanya tenang namun penuh makna. “Kadang, untuk memahami sesuatu, kita perlu melihat lebih dalam, melepaskan diri dari apa yang terlihat di permukaan.”
Rina mengangguk pelan. “Saya mengerti. Tapi saya juga merasa seperti ada yang lebih dari itu. Anda selalu datang ke sini, setiap hari, dan Anda tampaknya mencari sesuatu. Saya ingin tahu, Dito, apakah Anda mencari sesuatu yang lebih dari sekadar seni?”
Dito menatap Rina dengan tatapan yang dalam, seolah-olah sedang menilai apakah ia bisa mempercayainya. Akhirnya, dia menghela napas panjang, matanya tetap mengarah pada lukisan itu. “Mungkin saya memang sedang mencari sesuatu yang lebih besar,” katanya perlahan. “Sesuatu yang sudah lama hilang.”
Rina terkejut mendengar kata-kata itu. “Hilang? Apa yang hilang, Dito?”
Dito berbalik dan menatapnya langsung, seakan-akan membuat keputusan dalam hati. “Seniman ini… dia menghilang beberapa tahun yang lalu. Tidak ada yang tahu kemana perginya. Banyak orang yang percaya bahwa dia dibunuh, atau mungkin dia memilih untuk menghilang sendiri. Saya… saya sedang mencoba untuk menemukan jawaban. Itu sebabnya saya datang ke sini.”
Rina merasa jantungnya berdegup kencang. “Tunggu, apakah Anda mengatakan bahwa Anda terlibat dalam penyelidikan itu?”
Dito mengangguk pelan. “Ya, saya seorang detektif. Dan ini adalah salah satu kasus yang belum terpecahkan. Saya datang ke sini bukan hanya karena seni, tapi karena saya tahu ada sesuatu yang tersembunyi di balik lukisan-lukisan ini, sesuatu yang bisa mengarah pada penemuan seniman yang hilang itu.”
Rina tercengang. Ternyata, Dito bukan hanya seorang pengamat seni biasa. Dia seorang detektif yang sedang menyelidiki kasus hilangnya seorang seniman terkenal. Mungkinkah ada hubungan antara seniman itu dan galeri ini? Mengapa Dito merasa bahwa jawaban untuk kasus ini ada di dalam lukisan-lukisan yang terpampang di galeri?
“Jadi, Anda percaya bahwa lukisan-lukisan ini bisa memberi petunjuk tentang apa yang terjadi pada seniman itu?” tanya Rina, mencoba memahami lebih jauh.
Dito menatapnya serius. “Saya yakin. Setiap karya seni memiliki ceritanya sendiri. Dan saya percaya, di sini, ada rahasia yang tersembunyi.”
Rina merasa seperti dunia di sekitarnya berputar lebih cepat. Dia sekarang terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Sebagai kurator seni, ia selalu menganggap dirinya hanya seorang pengamat, tetapi sekarang dia terjerat dalam misteri yang tidak hanya mengancam masa depannya, tetapi juga membawa hubungan yang semakin rumit dengan Dito.
“Dito, saya… saya tidak tahu harus berkata apa,” ujar Rina, masih berusaha mencerna semua informasi yang baru saja diterimanya.
Dito tersenyum tipis. “Tidak perlu berkata apa-apa, Rina. Yang penting, kita mulai mencari tahu lebih banyak.”
Namun, meskipun kata-kata Dito terdengar meyakinkan, Rina merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Dia tidak hanya berhadapan dengan misteri seniman yang hilang, tetapi juga dengan pria yang kini semakin sulit untuk dipahami. Semakin dia mencoba untuk menggali lebih dalam, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.
Dan dalam perjalanan ini, Rina tahu bahwa dia harus memilih: tetap berada di sisi Dito dalam pencarian ini, atau mundur dan menjauh dari sesuatu yang bisa membahayakan dirinya.
Bab 2 ini mengembangkan alur cerita dengan Rina yang mulai mengetahui lebih banyak tentang Dito, yang ternyata seorang detektif yang sedang menyelidiki hilangnya seniman terkenal. Mereka berdua semakin terjerat dalam misteri besar yang melibatkan galeri seni tempat Rina bekerja.*
Bab 3: Jejak yang Hilang
Rina duduk di meja kerjanya, menatap lukisan besar yang terpampang di dinding galeri. Pikirannya kacau, berkelana ke sana kemari. Setelah percakapan dengan Dito beberapa hari lalu, dia merasa seolah-olah telah dibawa masuk ke dalam sebuah dunia yang gelap dan penuh misteri. Dito, pria yang semula hanya terlihat sebagai pengunjung biasa, ternyata memiliki agenda yang jauh lebih besar. Dia seorang detektif yang tengah menyelidiki kasus hilangnya seorang seniman, dan itu tidak bisa dianggap enteng.
Namun, meskipun Rina merasa tertarik dengan kasus ini, ada bagian dari dirinya yang merasa khawatir. Dia mulai bertanya-tanya tentang motivasi Dito yang begitu terfokus pada galeri ini. Apakah dia benar-benar mencari petunjuk di sini, atau ada alasan lain yang lebih pribadi? Seiring berjalannya waktu, Rina semakin terjerat dalam misteri ini, dan dia tahu, semakin dia mendekat, semakin banyak bahaya yang mengintai.
Pada suatu sore yang tenang, Rina memutuskan untuk kembali memeriksa koleksi lukisan yang ada di galeri. Lukisan-lukisan itu selalu membawanya pada perasaan yang berbeda-beda. Beberapa karya membawa ketenangan, sementara yang lain memunculkan rasa ketegangan yang tidak bisa dijelaskan. Tetapi hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Ketika dia berjalan melewati rak penyimpanan, sebuah lukisan kecil yang tersembunyi di balik lukisan besar lainnya menarik perhatiannya.
Lukisan itu terlihat sangat berbeda dari yang lain. Tampilannya kusam, warnanya pudar, dan sepertinya sudah lama tidak diperhatikan. Namun, yang paling menarik adalah tanda-tanda yang hampir tak terlihat di bagian pojok kiri bawah kanvas. Seolah ada sesuatu yang terukir di sana, namun sulit untuk dibaca. Rina mendekat, mencoba melihat lebih jelas.
Di bawah lapisan cat yang sudah usang, ia melihat sebuah tulisan yang samar. Nama seorang seniman, diikuti dengan angka yang tampak seperti tanggal. Rina merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Apakah ini ada hubungannya dengan seniman yang hilang itu? Ia mencoba mengingat-ingat nama yang tercatat di dalam pikirannya, namun tak bisa menghubungkannya dengan siapapun yang dikenal.
Ketika Rina berbalik untuk mengambil catatan dan menulis nama itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Ia terkejut dan menoleh, melihat Dito berdiri di ambang pintu, matanya yang tajam menatap ke arah lukisan yang tengah ia amati.
“Ah, Anda menemukan lukisan ini,” kata Dito dengan suara tenang.
Rina terkejut. “Lukisan ini… kenapa tidak ada di katalog?” tanyanya, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia temukan.
Dito mendekat, berdiri di samping Rina. “Lukisan ini… seharusnya tidak ada di sini,” jawabnya perlahan. “Itu adalah lukisan dari seniman yang hilang, yang saya cari selama ini.”
Rina merasa ada sesuatu yang aneh. “Apa maksud Anda? Lukisan ini… apakah Anda tahu siapa yang membuatnya?”
Dito mengangguk. “Saya tahu siapa yang membuatnya. Namanya adalah Adrian Malvini, seorang seniman yang sangat berbakat. Lukisan-lukisan miliknya dipenuhi dengan simbolisme yang mendalam. Namun, dia menghilang secara misterius dua tahun lalu, dan hingga kini, tidak ada yang tahu apa yang terjadi padanya.”
Rina menatap Dito dengan rasa bingung yang semakin mendalam. “Tapi kenapa lukisan ini bisa berada di sini? Bukankah galeri ini sudah mengurasi koleksinya? Mengapa tidak ada yang mengingat tentang lukisan ini sebelumnya?”
Dito terdiam sejenak, matanya beralih ke arah lukisan yang sedang diamati. “Saya tidak tahu. Namun, saya rasa ini bukan kebetulan. Lukisan ini seharusnya tidak ada di sini. Itu berarti ada seseorang yang sengaja menyembunyikannya.”
Rina mengamati Dito dengan cermat. “Jadi Anda yakin bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik hilangnya Adrian Malvini? Apa yang sebenarnya Anda cari?”
Dito menatapnya, seolah-olah menilai apakah ia bisa mempercayai Rina sepenuhnya. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan berkata, “Sebenarnya, saya sudah mencurigai ada sesuatu yang salah dengan galeri ini. Banyak orang yang terlibat dalam dunia seni ini, dan beberapa di antaranya tidak sepenuhnya jujur. Saya percaya ada orang-orang di sini yang tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi pada Adrian.”
Rina merasa ketegangan dalam tubuhnya semakin meningkat. “Apakah Anda yakin? Apa yang mereka sembunyikan?”
Dito berbalik, matanya kini penuh dengan tekad. “Saya rasa ada sesuatu yang lebih gelap yang bersembunyi di balik lukisan-lukisan ini. Sesuatu yang lebih dari sekadar seni. Saya harus mengungkapnya.”
Rina merasa bingung, tetapi di saat yang sama, ia merasa sesuatu yang lebih besar sedang terungkap di depannya. Ada lebih banyak lapisan-lapisan rahasia yang belum terungkap, dan dia merasa terlibat dalam pencarian yang jauh lebih berbahaya dari yang ia kira.
Setelah percakapan itu, Rina memutuskan untuk memeriksa lebih lanjut galeri ini. Dia mulai mencari-cari dokumen dan catatan lama yang ada di ruang arsip galeri. Beberapa dokumen yang ada tampak biasa saja, tetapi ada satu berkas yang menarik perhatiannya. Berkas itu berisi informasi tentang kolektor seni besar yang pernah mengunjungi galeri ini beberapa tahun lalu. Rina merasa semakin aneh dengan fakta bahwa beberapa nama dalam daftar itu sering kali dikaitkan dengan seniman-seniman yang pernah menghilang.
Saat Rina menggali lebih dalam, dia menemukan petunjuk yang lebih mengarah pada keberadaan sebuah lukisan yang hilang, sebuah karya seni yang sangat bernilai yang tidak pernah dipublikasikan. Dito pernah menyebutkan tentang lukisan ini, dan ternyata lukisan itu adalah bagian dari koleksi Adrian Malvini yang belum pernah diketahui oleh publik.
Pencarian Rina semakin intensif, namun di sisi lain, dia juga merasa semakin gelisah. Ada banyak hal yang belum terungkap, dan semakin dalam ia menyelidiki, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Mungkinkah galeri ini terlibat dalam konspirasi besar? Apakah orang-orang yang bekerja di sini menyembunyikan sesuatu yang lebih gelap? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Adrian Malvini?
Malam itu, setelah Rina pulang ke rumah, pikirannya dipenuhi oleh gambar-gambar dari lukisan-lukisan yang ia lihat. Dia tidak bisa menghapus rasa penasaran yang mengganggu pikirannya. Dia merasa seperti seorang detektif yang sedang mengejar petunjuk, meskipun dirinya sendiri tidak yakin apakah dia siap untuk mengungkap semua rahasia ini.
Namun, satu hal yang pasti, misteri ini semakin memanggilnya untuk menyelidiki lebih dalam. Dan yang lebih menakutkan, Rina tahu bahwa semakin dia mencoba untuk mengungkap kebenaran, semakin dia terjebak dalam dunia yang penuh dengan kebohongan, pengkhianatan, dan misteri yang tidak terpecahkan.
Bab 3 ini memperdalam misteri yang ada di sekitar galeri seni tempat Rina bekerja, dengan penemuan lukisan tersembunyi yang berhubungan dengan seniman yang hilang, Adrian Malvini. Dito mengungkapkan bahwa dia sedang menyelidiki kasus ini, dan Rina semakin terlibat dalam pencarian yang semakin gelap dan berbahaya.*
Bab 4: Jejak yang Menyempit
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Rina merasa dirinya semakin terjerat dalam pusaran misteri yang melibatkan Dito dan galeri seni tempat ia bekerja. Apa yang dimulai sebagai sekadar rasa penasaran terhadap seorang pengunjung galeri kini berkembang menjadi pencarian yang mendalam dan penuh teka-teki. Setelah menemukan lukisan tersembunyi yang berkaitan dengan seniman hilang Adrian Malvini, Rina tidak bisa berhenti bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu. Dito terus muncul di galeri dengan alasan yang semakin kabur, dan Rina merasakan ada sesuatu yang lebih besar yang sedang disembunyikan.
Pagi itu, Rina memutuskan untuk mengikuti instingnya. Dia merasa ada yang janggal dengan tingkah laku Dito dan dengan cara galeri ini beroperasi. Sejak dia menemukan lukisan yang tersembunyi, perasaan tidak nyaman semakin menghantuinya. Lukisan itu bukan sekadar karya seni biasa—di baliknya ada cerita yang belum terungkap, dan Rina tahu bahwa dia harus menyelidiki lebih jauh.
Setelah selesai merapikan beberapa koleksi di galeri, Rina mengambil kunci arsip dan memutuskan untuk mengunjungi ruang penyimpanan sekali lagi. Namun, saat ia menuju pintu ruang arsip, langkahnya terhenti. Dito berdiri di ujung lorong, matanya menatapnya dengan tatapan tajam namun penuh kehangatan, seolah mengetahui apa yang sedang ada di pikiran Rina.
“Rina, kamu terlihat seperti sedang mencari sesuatu,” kata Dito, nada suaranya rendah dan dalam, seolah ia sudah mengetahui setiap langkah yang Rina ambil.
Rina terkejut, meskipun ia sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Dito yang tiba-tiba. “Saya… hanya ingin memeriksa beberapa arsip lagi,” jawabnya, berusaha terdengar biasa.
Dito tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Saya tahu, saya juga mencari beberapa hal. Kadang-kadang, yang terbaik adalah mencari di tempat yang tidak terduga. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita temukan bersama.”
Rina menatap Dito, merasa ada yang aneh dengan kalimatnya. Namun, dia tidak ingin menunjukkan rasa curiganya. “Baiklah, mari kita lihat bersama,” kata Rina, mencoba menjaga ketenangan.
Mereka masuk ke dalam ruang arsip yang gelap dan penuh debu. Beberapa rak kayu besar menyimpan berkas-berkas lama yang sudah tidak terurus. Dito mulai membuka beberapa berkas yang ada di rak paling atas, sementara Rina mencari di rak yang lebih rendah.
“Rina, lihat ini,” Dito berkata sambil mengangkat sebuah map biru yang tampaknya sangat tua. Map itu terlihat sangat usang, dengan ujung-ujungnya yang sudah mulai mengelupas.
Rina mendekat dan mengamati map itu. Ketika ia membuka map tersebut, matanya langsung tertuju pada gambar yang ada di dalamnya. Sebuah sketsa lukisan yang sangat mirip dengan karya-karya Adrian Malvini. Namun, ada yang berbeda. Lukisan itu tidak memiliki nama seniman di bawahnya, hanya sebuah tanda tangan yang samar di pojok kanan bawah.
“Ini… lukisan yang sama dengan yang ada di galeri!” Rina berkata, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Dito menatapnya dengan serius. “Betul. Ini adalah karya yang hilang dari koleksi pribadi Adrian. Lukisan ini hanya ada dalam catatan pribadi seniman itu, dan hingga kini, tidak ada yang tahu siapa yang memilikinya.”
Rina merasa ada beban yang semakin berat di dadanya. “Apa artinya ini, Dito? Apa yang sebenarnya kita cari?”
Dito menundukkan kepalanya sejenak, seolah berusaha menyusun kata-kata. “Saya rasa, ada orang yang ingin mengubur jejak-jejak Adrian. Mereka tidak ingin dunia tahu apa yang dia temukan dalam lukisan-lukisan itu. Saya khawatir, ada kekuatan yang lebih besar yang berusaha menghentikan kita.”
Rina merasa ketegangan merayapi tubuhnya. Ia merasa semakin terjebak dalam sesuatu yang lebih gelap dari yang bisa dia bayangkan. “Kekuatan besar? Siapa yang Anda maksud?”
Dito menatapnya tajam. “Saya tidak bisa memberitahumu semuanya, Rina. Tapi saya rasa galeri ini lebih dari sekadar tempat seni. Saya mulai mencurigai ada yang memanipulasi banyak hal di sini.”
Setelah beberapa saat, mereka terus menggali berkas-berkas yang ada di ruang arsip. Tiba-tiba, Rina menemukan sebuah dokumen yang tampaknya sangat penting. Dokumen itu berisi catatan tentang sebuah transaksi besar yang melibatkan beberapa kolektor seni terkenal. Nama yang tercantum di dalamnya membuat jantung Rina berdegup kencang—nama itu adalah salah satu kolektor yang sangat berpengaruh di dunia seni, dan yang lebih mengejutkan, nama itu terkait dengan beberapa koleksi yang hilang.
“Dito, lihat ini!” Rina menunjuk dokumen itu. “Ini terkait dengan transaksi besar yang melibatkan kolektor seni terkenal. Dan beberapa karya seni yang hilang… termasuk lukisan-lukisan Adrian!”
Dito mendekat, membaca dokumen tersebut dengan teliti. “Ini dia. Ini adalah bukti yang kita butuhkan. Orang-orang ini, mereka terlibat dalam perdagangan seni ilegal, mungkin bahkan dengan cara yang lebih buruk.”
Rina merasa perutnya mual. “Jadi, selama ini, galeri ini… mungkin terlibat dalam hal-hal yang tidak seharusnya?”
Dito menatap Rina dengan mata yang serius. “Saya takut begitu. Dan saya rasa kita sudah terlalu dekat untuk mundur sekarang.”
Mereka keluar dari ruang arsip, namun suasana galeri yang sepi dan sunyi semakin terasa menyesakkan. Rina merasa seolah-olah seluruh dunia sedang menatapnya, menunggu keputusan berikutnya. Mereka sudah terlalu jauh dalam penyelidikan ini, dan Rina tahu, meskipun dia belum siap, dia tidak bisa berhenti.
Saat mereka berjalan menuju pintu keluar, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Rina dan Dito berbalik, dan di sana, berdiri seorang pria yang tampak asing—tapi wajahnya tampak familiar. Pria itu mengenakan jas hitam dan kacamata gelap, dan ketika dia melihat mereka, senyum tipis muncul di wajahnya.
“Dito… Rina…” pria itu menyapa mereka dengan suara rendah, penuh tekanan. “Saya pikir kalian akan sampai di sini juga.”
Dito menegakkan tubuhnya dan menghadap pria itu dengan ekspresi dingin. “Siapa Anda?” tanyanya tegas.
Pria itu tertawa pelan. “Saya seorang kolektor seni. Dan saya rasa kalian sudah terlalu banyak tahu tentang hal-hal yang tidak seharusnya kalian ketahui.”
Rina merasa jantungnya berpacu lebih cepat. Siapa pria ini? Dan apa yang dia inginkan?
Dito menatap pria itu dengan penuh kewaspadaan. “Kami tidak takut. Jika Anda tahu apa yang kami cari, berarti Anda juga tahu apa yang kami akan lakukan.”
Pria itu tersenyum lebar, namun senyumannya tidak mengandung kehangatan. “Kita lihat saja nanti, Dito. Jangan terlalu jauh mencari. Kadang, kebenaran lebih baik tetap tersembunyi.”
Dengan itu, pria itu berbalik dan menghilang ke dalam bayang-bayang galeri. Rina dan Dito saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka baru saja menghadapi seseorang yang lebih berbahaya dari yang mereka kira.
Bab 4 ini mengembangkan alur cerita dengan Rina dan Dito yang semakin dekat dengan kebenaran. Mereka menemukan bukti penting yang mengarah pada perdagangan seni ilegal yang melibatkan kolektor seni besar. Namun, mereka juga semakin menghadapi ancaman nyata, terutama setelah bertemu dengan seorang pria misterius yang tampaknya tahu lebih banyak dari yang mereka inginkan.*
Bab 5: Kebenaran yang Terungkap
Malam itu, Rina merasa seolah seluruh dunia berputar begitu cepat di sekelilingnya. Apa yang dimulai sebagai pekerjaan di galeri seni kecil kini telah membawanya ke dalam sebuah konspirasi besar yang melibatkan hilangnya seniman berbakat, Adrian Malvini, dan permainan gelap di balik dunia seni. Bertemu dengan pria misterius yang mengancam mereka, Rina dan Dito tahu bahwa mereka sudah berada di ujung jurang yang dalam, dan tidak ada jalan mundur.
Setelah pertemuan dengan kolektor seni misterius, Dito menjadi semakin gelisah. Pria itu jelas mengetahui terlalu banyak tentang mereka, dan dia bukan orang sembarangan. Rina merasa takut, tapi di sisi lain, ada rasa tanggung jawab yang semakin membebani pundaknya. Seperti sebuah puzzle yang hampir terpecahkan, mereka hanya perlu sedikit lagi untuk mengungkap seluruh kebenaran.
“Rina,” kata Dito dengan suara yang tegas. “Kita tidak bisa mundur. Mereka akan melakukan segala cara untuk menghentikan kita, tetapi kita harus melanjutkan pencarian ini. Ini lebih besar dari sekadar mencari seorang seniman. Ada nyawa yang terlibat.”
Rina menatap Dito, matanya yang penuh tekad semakin memperjelas komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?”
Dito menghela napas panjang. “Kita harus pergi ke tempat yang lebih jauh lagi, Rina. Ada satu tempat yang harus kita cari. Sebuah lokasi yang hanya diketahui oleh sedikit orang. Di sana, kita bisa menemukan jawaban tentang semua yang terjadi.”
Rina tidak merasa nyaman dengan ide itu, tetapi dia tahu bahwa tidak ada pilihan lain. “Tempat apa itu, Dito?”
Dito memandangnya dengan serius. “Sebuah rumah tua, di pinggiran kota. Rumah yang tidak pernah masuk ke dalam daftar properti yang sah. Namun, saya mendapat informasi bahwa Adrian Malvini terakhir kali terlihat di sana.”
Rina merinding. Sebuah rumah tua yang tersembunyi dari mata publik? Itu terdengar seperti tempat yang penuh rahasia. Namun, rasa ingin tahunya lebih besar daripada rasa takut yang merayapi dirinya.
Pagi itu juga, mereka bersiap-siap untuk pergi ke rumah yang dimaksud. Dito mengemudi dengan cepat melalui jalan-jalan sepi yang tak dikenalnya. Di luar jendela mobil, pemandangan kota yang sibuk perlahan menghilang digantikan oleh pepohonan dan ladang yang terbuka. Semakin jauh mereka pergi, semakin sunyi suasana di sekitar mereka. Rina bisa merasakan ketegangan yang mengalir di udara. Seolah mereka sedang menuju ke suatu tempat yang telah lama terlupakan oleh dunia.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di sebuah kawasan terpencil. Rumah yang mereka cari terlihat seperti sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan. Pintu-pintu kayunya yang sudah lapuk dan jendela-jendela yang tertutup rapat memberi kesan bahwa tempat ini tidak pernah dijamah selama bertahun-tahun. Namun, ada sesuatu yang aneh di sana. Rina merasa ada kekuatan yang tak tampak, seperti ada sesuatu yang menunggu mereka untuk datang.
“Ini dia,” kata Dito, suaranya rendah. “Ini tempat terakhir Adrian Malvini terlihat.”
Mereka keluar dari mobil, dan Rina merasakan angin dingin menyentuh kulitnya. Mereka mendekati pintu utama yang sudah hampir hancur, dan Dito dengan hati-hati membuka pintu itu. Sejenak, mereka terdiam, merasakan atmosfer berat yang menyelimuti ruangan di dalam rumah. Bau tua dan lembap menyambut mereka, namun tidak ada suara lain selain detak jantung mereka yang bergema di dalam dada.
“Siap, Rina?” tanya Dito, suaranya serak, meskipun dia mencoba terdengar tenang.
Rina mengangguk, meskipun hatinya penuh keraguan. “Siap.”
Mereka melangkah masuk ke dalam rumah yang gelap. Tidak ada cahaya kecuali lampu senter yang mereka bawa. Dinding-dindingnya retak, dan debu menutupi sebagian besar permukaan. Setiap langkah yang mereka ambil membuat lantai kayu berderit, menciptakan suara yang menambah kesan suram di tempat itu.
Mereka berjalan pelan, melewati lorong-lorong panjang yang tampaknya tidak berujung. Namun, semakin dalam mereka masuk, semakin jelas bahwa tempat ini memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekadar rumah tua yang ditinggalkan. Di ujung lorong, mereka menemukan sebuah ruang besar yang penuh dengan berbagai lukisan, sebagian besar tampak sangat berharga, tetapi rusak oleh waktu. Lukisan-lukisan itu memiliki gaya yang sangat mirip dengan karya-karya Adrian Malvini, tetapi tidak satu pun dari mereka yang bertanda tangan.
Rina berhenti di depan sebuah lukisan besar yang dikelilingi oleh beberapa objek antik. Ini adalah karya seni yang sangat berbeda. Lukisan itu menggambarkan sebuah pemandangan yang tidak biasa—sebuah kota yang sepertinya hanya ada dalam mimpi buruk. Langitnya gelap, dengan bayangan-bayangan mengerikan yang melayang di atas bangunan-bangunan yang rusak. Di sudut kanan bawah lukisan, ada sebuah simbol yang tidak dikenal, seperti sebuah tanda yang tertulis dengan tinta merah.
“Lukisan ini… terlihat sangat mirip dengan karya Adrian,” kata Rina, suaranya bergetar.
Dito mendekat dan mengamatinya. “Ini adalah lukisan yang tidak pernah dipublikasikan. Adrian membuatnya setelah menemukan sesuatu yang besar. Sesuatu yang mengubahnya. Ini adalah petunjuk, Rina.”
“Petunjuk tentang apa?” tanya Rina, bingung.
Dito menatapnya serius. “Petunjuk tentang mengapa Adrian menghilang. Dia menemukan sebuah rahasia yang sangat besar tentang dunia seni—sesuatu yang tidak bisa diterima oleh banyak orang. Lukisan-lukisan ini bukan hanya tentang seni. Mereka adalah pesan.”
Rina terdiam, merenungkan kata-kata Dito. Apa yang sebenarnya terjadi pada Adrian? Apa yang dia temukan di balik karya-karyanya?
Tiba-tiba, sebuah suara keras terdengar dari belakang mereka. Rina dan Dito terkejut, dan sebelum mereka sempat berbalik, sosok gelap muncul di depan mereka. Seorang pria tinggi dengan jas hitam, wajahnya tersembunyi di balik bayangan. Pria itu tertawa kecil, dan Rina merasa darahnya membeku.
“Sepertinya kalian sudah sangat dekat dengan jawaban, bukan?” kata pria itu dengan suara serak.
Dito langsung mengeluarkan pistol yang ia sembunyikan di balik jaketnya. “Siapa Anda? Apa yang Anda inginkan?”
Pria itu tersenyum dingin. “Saya hanya ingin memastikan bahwa rahasia ini tetap terkubur. Dunia seni ini tidak boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika Adrian masih hidup, semuanya akan terbongkar.”
Rina merasa ketegangan itu memuncak. Apa yang dia maksud dengan “semuanya akan terbongkar”? Apa rahasia besar yang telah membuat Adrian Malvini hilang?
“Tapi kalian akan menjadi masalah besar, jadi lebih baik kalian berhenti sebelum semuanya terlambat,” kata pria itu, mengeluarkan senjata dari balik jasnya.
Tanpa peringatan, Dito melompat maju, melemparkan tubuhnya ke arah pria itu. Mereka terlibat dalam perkelahian sengit di ruang yang gelap dan sempit. Rina merasa tidak bisa berbuat banyak, hanya menyaksikan dengan cemas. Namun, dia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan. Jika mereka kalah, maka segalanya akan hilang—termasuk kebenaran.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, akhirnya Dito berhasil merebut senjata pria itu dan menjatuhkannya ke lantai. “Jangan coba-coba lagi,” kata Dito dengan suara berat, sambil menahan napas.
Pria itu hanya tersenyum sinis. “Kalian mungkin berhasil hari ini, tapi tidak lama. Rahasia ini akan tetap tersembunyi.”
Ketika pria itu akhirnya dibawa pergi, Rina merasa lelah, tetapi ada rasa lega yang mengalir dalam dirinya. Mereka akhirnya mengungkapkan sebagian dari kebenaran. Adrian Malvini, yang dianggap hilang, ternyata telah menemukan sebuah rahasia besar yang menghubungkan dunia seni dengan dunia yang lebih gelap—sebuah dunia yang tidak ingin orang lain ketahui.
Mereka meninggalkan rumah itu dengan rasa yang campur aduk. Rina tahu bahwa meskipun mereka telah berhasil mengungkap sebagian dari misteri ini, masih banyak lagi yang harus dipelajari. Namun, satu hal yang pasti—pencarian mereka telah mengubah segalanya. Dunia seni yang tampaknya indah dan penuh keajaiban ternyata menyimpan lebih banyak rahasia dari yang mereka bayangkan.***
———–THE END———